Professional Documents
Culture Documents
shows marked variation in structure at different sites in the body surface. Some
regional variations are illustrated at the end of the chapter, but others will emerge
during the description of the normal histology. The skin varies greatly in
thickness; the thickest skin is on the upper back (approximately 5 mm) whilst the
thinnest is the delicate skin on the upper and lower eyelids (less than 1 mm).
Skin has the following functions:
Sensation. The skin is the largest sensory organ in the body, and contains
a range of different receptors for touch, pressure, pain and temperature
(see Ch. 7). As a regional variation in structure, sensory receptors are
most numerous in skin which has most physical contact with solid objects
in the environment, again the soles and palms, and the ventral surfaces of
fingers and toes (see Fig. 7.31).
minimise defects.
Dermis - a layer of fibrocollagenous and elastic tissue which contains blood vessels,
nerves and sensory receptors.
Subcutis or hypodermis - the deepest layer of skin which is mainly adipose tissue,
but also contains the larger vessels which supply and drain the dermal blood
vasculature.
The skin is an organ located at the outside and is a means of protection against the organs
contained underneath Dan limit of human life in the surrounding environment. In our skin's
immune system acts as a physical barrier to the environment and inflammation. Many foreign
antigens enter the body through the skin and the immune response has been initiated in the
skin. Leather is very complex, elastic, and sensitive, varies on climatic conditions, age, sex,
race and also depends on the location of the body. Part adayang skin smooth, no rough, no
hair. There is a thin Yag an aa thick, there are tightly attached to any part of the body and
there are not, however, the structure on the outline there are similarities.
Despite countless skin a little more modest than most of the other organs, the skin is an organ
that is structured very well. The skin covers the entire body and weighs about 7% of total
body weight, it is this which makes the skin become the biggest organ. It is estimated that, in
one square centimeter area of skin consists of 70 cm vein, 55 cm sarah, 100 sweat glands, 15
oil glands, 230 recipients of stimulation, and about 500,000 skin cells regularly die and
renew. Leather, varying thickness ranging from 1.5 to 4 mm or more in different areas of the
body, has two layers of clear. The outermost layer is the epidermis layer, a thick membrane
network. Located below the epidermis is the dermis, a network of interconnected fibers. And
under the dermis is the layer of fat called the hypodermis. Although hypodermic usually not
considered as part of the skin or Integumentary system, this network runs a little function of
the skin.
Leather division tersusu broadly of three layers:
I. Lapian epidermis or cuticle
II. Dermis (Korim, cutis vera, true skin)
III. A layer of subcutaneous (hypodermic)
There is no clear line separating the dermis and subcutaneous. Subcutaneous connective
tissue characterized by longar and their cells and fat tissue.
I. layer of epidermis
Consists of five layers (strata) successively from top to bottom:
system will be attractive blood vessels located in the dermis. This will provide more blood
supply to the main circulation, and make available more blood to muscles and other organs.
Meanwhile, the blood vessels in the skin tissues with blood, making the heat to spread
throughout the body and create cool effects for the body.
Collagen fibers in the dermis give skin strength and elasticity. Although we nmenerima many
blows and scratches will normally not menmbus pass through the dermis. Furthermore, the
elastic fibers in the dermis, the skin can stretch.
Deeper part of the dermis is responsible for marking on the surface of our skin is commonly
called crease line. This sign can be easily seen as in the palm of the hand. Folding line is
formed from the folding of the skin konstanm, and sometimes also in the joints, where the
dermis clinging to the structure underneath. The fold-line is also visible on the wrists, feet,
fingers, and toes.
III. subcutaneous layer
Kelanjuan dermis is composed of loose jaringanikat contain fat cells in dalamnya.sel fat cells
are round cells, large with a nti pushed into the cytoplasm pingir fat increases. These cells
form a group that separated from one another by trabeculae and fibrous. A layer of fat cells
called adipose Panikulus, serves as a food reserve. Dilapisan in there mentioning the
peripheral nerve endings, blood vessels and lymph vessels.
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar Dan merupakan alat
proteksi terhadap organ-organ yang terdapat di bawahnya dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia di sekitarnya. Dalam system imunitas kita kulit
berperan sebagai sawar fisik terhadap lingkungan dan inflamasi. Banyak antigen
asing masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan respon imun sudah diawali di kulit.
skin sangat kompleks, elastis, dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, sex, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Bagian kulit ada yang
halus, kasar, berambut. Ada yang tipis, tebal, ada yang melekat erat dengan
bagain badan dan ada yang tidak, namun demikian strukturnya pada garis
besarnya ada kesamaan.
Meskipun kulit terhitung sedikit lebih sederhana daripada kebanyakan organ
tubuh yang lainnya, kulit merupakan salah satu organ tubuh yang terstruktur
dengan sangat baik. Kulit menutupi seluruh bagian tubuh dan beratnya sekitar
7% dari total berat tubuh, hal inilah yang membuat kulit menjadi organ tubuh
yang paling besar. Diperkirakan, dalam 1 centimeter persegi luas kulit terdiri dari
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai
dengan jaringan ikat longar dan adanya sel dan jaringan lemak.
I. Lapisan epidermis
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke bawah :
-
Stratum Corneum
Stratum Lucidum
Stratum Granulosum
-
Sratum Spinosum
sebagai sel-sel yang mengkilat , tidak berwarna, paling jelas terlihat pada daerah
telapak kaki dan tangan.
3. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Terdiri dari 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbatas kasar dan
terdapat inti di antaranya, butir-butir kasar ini terdiri atas keratohyalin, mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Lapisan ini tampak jelas pada telapak
angan dan kaki.
4. Stratum Spinosum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda-beda, karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena
mengandung glikogen dan inti terletak di tengah-tengah. Di antara sel-sel ini
terdapat jembatan-jembatan antar sel yan terdiri atas protoplasma dan tonofibril
atau keratin. Perlekatan antara jembatan-jembatan ini membentuk penenbalan
bulat kecil yang disebut nodulus BIZZOZERO. Selain juga tedapat sel-sel
langerhans. Sel-sel startum ini mengandung banyak glikogen dan merupakan
bagian yang sering patologik.
5. Stratum Basale (Germnativum)
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumner) yang tersusun vertikal pada
batasan dermo epidermal berbaris seperti pagar (palisade). lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan
mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri dari dua jenis sel, yaitu: selsel yang berbentuk kolumna dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar,
dihubungkan oleh jembatan sel dan sel pembentuk melanin (melanosit)
yanmerupaka sel-sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap dan
mengandung butir pigmen.
Perlu diketahui bahwa pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Maka dari pembuluh darah dan pembuluh limfe dermis
disalurkan melalui ruang antar sel ke epidermis.
respon imun, baik non spesifik maupun spesifik pada umumnya menguntungkan
bagi tubuh, berfungsi protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker tetapi
dapat pula menimbulkan hal yang tidak mengungtungkan bagi tubuh berupa
penyakit yang disebut reaksi hipersensitivitas. komponen-komponen sistem imun
yang bekerja pada proteksi adalah sama dengan yang menimbulkan reaksi
hipersensitivitas.
reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi,
timbul segera sesudah tubuh terpajang dengan alergen. istilah alergi yang
pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 yang berasal dari alol
(Yunani) yang berarti perubahan dari asal yang dewasa. ini diartikan sebagai
perubahan reaktivitas organisme.
pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons
imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma dan
dermatitis atopi. urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
1)
Fase sensitisasi yaitu waktu ang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik paa permukaan sel mast dan basofil.
2)
Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
3)
Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Pada kontak pertama dengan alergen, makrofag atau monosit yang berperan
sebagai sel penyaji/APC (Antigenic Presenting Cell) akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas
II membentuk komplek peptida MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex)
yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji
akan melepas sitin seperti interleukin 1 (IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk
berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL3, IL4,IL5, dan IL13. IL4 an IL13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehinga sel limfosit B menjadi aktif dan membentuk
memori sel, serta berproliferasi menjadi plasma sel. Plasma sel akan
menghasilkan immunoglobulin E (IgE). IgE dalam sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor Ig di permukaan mastosit atau basofil sehingga
sel ini menjadi aktif.
Bila mukosa yang sudah terpapar dengan alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik yang kemudian
merangsang terjadinya degranulasi mastosit dan basofil sehingga melepaskan
bebagai mediator kimia seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, Platelete
Activating Factor (PAF), inilah yang disebut reaksi alergi fase cepat.
Pada reaksi alergi fase lambat ditandai dengan penambahan jenis dan
jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, basofil, netrofil, dan mastosit di mukosa
hidung, serta peningkatan beberapa sitokoin yang mengakibatkan timbulnya
gejala hiperaktif dan hiperresponsif hidung.
Disebut juga reaksi sitotoksik/sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG
atau IgM terhadap antigen yang merupakan sel pejamu.antigen yang masuk ke
tubuh akan merangsang pembentukan antibodi spesifik seperti IgG atau IgM.
Selanjtnya antigen tersebut akan berikatan dengan antibodinya dan melekat
pada reseptor Fc -R pada permukaan sel NK (natural killer). Antibodi tersebut
akan mengaktifkan NK cell yang berperan sabagai efektor dan dapat
menimbulkan kerusakan sel dan jaringan melalui ADCC. NK cell ini dapat
menimbulkan efek perforasi pada membran sel target sehingga menyebabkan
lisis, akan tetapi juga menghasilkan zat lain seperti enzim yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan setempat.
Reaksi ini disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigenantibodi ditemukan dalam sirkulasi darah/dinding pembuluh darah atau jaringan
dan mengaktifkan komplemen.
Antigen yang masuk akan merangsang pembentukan antibodi spesifik.
Kemudian antigen tersebut akan berikatan dengan antibodinya membentuk
kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya ompleks ini akan mengaktifkan
komplemen. Komplemen yang teraktivasi akan mengeluarkan anafilatoksin (C3a
dan C5a) yang dapat memacu degranulasi mast cell dan basofil untuk
melepaskan histamin dan mediator-mediator lainnya. Komplemen juga
menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mikrotrombi dan melepas
amin vasoaktif. Serta mengaktifkan makrofag yang melepas IL-1 dan prodk
lainnya. Bahan vasoaktif yan dibentuk sel mast dan trombosit menimbulkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan inflamasi. Neutrofil ditarik
dan mengeliminasi kompleks. Bila neutrofil terkepung di jaringan akan sulit
untuk memakan kompleks dan akan melepas granulnya yang akan menimbulkan
kerusakan jaringan di sekitarnya.
Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum. Keratinosit
yang terpapar oleh hapten akan mengaktifkan sel Langerhans. Sehingga hapten
yang masuk ke epidermis akan langsung ditangkap oleh sel Langerhans dengan
pinositosis dan diproses secara kimia dengan enzim lisosom atau sitosol dan
dikonjugasikan dengan HLA-DR menjadi antigen yang lengkap. Di samping itu
keratinosit juga akan mengubah fenotipe sel Langerhans, mengekspresikan
molekul permukaan sel termasuk MHC I da II, seta menghasilka sitokin seperti IL1 dan TNF . Selanjutnya, TNF akan menekan produksi E-Chaderin yang mengikat
sel Langerhans pada epidermis sehinga memungkinkan sel Lagerhans untuk
bermigrasi ke kelenjar getah bening melalui aliran limfe pada dermis.
Di kelenjar getah bening, sel Langerhans akan mempresentasikan antigen
HLA-DR kepada sel T. Sel T akan megekspresikan CD4 yang dapat mengenali
HLA-DR dan Cd3 yang mengenali antigen. Kemudian sel Langerhans akan
menghasilkan IL-1 yang akan merangsang sel Th untuk menghasilkan IL-2 dan
mengekspresikan reseptor IL-2 sehingga terjadi proses autokrin. Di mana IL-2
kembali menstimuli Th untuk berproliferasi menjadi sel T memori, yang akan
tersebar ke seluruh tubuh sehingga individu menjadi tersensitisasi.
Fase elisitasi
Fase elisitasi terjadi pada pajanan ulang terhadap alergen (hapten) yang
sama. Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans
dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat ole HLA-D kemudian
diekspresikan di perukaam sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR antigen akan
dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit
maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi.
Sel Langerhans mensekresi IL-1 menstimuli sel-T untuk memproduksi IL-2
dan mengekspresikan IL-2R, yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi
populasi sel-T di kulit. Sel-T teaktivasi akan menghasikan IFN yang akan
merangsang kerainosit untuk meghasilkan ICAM-1 yang memungkinkan
keratinosit berinteraksi dengan sel T dan leukosit yang memiliki LFA-1 pada
permukaannya dan HLA-DR yang memungkinkan keratinosit berinteraksi dengan
sel- dan T-sitotoksik. Selain itu, keratinosit juga akan menghasilkan sitokin
seperti L-1, IL-6, TNF , dan GMCSF. Dimana IL-1 akan menstimuli keratinosit
menghasilkan eikosanoid.; eikosanoid bersama dengan sitokin akan
mengaktifkan sel mast dan basofil untuk melepaskan granulnya seperti histamin
dan faktor kemotaktik yang akan mendatangkan sel-sel inflamasi sehingga
terjadi reaksi peradangan
Melanocytes
Body_ID: HC009007
Melanocytes are the cells responsible for producing the pigment melanin which is
responsible for skin coloration (and the colour of the hair - see Fig. 9.8d). The pigment exists
in various forms from yellowish brown to black, and is thought to have a protective function
against damage from excessive ultraviolet light. Melanin is synthesised from the amino acid
tyrosine by the melanocyte within specific cytoplasmic organelles called melanosomes,
which are transferred to the keratinocytes through a complex network of melanocytes'
cytoplasmic processes. These processes can frequently be seen in electron micrographs of the
epidermis running in the narrow spaces between adjacent keratinocytes. The mechanism of
transfer of melanosomes between melanocyte and keratinocyte is unknown. The
melanosomes within the keratinocyte usually form a cap sitting over the nucleus, and
probably deposit melanin when exposed to UV light.
Body_ID: P009030
Melanocytes are present as scattered cells in the basal layer and are more numerous in areas
which are most exposed to light, for example they are more numerous on the face than on the
buttocks. There is no great difference in numbers of melanocytes between white and darkskinned races, but they are considerably more synthetically active in darker-skinned people.
In pale-skinned people, the melanocytes can be stimulated into producing more melanin by
gradually increasing exposure to UV light. This may produce a socially desirable suntan but
constant forced stimulation of melanocytes has its drawbacks (see opposite).