Professional Documents
Culture Documents
.1
Pendahuluan
KEP didefinisikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya
konsumsi energi dan protein yang terkandung di dalam makanan sehari-hari sehingga
Angka Kecukupan Gizi (AKG) tidak terpenuhi. KEP menjadi masalah di beberapa negara
berkembang. Kelompok usia yang paling banyak terkena KEP adalah 6 bulan-5 tahun.
Kondisi ini disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau infeksi yang
menghilangkan nafsu makan, padahal pada masa ini tubuh memerlukan nutrisi untuk
pertumbuhan. Anak yang berusia 12-36 bulan merupakan kelompok usia yang paling
beresiko terkena KEP karena mereka rentan terhadap infeksi seperti gastroenteritis dan
campak.
Dari suatu penelitian di lima negara berkembang didapatkan bahwa penyebab
kematian balita terbanyak adalah malnutrisi.
KEP merupakan kasus yang harus segera diatasi. Hal ini disebabkan KEP kronis
berdampak terhadap fisik dan mental, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
misalnya pertumbuhan yang terlambat, mudah terkena infeksi, dan meningkatkan angka
mortalitas anak.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia berupaya menurunkan prevalensi KEP.
Namun pada saat ini karena sedang dilanda krisis ekonomi maka jumlah penderita KEP
pun mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan ditemukannya penderita gizi buruk
yang sebelumnya sudah jarang ditemui.
Untuk mengantisipasi masalah diatas, diperlukan upaya pencegahan dan
penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada
sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas, balai
pengobatan, puskesmas pembantu, pos pelayanan terpadu, dan pusat pemulihan gizi yang
disertai peran aktif masyarakat.
Agar penanggulangan gizi buruk lebih efektif diperlukan peran rumah sakit yang
lebih proaktif dalam membina puskesmas. Peran proaktif yang diharapkan adalah
memfasilitasi pelayanan rujukan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sarana.
.2
Epidemiologi
KEP merupakan penyakit gizi yang sangat penting pada negara yang sedang
berkembang karena prevalensinya tinggi dan hubungannya dengan angka morbiditas dan
mortalitas anak, terhambatnya pertumbuhan fisik, dan ketidakcukupan perkembangan
sosial dan ekonomi. Analisis epidemiologi dari 53 negara sedang berkembang
mengindikasikan bahwa 56% kematian pada anak-anak 6-59 bulan disebabkan oleh
potensiasi malnutrisi dengan penyakit infeksius dan malnutrisi ringan-sedang sebanyak
83% dari kematian itu.
.3
Klasifikasi
2. Kwashiorkor
Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah:
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Penampilan seperti anak gendut
- Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 60% menurut welcome-trust, begitu
pula dengan tinggi badannya bila KEP sudah berlangsung lama
3. Marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor
dan marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang
tidak mencolok.
.4
Etiologi
Orang yang beresiko menjadi kurang energi protein (KEP) adalah orang yang
1.5
Patofisiologi
yaitu
mobilisasi lemak, degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate.
Peningkatan aldosterone yang berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti
oleh pengurangan energi dan penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium
pump.
2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein
Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga
enzim yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga
terjadi proses pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan
memberikan asam amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di
dalam hepar, terdapat pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis
albumin, transferin dan apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein
lain akan dijaga.
3. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi
peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan
total potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit
lain juga akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.
Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan
dengan tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan
diare dan dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan
hipotonus dan kematian mendadak (sudden death).
4. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan
protein yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan
mikroba lain. Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging
unggas, ikan, susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan
infeksi. Lemak dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D
dan A serta untuk menjaga infeksi.
Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi
protein fase akut. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga
Sistem Endokrin
Perubahan endokrin diperantarai oleh adaptasi metabolik terhadap kelaparan.
Atrofi pankreas biasanya ditemukan pada anak sehingga akan mempengaruhi
hormon insulin, glukagon, dan arginine. Penelitian menunjukkan bahwa pada
anak dengan malnutrisi terdapat peningkatan hormon pertumbuhan namun
konsentrasi yang tinggi itu akan mengurangi berat badan. Konsentrasi kortisol
yang tinggi dengan infeksi dan peninggian kortisol ini akan mengakibatkan
hipoglikemi. Fungsi kelenjar tiroid juga mengalami perubahan.
Sistem Imun
Anak dengan KEP berat sangat rentan terkena infeksi terutama bakteri gram
negatif dan dapat meninggal karena sepsis. Pada anak dengan malnutrisi terdapat
perubahan imunitas selular, sistem komplemen dan fungsi PMN dan imunitas
humoral.
Hati
Pada KEP berat, terdapat perubahan produksi protein karier dan protein akut
inflamasi relatif meningkat yang berespon terhadap infeksi atau jejas. Pada
kwasiorkor terdapat pembesaran hati dan terdapat infiltrasi lemak dan akumulasi
trigliserida. Perubahan ini akan baik bila gejala klinisnya membaik dan tidak ada
bukti bahwa kwasiorkor yang lama akan mengakibatkan kerusakan hati.
Jantung
Pada anak dengan KEP berat, curah jantung menurun. Serta dapat terjadi sinus
bradikardi. Bersamaan dengan itu terdapat defisiensi seperti hipokalemia, anemia
dan defisiensi vitamin yang akan berpengaruh terhadap jantung. Efusi perikardial
juga mungkin ada pada malnutrisi dengan edema. Selama penyembuhan, ukuran
jantung meningkat cepat. Bila pergantian/pemasukan makanan dilakukan dengan
cepat terutama bila makanannya tinggi sodium maka gagal jantung dan kematian
mendadak akan terjadi. Tindakan pertama untuk mengatasi hal tersebut adalah
dengan membatasi intake sodium dan memberikan diuretik. Keadaan tersebut
terlihat atau mirip seperti sepsis oleh karena itu kematian yang terjadi dianggap
wajar. Kelainan jantung bukan kelainan primer di jantung tetapi karena syndrome
refeeding.
Saluran Pernapasan
Pengurangan massa otot berpengaruh juga pada otot pernapasan termasuk
diafragma. Hal tersebut akan menurunkan fungsi otot-otot pernapasan yang akan
mempengaruhi kapasitas vital dan inspirasi maksimal dan tekanan inspirasi.
Kelemahan ini akan mengakibatkan abnormalitas elektrolit seperti rendahnya
fosfat dan hipokalemia. Ventilasi berespon terhadap hipoksia tetapi tidak berespon
terhadap hiperkapni. Karena perubahan tersebut, takipnea dan retraksi sub costal
dapat berguna sebagai tanda untuk mendiagnosis pneumoni pada malnutrisi.
Saluran Pencernaan
Hematologi
Anemia biasanya terjadi pada malnutrisi dan mungkin berhubungan dengan
defisiensi besi dan atau penurunan produksi sel darah merah untuk adaptasi dari
pengecilan massa tubuh. Rendahnya transferin berhubungan dengan peningkatan
resiko kematian di rumah sakit pada anak dengan KEP.
Tulang
Anak dengan KEP berat biasanya akan stunted setelah sembuh. Pada malnutrisi
terdapat laju turnover tulang yang rendah dan tinggi pada fase penyembuhan.
Demineralisasi tulang disebabkan oleh defisiensi fosfat. Defisiensi nutrisi lain
oleh vitamin D yang menyebabkan riketsia dan osteomalasia, vitamin C
BAB II
2.1
Diagnosis
Diagnosis KEP didapatkan dari anamnesa makanan, gambaran klinis termasuk
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
d. Tanda infesi, seperti infeksi telinga dan tenggorokan, infeksi kulit, atau
pneumonia
e. Pitting Edema
2.1.3
a.
Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus
Darah Tepi, Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL,
Trigliserida, Fe, TIBC, Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin,
Indeks Protrombin dan Biakan
b.
c.
Apus Rektal
2.2
Manifestasi Klinis
Penurunan berat badan dan lemak di bawah kulit merupakan gambaran fisik yang
paling konsisten pada KEP ringan sampai sedang pada orang dewasa. Anak-anak dengan
KEP memberikan gambaran tambahan yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan fisik seperti bentuk tubuh kerdil (tinggi badan tidak sesuai dengan umur)
atau kurus kering (berat badan yang sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi badan) dan
keterlambatan pubertas. KEP juga menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif
dan psikososial anak.
2.2.1
Marasmus
Seiring adanya kegagalan dalam kenaikan berat badan akan diikuti kehilangan
berat badan, dengan kehilangan turgor kulit yang menjadi keriput dan longgar karena
lemak subkutan menghilang. Karena lemak hilang terakhir dari pipi, maka muka bayi
dapat bertahan relatif normal untuk beberapa saat sebelum menjadi lisut/berkerut dan
keriput. Atrofi otot pun terjadi dengan hipotonia.
Suhu biasanya subnormal, denyut nadi menjadi lambat dan BMR berangsur
berkurang. Awalnya, bayi akan bertingkah namun kemudian menjadi lesu tanpa
gairah, dan makannya berkurang. Bayi menjadi konstipasi namun tipe starvasi dari
diare nampak, dengan stool kecil mengandung mucus.
Kehilangan otot dan lemak subkutan memberi karakteristik KEP nonedematus
berat sebagai penampakan tulang-kulit. Pasien marasmus anak-anak memiliki
keterlambatan pada pertumbuhan longitudinal yang nyata. Rambut tipis dan kering,
tanpa kilau normal, mudah dicabut tanpa rasa sakit. Kulit kering dan tipis, dengan
sedikit elastisitas dan mudah keriput.
Beberapa pasien anoreksia, lapar, tetapi jarang menyesuaikan dengan makanan
jumlah besar dan mereka mudah muntah. Diare dapat terjadi dengan tanda-tanda
lemah, dan anak-anak sering tidak dapat berdiri tanpa pertolongan. Denyut jantung,
tekanan darah dan suhu tubuh rendah namun takikardi dapat terjadi. Hipoglikemia
dapat terjadi, terutama setelah puasa 6 jam atau lebih, dan sering disertai dengan
hipotermia 35,5oC atau kurang. Terjadi distensi abdomen dan nodus limfatikus mudah
teraba.
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah
pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants)
Perut cekung
Iga menonjol
2.2.2 Kwashiorkor
Bukti klinik awal dari malnutrisi protein adalah tidak jelas tetapi termasuk letargi,
apati, atau iritabilitas. Pada keadaan berlanjut, menyebabkan pertumbuhan yang
terhambat, kurang stamina, hilangnya jaringan otot, peningkatan kemungkinan
infeksi, dan edema. Imunodefisiensi sekunder adalah satu dari banyak manifestasi
serius dan konstan.
Infeksi, baik akut maupun kronik (TB dan HIV), dan infestasi parasit sangat
umum terjadi, sedangkan anoreksia, muntah dan diare berlanjut. Otot menjadi lemah,
tipis, dan atrofi, tetapi kadang-kadang ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan
mental umumnya terjadi, terutama iritabilitas dan apatis.
Ciri-ciri predominan dari kwashiorkor adalah edema tanpa rasa sakit, biasanya
pada kaki, tetapi pemanjangan sampai perineum, ekstrimitas atas dan muka pada
kasus yang berat. Kebanyakan pasien mempunyai lesi kulit (sering membingungkan
dengan penyakit pellagra) pada daerah edema, tekanan berlanjut, atau iritasi yang
sering. Kulit dapat eritematus, dan berkilau pada daerah edematus dengan zona yang
kering, hiperkeratosis, dan hiperpigmentasi. Lemak subkutan dipertahankan dan ada
pengurangan otot. Defisit berat badan, setelah dihitung terhadap berat edema biasanya
tidak seberat pada marasmus. Tinggi badan mungkin normal atau kurang, tergantung
dari kekronikan dan riwayat nutrisi lampau.
Rambut kering, rapuh, dan tanpa kemilau normal dan mudah dicabut tanpa sakit.
Rambut keriting menjadi lurus, dan pigmentasi biasanya berubah tidak mengkilap
coklat, merah, atau putih kekuning-kuningan. Mereka apatis dan iritabel, mudah
menangis, dan memiliki ekspresi sengsara dan sedih. Anoreksia (kadang-kadang perlu
pemberian makan lewat NGT), muntah setelah makan, dan diare umumnya terjadi.
Kondisi ini meningkat tanpa pengobatan gastrointestinal spesifik sebagai kemajuan
kesembuhan nutrisi. Hepatomegali disebabkan oleh infiltrasi lemak berat, perut sering
menonjol keluar karena distensi lambung dan loop intestinal, peristaltik tidak
beraturan dan sering lambat, tonus dan kekuatan otot secara besar dikurangi, serta
terjadi takikardi. Hipotermia dan hipoglikemia dapat terjadi setelah waktu puasa
pendek.
Diferensial diagnosis harus dibuat dari kasus lain edema dan hipoproteinemia
serta dari KEP sekunder yang disebabkan oleh kelemahan dalam absorpsi atau
metabolisme protein. Infeksi fatal dapat terjadi, tanpa demam, takikardi, distres
respiratori, atau leukositosis yang tepat. Kasus meninggal umumnya akibat edema
paru dengan bronchopneumonia, septikemis, gastroenteritis, dan ketidakseimbangan
air dan elektrolit.
Gejala singkat dari kwashiorkor :
-
Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
Pembesaran hati
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
2.2.3
Marasmik-Kwashiorkor
Bentuk marasmik-kwashiorkor adalah kombinasi karakteristik klinik KEP
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
Braunwald, Eugene, M.D., et al. Harrisons Principles Of Internal Medicine 15th ed.
Volume 1. McGraw Hill Medical Publishing Division.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Kekurangan Energi Protein (KEP).
Http:// www. nhd_brochure_centre.pdf
Http:// www.protein_malnutrition.pdf
Mahan, L. Kathleen, MS, RD, CDE., Escott-Stump, Sylvia, MA, RD. 1996. Krauses
Food, Nutrition and Diet Therapy 9 th ed. Pennsylvania : W. B. Saunders
Company.
Penny, Mary E.,MB, ChB. 2004.Nutrition in Pediatric: Protein-Energy Malnutrition:
Pathophysiology, Clinical Consequences, and Treatment. Pennsylvania :
Lippincott Williams & Wilkins.
Shils, Maurice E., M.D., Sc.D., et. al. 1999. Modern Nutrition in Health and Disease 9 th
ed. Volume 1 & 2. Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins.