Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
tersebut)
sebagai
bentuk
tanggungjawab
mereka
terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. CSR atau TJSL sebagai suatu
konsep, berkembang pesat sejak 1980 an hingga 1990 an sebagai reaksi dan suara
keprihatinan dari organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringan tingkat global
untuk meningkatkan perilaku etis, fairness dan responsibilitas korporasi yang tidak
hanya terbatas pada korporasi, tetapi juga pada para stakeholder dan komunitas atau
masyarakat sekitar wilayah kerja dan operasinya.
CSR harus melibatkan seluruh stakeholder secara aktif dalam kegiatan CSR.
Bahwa harus ada keseimbangan antara kegiatan bisnis dan nilai-nilai bisnis dan harus
beyond filantrophy. CSR bukan untuk menolong pihak yang lebih lemah tetapi
merupakan strategi bisnis perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan
kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan
sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar
profitability. Kalangan bisnis telah menyuarakan penolakan dimasukkannya pasal
tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam undang-undang PT yang baru.
Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) dipopulerkan oleh Jhon
Elkington, (1997) melalui bukunya Cannibal with Forks, the Tripple Bottom Line of
Twentieth Century Business. Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line
dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice. Definisi
dari CSR, pertama dalam Pemerintah Inggris, dikatakan Voluntary action that
bussines can take over and above compliance with minimum requirement,. Inti dari
CSR adalah dijalankan beyond compliance to law (melampui kepatuhan terhadap
hukum).
Melalui buku tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan
yang ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan 3P. Selain mengejar profit,
perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat (people) dan turut berkonstribusi aktif dalam menjaga kelestarian
lingkungan (planet). Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga
sebagai berikut:
Sosial (people)
Lingkungan
(Planet)
Ekonomi
(Profit)
lingkungannya.
berpijak hanya pada single bottle lines yaitu, nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tetapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, yaitu berupa: finansial, sosial dan
lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh
dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan
terjamin apabila korporasi juga turut memperhatikan demensi sosial dan lingkungan
hidup; Masuknya konsep CSR ke dalam wacana dan praktik perusahaan tampaknya
membawa berkah perubahan.
Tak dapat disangkal lagi, ada kekuatan besar yang mengubah perilaku
banyak perusahaan di hadapan para pemangku kepentingannya. Tekanan yang
diberikan oleh para aktivis telah membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi
bisnisnya dari single bottom line pencarian keuntungan menuju triple bottom line
keseimbangan ranah ekonomi-sosial-lingkungan. Tentu saja hal ini patut disyukuri,
namun juga harus tetap dikawal dengan ketat. Bagaimanapun kecenderungan banyak
perusahaan untuk mengedepankan keuntungan ekonomi bagi dirinya dibandingkan
keadilan sosial dan lingkungan tetaplah besar. Melihat hal ini, banyak akademisi
yang kemudian mengingatkan bahwa skeptisisme yang sehat terhadap perilaku
perusahaan khususnya berkaitan dengan peran mereka dalam pembangunan haruslah
tetap dijaga.
Watt dan Zimmerman (1978), Abbot dan Monsen (1979), Ulmann. C.A
(1985) menyatakan bahwa biaya sosial (social cost) yang dikeluarkan perusahaan
memiliki
kemanfaatan
meningkatkan
citra
perusahaan
dimata
masyarakat,
(2006),
mengemukakan
dua
tesis
yang
melatarbelakangi
perkembangan wacana CSR, yang pertama adalah bahwa konsep CSR merupakan
suatu
bentuk
kemampuan
adaptasi
perubahan
perusahaan
modern
dalam
menyesuaikan dirinya dengan perubahan sosial politik yang berkembang di tengahtengah masyarakat. Tesis kedua mengatakan, konsep CSR sebagai bentuk respon
perusahaan modern dalam ekonomi pasar untuk mempertahankan dominasinya
terhadap setiap tantangan publik yang mengganggu kekuasaannya (Corporate
Power) dengan membangun aliansi dengan lembaga atau aktor strategis.
Pergulatan wacana tersebut bermuara pada tiga definisi dan praktik CSR,
definisi pertama berangkat dari asumsi the business of business is business, bahwa
setiap perusahaan pada hakekatnya memiliki tujuan tunggal yaitu memaksimalkan
keuntungan kepada pemiliknya dan keberadaannya dipercaya dapat menciptakan
lapangan pekerjaan. Inti dari definisi yang pertama ini lebih merupakan penolakan
terhadap prinsip-prinsip kedermawanan perusahaan, Community Development atau
donasi yang dianggap bertentangan dengan hakekat perusahaan.
Definisi kedua adalah Corporate Voluntarism yang menekankan aspek
kebajikan (virtue) dalam mengejar keuntungan. Asumsi dasar definisi ini yang
pertama adalah bahwa setiap perusahaan dengan sukarela sesuai dengan kekuatan
dan kelemahannya dapat mengembangkan CSR dan menolak campur tangan negara
dalam mengatur perusahaan. Asumsi yang kedua beranggapan bahwa kepedulian
terhadap masyarakat atau konsumen dapat mendorong keuntungan ekonomi suatu
perusahaan, dan yang ketiga adalah bahwa keberadaan perusahaan tidak dapat
dilepaskan dari masyarakat tempat perusahaan beroperasi.
Defenisi ketiga adalah Corporate Involuntarism dengan asumsi dasar bahwa
setiap perusahaan memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial yang
harus dituangkan dalam bentuk undang-undang karena self regulation dan
voluntarism dianggap sudah tidak lagi mencukupi karena dalam konteks kekinian
pengaruh multi national corporation dianggap jauh berpengaruh dibanding negara/
bangsa.
LEAD Indonesia dan LABSOSIO FISIP UI (2005), menyebutkan bahwa
dalam banyak kasus yang melibatkan industri ekstraktif dengan masyarakat sering
kali program Community Development mendominasi praktek CSR sebagai upaya
pendekatan khusus untuk mencegah konflik. Hal tersebut menyebabkan konsepnya
diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa
karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan
CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat
global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sosial.
Tanggungjawab
Sukarela
Tanggungjawab Etik
Tanggungjawab Legal
Tanggungjawab Ekonomi
Komponen
Kreasi, Produksi dan pengiriman barang dan jasa yang
didasarkan pada organisasi dan teknologi inovatif yang
memanfaatkan sumber-sumber daya alam, financial dan social
secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam jangka panjang
2. Tata Pamong
3. Pemegang Saham
Tuntutan
pemegang
saham
hendaknya
sesuai
dengan
4. Industri
Perusahaan-perusahaan
yang
berkelanjutan
hendaknya
5. Masyarakat
Perusahaan-peruahaan
yang
berkelanjutan
hendaknya
Kasali (2005), menyatakan stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang
mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Ibarat sebuah jagad yang di kelilingi
planet-planet, maka perusahaan juga di kelilingi dengan stakeholders dan membagi
stakeholders menjadi 5 bagian yaitu :
1. Stakeholders internal yaitu stakeholders yang berada didalam lingkungan
organisasi seperti karyawan, manajer, dan shareholders atau pemegang
saham. Sedangkan stakeholders eksternal adalah yang berada di luar
lingkungan organisasi atau perusahaan seperti masyarakat, pemerintah,
pers, dan lain-lain
2. Stakeholders Primer, stakeholders sekunder, stakeholders marginal.
Ketiga stakeholders ini disusun berdasarkan skala prioritas.stakeholders
yang paling penting adalah primer, sekunder baru marjinal.urutan ini bisa
berubah ubah dari waktu kewaktu
3. Stakeholders Tradisional dan stakeholders masa depan.karyawan dan
masyarakat adalah stakeholders tradisional sedangkan stakeholders masa
depan adalah yang diperkirakan memberikan pengarung pada organisasi
seperti mahasiswa, peneliti, dan konsumen potensial.
4. Proponents,
opponents
dan
uncommitted.Proponents
merupakan
Development)
dalam
pendekatan
radikal
lebih
berfokus
kepada
upaya
mengubah
dan
mengevaluasi
program-program
pelayanan
kemanusiaan.
3. Aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan
dan struktur masyarakat, melalui proses pendistribusian kekuasaan,
sumber distribusi, dan pengambilan keputusan.
akan
merugikan
masyarakat.
Community
Development
sebaiknya
Charity
Philanthropy
Motivasi
Agama, tradisi,
adaptasi
Misi
Pengelolaan
Pengorganisasian
Penerima
Manfaat
Kontribusi
Inspirasi
Hibah sosial
Kewajiban
Hibah
pembangunan
Kepentingan
bersama
Good Corporate
Citizenship
(GCC)
Pencerahan diri &
rekonsiliasi dengan
ketertiban sosial
Memberikan
kontribusi kepada
masyarakat
Terinternalisasi
dalam kebijakan
perusahaan
Keterlibatan baik
dana maupun
sumber daya lain
Masyarakat luas
dan perusahaan
Hibah (sosial &
pembangunan serta
keterlibatan sosial)
Kepentingan
bersama
Sumber: Zaidi,(2003)
2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan
Governance
Perlunya upaya aktif diarahkan pada pemberdayaan potensi dan kekuatan
sosial-ekonomi masyarakat dan butuh dukungan dari usaha skala besar (perusahaan)
dan bermitra dengan pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator, stimulator dan
koordinator dalam perekayaaan perkembangan masyarakat dalam pengentasan
masyarakat miskin (proverty community).
Sulistiyani (2004), menyatakan model kemitraan idealnya mencerminkan
pembagian yang setara kepada tiga aktor pembangunan, yaitu pemerintah, swasta
dan masyarakat. Model kemitraan yang
responsibility.
Pemberdayaan
dimaksud
sebagai
upaya
peningkatan
kemampuan atau kualitas anggota-anggotanya yang tergabung dalam komunitikomuniti untuk dapat bermitra dan berfungsi satu dengan lainnya sebagai
keseluruhan anggota masyarakat. Konsep partisipasi menyangkut kesamaan dan
kesepakatan program dalam struktur pengembangan yang sudah terpadu dan
terencana dalam program community development yang dibangun secara bersama.
dan
low
benefit
dipihak
pemerintah.
Kerjasama
lebih
Pemerintah pusat
(Government)
Legitimasi
DAU, Desentralisasi OTDA
Pemerintah daerah
(Government)
Demokrasi pelayan
publik
pajak, royalty
demokrasi
kepercayaan
konsesi.regulasi
investasi,lisensi
kemitraan
Perusahaan
(Corporate)
Masyarakat
(Community)
TSP (CSR)
Keamanan + Promosi
karyawan karena didukung oleh faktor sosial budaya masyarakat (Batak Toba) yang
sangat mengutamakan pendidikan anak.
Ditinjau dari pendapatan nominal, bantuan memberi peran terhadap ekonomi
karyawan dan masyarakat, namun secara riil belum berperan akibat inflasi yang
tinggi pada tahun 2005. Peran CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal (local
economic development) adalah adanya 17 unit usaha mitra kontraktor sebagai
rekanan PT. Inalum yang dapat menyerap tenaga kerja masyarakat. Korelasi modal
CSR terhadap aktivitas (buka jam) pasar berbeda secara nyata (signifikan) dengan
nilai korelasi negatif. Hal ini menunjukkan aktivitas pasar cenderung turun seiring
kenaikan modal CSR, karena pembangunan pasar sebagai pusat aktivitas ekonomi
masyarakat dan infrastruktur pendukung lainnya tidak bermanfaat dalam
mengembangan masyarakat. Program CSR yang diluncurkan masih lebih banyak
bersifat konsumtif.
Penelitian Louise (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Peranan
Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Adonara Bakti Bangsa Libek Project
Terhadap Pendapatan Masyarakat Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Dari
hasil penelitian yang dilakukan terhadap peran CSR terhadap pendapatan masyarakat
Kecamatan
Mandau,
disimpulkan
Konsep
pelaksanaan
CSR
yang
telah
diimplementasikan PT. ABB Libek Project kepada masyarakat adalah: PT. ABB
belum memiliki dokumen perencanaan dan strategi dalam pencapaian target dan
masih dianggap sebagai biaya (cost) sehingga belum memiliki program yang mampu
memandirikan dan memberdayakan masyarakat melalui program-program yang
diluncurkannya. Tingkat pengetahuan dan keterlibatan masyarakat terhadap
keberadaan Program CSR PT. ABB masih rendah menunjukkan PT. Libek Project
belum melakukan pendekatan dalam proses pembentukan tanggung jawab sosial
melalui etika moral, keputusan bersama dan etika manfaat. Proses pembentukan
program CSR baik bidang sosial (kerohanian dan pendidikan) belum melibatkan
komite sekolah) dan proses Pengembangan Ekonomi Masyarakat (CSR bidang
ekonomi) masih bersifat karitas (charity) dan belum dapat menggalang partisipasi
aktif masyarakat.
2.5.
Pendapatan
Pendidikan
Tenaga Kerja