Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rini Fitriani
Putri Kurniawati
Muhammad Ridwan Anugerah
Reski Bobby
Asih Susifiani
Wawan Dharmawan
SR1420800
SR142080032
SR142080023
SR1420800
SR142080005
SR1420800
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah dalam bentuk
Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pad Klien Lanjut Usia Menjelang Ajal ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II.
Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami ambil dari buku maupun
internet. Hambatan yang kami temui pada penyusunan akalah ini adalah kurangnya waktu
penyusunan karena banyaknya tugas kami pada mata kuliah lain.
Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Dalam
penyusunan Makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada pembaca, kiranya
berkenan memberi kritikan dan saran yang bersifat membangun dengan maksud
meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seorang perawatan professional dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan
mempunyai ketrampilan yang multi komplek. sesuai dengan peran yang dimiliki, perawatan
harus mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut
usia dan harus menyelami perasaan-perasaan hidup dan mati.Dalam memberikan asuhan
keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi sakarotul maut tidaklah selamanya
muda, klien lanjut usia akan memberikan reaksi-reaksi yang berbeda beda, bergantung
kepada kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun
keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan terutama terhadap
keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga dalam keadaan krisis ini memerlukan
perhatian perawatan karena kematian pada seseorang dapat datang dengan berbagai cara,
dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. kadang kadang
sebelum ajal tiba klien lanjut usia kehilangan kesadarannya terlebih dahulu.
Seorang perawatan professional dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan
mempunyai ketrampilan yang multi komplek. sesuai dengan peran yang dimiliki, perawatan
harus mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut
usia dan harus menyelami perasaan-perasaan hidup dan mati.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi
sakarotul maut tidaklah selamanya muda, klien lanjut usia akan memberikan reaksi-reaksi
yang berbeda beda, bergantung kepada kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi
hidup. tetapi bagaimanapun keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai
keadaan terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga dalam
keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawatan karena kematian pada seseorang dapat
datang dengan berbagai cara, dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung
berhari-hari. kadang kadang sebelum ajal tiba klien lanjut usia ke hilangan kesadarannya
terlebih dahulu.
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut
pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir
hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien
tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran
spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting
terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.
Definisi
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran
dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik
sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut
ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,
merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan
dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orangorang yang dicintai.Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar
untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal
perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut
sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir.
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak dapat lagi
atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh.
Pengertian kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya,
tudak bernafas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan beberapa reflek, serta tidak
ada kegiatan otak.
Penyebab kematian:
1. Penyakit
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae).
b. Penyakit kronis, misalnya:
CVD (cerebrovascular diseases)
CRF (chronic renal failure (gagal ginjal))
Diabetes militus (ganggua)
MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) )
COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)
2. Kecelakaan (hematoma epidural
Ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian:
1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai
pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerak peristaltic usus menurun.
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung.
4. Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.
2.2.
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi saling tindih. Kadangkadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap
itu. Apa bila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien
lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan secara seksama dan
cermat.
1. Tahap pertama (penolakan)
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai dengan
komentar, selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa mau
menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap
penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan
kepadanya oleh perawat. Ia bahkan telah menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin
akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber professional dan nonprofessional
dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah ada di ambang pintu.
Pertimbangan dalam keperawatan :
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan caranya sendiri
dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b. Memfasilitasi klien lanjut usiadalam menghadapi kematian. Luangkan waktu 10
menit sehari, baik dengan bercakap-cakap atau sekedar bersamanya.
2. Tahap kedua (marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Sering kali klien
lanjut usia akan mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat
dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang telah mereka lakukan.pada tahap ini,
klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan.
Kemarahan ini merupakan mekanisme pertahanna diri klien lanjut usia lebih mengaggap
hal ini merupakan hikmah, dari pada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme
pertahanan diri kliebn lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati dalam
member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap kematiaan yang perlu
diungkapkan.
Pertimbangan dalam keperawatan:
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan kemarahannya
dengan kata-kata.
b. Ingat bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, mengapa hal ini terjadi
pada diriku?
c. Seringkali perasaanm ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien
lanjut usia bertingkah laku.
3. Tahap ketiga (tawar-menawar)
Kemarahan biasanya mereda dank lien lanjut usia dapat menimbulkan kesan dapat
menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.Akan tetapi pada tahap tawar-menawar ini
bnyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut
tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi
karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan sebelum mati.
Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir untuk melihat pertandingan
olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan di restoran. Perawat
dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membuat klien lanjut usia memasuki tahap
berikutnya.
Pertimbangan dalam keperawatan: Klien lanjut usia untuk mempergunakan ungkapan,
seperti seandainya saya
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan
tawar-menawar.
b. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat menunjukkan
kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan perasaannya
4. Tahap keempat (sedih/depresi)
Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien lanjut usia sedang dalam
suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan
sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersama dengan itu, ia harus
meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang dinikmatinya. Selama tahap ini, klien
lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat
untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa
sedihnya sebelum meninggal.
Pertimbangan dalam keperawatan:
a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini
sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut menyaksikan klien
sebanyak mungkin. Tindakan ini akan member ketenangan dan perasaan aman.
Pengaruh Kematian
Pengaruh kematian terhadap keluarga klien yang lanjut usia:
Bersikap kritis terhadap cara perawat
Keluarga dapat menerima kondisinya
Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut
Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat
2. Kebutuhan emosi untuk menggambarkan unggkapan sikap dan perasaan klien lanjut
usia dalam menghadapi kematian.
a. Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan yang
timbul akibat menyadari bahwa dirinya bahwa dirinya tidak mampu mencegah
kematian).
b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya,
lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan
kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu sejenak.
Ingat, tidak semua orang senang membicarakan kematian.
c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.
3. Kebutuhan sosial.
Klien dengan kematian akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau
anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan temanteman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu
membacanya.
4. Kebutuhan spiritual
a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencanarencana klien selanjutnya menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual.
c. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
5. Kebutuhan fisiologis.
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik
diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena
kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti:
turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan
dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi
tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek
menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair
atau Intra Vena atau Invus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi.
Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep.
g. Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
2.4.
Hak Asasi Pasien Menjelang
1. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja
berubah.
2. Berhak untuk dirawat
mati.
Hospice dan Perawatan Paliatif
Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana pengobatan
terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan
penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosialspiritual. Perawatan akhir hayat/perawatan terminal adalah suatu proses perawatan medis
lanjutan yang terencana melalui diskusi yang terstuktur dan didokumentasikan dengan
baik, dan proses ini terjalin sejak awal dalam proses perawatan yang umum/biasa.
Dikatakan sebagai perawatan medis lanjutan karena penderita biasanya sudah masuk ke
tahap yang tidak dapat disembuhkan (incurable). Melalui proses perawatan ini
diharapkan penderita dapat meng-identifikasi dan meng-klarifikasi nilai-nilai dan tujuan
hidupnya serta upaya kesehatan dan pengobatan yang diinginkannya seandainya kelak ia
tidak lagi mampu untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya sendiri. Atau, penderita dapat
pula menunjuk seseorang yang akan membuat keputusan baginya sekiranya hal itu terjadi.
Dalam perawatan ini, keluarga ikut dilibatkan sehingga dengan demikian diharapkan
semua kebingungan dan konflik dikemudian hari dapat dihindari. Proses ini perlu
senantiasa dinilai kembali dan di-up date secara reguler karena dalam perjalanannya
tujuan perawatan dan prioritasnya sering kali berubah-ubah tergantung pada
situasi/kondisi yang dihadapi saat itu. Bila pada awalnya tujuan kuratif dan menghindari
kematian merupakan prioritas utama, pada stadium terminal tujuan perawatan beralih ke
usaha mempertahankan fungsi, meniadakan penderitaan dan mengoptimalkan kualitas
hidup penderita. Dengan demikian diharapkan penderita dapat menghadapi akhir
hayatnya secara damai, tenang dan bermartabat (with dignity). Peralihan ini seharusnya
terjadi secara gradual/tidak secara mendadak. Sering kali tujuan perawatan dan prioritas
di pihak penderita dan keluarganya tidak sejalan dengan tujuan dan prioritas dokternya.
Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik sehingga kedua belah pihak dapat
memilih apa yang terbaik bagi penderita. Disini dokter memegang peran kunci karena
dialah yang lebih banyak mengetahui tentang perjalanan penyakit yang senantiasa
berubah serta alternatif pengobatan yang mungkin diberikan pada penderita untuk
mencapai tujuan perawatan tadi serta bagaimana prognosisnya. Karena itu pengkajian
secara teratur dan up-dating perlu selalu diusahakan dan dikomunikasikan dengan
penderita/ keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan kerjasama dari
beberapa ahli yang bekerja bersama dalam sebuah team yang multidisipliner dan bekerja
secara interdisipliner sehingga perawatan penderita dapat berjalan secara komprehensif.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1995). Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan
jaminan terakhir kehidupan dimana bertujuan mempertahankan hidup, menurunkan stress,
meringankan dan mempertahankan kenyamanan selama mungkin (Weisman). Secara
umum kematian adalah sebagian proses dari kehidupan yang dialami oleh siapa saja
meskipun demikian, hal tersebut tetap saja menimbulkan perasaan nyeri dan takut, tidak
hanya pasien akan juga keluarganya bahkan pada mereka yang merawat dan
mengurusnya.
Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah keluarga, kenyataan
ini sangat berat bagi keluarga yang akan ditinggalkannya Untuk menghindari hal diatas
bukan hanya keluarganya saja yang berduka bahkan klien lebih tertekan dengan penyakit
yang dideritanya.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita,
terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif
antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki
aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas
hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya
diberikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera
setelah didiagnosisoleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak
ada harapan untuk sembuh (mis., menderita kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada
suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut stadium paliatif, yaitu kondisi
ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter
memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal, kanker,
stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan keperawatan,
memungkinkan diupayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi
penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik,
tenang dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman.
Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia.
Kualitas hidup adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan
perasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat
menikmati kesenagngan selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat
meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk
meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi. Perawatan
ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari
berbagai disiplin ilmu.
Dalam memberi perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang
digariskan oleh WHO, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia
Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.
Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.
Pola dasar tersebut harus diterapkan langkah demi langkah dengan mengikut sertakan
keluarga pasien, pemuka agama (sesuai agama klien), relawan, pekerja sosial , dokter,
psokolog, ahli gizi, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi, dan perawat. Prinsip pemberian
perawatan paliatif adalah membieri perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan
pengawasan dari tim profesional.
Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat,
psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan, dan relawan. Perlu
diingat bahwa tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi penderitaan lanjut usia.
Penderitaan terjadi bila ada salah satu aspek yang tidak selaras, baik aspek fisik maupun
psikis, peran dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas, gangguan kemampuan untuk
menolong diri, dan sebagainya.untuk memahami dan mengatasi hal tersebut, peran tim
interdisiplin menjadi sangat penting/dominant. Keberhasilan perawatan paliatif
bergantung pada kerja samayang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter,
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak di harapkan sembuh, perawat
harus mengidentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Oleh kerena itu tahap
ini meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai status kesehatan, dan berakhir dengan
penegakan diagnosis keperawatan, yaitu pernyataan tentang masalah pasien yang dapat di
intervensi. Tujuan pengkajian adalah memberi gambaran yang terus menerus mengenai
kesehatan pasien yang memungkinkan tim tim perawat untuk merencanakan asuhan
keperawatannya secara perseorang.
Pengumpulan data di mulai dengan upaya untuk mengenal pasien dan keluarganya. Siapa
pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan jiwanya. Rencana pengobatan apa
yang telah di laksanakan? Tindakan apa saja yang telah di berikan? Adakah bukti mengenai
pengetahuannya, prognosisnya, dan pada tahap proses kematian yang mana pasien berada?
Apakah ia menderita rasa nyeri? Apakah anggota keluarga mengetahui prognosisnya dan
bagaimana reaksi mereka? Filsafat apa yang di anut oleh pasien dan keluarganya mengenai
hidup dan mati. Pengkajian, keadaan, kebutuhan, dan masalah kesehatan/keperawatan pasien
khususnya. Sikap pasien terhadap penyakitnya, antara lain apakah pasien tabah terhadap
penyakitnya, apakah pasien menyadari tentang keadaannya?
1. Perasaan takut. Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak
terkendalikan
yang
begitu
sering
di
asosiasikan
dengan
keadaan
sakit
normal di anggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan
seseorang.
4. Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat di kenal sebagai awas waspada, yang
merupakan ekspresi apa yang di lihat, di dengar, di alami, dan perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat
yaitu tepat dan sesuai (Mahar Mardjono dan P. Sidharta, 1981).
5. Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Serta mempunyai
fungsi khusus
Tingkat Kesadaran
1. Komposmentis Sadar sempurna
2. Apatis Tidak ada perasaan/kesedaran menurun (masa bodoh)
3. Somnolen kelelahan (mengantuk berat
4. Soporus Tidur lelap patologis (tidur pulas)
5. Subkoma Keadaan tidak sadar/hampir koma
6. Koma Keadaan pingsan lama di sertai dengan penurunan daya reaksi (keadaan
tidak sadar walaupun di rangsang dengan apapun/tidak dapat di sadarkan)
3.2.
Diagnosis Keperawatan
1. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
3. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam
melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit
Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual/potensial yang di miliki seseorang dalam
memenuhi tuntutan atau kegiatan hidup sehari-hari dan yang berhubungan dengan kesehatan
(Gordon, 1976)
Data
1. Status sistem pernapasan
- Sesak napas
- Batuk
- Slem
2. Sistem pembuluh darah
- Tekanan darah
- Denyut tubuh
- Suhu tubuh
- Pernapasan
- Warna wajah
- Kesadaran
3. Sistem pencernaan
- Susah menelan
- Mual, muntah
- Perih, tidak nafsu makan
- Diare/obstipasi
Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan
Oksigen yang berhubungan dengan adanya
penyumbatan slem yang di tandai dengan
sesak napas.
2. Gangguan kenyamanan yang
berhubungan dengan batuk, panas tinggi
yang di tandai pasien gelisah.
Gangguan kesadaran yang berhubungan
dengan
dampak
patologis
manifestasi apatis/koma.
dengan
Kembung, melena
Mules
3. Perubahan
nutrisi
sebagai
dampak
4. Sistem perkemihan
- Bagaimana produksi urinnya?
- Berapa jumlahnya?
defekasi.
4. Gangguan
eliminasi
urin
yang
yang
berhubungan
dengan
Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk penentuan
Diagnosa
Tujuan
Rencana Intervensi
Evaluasi
Keperawatan
Gangguan
Kebutuhan
kebutuhan oksigen
oksigen
lingkungan
Kebutuhan
Oksigen
terpenuhi
sehat
Mengamati
Menciptakan
mengkaji
-
yang
terpenuhi
dan
keadaan
pernapasan pasien.
Membersihkan slem
Melatih pasien untuk
pernapasan
Gangguan
Kenyamanan
Terpenuhi
tubuh
Memberi obat sesuai
program
Mempertahankan
makanan
yang cukup
-
Mempertahankan
keseimbangan cairan
terpenuhi
Gangguan
Keseimbangan
keseimbangan
cairan
elektrolit
suhu
Kebutuhan
Nutrisi
Terpenuhi
Mengupayakan
pemasukan
Perubahan nutrisi
Rasa nyaman
penurunan
Rasa nyaman
dan elektrolit
dan
-
Mempertahankan
kelancaran defekasi
terpenuhi
Gangguan eliminasi Kebutuhan
alvi
Mempertahankan
kelancaran berkemih
terpenuhi)
Gangguan eliminasi Kebutuhan
urin
terpenuhi
Kebutuhan
cairan
dapat
Kebutuhan
eliminasi
(berkemih)
dapat
terpenuhi
eliminasi
(berkemih
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
eliminasi
(defekasi
dapat
terpenuhi)
kebutuhan
Keterbatasan
Kebutuhan
(mobilisasi)
pergerakan
pergerakan
Kebutuhan
Memenuhi
Membantu
gerak
pergerakan
terpenuhi
dapat
Perubahan
perawatan diri
memenuhi
terpenuhi)
kebutuhan merawat
Kebutuhan
merawat
diri
diri
Ciptakan
yang
terpenuhi
tidur
pola Kebutuhan
istirahat
dan
Dapat terpenuhi
interaksi
terapeutik,
dengan
Gangguan
Perawatan diri
Kebutuhan
memberi
penjelasan
kepada
pasien
tentang
pentingnya istirahat
tidur terpenuhi
Menciptakan
lingkungan
terapeutik
Rasa
Kecemasan
cemas
hilang/berkurang
ada
keluhan, dapat
terhadap tubuh
Tak
tidur
Ekspresi
bangun
tidur
ceria,
segar
bugar
yang Rasa cemas dapat
hilang/berkurang
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut nadinya tidak
bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks, serta tidak ada
kegiatan otak.(Nugroho: 153). Penyebab kematian ialah penyakit keganasan, penyakit
kronis ataupun karena kecelakaan.
Tahap kematian ada lima yaitu, yang pertama tahap penolakan, yang kedua marah,
yang ketiga tahap tawar-menawar, yang keempat tahap sedih, dan yang terakhir tahap
menerima.
Daftar Pustaka
Nugroho, Wahjudi. 2006. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.