: I11110014 : dr. Hilmi Kurniawan Riskawa, Sp.A, M.Kes
META-ANALISIS DAN REVIEW
SISTEMATIK: RISIKO MENINGITIS BAKTERIAL PADA ANAK DENGAN KEJANG PERTAMA DALAM KONTEKS DEMAM ABSTRACT BACKGROUND Of major concern in any febrile child presenting with a seizure is the possibility of bacterial meningitis. We did a systematic review to estimate the risk of BM among various subgroups of young children with a first seizure in the context of fever, and to assess the utility of routine lumbar puncture (LP) in children with an apparent first FS. METHODS/PRINCIPAL FINDINGS MEDLINE, INIST, and the COCHRANE Library databases were searched from inception to December 2011 for published studies, supplemented by manual searches of bibliographies of potentially relevant articles and review articles. Studies reporting the prevalence of BM in young children presenting to emergency care with a first: i) seizure and fever, ii) apparent simple FS, and iii) apparent complex FS were included. Fourteen studies met the inclusion criteria. In children with a first seizure and fever, the pooled prevalence of BM was 2.6% (95% CI 0.95.1); the diagnosis of BM might be suspected from clinical examination in 95% of children >6 months. In children with an apparent simple FS, the average prevalence of BM was 0.2% (range 0 to 1%). The pooled prevalence of BM among children with an apparent complex FS was 0.6% (95% CI 0.2-1.4). The utility of routine LP for diagnosis of CNS infections requiring immediate treatment in children with an apparent first FS was low: the number of patients needed to test to identify one case of such infections was 1109 in children with an apparent first simple FS, and 180 in those with an apparent first complex FS. CONCLUSION The values provided from this study provide a basis for an evidence-based approach to the management of different subgroups of children presenting to emergency care with a first seizure in the context of fever.
Kejang banyak terjadi pada masa kanak-kanak dan
meliputi sekitar 1-5% dari semua kedatangan unit gawat darurat. Kejang demam merupakan bentuk paling umum dari kejang pada masa kanak-kanak, kejang demam secara luas didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam, tanpa bukti adanya infeksi sistem saraf pusat (SSP) dan terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Perhatian utama pada setiap anak demam yang mengalami kejang adalah kemungkinan meningitis bakteri (MB). Oleh karena itu penting untuk menyingkirkan MB sebelum membuat diagnosis kejang demam. Pada situasi akut, masalah yang paling menantang adalah untuk membuat keputusan apakah pungsi lumbal (PL) diperlukan untuk menyingkirkan MB. Review sistematis ini dilakukan untuk memperkirakan risiko MB pada berbagai kelompok anak dengan kejang pertama disertai demam dan untuk menilai kegunaan pungsi lumbal (PL) rutin pada anak dengan kejang demam pertama. METODOLOGI Desain penelitian ini adalah meta-analisis dan review sistematis dengan pencarian literatur melalui database elektronik, yaitu MEDLINE melalui PubMed, INIST (Scientific and Technical Information Institute) melalui article@inist dan Cochrane. Kriteria inklusi pada penelitian ini diantaranya (1) melaporkan data prevalensi MB pada anak yang dirawat inap atau datang ke unit gawat darurat untuk evaluasi kejang dan demam pertama, kejang demam sederhana pertama atau kejang demam kompleks pertama, (2) definisi kejang demam (sederhana atau kompleks) sama atau sangat mirip dengan yang digunakan pada kebanyakan literatur (3) studi dilakukan di negara dengan taraf kesehatan yang tinggi, dan (4) ditulis dalam bahasa Inggris atau Perancis. Kriteria eksklusi meliputi (1) tidak lengkapnya data, (2) studi dengan populasi <20, dan (3) bentuk studi berupa laporan kasus, review artikel, editorial, komentar, dan pedoman klinis. UKURAN HASIL DAN DEFINISI Ukuran hasil penelitian ini adalah prevalensi MB pada anak dengan kejang pertama dalam konteks demam dan kegunaan PL rutin untuk diagnosis infeksi SSP yang membutuhkan penanganan segera pada anak dengan kejang demam pertama.
MB didefinisikan melalui hasil kultur positif cairan
serebrospinal (CSF) untuk bakteri patogen yang relevan, atau pewarnaan Gram positif CSF pada kultur negatif CSF, atau adanya pleositosis CSF dengan kultur darah positif untuk bakteri patogen yang relevan, atau pleositosis CSF dengan uji lateks aglutinasi positif pada CSF. Pleositosis didefinisikan dengan sel darah putih 5 per L. Kejang dan demam termasuk salah satu kejang pada anak dengan demam akibat berbagai penyebab. Kejang demam jelas didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang memenuhi kriteria yang digunakan untuk menunjuk sebuah kejang demam, tapi kemungkinan infeksi SSP belum dikesampingkan melalui PL atau tindak lanjut. Kejang demam sederhana didefinisikan sebagai kejang umum primer berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan pada satu atau lebih dari berikut: onset parsial (fokal) atau menunjukkan fokal selama kejang, durasi lama (lebih dari 10-15 menit) dan berulang dalam waktu 24 jam. EKSTRAKSI DATA DAN ANALISIS Setiap penelitian ditinjau untuk menentukan apakah (1) desain penelitian sesuai untuk memperoleh perkiraan prevalensi, (2) sampel representatif terhadap populasi tertentu, (3) definisi diagnosis yang jelas dan dapat diterima, dan (4) metode penetapan diagnosis yang didefinisikan dengan baik. Prevalensi rata-rata MB dihitung menggunakan teknik meta-analisis. Kegunaan PL rutin untuk diagnosis infeksi SSP yang membutuhkan penanganan segera diperkirakan sebagai number needed to test (NNT), yang menunjukkan jumlah pasien yang perlu menjalani PL untuk mendeteksi satu kasus infeksi tersebut. Semua uji statistik dilakukan dengan menggunakan STATA versi 11.1 dan StatsDirect versi 2.7.9. HASIL Terdapat 14 artikel melalui pencarian database elektronik yang memenuhi kriteria. Dari 1.996 anak kejang dan demam, 77 anak didiagnosis infeksi SSP, di antaranya 41 anak dengan MB. Dari 41 anakanak dengan MB, 4 orang <6 bulan dan 37 orang >6 bulan. Diagnosis MB diduga dari pemeriksaan klinis pada 95% anak >6 bulan. Prevalensi rata-rata infeksi SSP pada anak dengan kejang dan demam adalah 3,9% (rentang 2,3-7,4%).
Dari 7 studi dengan 1.869 anak kejang demam
sederhana pertama didapatkan prevalensi rata-rata infeksi SSP pada anak usia 6-72 bulan adalah 0,2% (rentang 0,0-1,4%), dan prevalensi MB adalah 0,2% (berkisar 0,0-1,0%). NNT untuk mendeteksi satu kasus infeksi SSP yang membutuhkan penanganan segera pada anak 6-72 bulan adalah 1.109. Dari 2 studi dengan 718 anak kejang demam kompleks pertama didapatkan prevalensi rata-rata infeksi SSP adalah 2,2% (rentang 0,5-2,9%). NNT untuk mendeteksi satu kasus infeksi SSP yang membutuhkan penanganan segera adalah 180. DISKUSI Risiko keseluruhan MB termasuk rendah, mulai dari 0,2% pada anak-anak dengan kejang demam sederhana jelas pertama hingga 2,6% pada anak-anak dengan kejang dan demam pertama. Kegunaan PL rutin untuk diagnosis infeksi SSP pada anak-anak dengan kejang demam pertama tanpa adanya tanda dan gejala sugestif MB bernilai guna rendah. Sejak diperkenalkannya vaksin Hib dan S. pneumoniae, kejadian MB menurun secara drastis pada anak-anak, sehingga pedoman AAP diperbarui pada tahun 2011 dengan merekomendasikan PL sebagai pilihan pada bayi dengan kejang demam sederhana yang tidak diimunisasi atau tidak jelas status imunisasi Hib dan S. pneumoniae. Dengan demikian, diperlukan pengamatan klinis yang cermat sebelum memutuskan untuk melakukan PL pada bayi dengan kejang demam sederhana. Kegunaan PL rutin pada anak-anak dengan kejang demam kompleks jelas pertama termasuk rendah, sehingga PL rutin jika hanya berdasarkan adanya kejang kompleks, tampaknya tidak perlu dilakukan. Perawatan singkat di rumah sakit untuk observasi bisa menjadi strategi yang masuk akal pada anakanak tersebut. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya, (1) mayoritas penelitian retrospektif dan cenderung bias; (2) pada kejang demam sederhana dan kompleks, MB dikesampingkan berdasarkan klinis saja tanpa pemeriksaan CSF (43%) atau pemeriksaan klinis lanjut (18%); (3) risiko MB pada anak dengan antibiotik dapat mengaburkan tanda dan gejala MB dan dapat mengurangi tingkat kultur CSF positif; (4) sampel termasuk kedatangan di unit gawat darurat atau rawat inap; dan (5) penelitian dibatasi hanya anak dari negara dengan taraf kesehatan tinggi.