Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
Oleh
Ghuiranda Syabannur Ramadhan
122011101043
Pembimbing
dr. Hudoyo, Sp. PD
2016
CARDIAC CIRRHOSIS
LAPORAN KASUS
disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember
Oleh
Ghuiranda Syabannur Ramadhan
122011101043
Pembimbing
dr.Hudoyo,Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER
SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
Kerusakan hati yang diakibatkan oleh penyakit jantung merupakan hal yang
biasa terjadi, tetapi jarang terdiagnosa. Sejak tahun 1951 telah dilaporkan sindroma yang
sekarang dikenal sebagai cardiac sirosis atau congestive hepatopathy dengan berbagai
penyakit, hasil tes diagnostik, dan hasil histologi. Cardiac sirosis mungkin terlewatkan
pada penderita dengan gagal jantung dan mild hepatic congestion dengan gejala yang
samar-samar. Oleh karena itu, dokter harus mempertimbangkan cardiac sirosis pada
gagal jantung kanan dengan hepatomegali dengan atau tanpa ikterus. (Bayraktar, 2007)
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada
penderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal jantung
(terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dant idak ditemukan
penyebab lain dari disfungsi hati.
Congestive hepatopathy juga dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg
liver, atau chronic passivehepatic congestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan
mengakibatkan timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut dengan
cardiac cirrhosis atau cardiac fibrosis. Meskipun cardiac cirrhosis menggunakan istilah
sirosis, tipe ini jarang memenuhi kriteria patologis sirosis. Cardiac sirosis ini sangat sulit
dibedakan dari sirosis hati primer karena klinisnya relatif tidak spesifik. Tetapi tidak
sama seperti sirosis yang disebabkan oleh hepatitis virus atau penggunaan alkohol,
pengobatan ditujukan pada pengelolaan gagal jantung sebagai penyakit dasar.
Patogenesis cardiac sirosis umumnya dianggap sebagai reaksi stroma hati
terhadap hipoksia, tekanan atau nekrosis hepatoselular. Tetapi hal ini tidak menjelaskan
hubungan antara gejala dan tingkat keparahan fibrosis, dimana pada pasien jantung
dekompensasi pada derajat yang sama, fibrosis tidak selalu terjadi. Patogenesis cardiac
sirosis penting, karena definisi cardiac sirosis masih menjadi perdebatan.
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita
Nama
Tn. S
Umur
55 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Alamat
Status
Sudah menikah
Pendidikan
Suku
Jawa
Agama
Islam
Strata-1
Status Pelayanan :
BPJS NPBI
No. RM
12.42.84
Tanggal MRS
29 Agustus 2016
Tanggal Px
19 September 2016
Tanggal KRS
23 September 2016
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan istri pasien
pada tanggal 19 September 2016 di Ruang Catleya atas RSD dr. Soebandi Jember.
A. Keluhan Utama
Sesak dan Bengkak
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD tanggal 29 Agustus 2016 dengan keluhan sesak dan
badannya bengkak. Pasien mengeluhkan sesak sejak kurang lebih 2 minggu
sebelum MRS. Sesak dirasakan semakin memberat saat melakukan aktifitas
sedang seperti berjalan di dalam rumah. Sesak berkurang saat istirahat. Saat
datang ke IGD, Pasien juga mengalami bengkak pada bagian perut, kedua tangan
dan kedua kaki. Bengkak muncul bersamaan dengan sesak yang dialami.
Perutnya yang membesar mebuat aktifitas sangat berkurang dan sangat sesak
ketika tidur terlentang. Semakin hari perutnya membesar dan mengeras. Dari
awal bulan Mei pasien merasakan perutnya sering terasa penuh atau sebah diikuti
rasa sakit di perut bagian kanan. Selain itu, pasien selalu merasa mual hebat
tetapi tidak diikuti dengan muntah. Sakitnya memberat sampai terjadi sesak dan
bengkak pada perut, kedua tangan, dan kakinya. Akhirnya, pasien dirawat inap di
RS K dan sempat diambil cairan yang ada di dalam perutnya. Pasien KRS dari
RS K karena sesak dan bengkak sudah berkurang. Pada sekitar Awal Agustus,
pasien mengatakan kencingnya lebih gelap dari biasanya, warna seperti teh.
Pasien mengatakan saat buang air besar, sebelumnya berwarna kuning dengan
konsistensi lembek, sejak MRS pasien susah untuk buang air besar. Pasien tidak
mengetahui adanya perubahan warna pada matanya menguning atau tidak. Nafsu
makan pasien berkurang. Saat MRS, pasien sempat batuk berdahak dan
mengalami nyeri telan.Pasien juga mengaku tidak pernah merokok, meminum
alkohol, dan tidak pernah mendapatkan donor darah sebelumnya. Beliau
mengaku memang dari dulu senang makan sembarangan di luar rumah. Pasien
menyangkal adanya nyeri dada, riwayat penyakit hepatitis atau penyakit hati
lainnya, riwayat penyakit jantung atau hipertensi, dan diabetes. Dari sejak lahir,
pasien mengalami kebutaan pada mata sebelah kanan tetapi tidak menimbulkan
keluhan lain-lainnya.
2.2.1
2.2.2
:70 kg
TB
:160 cm
= 70
Tinggi Badan(m)2
(1,60)2
- Sistem kardiovaskular
- Sistem pernapasan
-Sistem gastrointestinal
- Sistem urogenital
- Sistem integumentum
- Sistem muskuloskeletal
: lemah
Kesadaran
Vital Sign
: TD
: 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR
: 24x/menit
Suhu : 36,5oC
Pernapasan
Kulit
Otot
: atrofi (-)
Tulang
: deformitas (-)
Status gizi
: BB
: 70 kg
TB
: 160cm
BMI
: 27,34
Kesan : pasien bengkak seluruh tubuh, status gizi berlebih (obesitas I).
B.Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kepala
- Bentuk
- Rambut
: hitam, lurus
- Mata
: +/+
edema palpebra
refleks cahaya
- Hidung
- Telinga
- Mulut
b. Leher
- KGB
- Tiroid
: tidak membesar
- JVP
: meningkat
c. Thorax
1. Cor
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
2. Pulmo
Ins
Per
Aspectus Ventralis
Bentuk dada normal
Simetris
Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-)
Aspectus Dorsalis
Bentuk dada normal
Simetris
Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-)
Pal
Sonor-Redup
Sonor-Redup
S S
S
S R
R
SS
SR
Aus
Suara Dasar
Suara Dasar
V V
V
Wheezing
V
V
- -
Rhonki
V V
Wheezing
--
- -
- -
Rhonki
- -
- -
- -
10
d. Abdomen
- Inspeksi
: cembung
: soepel, nyeri tekan (-), nyeri ketok ginjal (-), undulasi (+)
hepatomegali (sde), Splenomegali (sde)
- Perkusi
e. Ekstremitas
- Superior
- Inferior
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
- 29Agustus 2016
11
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
HEMATOLOGI
LENGKAP (DL)
Hemoglobin
Leukosit
Normal
Satuan
9.6
5.4
13.0-16.0
4.5-11.0
gr/dL
109/L
28.0
188
37-49
150-450
%
109/L
FAAL HATI
SGOT
SGPT
Albumin
38
11
3.2
10-35
9-43
3.4-4.8
U/L(37oC)
U/L(37oC)
gr/dl
FAAL GINJAL
Kreatinin Serum
BUN
Urea
1.2
24
52
0.6-1.3
6-20
20-60
mg/dL
mg/dL
mg/dL
Hematokrit
Trombosit
Hasil Pemeriksaan
12
Jenis Pemeriksaan
URIN LENGKAP
URIN LENGKAP
(UL)
Warna
Ph
Hasil Pemeriksaan
Normal
Kuning keruh
5.0
Kuning jernih
4.8-7.5
1.010
Positip 1 ~ 25
mg/dl
Normal
Normal
Negatip
1.015-1.025
negatip
Keton
Lekosit makros
Blood makros
Eritrosit
Lekosit
Epitel squamous
Epitel renal
kristal
Silinder
Bakteri
Yeast
Tricomonast
Lain-lain
LEMAK
Trigliserida
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Negatip
Negatip
Positip 4
> 100
5-10
0-2
Negatip
Ca oxalat : 2-5
Negatip
Positip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
0-2
0-2
2-5
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
51
106
11
< 150
< 220
Low < 40
High > 60
Kolesterol LDL
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Calsium
79
BJ
Protein
Glukosa
Urobilin
Nitrit
137.1
3.67
106.0
2.26
Satuan
Normal
Normal
Negatip
sel/Lpb
sel/Lpb
sel/Lpb
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
135-155
3.5-5.0
90-110
2.15-2.57
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
13
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
HEMATOLOGI
LENGKAP (DL)
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Hasil Pemeriksaan
Normal
Satuan
9.0
4.2
13.0-16.0
4.5-11.0
gr/dL
109/L
26.7
144
37-49
150-450
%
109/L
2.7
3.4-4.8
gr/dl
FAAL HATI
Albumin
B. Foto Thorax
14
C. EKG
Tanggal 29 Agustus 2016
15
D. USG Abdomen
16
2.5 Resume
Anamnesis:
Seorang laki-laki umur 55 tahun dengan keluhan sesak, asites, dan
bengkak pada seluruh badan. Pasien mengeluh sesak sejak 2 minggu sebelum
17
MRS dan pernah mengalami hal serupa pada bulan Mei. Pasien sempat berobat
di RS Kaliwates dengan keluhan serupa. BAK pasien juga bewarna gelap seperti
teh. Pasien juga mengaku tidak pernah merokok, meminum alkohol, dan tidak
pernah mendapatkan donor darah sebelumnya. Pasien mengaku memang dari
dulu senang makan sembarangan di luar rumah. Pasien menyangkal adanya nyeri
dada, riwayat penyakit hepatitis atau penyakit hati lainnya, riwayat penyakit
jantung atau hipertensi, dan diabetes.
Pemeriksaan Fisik:
Didapatkan keadaan umum pasien cukup, kesadaran compos mentis,
iketrik pada sklera, pada pemeriksaan fisik thorax didapatkan batas jantung
melebar dan abdomen didapatkan cairan (asites) , pitting edema di ke-4
ekstremitas.
Pemeriksaan Penunjang:
Darah Lengkap
Faal Hati
Thorax Foto
EKG
: Didapatkan anemia.
: Didapatkan peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia
: pelebaran pada bagian kanan jantung
: Low voltage di semua lead
USG abdomen
: Cardiac liver+Ascites+Kolelitiasis
2.6 Diagnosis
Cardiac sirosis + asites permagna + susp. Efusi Perikard + susp. Decomp Cordis
2.7Diagnosis Banding
Pericarditis
Kolelitiasis
2.8.Planning
A. Planning Monitoring
Vital Sign
UL
Faal Hepar
Serologi Hepar
18
Faal Ginjal
Lingkar Abdomen
EKG berkala
B.Planninng Terapi
Inf. Futrolit : Kalbamin = 1 : 1
Inj. Lasix 3 x 2 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
P/O Candesartan8 mg (0-0-1)
Bisoprolol 2,5 g (1/2-0-1/2)
Ambroxol 3x1 cth
Laxadin 2 x 2 cth
C.Planning Edukasi
Istirahat yang cukup untuk membatasi aktivitas fisik
Konsumsi diet yang seimbang yang mengandung tinggi kalori dan kaya
protein.
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga (penyebab,
perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta usaha pencegahan
komplikasi)
Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung penyembuhan
pasien
2.9. Prognosis
Quo ad functionam
: Dubia
2.10 Follow up
19
KU: cukup
Kes: compos mentis
TD: 100/70mmHg
N: 80x/mnt
RR: 24x/mnt
Tax: 36 ,2oC
K/L:a/i/c/d:+/+/-/Thorax: c/p: batas jantung melebar
Abd: cembung, BU (+), timpani, soepel,
shifting dullnes (+), hepatosplenomegali
(sde).
Ext: AH di keempat akral, pitting edema
+/+
KU: cukup
Kes: compos mentis
TD: 100/70mmHg
N: 72x/mnt
RR: 20x/mnt
Tax: 36 oC
K/L:a/i/c/d:+/+/-/Thorax: c/p: batas jantung melebar
Abd: cembung, BU (+), timpani, soepel,
shifting dullnes (+), hepatosplenomegali
(sde).
Ext: AH di keempat akral, pitting edema
+/+
Pungsi ascites: 3 L
20
KU: cukup
Kes: compos mentis
TD: 90/60mmHg
N: 80x/mnt
RR: 20x/mnt
Tax: 36,3oC
K/L:a/i/c/d:+/+/-/Thorax: c/p: batas jantung melebar
Abd: cembung, BU (+), soepel,
timpani,shifting dullnes (+),
hepatosplenomegali (sde)
Ext: AH di keempat akral, pitting edema
+/+
BAB 3
PEMBAHASAN
Textbook
Kondisi Pasien
21
Anamnesis
Riwayat penyakit jantung
Ortopneu
Dyspneu exercise
Sesak
Pemakaian alkohol
Riwayat hepatitis B
Riwayat hepatitis C
Nyeri perut kanan atas
Edema ekstrimitas dan perut
Kencing seperti teh
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Ikterus ringan
Peningkatan JVP
Asites
Edema
Hepatomegali
Splenomegali
Nyeri dada
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Faal Hati
Foto Thorax
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Diuretik
ACE-inhibitor
Beta Blocker
ARB
Antagonis Aldosteon
Nutrisi Tinggi Protein
Penatalaksanaan
(+)
(+)
(+)
(+)
(- )
(- )
(- )
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(sde)
(sde)
(-)
22
BAB 4
4.1 Cardiac Sirosis
23
24
Hepatosit mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski dalam
jangka waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai kondisi, seperti arterial
hypoxia, acute left sided heart failure, central venous hypertension. Stasis kemudian
menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis sinusoid memperburuk stasis, dimana
trombosis menambah aktivasi fibroblast dan deposisi kolagen. Dalam kondisi yang
parah menyebabkan nekrosis berlanjut menyebabkan hilangnya parenkim hati, dan dapat
menyebabkan trombosis pada vena hepatik. Proses ini sering diperparah oleh trombosis
lokal vena porta. (Kasper, 2005)
Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah sinusoid
ke venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi karena usaha hepar
mengatasi perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha mengakomodasi aliran balik
darah (backflow), sinusoid hati membesar, mengakibatkan hepar menjadi besar. Stasis
sinusoid menyebabkan akumulasi deoksigenasi darah, atrofi parenkim hati, nekrosis,
deposisi kolagen dan fibrosis.
Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di area
perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular, akhirnya
menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang berdekatan. Hal ini
menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu cardiac sirosis tidak tepat disebut
sebagai sirosispada umumnya karena berbeda dengan sirosis hati dimana jembatan
25
semua tahapan pada pada penyakit, oleh karena itu diperlukan nomenklatur menyangkut
aspek kuantitatif fibrosis hati dan sirosis.
E. Manifestasi Klinis
Gangguan fungsi hati pada cardiac sirosis biasanya ringan dan tanpa gejala.
Sering terdeteksi secara kebetulan pada pengujian biokimia rutin. Tanda dan gejala dapat
muncul berupa ikterus ringan. Pada gagal jantung berat, ikterus dapat muncul lebih berat
dan menunjukkan kolestasis. Timbul ketidaknyamanan pada kuadran kanan atas
abdomen akibat peregangan kapsul hati. Kadang-kadang gambaran klinis dapat
menyerupai hepatitis virus akut, dimana timbul ikterus disertai peningkatan
aminotransferase.
Beberapa kasus gagal hati fulminan yang mengakibatkan kematian telah
dilaporkan akibat gagal jantung kongestif. Namun sebagian besar disebabkan pasien
memiliki hepatic congestion dan iskemia. Gejala seperti dispnea exertional, ortopnea
dan angina serta temuan fisik seperti peningkatan vena jugularis, murmur jantung dapat
membantu membedakan cardiac sirosis dengan penyakit hati primer.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali lunak, kadang masif, batas tepi
hati tegas, dan halus. Splenomegali jarang terjadi. Asites dan edema dapat tampak, tetapi
tidak disebabkan oleh kerusakan hati, melainkan lebih kepada akibat gagal jantung
kanan (Myres, 2003)
F. Tatalaksana Cardiac Sirosis
Pengobatan penyakit dasar sangat penting untuk manajemen congestive
hepatopathy. Peningkatan uji faal hati dapat diatasi dengan pemberian vitamin hati dan
hepatoprotektor. Ikterus dan asites biasanya respon dengan baik terhadap diuresis. Jika
gagal jantung diobati dengan sukses, awal perubahan histologi cardiac sirosis dapat
diatasi dan bahkan cardiac fibrosis mungkin secara histologis dan klinis mengalami
regresi. Setelah pasien dalam kondisi stabil, dapat diberikan beta bloker dan ACE-
27
inhibitor apabila penyebab gagal jantung berasal dari ventrikel kiri. Spironolactone dapat
diberikan apabila pasien sudah termasuk NYHA kelas III atau IV.
Untuk diet, dapat disarankan pasien untuk mengikuti diet rendah garam, dan diet
tinggi protein apabila kadar albumin dalam tubuh pasien rendah dan terdapat ascites atau
oedem.
G. Prognosis
Penderita dengan congestive hepatopathy meninggal terbanyak diakibatkan oleh
penyakit jantung itu sendiri. Kelainan hati jarang memberi konstribusi pada morbiditas
dan mortalitas pasien congestive hepatopathy. Tidak seperti pasien sirosis hati, pasien
dengan cardiac cirrhosis jarang menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan
varises esofagus.
Congestive hepatopathy yang mengakibatkan hepatocellular carcinoma jarang
dilaporkan. Namun, insiden hepatocellular carcinoma dan gagal hati karena congestive
hepatopathy kemungkinan meningkat diakibatkan peningkatan survival pasien ini
dengan kemajuan dalam pengobatan gagal jantung (Felker, 2009)
4.2 Sirosis Hepatis
A. Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis merupakan perjalanan akhir dari suatu kelainan patologi dari
berbagai macam penyakit hati. Sirosis berasal dari bahasa Yunani scirrhus yang
artinya warna orange. Sirosis hepatis ditandai dengan kerusakan hati yang ditandai
dengan fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukkan yang berlebihan dari
matriks ekstraseluler dalam hati. Respon fibrosis pada kerusakan hati bersifat reversible.
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif, akibat dari nekrosis
hepatoselular.
28
29
30
31
autoimun
menyebabkan
peradangan
dan
penghancuran
sel-sel
hati
32
tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteribakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat
kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk
ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena
portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan,
lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh
karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang
mengancam nyawa. Beberapa pasienpasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala,
dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal).
Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir
di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah
vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas
dari lambung. Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric
varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin
seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan
(esophagus) atau lambung. Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang
34
terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname
karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai
suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat
unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat
diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut
dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihilangkan racunnya). Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara
cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic
encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola
tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.
Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau
melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat
tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat
menyebabkan koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjalginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjalginjal, yaitu, tidak ada
kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal
untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang
memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti
penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
35
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang,
beberapa
pasien-pasien
dengan
sirosis
yang
berlanjut
dapat
36
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa
tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana
saja didalam tubuh dan menyebar (metastasis) ke hati.
F. Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN
seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis
IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat
badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3
juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan
RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta
atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
1. Asites
37
38
transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.
4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinorduakan,
namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang
utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka
dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi
aatau Oesophageal Transection.
5. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetua
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxintoxin yang
berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
DAFTAR PUSTAKA
39
1. Myers RP, Cerini R, Sayegh R, Moreau R, Degott C, Lebrec D, Lee SS. 2003.
Cardiac hepatopathy: clinical, hemodynamic, and histologic characteristics and
correlations. Hepatology. 37:393-400
2. Bayraktar UD, Seren S, Bayraktar Y. 2007. Hepatic venous outflow obstruction:
three similar syndromes. World J Gastroenterol (13913): 1912-1927
3. Allen LA, Felker GM, Pocock S, McMurray JJV, Pfeffer MA, Swedberg K, Wang D,
Yusuf S, Michelson EL, Granger CB. 2009. Liver function abnormalities and
outcome in patients with chronic heart failure: data from the candesartan in heart
failure: assessment of reduction in mortality and morbidity (CHARM) program.
European Journal of Heart Failure 11:170-177
4. Giallourakis CC, Rosenberg PM, Friedman LS. 2002. The liver in heart failure. Clin
Liver Dis 6 (4): 94767
5. Snell R. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC; 1997 p.
240-44
6. Guyton. Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC; 2002
7. Ardini DNE. 2007. Perbedaan etiologi gagal jantung kongestif pada usia lanjut
dengan usia dewasa di rumah sakit dr. Kariadi januari-desember 2006. UNDIP
8. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. Harrisons Principles of Internal Medicine vol2
40