You are on page 1of 40

CARDIAC CIRRHOSIS

LAPORAN KASUS

Oleh
Ghuiranda Syabannur Ramadhan
122011101043

Pembimbing
dr. Hudoyo, Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
1

2016

CARDIAC CIRRHOSIS

LAPORAN KASUS
disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

Oleh
Ghuiranda Syabannur Ramadhan
122011101043

Pembimbing
dr.Hudoyo,Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER
SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2

2016
BAB 1
PENDAHULUAN
Kerusakan hati yang diakibatkan oleh penyakit jantung merupakan hal yang
biasa terjadi, tetapi jarang terdiagnosa. Sejak tahun 1951 telah dilaporkan sindroma yang
sekarang dikenal sebagai cardiac sirosis atau congestive hepatopathy dengan berbagai
penyakit, hasil tes diagnostik, dan hasil histologi. Cardiac sirosis mungkin terlewatkan
pada penderita dengan gagal jantung dan mild hepatic congestion dengan gejala yang
samar-samar. Oleh karena itu, dokter harus mempertimbangkan cardiac sirosis pada
gagal jantung kanan dengan hepatomegali dengan atau tanpa ikterus. (Bayraktar, 2007)
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada
penderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal jantung
(terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dant idak ditemukan
penyebab lain dari disfungsi hati.
Congestive hepatopathy juga dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg
liver, atau chronic passivehepatic congestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan
mengakibatkan timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut dengan
cardiac cirrhosis atau cardiac fibrosis. Meskipun cardiac cirrhosis menggunakan istilah
sirosis, tipe ini jarang memenuhi kriteria patologis sirosis. Cardiac sirosis ini sangat sulit
dibedakan dari sirosis hati primer karena klinisnya relatif tidak spesifik. Tetapi tidak
sama seperti sirosis yang disebabkan oleh hepatitis virus atau penggunaan alkohol,
pengobatan ditujukan pada pengelolaan gagal jantung sebagai penyakit dasar.
Patogenesis cardiac sirosis umumnya dianggap sebagai reaksi stroma hati
terhadap hipoksia, tekanan atau nekrosis hepatoselular. Tetapi hal ini tidak menjelaskan
hubungan antara gejala dan tingkat keparahan fibrosis, dimana pada pasien jantung
dekompensasi pada derajat yang sama, fibrosis tidak selalu terjadi. Patogenesis cardiac
sirosis penting, karena definisi cardiac sirosis masih menjadi perdebatan.

BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita
Nama

Tn. S

Umur

55 tahun

Jenis kelamin

Laki-laki

Alamat

Desa Umbulsari Kec. Umbulsari

Status

Sudah menikah

Pendidikan

Suku

Jawa

Agama

Islam

Strata-1

Status Pelayanan :

BPJS NPBI

No. RM

12.42.84

Tanggal MRS

29 Agustus 2016

Tanggal Px

19 September 2016

Tanggal KRS

23 September 2016

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan istri pasien
pada tanggal 19 September 2016 di Ruang Catleya atas RSD dr. Soebandi Jember.
A. Keluhan Utama
Sesak dan Bengkak
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD tanggal 29 Agustus 2016 dengan keluhan sesak dan
badannya bengkak. Pasien mengeluhkan sesak sejak kurang lebih 2 minggu
sebelum MRS. Sesak dirasakan semakin memberat saat melakukan aktifitas

sedang seperti berjalan di dalam rumah. Sesak berkurang saat istirahat. Saat
datang ke IGD, Pasien juga mengalami bengkak pada bagian perut, kedua tangan
dan kedua kaki. Bengkak muncul bersamaan dengan sesak yang dialami.
Perutnya yang membesar mebuat aktifitas sangat berkurang dan sangat sesak
ketika tidur terlentang. Semakin hari perutnya membesar dan mengeras. Dari
awal bulan Mei pasien merasakan perutnya sering terasa penuh atau sebah diikuti
rasa sakit di perut bagian kanan. Selain itu, pasien selalu merasa mual hebat
tetapi tidak diikuti dengan muntah. Sakitnya memberat sampai terjadi sesak dan
bengkak pada perut, kedua tangan, dan kakinya. Akhirnya, pasien dirawat inap di
RS K dan sempat diambil cairan yang ada di dalam perutnya. Pasien KRS dari
RS K karena sesak dan bengkak sudah berkurang. Pada sekitar Awal Agustus,
pasien mengatakan kencingnya lebih gelap dari biasanya, warna seperti teh.
Pasien mengatakan saat buang air besar, sebelumnya berwarna kuning dengan
konsistensi lembek, sejak MRS pasien susah untuk buang air besar. Pasien tidak
mengetahui adanya perubahan warna pada matanya menguning atau tidak. Nafsu
makan pasien berkurang. Saat MRS, pasien sempat batuk berdahak dan
mengalami nyeri telan.Pasien juga mengaku tidak pernah merokok, meminum
alkohol, dan tidak pernah mendapatkan donor darah sebelumnya. Beliau
mengaku memang dari dulu senang makan sembarangan di luar rumah. Pasien
menyangkal adanya nyeri dada, riwayat penyakit hepatitis atau penyakit hati
lainnya, riwayat penyakit jantung atau hipertensi, dan diabetes. Dari sejak lahir,
pasien mengalami kebutaan pada mata sebelah kanan tetapi tidak menimbulkan
keluhan lain-lainnya.
2.2.1

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan serupa pada bulan Mei 2016. Pasien
menyangkal adanya riwayat penyakit hepatitis atau penyakit hati lainnya, riwayat
penyakit jantung atau hipertensi, dan diabetes.

2.2.2

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.


C. Riwayat Pengobatan
Pengobatan di rumah sakit Kaliwates (pasien lupa nama obat).
D. Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi
Pasien adalah kepala keluarga dari seorang istri dan 2 orang anak. Anak
pertamanya telah menikah, anak kedua saat ini kuliah di Yogyakarta. Pasien
bekerja sebagai guru kimia pada tingkat SMA di daerah Kalimantan Tengah.
Pasien sudah lama tinggal di Kalimantan Tengah sejak 26 tahun yang lalu. Di
Jember, pasien tinggal di Desa Umbulsari. Pasien tinggal di sebuah rumah yang
luasnya 30 meter persegi, berdinding tembok dan berlantai semen yang terdiri
dari 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi, dapur, dan ruang tamu dengan ventilasi
yang cukup.
Kesan : Riwayat sosial lingkungan ekonomi menengah.
E. Riwayat Sanitasi Lingkungan
Rumah pasien berukuran kira-kira 5 x 6 meter, terdiri dari 2 kamar tidur,
1 kamar mandi, ruang tamu dan dapur. Pasien dan keluarga menggunakan sumur
untuk kebutuhan mandi dan mencuci serta sebagai sumber air untuk dikonsumsi.
Air minum sehari-hari yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih
sebelum dikonsumsi. Untuk kebutuhan kakus, pasien dan keluarga menggunakan
kamar mandi sendiri.
Kesan : Riwayat sanitasi lingkungan cukup.
F. Riwayat Gizi
Sehari pasien makan 2-3 kali. Rata-rata menu setiap harinya adalah nasi,
tempe, tahu, kadang-kadang sayur, ikan dan daging, dan jarang sekali makan
buah-buahan.
BB

:70 kg

TB

:160 cm

BMI = Berat Badan (kg)

= 70

Tinggi Badan(m)2

(1,60)2

BMI = 27,34 (obesitas I)


Kesan : Riwayat gizi berlebih.
G. Anamnesis Sistem
- Sistem serebrospinal

: penurunan kesadaran (-), demam (-), kejang (-),


nyeri kepala (-)

- Sistem kardiovaskular

: palpitasi (-), nyeri dada (-)

- Sistem pernapasan

: sesak (+), batuk (+), pilek (-), nyeri telan (+)

-Sistem gastrointestinal

: mual (+), muntah (-), diare (-), nafsu makan


menurun (+), nyeri perut bagian kanan (+),
perut sebah (+), BAB sulit (+)

- Sistem urogenital

: BAK (+) cukup, warna seperti teh.

- Sistem integumentum

: turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (-),


lesi eritema makulopapuler (-)

- Sistem muskuloskeletal

: edema pitting di ke-4 ekstremitas(+), atrofi (-),


deformitas (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


A.Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: lemah

Kesadaran

: composmentis, GCS 4-5-6

Vital Sign

: TD

: 100/70 mmHg

Nadi : 80x/menit
RR

: 24x/menit

Suhu : 36,5oC
Pernapasan

: sesak (-), batuk (-), pilek (-)

Kulit

: turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (-), lesi eritema


makulopapuler (-), palmar eritema (-), caput medusa (-),

spider nervi (-)


Kelenjar limfe

: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Otot

: atrofi (-)

Tulang

: deformitas (-)

Status gizi

: BB

: 70 kg

TB

: 160cm

BMI

: 27,34

Kesan : pasien bengkak seluruh tubuh, status gizi berlebih (obesitas I).
B.Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kepala
- Bentuk

: bulat lonjong, simetris

- Rambut

: hitam, lurus

- Mata

: konjungtiva anemis : -/sklera ikterus

: +/+

edema palpebra

: tidak dilakukan pemeriksaan

refleks cahaya

: -/+ (katarak matur OD)

- Hidung

: sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)

- Telinga

: sekret (-), bau (-), perdarahan (-)

- Mulut

: sianosis (-), bau (-)

b. Leher
- KGB

: tidak ada pembesaran

- Tiroid

: tidak membesar

- JVP

: meningkat

c. Thorax
1. Cor

- Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

- Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

- Perkusi

: redup di ICS IV PSL D s/d ICS V AAL S

- Auskultasi

: S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)

2. Pulmo
Ins

Per

Aspectus Ventralis
Bentuk dada normal
Simetris
Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-)

Aspectus Dorsalis
Bentuk dada normal
Simetris
Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-)

Nyeri tekan (-)


Fremitus raba

Nyeri tekan (-)


Fremitus raba

Pal

Sonor-Redup

Sonor-Redup

S S
S

S R
R

SS

SR

Aus

Suara Dasar

Suara Dasar

V V

V
Wheezing

V
V

- -

Rhonki

V V

Wheezing

--

- -

- -

Rhonki

- -

- -

- -

10

d. Abdomen
- Inspeksi

: cembung

- Auskultasi : bising usus (+)


- Palpasi

: soepel, nyeri tekan (-), nyeri ketok ginjal (-), undulasi (+)
hepatomegali (sde), Splenomegali (sde)

- Perkusi

: timpani, shifting dulness (+)

e. Ekstremitas
- Superior

: akral hangat +/+, pitting edema+/+

- Inferior

: akral hangat +/+,pitting edema +/+

Kesan: Ditemukan adanya,


- Ikterik pada sklera
- Peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure)
- Batas jantung melebar
- Asites permagna pada abdomen
- Pitting Edema pada ekstremitas superior dan inferior.
2.4

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium
- 29Agustus 2016

11

Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
HEMATOLOGI
LENGKAP (DL)
Hemoglobin
Leukosit

Normal

Satuan

9.6
5.4

13.0-16.0
4.5-11.0

gr/dL
109/L

28.0
188

37-49
150-450

%
109/L

FAAL HATI
SGOT
SGPT
Albumin

38
11
3.2

10-35
9-43
3.4-4.8

U/L(37oC)
U/L(37oC)
gr/dl

FAAL GINJAL
Kreatinin Serum
BUN
Urea

1.2
24
52

0.6-1.3
6-20
20-60

mg/dL
mg/dL
mg/dL

Hematokrit
Trombosit

Hasil Pemeriksaan

Kesan : Didapatkan anemia, SGOT meningkat, kadar albumin menurun.


- Lab: 31 Agustus 2016

12

Jenis Pemeriksaan
URIN LENGKAP
URIN LENGKAP
(UL)
Warna
Ph

Hasil Pemeriksaan

Normal

Kuning keruh
5.0

Kuning jernih
4.8-7.5

1.010
Positip 1 ~ 25
mg/dl
Normal
Normal
Negatip

1.015-1.025
negatip

Keton
Lekosit makros
Blood makros
Eritrosit
Lekosit
Epitel squamous
Epitel renal
kristal
Silinder
Bakteri
Yeast
Tricomonast
Lain-lain
LEMAK
Trigliserida
Kolesterol total
Kolesterol HDL

Negatip
Negatip
Positip 4
> 100
5-10
0-2
Negatip
Ca oxalat : 2-5
Negatip
Positip
Negatip
Negatip
Negatip

Negatip
Negatip
Negatip
0-2
0-2
2-5
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip
Negatip

51
106
11

< 150
< 220
Low < 40
High > 60

Kolesterol LDL
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Calsium

79

BJ
Protein
Glukosa
Urobilin
Nitrit

137.1
3.67
106.0
2.26

Satuan

Normal
Normal
Negatip

sel/Lpb
sel/Lpb
sel/Lpb

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl

135-155
3.5-5.0
90-110
2.15-2.57

mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L

Kesan : proteinuria (+), bakteri (+)


- Lab: 17 September 2016

13

Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
HEMATOLOGI
LENGKAP (DL)
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil Pemeriksaan

Normal

Satuan

9.0
4.2

13.0-16.0
4.5-11.0

gr/dL
109/L

26.7
144

37-49
150-450

%
109/L

2.7

3.4-4.8

gr/dl

FAAL HATI
Albumin

Kesan : anemia dan hipoalbumin.

B. Foto Thorax

14

Kesan : tampak pembesaran pada jantung bagian kanan.

C. EKG
Tanggal 29 Agustus 2016

15

Tanggal 22 September 2016

Kesan : Low Voltage di semua lead

D. USG Abdomen

16

Kesan: Vena hepatica melebar, cairan bebas intra abdomen (+),


Efusi Pleura (-), Batu pada Gall Bladder (+), Pankreas Lien Renal dbn.
Cardiac liver+Ascites+Kolelitiasis

2.5 Resume
Anamnesis:
Seorang laki-laki umur 55 tahun dengan keluhan sesak, asites, dan
bengkak pada seluruh badan. Pasien mengeluh sesak sejak 2 minggu sebelum

17

MRS dan pernah mengalami hal serupa pada bulan Mei. Pasien sempat berobat
di RS Kaliwates dengan keluhan serupa. BAK pasien juga bewarna gelap seperti
teh. Pasien juga mengaku tidak pernah merokok, meminum alkohol, dan tidak
pernah mendapatkan donor darah sebelumnya. Pasien mengaku memang dari
dulu senang makan sembarangan di luar rumah. Pasien menyangkal adanya nyeri
dada, riwayat penyakit hepatitis atau penyakit hati lainnya, riwayat penyakit
jantung atau hipertensi, dan diabetes.

Pemeriksaan Fisik:
Didapatkan keadaan umum pasien cukup, kesadaran compos mentis,
iketrik pada sklera, pada pemeriksaan fisik thorax didapatkan batas jantung
melebar dan abdomen didapatkan cairan (asites) , pitting edema di ke-4
ekstremitas.

Pemeriksaan Penunjang:
Darah Lengkap
Faal Hati
Thorax Foto
EKG

: Didapatkan anemia.
: Didapatkan peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia
: pelebaran pada bagian kanan jantung
: Low voltage di semua lead

USG abdomen

: Cardiac liver+Ascites+Kolelitiasis

2.6 Diagnosis
Cardiac sirosis + asites permagna + susp. Efusi Perikard + susp. Decomp Cordis
2.7Diagnosis Banding

Pericarditis

Kolelitiasis

2.8.Planning
A. Planning Monitoring
Vital Sign
UL
Faal Hepar
Serologi Hepar
18

Faal Ginjal
Lingkar Abdomen
EKG berkala

B.Planninng Terapi
Inf. Futrolit : Kalbamin = 1 : 1
Inj. Lasix 3 x 2 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
P/O Candesartan8 mg (0-0-1)
Bisoprolol 2,5 g (1/2-0-1/2)
Ambroxol 3x1 cth
Laxadin 2 x 2 cth
C.Planning Edukasi
Istirahat yang cukup untuk membatasi aktivitas fisik
Konsumsi diet yang seimbang yang mengandung tinggi kalori dan kaya

protein.
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga (penyebab,
perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta usaha pencegahan

komplikasi)
Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung penyembuhan
pasien

2.9. Prognosis
Quo ad functionam

: Dubia

2.10 Follow up

Senin , 19 september 2016


H22 MRS
KU: perut terasa kembung

Selasa, 20 september 2016


H23 MRS
KU: perut terasa kembung dan bengkak

19

KU: cukup
Kes: compos mentis
TD: 100/70mmHg
N: 80x/mnt
RR: 24x/mnt
Tax: 36 ,2oC
K/L:a/i/c/d:+/+/-/Thorax: c/p: batas jantung melebar
Abd: cembung, BU (+), timpani, soepel,
shifting dullnes (+), hepatosplenomegali
(sde).
Ext: AH di keempat akral, pitting edema
+/+

Cardiac sirosis + asites permagna + Cardiac sirosis + asites permagna +


susp. Efusi Perikard + susp. Decomp susp. Efusi Perikard + susp. Decomp
Cordis
Cordis

Inf Futrolit : Kalbamin = 1 : 1


Inj. Lasix 6 amp drip pz 100 cc
Inj, ranitidin 2 x 1 amp
Candesartan 8mg (0-0-1)
Bisoprolol 2,5g (1/2-0-1/2)
Laxadin 2 x 2 CI
Ambroxol 3x1
Pro pungsi asites besok

KU: cukup
Kes: compos mentis
TD: 100/70mmHg
N: 72x/mnt
RR: 20x/mnt
Tax: 36 oC
K/L:a/i/c/d:+/+/-/Thorax: c/p: batas jantung melebar
Abd: cembung, BU (+), timpani, soepel,
shifting dullnes (+), hepatosplenomegali
(sde).
Ext: AH di keempat akral, pitting edema
+/+
Pungsi ascites: 3 L

Inf Futrolit : Kalbamin = 1 : 1


Inj. Lasix 6 amp drip pz 100 cc
Inj. ranitidin 2 x 1 amp
Candesartan 8mg (0-0-1)
Bisoprolol 2,5g (1/2-0-1/2)
Laxadin 2 x 2 CI
Ambroxol 3x1
Pungsi acites : 3000 cc

Rabu, 21 September 2016


H24 MRS
KU: perut terasa kembung

20

KU: cukup
Kes: compos mentis
TD: 90/60mmHg
N: 80x/mnt
RR: 20x/mnt
Tax: 36,3oC
K/L:a/i/c/d:+/+/-/Thorax: c/p: batas jantung melebar
Abd: cembung, BU (+), soepel,
timpani,shifting dullnes (+),
hepatosplenomegali (sde)
Ext: AH di keempat akral, pitting edema
+/+

Cardiac sirosis + asites permagna +


susp. Efusi Perikard + susp. Decomp
Cordis

Inf Futrolit : Kalbamin = 1 : 1


Inj. Lasix 6 amp drip pz 100 cc
Inj. ranitidin 2 x 1 amp
Candesartan 8mg (0-0-1)
Bisoprolol 2,5g (1/2-0-1/2)
Laxadin 2 x CI
Ambroxol 3x1
Pro pungsi asites besok jika tensi
> 100 mmHg

BAB 3
PEMBAHASAN
Textbook

Kondisi Pasien

21

Anamnesis
Riwayat penyakit jantung
Ortopneu
Dyspneu exercise
Sesak
Pemakaian alkohol
Riwayat hepatitis B
Riwayat hepatitis C
Nyeri perut kanan atas
Edema ekstrimitas dan perut
Kencing seperti teh

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik
Ikterus ringan
Peningkatan JVP
Asites
Edema
Hepatomegali
Splenomegali
Nyeri dada

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Faal Hati
Foto Thorax

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan
Diuretik
ACE-inhibitor
Beta Blocker
ARB
Antagonis Aldosteon
Nutrisi Tinggi Protein

Penatalaksanaan

(+)
(+)
(+)
(+)
(- )
(- )
(- )
(+)
(+)
(+)

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(sde)
(sde)
(-)

Kenaikan enzim hepar, hipoalbuminemia,


hiperbilirubinemia
(+), bacaan : pembesaran jantung bagian
kanan
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)

22

BAB 4
4.1 Cardiac Sirosis

23

A. Definisi Cardiac Sirosis


Cardiac sirosis merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada penderita
gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal jantung (terutama
gagal jantung kanan. (Allen, 2009) Cardiac sirosis disebabkan oleh dekompensasi
ventrikel kanan jantung atau gagal jantung biventrikular, dimana terjadi peningkatan
tekanan atrium kanan ke hati melalui vena kafa inferior dan vena hepatik. Hal ini
merupakan komplikasi umum dari gagal jantung kongestif, dimana akibat anatomi yang
berdekatan terjadi peningkatan tekanan vena sentral secara langsung dari atrium kanan
ke vena hepatik. (Guyton, 2002)
B. Etiologi Cardiac Sirosis
Cardiac sirosis paling banyak disebabkan karena gagal jantung kanan dan gagal
jantung kongestif. Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada usia lanjut
berdasarkan data dari RS.Dr.Kariadi pada tahun 2006 adalah penyakit jantung iskemik
65,63%, penyakit jantung hipertensi 15,63%, kardiomiopati 9,38%, penyakit katub
jantung, rheumatic heart disease, penyakit jantung pulmonal masing-masing 3,13%.
Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada usia lebih muda adalah
penyakit jantung iskemik 55%, penyakit katub jantung 15%, kardiomiopati 12,5%,
rheumatic heart disease 7,5%, penyakit jantung bawaan 5%, penyakit jantung hipertensi
dan penyakit jantung pulmonal keduanya 2,5%. Tidak ada perbedaan etiologi gagal
jantung kongestif antara pasien muda dan tua, dimana penyebab terbanyak adalah
penyakit jantung iskemik. (Ardini, 2007)

C. Patofisiologi Cardiac Sirosis

24

Hepatosit mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski dalam
jangka waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai kondisi, seperti arterial
hypoxia, acute left sided heart failure, central venous hypertension. Stasis kemudian
menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis sinusoid memperburuk stasis, dimana
trombosis menambah aktivasi fibroblast dan deposisi kolagen. Dalam kondisi yang
parah menyebabkan nekrosis berlanjut menyebabkan hilangnya parenkim hati, dan dapat
menyebabkan trombosis pada vena hepatik. Proses ini sering diperparah oleh trombosis
lokal vena porta. (Kasper, 2005)

1.0 Skema patofisiologi cardiac cirrhosis8

Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah sinusoid
ke venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi karena usaha hepar
mengatasi perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha mengakomodasi aliran balik
darah (backflow), sinusoid hati membesar, mengakibatkan hepar menjadi besar. Stasis
sinusoid menyebabkan akumulasi deoksigenasi darah, atrofi parenkim hati, nekrosis,
deposisi kolagen dan fibrosis.
Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di area
perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular, akhirnya
menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang berdekatan. Hal ini
menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu cardiac sirosis tidak tepat disebut
sebagai sirosispada umumnya karena berbeda dengan sirosis hati dimana jembatan

25

fibrosis cenderung untuk berdekatan dengan daerah portal. Regenerasi hepatosit


periportal pada kondisi ini dapat mengakibatkan regenerasi hiperplasia nodular. Nodul
cenderung kurang bulat dan sering menunjukkan koneksi antar nodul (Baryaktar, 2007)
Cardiac cirrhosis telah didefinisikan dalam berbagai cara dan telah ditetapkan
sebagai klinis dari hipertensi portal atau akibat penyakit jantung kongestif. Pada
kongestif kronis, hipoksia berkelanjutan menghambat regenerasi hepatoselular dan
membentuk jaringan fibrosis, yang akan mengarah ke cardiac cirrhosis. Definisi
morfologi fibrosis telah seragam, tetapi beberapa penulis tidak menganggap cardiac
cirrhosis sebagai sirosis sebenarnya karena sebagian besar cardiac cirrhosis bersifat
fokal dan gangguan arsitektur serta fibrosis secara menyeluruh tidak separah sirosis tipe
yang lain.

2.0 Skema patofisiologi cardiac cirrhosis8

Istilah congestive hepatopathy dan chronic passive hepatic congestion lebih


akurat, tetapi istilah cardiac cirrhosis telah menjadi konvensi. Oleh karena itu istilah
cardiac cirrhosis banyak digunakan untuk congestive hepatopathy dengan atau tanpa
fibrosis hati (Allen, 2009)
Distorsi struktur hati nampak pada saat parenkim hati rusak dan parenkim yang
berbatasan memperluas menuju daerah parenkim yang rusak. Sirosis dapat didefinisikan
sebagai distorsi struktur hati disertai fibrosis pada daerah parenkim hati yang musnah.
Pada saat perubahan menunjukkan kehadiran nodul pada sebagian besar organ, secara
umum dianggap sirosis. Hanya saja deskripsi kualitatif tidak dapat mendeskripsikan
26

semua tahapan pada pada penyakit, oleh karena itu diperlukan nomenklatur menyangkut
aspek kuantitatif fibrosis hati dan sirosis.
E. Manifestasi Klinis
Gangguan fungsi hati pada cardiac sirosis biasanya ringan dan tanpa gejala.
Sering terdeteksi secara kebetulan pada pengujian biokimia rutin. Tanda dan gejala dapat
muncul berupa ikterus ringan. Pada gagal jantung berat, ikterus dapat muncul lebih berat
dan menunjukkan kolestasis. Timbul ketidaknyamanan pada kuadran kanan atas
abdomen akibat peregangan kapsul hati. Kadang-kadang gambaran klinis dapat
menyerupai hepatitis virus akut, dimana timbul ikterus disertai peningkatan
aminotransferase.
Beberapa kasus gagal hati fulminan yang mengakibatkan kematian telah
dilaporkan akibat gagal jantung kongestif. Namun sebagian besar disebabkan pasien
memiliki hepatic congestion dan iskemia. Gejala seperti dispnea exertional, ortopnea
dan angina serta temuan fisik seperti peningkatan vena jugularis, murmur jantung dapat
membantu membedakan cardiac sirosis dengan penyakit hati primer.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali lunak, kadang masif, batas tepi
hati tegas, dan halus. Splenomegali jarang terjadi. Asites dan edema dapat tampak, tetapi
tidak disebabkan oleh kerusakan hati, melainkan lebih kepada akibat gagal jantung
kanan (Myres, 2003)
F. Tatalaksana Cardiac Sirosis
Pengobatan penyakit dasar sangat penting untuk manajemen congestive
hepatopathy. Peningkatan uji faal hati dapat diatasi dengan pemberian vitamin hati dan
hepatoprotektor. Ikterus dan asites biasanya respon dengan baik terhadap diuresis. Jika
gagal jantung diobati dengan sukses, awal perubahan histologi cardiac sirosis dapat
diatasi dan bahkan cardiac fibrosis mungkin secara histologis dan klinis mengalami
regresi. Setelah pasien dalam kondisi stabil, dapat diberikan beta bloker dan ACE-

27

inhibitor apabila penyebab gagal jantung berasal dari ventrikel kiri. Spironolactone dapat
diberikan apabila pasien sudah termasuk NYHA kelas III atau IV.
Untuk diet, dapat disarankan pasien untuk mengikuti diet rendah garam, dan diet
tinggi protein apabila kadar albumin dalam tubuh pasien rendah dan terdapat ascites atau
oedem.
G. Prognosis
Penderita dengan congestive hepatopathy meninggal terbanyak diakibatkan oleh
penyakit jantung itu sendiri. Kelainan hati jarang memberi konstribusi pada morbiditas
dan mortalitas pasien congestive hepatopathy. Tidak seperti pasien sirosis hati, pasien
dengan cardiac cirrhosis jarang menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan
varises esofagus.
Congestive hepatopathy yang mengakibatkan hepatocellular carcinoma jarang
dilaporkan. Namun, insiden hepatocellular carcinoma dan gagal hati karena congestive
hepatopathy kemungkinan meningkat diakibatkan peningkatan survival pasien ini
dengan kemajuan dalam pengobatan gagal jantung (Felker, 2009)
4.2 Sirosis Hepatis
A. Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis merupakan perjalanan akhir dari suatu kelainan patologi dari
berbagai macam penyakit hati. Sirosis berasal dari bahasa Yunani scirrhus yang
artinya warna orange. Sirosis hepatis ditandai dengan kerusakan hati yang ditandai
dengan fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukkan yang berlebihan dari
matriks ekstraseluler dalam hati. Respon fibrosis pada kerusakan hati bersifat reversible.
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif, akibat dari nekrosis
hepatoselular.

28

B. Etiologi Sirosis Hepatis


1. Alkohol
Suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga
puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8
sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk
15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran
dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit
(steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau
alcoholic hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk
pada suatu spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik
(alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke
nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari
NAFLD mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah
nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak
mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspekaspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat
pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.
NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang
pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe
dua (II). Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin,
sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling
umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang
tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Diistilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun para dokter
telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien
mengembangkan sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH

29

(nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan


resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan
NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya
sulit untuk para dokter membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk
suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis
kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati
yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis
kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien
dengan NASH mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti
pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun,
kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara
khas dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.
3. Hepatitis Virus Yang Kronis
Suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati
bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak akan
mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari pasienpasien
yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu bermingguminggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa
pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien
terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada
gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan
adakalanya kanker-kanker hati.
4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada
kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal
(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasienpasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang
berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda
diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus
pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan

30

kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada


organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada
penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang
mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi
dalam hati, mata, dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan)
dan kesulitankesulitan syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini.
Perawatan adalah dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang
dieliminasi dari tubuh didalam urin.
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun yang
ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang
dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati
yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan
lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa,
seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin
dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluhpembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluhpembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus.
Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh
empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika
penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan
menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan
yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa
memuncak pada sirosis.
6. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
Suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasienpasien
dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar
diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu

31

menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang


menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka pada
pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat
menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.
7. Hepatitis Autoimun
Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal pada
hepatitis

autoimun

menyebabkan

peradangan

dan

penghancuran

sel-sel

hati

(hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.


8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan
akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan enzimenzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan
sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik
dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang
tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racunracun, dan juga
gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.
C. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis
Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B,
hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami
penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang
paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem spider nevi. Beberapa
dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah

32

2. Asites, edema pada tungkai


3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang
sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino
rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai
sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk
metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua
sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan
bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak,
stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan
koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas seharihari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup
kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet
rendah protein dan rendah garam.
E. Komplikasi
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki
karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema
atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari
dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari
33

tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteribakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat
kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk
ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena
portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan,
lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh
karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang
mengancam nyawa. Beberapa pasienpasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala,
dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal).
Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir
di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah
vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas
dari lambung. Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric
varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin
seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan
(esophagus) atau lambung. Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang

34

terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname
karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai
suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat
unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat
diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut
dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihilangkan racunnya). Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara
cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic
encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola
tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.
Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau
melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat
tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat
menyebabkan koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjalginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjalginjal, yaitu, tidak ada
kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal
untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang
memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti
penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.

35

6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang,

beberapa

pasien-pasien

dengan

sirosis

yang

berlanjut

dapat

mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami


kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah
berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam
paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil
dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paruparu. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat
mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien
mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet
platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua.
Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usususus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi
aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa
membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly.
Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. Ketika
limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan
platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan
dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang
rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia).
Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi,
dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada
perdarahan yang diperpanjang (lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

36

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa
tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana
saja didalam tubuh dan menyebar (metastasis) ke hati.
F. Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN
seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis
IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat
badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3
juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan
RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta
atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
1. Asites

37

2. Spontaneous bacterial peritonitis


3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
Terapi spesifik :
1. Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal
ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap
tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
2. Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara
parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi
maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
3. Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan
infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis
yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil
jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan

38

transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.
4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinorduakan,
namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang
utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka
dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi
aatau Oesophageal Transection.
5. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetua
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxintoxin yang
berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
DAFTAR PUSTAKA

39

1. Myers RP, Cerini R, Sayegh R, Moreau R, Degott C, Lebrec D, Lee SS. 2003.
Cardiac hepatopathy: clinical, hemodynamic, and histologic characteristics and
correlations. Hepatology. 37:393-400
2. Bayraktar UD, Seren S, Bayraktar Y. 2007. Hepatic venous outflow obstruction:
three similar syndromes. World J Gastroenterol (13913): 1912-1927
3. Allen LA, Felker GM, Pocock S, McMurray JJV, Pfeffer MA, Swedberg K, Wang D,
Yusuf S, Michelson EL, Granger CB. 2009. Liver function abnormalities and
outcome in patients with chronic heart failure: data from the candesartan in heart
failure: assessment of reduction in mortality and morbidity (CHARM) program.
European Journal of Heart Failure 11:170-177
4. Giallourakis CC, Rosenberg PM, Friedman LS. 2002. The liver in heart failure. Clin
Liver Dis 6 (4): 94767
5. Snell R. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC; 1997 p.

240-44
6. Guyton. Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC; 2002
7. Ardini DNE. 2007. Perbedaan etiologi gagal jantung kongestif pada usia lanjut
dengan usia dewasa di rumah sakit dr. Kariadi januari-desember 2006. UNDIP
8. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. Harrisons Principles of Internal Medicine vol2

16 th ed.USA: Mc graw Hill. 2005

40

You might also like