Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan double entry. Menurut sejarah yang diketahui
awam dan terdapat dalam berbagai bukuTeori Akuntansi, disebutkan muncul di Italia pada abad ke13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku Summa
de Arithmatica Geometria et Propotionalita dengan memuat satu bab mengenai Double Entry
Accounting System. Dengan demikian mendengar kata Akuntansi Syariah atau Akuntansi Islam,
mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Namun apabila kita pelajari Sejarah Islam ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di
Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di
Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi
yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hakhak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa
hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan
dengan sebutan hafazhatul amwal (pengawas keuangan).
Singkatnya, sebenarnya konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi
Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh
pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu
pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al
Quran. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS.An-Nahl/
16:89)
B. Akuntansi Dalam Pandangan Islam
Akuntansi di dalam Islam didasarkan pada firman Alloh SWT dalam Al Quran, yaitu
bahwasanya pengelolaan sistem jagad raya dan manajemen alam ini menggunakan sistem yang
mirip
dengan
apa
yang
sekarang
kita
kenal
dengan akuntansi. Alloh tidak membiarkan kita bebas, melakukan semua hal semau kita, tanpa
monitoring dan pencatatan dari Alloh. Alloh memiliki malaikat Raqib dan Atid yang tugasnya mirip
dengan tugas akuntan di dunia bisnis, yaitu mencatat setiap kegiatan maupun transaksi yang
dilakukan oleh setiap manusia. Pencatatan tersebut, kemudian diposting dan dibuatlah laporannya,
oleh kedua malaikat tadi, dalam buku yang disebutSijjin (Laporan Amal Baik) dan Illyin (Laporan Amal
Buruk),
yang
nantinya
akan
dilaporkan
kepada
Alloh
di
akhirat nanti sebagai dasar untuk meminta pertanggungjawaban semua amalan kita.
Hal ini disampaikan dengan jelas pada kitab suci Al Quran dalam surat Al-Infithaar ayat
10-12 yang berbunyi : Padahal sesungguhnya pada kamu ada malaikat yang memonitor
pekerjaanmu. Yang mulia di sisi Alloh dan yang mencatat pekerjaanmu itu.Mereka mengetahui apa
yang
kamu
kerjakan.
Laporan
ini
didukung
bukti,
dimana
tidak
ada
satupun
transaksi
yang
dilakukan
oleh
manusia
yang
luput
dari
pengawasan
Alloh,
seperti
yang
terlihat
pada
surat Al-Zalzalah ayat
7-8
yang
berbunyi
:
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah ( biji sawi ) -pun niscaya dia akan
menerima balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah dia-pun akan
menerima balasannya.
Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah pencatatan sebagai suatu
masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang
menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti
yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut.
Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya
Dari ayat tersebut, bisa kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu
mengenal sistem akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun
lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
Dari ayat di atas pula bisa kita catat bahwa sejak munculnya risalah Islam yang dibawa
Nabi Muhammad Saw, telah ada perintah untuk kebenaran, keadilan diantara kedua pihak yang
mempunyai hubungan muamalah tadi ( yang sekarang ini lebih kita kenal dengan
sebutanAccountability) . Sedangkan pencatatan untuk tujuan lain, seperti pencatatan yang datanya
digunakan
untuk
pengambilan
keputusan
tidak
diatur,
karena
ini
sudah
dianggap
sebagai
urusan
yang
sifatnya
tidak
perlu
diatur
oleh
kitab
suci.
Dan
mengenai
hal
ini
Rasulullah
mengatakan
: Kamu
lebih
tahu urusan duniamu. Dari dasar-dasar yang kita ungkapkan di atas, dapat kita tarik kesimpulan,
bahwa akuntansi bagi umat Islam yang bermuamalah adalah suatu kewajiban, dan mustahil
Rasulullah, sahabatnya, serta para filosof Islam yang terkenal 700 tahun kemudian tidak mengenal
akuntansi (Harahap,2003).
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga
seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan
menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah
organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya.
Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan
kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk
itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta buktibuktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut tabayyun sebagaimana yang dijelaskan dalam
Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan
pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan
dalam Surah Al-Israa ayat 35 yang berbunyi: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar,
dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep
Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen,
yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang
Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun
penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma
(kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan Uruf (adat kebiasaan)
yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki
karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial
yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam
dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi
persamaannya hanya bersifat aksiomatis. Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang
berjudul On Islamic Accounting, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri
oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam
ada meta rule yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang
berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan
manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab
sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawab
kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat
semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan
pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
C. Akuntansi Syariah vs Akuntansi Konvensional
Sampai dengan hari ini, ada enam pendekatan / paradigma yang telah bertarung dalam
bidang ekonomi. Keenam paradigma itu adalah : paradigma antropologi/deduktif,
paradigma kebenaran pendapatan/deductive, paradigma agregat-pasar-perilaku, paradigma
keputusan-model, paradigma individual-pengguna, dan paradigma ekonomi/informasi ( Ahmed Riahi
Belakoui, 1992 ).
Masing-masing paradigma yang dijelaskan di atas menentukan cara anggota memandang
penelitian, praktek dan pendidikan akuntansi. Tidak ada paradigma yang lebih unggul satu dibanding
dengan yang lainnya.Dengan kata lain, keberadaan paradigma tersebut didasarkan pada
pengembangan dan intepretasi pemikiran manusia dalam mengkontruksi pengetahuan akuntansi.
Berdasarkan definisi paradigma yang dikemukakan Kuhn (1970), pendekatan baru dapat
dikembangkan yaitu paradigma akuntansi syariah yang dikembangkan berdasarkan kepercayaan
masyarakat Muslim ( M Arief, 1985 dalam Toward the Shariah Paradigm of Islamic Economics : The
Beginning of a Scientific Revolution The American Journal of Islamic Social Science ) . Secara nyata
dasar-dasar paradigma syarah dapat divisualisasikan sbb :
Paradigma di atas menunjukkan bahwa syariah diturunkan dari tiga sumber, yaitu : AlQuran, Hadis, dan Fiqih. Sumber-sumber tersebut urut secara hirarkhi tidak dapat mendahului satu
terhadap yang lainnya. Sumber yang pertama adalah selalu Al-Quran, kemudian diikuti oleh Hadis,
kemudian Fiqih dan seterusnya. Syariah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia,
baik ekonomi, politik, sosial dan filsafat moral. Dengan kata lain, syariah berhubungan dengan
seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya dalam hal akuntansi.
Tidak seperti paradigma yang lain, yang nampaknya memfokuskan pada peran khusus
akuntansi dalam hal kegunaan pengambilan keputusan; informasi-ekonomi dan pelaporan
pendapatan secara benar, paradigma syariah mengenal semua perbedaan peran tersebut.
Paradigma syariah akan memasukkan konsep pertanggungjawaban dalam bidang akuntansi, yaitu
dengan paradigma antropologi / deduktif. Paradigma ini akan menggunakan dasar penilaian tunggal
dalam menentukan pendapatan (the true-income/deductive paradigm), pentingnya akuntan keuangan
sebagai
pihak
yang
memberikan
layanan
kelengkapan
informasi
keuangan.
Paradigma syariah nampaknya menekankan antara the extreme holistic-atomistic dan dimensi
radikal-deskriptif tentang teori sosiologi.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi
bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang,
modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil,
jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan
bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam
berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syuara ayat 181-184 yang berbunyi: Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah
kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa paradigma syariah dalam akuntansi akan
mempertimbangan berbagai paradigma dengan menunjukkan adanya perbedaan ideologi akuntansi.
Berdasarkan pijakan agama tersebut, maka ada tiga dimensi yang saling berhubungan, yaitu :
(1) mencari keridhoan Allah sebagai tujuan utama dalam menentukan keadilan sosio-ekonomi
(2) merealisasikan keuntungan bagi masyarakat, yaitu dengan memenuhi kewajiban kepada
masyarakat, dan
(3) mengejar kepentingan-pribadi, yaitu : memenuhi kebutuhan sendiri.
Pemenuhan ketiga bagian bentuk aktivitas ini adalah termasuk dalam ibadah. Dengan kata
lain, akuntansi dapat dianggap sebagai suatu aktivitas ibadah bagi seorang Muslim. Ketiga dimensi
itu saling berhubungan untuk memenuhi kewajiban kepada Tuhan, masyarakat dan hak individu,
dengan berdasarkan prinsip syariah yang dapat diamati. Berdasarkan paparan yang ada, maka
secara visual kerangka konseptual akuntansi yang berdasarkan syariah yang digambarkan di atas.
Berdasarkan gambar di atas nampak, bahwa akuntansi syariah akan mencapai tujuan yang
lebih luas tentang keadilan sosio-ekonomi (al-falah) dan mengakui bentuk ibadah. Prinsip-prinsip ini
menunjukkan pada baik aspek teknis maupun kemanusiaan yang harus diturunkan dari syariah.
Aspek teknis dalam akuntansi syariah adalah menunjuk pada konstruksi akuntansi yang
berhubungan dengan otoritas dan pelaksanaannya. Jelasnya masalah konstruksi berhubungan
dengan pengukuran dan penyingkapan, prinsip-prinsip sebagai berikut : zakat, bebas bunga,
transaksi bisnis yang dihalakan dalam hukum Islam, harus diyakini.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal
sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Secara garis besar kesimpulan penjelasan prinsip-prinsip yang menunjukkan aspek teknis
dapat dilengkapi dalam tabel berikut :
Tabel 1. Ringkasan Postulat dan Prinsip Akuntansi Syariah Berdasarkan Pengukuran dan
Penyingkapannya.
Zakat
Bebas bunga
Entitas harus berbentuk bagi hasil atau kerjasama untuk menghindari bunga.
Perputaran dana harus didasarkan pada bagi hasil dan kerjasama
Halal
Sedangkan konstruksi akuntansi yang berhubungan dengan masalah otoritas dan pelaksana,
didasarkan pada prinsip-prinsip seperti : taqwa, kebenaran dan pertanggungjawaban. Ini merupakan
bentuk pondasi dasar yang mempengaruhi nilai-nilai akuntan Muslim dan manajer yang juga akan
dapat diamati melalui aktivitasnya. Secara ringkas dapat disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2. Ringkasan Postulat dan Prinsip Akuntansi Syariah Berdasarkan Pemegang Kuasa dan
Pelaksanaan.
Ketaqwaan
Kebenaran
kegagalan
yang
meluas
ke
dunia,
yaitu
Pertanggung
jawaban
khalifah
di
dunia
dan
Berbuat adil kepada semua ciptaan Allah, bukan hanya pada manusia (ihsan)
Dari uraian di atas, akhirnya dapat disimpulkan mengenai perbedaan antara akuntansi
konvensional dengan akuntansi syariah, sebagaimana tertera dalam tabel berikut :
Tabel 3. Ringkasan Perbedaan Prinsip yang melandasi Akuntansi Syariah dan Konvensional
Akuntansi Konvensional
Akuntansi Syariah
Postulat Entitas
Postulat Goingconcern
Postulat Periode
Akuntansi
Tidak
dapat
menunggu
sampai
akhir
kehidupan
perusahaan
dengan
mengukur
keberhasilan
aktivitas perusahaan
Postulat
Unit
Pengukuran
Nilai uang
Prinsip
Penyingkap-an
Penuh
Prinsip
Obyektivitas
Reliabilitas
pengukurang
digunakan dengan dasar bias
personal
kewajiban.
Prinsip Materi
Dihubungan
dengan
kepentingan relatif mengenai
informasi
pembuatan
keputusan
Prinsip
Konsistensi
Dicatat
dan
dilaporkan
menurut pola GAAP
Prinsip
Konservatisme
Perbedaan lainnya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi
Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk
melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok
(kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian
berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi
kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang
kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap
(aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam
barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang
(stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama
kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk
pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung
semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin,
sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau
harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk
kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal
pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam
dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok)
dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang
haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang
telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk
mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli,
sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya
perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang
belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak
boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Oleh karena, perbedaan antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah itu tidak
hanya pada batasan tujuannya saja namun juga pada prinsip-prinsip dasarnya. Sebagai contoh,
bahwa kerangka konseptual pelaporan keuangan yang menggunakan paradigma syariah merupakan
hal yang unik yang diperoleh dari hukum Langit, bukan sekedar hukum buatan manusia, dan
implikasinya adalah peran akuntan muslim yang dapat disimpulkan sbb :
1. Diilhami dengan pandangan dunia tentang tauhid, tidak anti laba atau anti dunia, tetapi
suatu visi keberhasilan dan kegagalan yang mencakup pada dimensi waktu yang lebih
luas : dunia dan akhirat.
2. Pertanggungjawaban-tidak hanya pada pimpinan tetapi bertanggungjawab kepada Tuhan,
karena manusia hanya sekedar hamba-Nya dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan
sosio ekonomi di dunia dan diakhirat.
3. Hubungan - membutuhkan terciptanya hubungan baik antara pimpinan tetapi juga kepada
pengikut, dan juga hubungan dengan Tuhan dengan memenuhi semua kewajiban
keagamannya.
4. Motivasi-memberikan pelayanan yang terbaik dalam aktivitas akuntansinya, seperti
amanah, ibadah, amal salih, yang kesemuanya ditujukan untuk mencapai kemenangan
(al-falah) di dunia maupun di akhirat.
Wallahu a'lalam bishawab
F. DAFTAR PUSTAKA
Al Quranul Kariim
Arief, M. 1985. Toward the Shariah Paradigm of Islamic Economics : The Beginning of a Scientific
Revolution The American Journal of Islamic Social Science.
Belkaoui, A.R. 1992. Accounting Theory . USA : H Brace Jovanovich Publisher
Bin Khattab , Umar . 2002 . Fiqih Ekonomi Islam . Jakarta : Mujahid Press
Eldon S. Hendriksen, 1990. Accounting Theory, Homewood, Ilinois: Richard D. Irwin.
Akuntansi
Syariah
Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik
yang dibentuk dan membentuk lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan
dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung nilainilai kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna
informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi
yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Jaringan inilah
yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.
Bila diperhatikan, budaya dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan
barat terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem
nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini
tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan
sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang
berbeda pula.
Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis,
emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial
yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt.
Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan
keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana
nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan.
1. Akuntan muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai way of life (Q.S. 3 : 85).
2. Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya (Q.S. AnNisa : 135).
3. Akuntan bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi (muamalah)
dengan benar, jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam (Q.S. Al-Baqarah : 7 8).
4. Dalam penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau harga pokok.
Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak yang kompeten dan independen (AlBaqarah : 282).
5. Standar akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak
bertentangan dengan syariah Islam.
6. Transaksi yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab setiap
aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi bukan alasan tunggal untuk
menentukan berlangsungnya kegiatan usaha.
Konsepsi Pelaporan Keuangan
Karena akuntansi konvensional yang dikenal saat ini diilhami dan berkembang
berdasarkan tata nilai yang ada dalam masyarakat barat, maka kerangka konseptual
yang dipakai sebagai dasar pembuatan dan pengambangan standar akuntansi berpihak
kepada kelompok kepentingan tertentu.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi
keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya
harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar
akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar
akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang
berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan
keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi tuntutan masyarakat
akan informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran di
kalangan intelektual muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami.
Perumusan kembali kerangka konseptual pelaporan keuangan dengan mendasarkan
pada prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan menjadi sangat mendesak untuk
dilakukan. Mengingat akuntansi syariah sesuai dengan fitrah (kecenderungan) manusia
yang menghendaki terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi etika
dan tanggung jawab sosial.
Islam yang disampaikan Rasulullah saww melingkupi seluruh alam yang tentunya
mencakup seluruh umat manusia. Di sinilah perbedaan antara paham akuntansi
konvensional
dengan
akuntansi
syariah.
Paham
akuntansi
konvensional
hanya
Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Quran. Dalam
Surat Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu,
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
utangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujurdan seterusnya.
Jadi dalam surat ini dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utangpiutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah
untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran,
kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Yang
dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan istilah accountability.
Eeemmmm Mari yuks kita bahas dulu apa itu Pengertian Akuntansi Syariah
Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam
konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalahmuamalah, yang berarti dalam
masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Menurut Sofyan S. Harahap dalam ( Akuntansi Social ekonomi dan Akuntansi Islam hal 56 )
mendefinisikan : Akuntansi Islam atau Akuntansi syariah pada hakekatnya adalah penggunaan
akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.
Akuntansi syariah ada dua versi.
1.
Akuntansi syariah yang yang secara nyata telah diterapkan pada era dimana masyarakat
menggunakan sistem nilai Islami khususnya pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, dan
pemerintah Islam lainnya.
2.
Akuntansi syariah yang saat ini muncul dalam era dimana kegiatan ekonomi dan sosial
dikuasai ( dihegemony) oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam.
Kedua jenis akuntansi itu bisa berbeda dalam merespon situasi masyarakat yang ada pada masanya.
Tentu akuntansi adalah produk masanya yang harus mengikuti kebutuhan masyarakat akan informasi
yang disuplinya
Nahhhh Lalu apa Konsep Akuntansi dalam Perspektif Islam???
Dalam hal konsep akuntansi jika dilihat dalam perspektif Islam adalah berdasarkan Al-Quran dan AlHadist. Semua aturan dan pedoman hidup sudah di ada di dalam Al-Quran dan di dukung oleh
hadist-hadist yang telah ada
Sofyan Syafri Harahap (1991) mengemukakan bahwa akuntansi Islam itu pasti ada. Ia menggunakan
metode perbandingan antara konsep syariat Islam yang relevan dengan konsep dan prinsip akuntansi
kontemporer itu sendiri. Ia menyimpulkan bahwa nilai-nilai Islam ada dalam akuntansi dan
akuntansi ada dalam struktur hukum dan muamalat Islam.
Shaari Hamid, Russel Craig, dan Frank Clarke (1993) dalam artikel mereka yang
berjudul :Religion : A Confounding Culture element in the International Harmonization of Accounting
mengemukakan dua hal yaitu :
1.
Bahwa Islam sebagai agama yang memiliki aturan-aturan khusus dalam sistem ekonomi
keuangan pasti memerlukan teori akuntansi yang khusus pula yang dapat mengakomodasikan
ketentuan syariah itu.
2.
Bahwa aspek budaya yang bersifat lokal sangat banyak mempengaruhi perkembangan
akuntansi, maka Islam sebagai agama yang melampaui batas negara tidak boleh diabaikan. Islam
dapat mendorong internasionalisasi dan harmonisasi akuntansi.
Melalui keterangan tersebut diatas maka konsep dasar akuntansi islam itu memang tampaknya
hampir sama dengan konsep akuntansi kapitalis, namun terdapat perbedaan besar pada landasan
hukum yang digunakan dan hal-hal lain sebagai berikut :
1.
2.
3.
Adapula Sifat Akuntansi Islam yang saya ambil dari blog dosen Syariah Accounting saya
Bu Istutik, Diantaranya..
Menurut Muhammad Akram Khan (1992) merumuskan sifat akuntansi Islam sebagai berikut:
Prinsip pertama
Legitimasi Muamalat
Legitimasi muamalat disini harus dipandang secara luas, karena wajib bagi orang-orang yang
melakukan kegiatan akuntansi untuk menolak penyajian setiap informasi keuangan, apabila diketahui
atau timbul keraguan bahwa tujuan dari penggunaanya adalah untuk menyempurnakan transaksi
atau perdagangan yang tidak syah menurut syariat. Apabila sesorang yang bekerja dibidang
akuntansi karena suatu sebab harus menyajikan analisa atau informasi mengenai keuangan yang
mengandung penyimpangan dari syariat islam, baik secara samar maupun terang-terangan, maka
minimal dia harus memberikan isyarat atau tanda pada uraian atau tafsirannya terhadap informasi
tersebut.
Legitimasi muamalat itu tidaklah terbatas ruang lingkupnya sebagaimana diatas, bahkan juga
mnecakup pihak-pihak yang bermuamalah, disamping segi-segi kegiatan akuntansi. Yang kami
maksudkan dengan pihak-pihak bermuamalat itu adalah kedua belah pihak yang bermuamalat. Pihak
pertama yaitu yang membentuk perusahaan atau para pemegang saham dan pihak kedua adalah
orang-orang yang berkepentigan dengan mereka.
2.
Prinsip kedua
konsep syakhshiyyah itibariyyah ini.Pertama, berkaitan dengan harta-harta yang di investasikan itu
sendiri dan kaitannya dengan harta-harta pribadi tersebut. Kedua, berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban para pemilik kepemilikan yang bersifat lahiriah, sebagai akibat atau hasil dari
kegiatan investasinya.
b. Syakhshiyyah Qanuniyyah ( Legal Entity )
Adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut
pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula
bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi.
c.
Adalah kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi ditinjau dari sisi apa yang
harus dimuat oleh buku-buku akuntansi dan apa yang harus diangkat oleh laporan keuangan baik
berbentuk data keuangan yang sudah dikenal ataupun yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang
harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap
informasi keuangan. Kebutuhan informasi keuangan itulah yang akan terealisir pada akhirnya, yang
diungkapkan dalam laporan keuangan.
3.
Prinsip ketiga
Istimrariyyah ( Kontinuitas )
Istimrariyyah adalah prinsip yang keberadaannya dapat memberi pandangan bahwa perusahaan itu
akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan likuidasinya merupakan
masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi mengarah kepada kebalikannya. berdasarkan
pendefinisian terhadap prinsip ini maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
prinsip ini merupakan bagian dari fitrah dari manusia yang Allah SWT ciptakan manusia atas
dasar fitrah tersebut
prinsip ini dalam kaitannya dengan usaha investasi, merupakan suatu kaidah yang umum
sesungguhnya penerapan prinsip ini haruslah memperhatikan faktor-faktor pasar, baik segi
penambahan, pengurangan, perluasan, dan penyempitan dari faktor-faktor yang mempunyai
hubungan secara langsung dengan kelangsungan kegiatan
4.
Prinsip keempat
Muqabalah ( Matching )
Muqabalah adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi, dari satu
segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi yang lainnya. Sebab, setiap
sesuatu yang terjadi, pasti karena adanya suatu tindakan yang mendahuluinya, yang didasari oleh
tujuan tertentu. Dan untuk selanjutnya, kedua kejadian tersebut harus saling dikaitkan guna
mengetahui pengaruh-pengaruh yang di akibatkannya.
v Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
1.
1.
Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip pertanggungjawaban merupakan konsep yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat
muslim. Pertanggungjawaban berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana implikasinya
dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu
melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang
terkait. Pertanggungjawabannya diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
1.
2.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan
bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam konteks
akuntansi keadilan mengandung pengertian yang bersifat fundamental dan tetap berpijak pada nilainilai etika/syariah dan moral, secara sederhana adil dalam akuntansi adalah pencatatan dengan benar
setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan.
1.
3.
Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan . Kebenaran ini
akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi
ekonomi.
Perbedaan prinsip Yang Melandasi Akuntansi syariah dan Konvensional
Akuntansi
Konvensional
Akuntansi Syariah
Postulat Entitas
Kelangsungan hidup
Kelangsungan usaha
secara terus
bergantung pada
menerus,yaitu didasarkan persetujuan kontrak pada
pada realisasi keberadaankelompok yang ter libat
aset
dalam aktivitas bagi hasil
mengukur keberhasilan
aktivvitas perusahaan
setiap panen
Prinsip penyingkapan
penuh
Bertujuan untuk
mengambil keputusan
Menunjukkan pemenuhan
hak dan kewajiban kepada
Allah ,masyarakat, dan
individu
Prinsip obyektifitas
Reliabelitas pengukuran
digunakan dengan dasar
bias personal
Berhubungan dengan
konsep ketakwaaan, yaitu
pengeluaran materi dan
non materi untuk
memenuhi kewajiban
Prinsip materi
Dihubungkan dengan
kepentnngan relatif
mengenai informasi
pembuatan keputusan
Berhubungan dengan
pengukuran dan
pemenuhan tugas/
kewajiban kepada Allah ,
masyarakat dan individu
Prinsip konsistensi
Dicatat dan
dilaporkansecara konsis
tensesuai dengan prinsip
yang dijabarkan oleh
syariah
Prindip konservatisme
Pemilihan tehnik
akuntansi ysng sedikit
pengaruhnya terhadap
pemilik
2.
Pendekatan teoritis
3.
Deduktif
4.
Induktif
5.
Etis
6.
Sosiologis
7.
Ekonomis
Nah sekarang kita kebagian yang terakhir yaitu Kaidah Akuntansi Menurut Perpektif,
mari dibaca kawan
Kaidah-kaidah akuntansi itu sendiri jika ditinjau dari segi Islam berdasarkan sumber buku yang sama
meliputi tujuh kaidah:
1) Kaidah Objektivitas , sikap objektivitas akuntan dalam mencerminkan data-data akuntansi
sesuai dengan kenyataan dan objektif.
2) Kaidah Accrual, suatu kaidah yang menangani tentang penjadwalan, erimbangan, pemasukkan
dan pengeluarannya baik yang diterima atau dibayarkan maupun yang belum diterima atau
dibayarkan.
3) Kaidah Pengukuran, suatu kaidah yang menjelaskan suatu karakter jumlah sesuatu menurut
dasar-dasar yang telah disepakati sebelumnya tanpa melihat pada karakter dari sesuatu tersebut atau
substansinya.
4) Kaidah Konsistensi, yaitu kaidah yang menuntut suatu komitmen untuk mengikuti
prosedurnya itu sendiri, dalam mengakui pengeluaran, pemasukan, hak-hak milik, serta menuntut
kontinuitas penggunaan prosedur, prinsip, kaidah-kaidah, dan standar-standar itu sendiri dalam
mencatat data akuntansi, mengikhtisarkan dan menyajikannya.
5) Kaidah Hauliyah, yaitu memberi kesempatan kepada kita untuk mengetahui realitas
perusahaan melalui penggambaran posisi keuangan perusahaan pada akhir periode penghitungan,
dan perbandingan hasil-hasil pekerjaan serta posisi keuangan dan periode ini dengan periodeperiode sebelumnya, atau dengan target yang di tetapkan, atau dengan keduanya, atau juga
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain, terutama para pesaing.
6) Kaidah Pencatatan Sistematis, yaitu pencatatan dalam buku dengan angka atau kalimat
untuk transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang telah berlangsung pada saat
kejadiannya, secara sistematis dan sesuai dengan karakter perusahaan serta kebutuhan
manajemennya.
7) Kaidah Transparasi, yaitu penggambaran data-data akuntansi secara amanah tanpa
menyembunyikan satu bagian pun darinya serta tidak menampakannya dalam bentuk yang tidak
sesungguhanya, atau yang menimbulkan kesan yang melebihi makna data-data akuntansi tersebut.
Persamaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
a.
b. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
c.
g.
Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk
melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok
(kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan
nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi
di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2.
Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap
(aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barangbarang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock),
selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3.
Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama
kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk
pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi dalam pandangan Islam adalah
suatu kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam yaitu dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan
oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran,
pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau
peristiwa. Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan
keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi.
Demikian info dari saya Alvalina Mahasiswi STIE MCE Sekilas tentang Konsep,
Prinsip dan Kaidah Akuntansi menurut Perpektif Islam, yang saya dapat dari
sumber-sumber terpercaya dibawah ini..
Semoga Bermanfaat