You are on page 1of 11
MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH Maesti Mardiharini dan Erizal Jamal Penggunaan istilah teknologi pertanian spesifik lokasi berkembang sejalan dengan berbagai perubahan dalam pendekatan penelitian di Indonesia, terutama lingkup Kementerian Pertanian. Pembentukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP), Berdasarkan SK Mentan No. 798/ KPTS/OT/210/12/94, tanggal 13 Desember 1994, ditetapkan ada sebelas BPTP, 6 LPTP, dan_Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) yang tersebar di 27 Provinsi. Pada saat itu dirumuskan bahwa tugas dan fungsi BPTP/LPTP/IP2TP, adalah: melaksanakan kegiatan penelitian komoditas, pengkajian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Dalam melaksanakan tugasnya, BPTP/LPTP dan IPZTP menyelenggarakan fungsi: (1) Penelitian komoditas pertanian spesifik lokasi, (2) Pengujian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi, (3) Penyampaian umpan balk untuk penyempurnaan program penelitian pertanian, (4) Penyampaian paket ‘eknologi hasil pengujian dan perakitan sebagai bahan/materi penyuluhan. Bila ditelaah lebih jauh pengertian mendasar dari teknologi spesifiklokasi, mengarah ada teknologi yang aplikasinya sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau kelompok masyarakat, serta dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi serta ‘secara ekonomis menguntungkan, secara sosial dapat diterima masyarakat dan bersifat ramah terhadap lingkungan. Bila demikian adanya maka pengertian teknologi spesifik lokasi ini ada kemiripan dengan batasan tentang teknologi tepat guna atau teknologi tepat usaha, yang banyak dikembangkan penelit di ingkup Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dengan batasan semacam ini terlinat bahwa hal yang utama dari teknologi itu ssesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan pertanian. Pertanyaan selanjutnya, setelah hampir 20 tahun keberadaan BPTP patut dipertanyakan seberapa jauh perkembangan dari teknologi spesifik lokasi selama ini, Seberapa jauh BPTP telah berperan dalam menghasilkan teknologi spesifik lokasi yang dapat membantu petani diberbagai pelosok wilayah Indonesia dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan pertanian. Pertanyaan ini menjadi relevan bila an dengan berbagai instrumen yang telah diciptakan pemerintah dalam percepatan penciptaan dan adopsi teknologi spesifik lokasi. Hal yang mendasar terkait dengan isu ini adalah seberapa jauh pengkajian yang dilakukan BPTP, berdasarkan suatu kajian yang menyeluruh tentang kebutuhan teknologi di tingkat petani. Bila dikaitkan dengan perkembangan terbaru dalam konsep pembangunan wilayah, dengan dicanangkannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang membagi wilayah Indonesia dalam enam koridor ekonomi, maka menjadi menarik untuk melihat lebih jauh seberapa besar peran teknologi spesifik lokasi dalam mendukung upaya ini, Selain itu, konsep MP3EI diarahkan pada upaya MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH pengembangan center of excellent di setiap koridor, yang dilakukan melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam koridor. ‘Tulisan ini dimaksudkan untuk melthat secara lebih detil konsep teknologi pertanian spesifik lokasi, dan perannya dalam percepatan penerapan teknologi di tingkat petani, ‘yang sesuai dengan kebutuhan serta menjawab masalah petani. Selain itu juga ditelaah berbagai upaya yang telah dilakukan dalam pengembangan teknologi spesik lokasi, serta permasalahan yang dihadapi selama ini. Perspektif ke depan bagi pengembangan teknologispesifk lokasi, yang sejalan dengan berbagai perkembangnan terbaru pendekatan pembangunan wilayah, dengan belajar dari berbagai pendekatan yang pernah dikembangkan menjadi bagian akhir dari tulisan ini. PENGERTIAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI Mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian nomor 20/Permentan/TU.200/ 3/2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Evaluasi Proposal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi adalah suatu hasil kegiatan pengkajian yang memenuhi kesesuaian lahan dan agroklimat setempat dan mempunyai potensi untuk diuji lebih lanjut menjadi paket teknologi pertanian wilayah, Untuk dapat menghasitkan teknologi spesifik lokasi ini berdasarkan Permentan nomor 3 tahun 2005 tentang Pedoman Penyiapan dan Penerapan Teknologi, alurnya adalah sebagai berikut : Dimulai dari tahap penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian, dimana antara tahapan satu dengan tahapan berikutnya saling terkait, sebagai berikut : 1. Tahap Penelitian: Lembaga penelitian (Balai Besar Litbang/Balai Penelitian) ‘melakukan serangkaian kegiatan yang dilandasi kaidah ilmiah dan sistematis untuk menghasilkan “Komponen teknologi” pertanian dan/atau menyiapkan informasi sumberdaya pertanian. 2. Tahap Verifikasi: Lembaga penelitian bersama lembaga pengkajian (BPTP) selanjutnya melakukan uji multlokasi dan uji adaptasi terhadap komponen teknologi untuk menghasilkan teknologi spesifk lokasi. 3, Tahap Pengkajian: Lembaga pengkajian bersama dengan lembaga lain di daerah ‘melakukan uji kesesuaian sosial, ekonomi, budaya, dan kelembagaan terhadap “paket teknologi” spesifik lokasi untuk memperoleh model pengembangan dan paket teknologi. 4, Tahap Diseminasi: Dalam rangka pengembangan usaha agribisnis, lembaga pengkajian, lembaga penyuluhan, dan lembaga lain di daerah berpartisipasi dalam proses sosialisasi penerapan teknologi pertanian bagi masyarakat luas. Dalam tahap ini juga dijaring umpan balik setiap inovasi yang dihasilkan untuk perbaikan ke depan, baik program litbang berikutnya maupun hasilnya. mae MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH Dari tahapan di atas terlihat bahwa teknologi spesifk lokasi itu adalah komponen teknologi yang dihasilkan Pusat Penelitian, dan telah melewati uji multilokasi dan uji adaptasi. Teknologi spesifk lokasi ini masih harus menjalani uji Kesesuaian sosial, ‘ekonomi, budaya dan kelembagaan untuk memperoleh paket teknologi_wilayah. Sehingga rekomendasi akhir dari BPTP bukan dalam bentuk teknologi spesifik lokasi, tetapi adalah paket teknologi wilayah. Merujuk pada definisi dan tahapan di atas, telah terjadi berbagai salah kaprah di lingkungan lembaga penelitian dan masyarakat banyak, selama ini pemahaman para pihak tersebut, teknologi spesifik lokasi adalah teknologi yang telah siap diterapkan petani, Lihat misalnya Bachrein et al. (2005) menyatakan meskipun telah banyak teknologi pertanian spesifiklokasi yang dihasilkan BPTP dst., demikian juga Zaini (2009), tmelihat teknologi spesifik lokasi sebagai teknologi PTT yang siap dimanfaatkan petani. Bisa juga lihat website BPTP Maluku Utara (2012), yang menyatakan BPTP Maluku Utara dinarapkan mampu berperan sebagai produsen yang menghasilkan teknologi spesifik lokasi dengan merakit dan mengadaptasikan teknologi yang dihasilkan Pusit/Balit, Perguruan Tinggi, LIPI dan lain sebagainya. Lihat juga Djufry (2012) yang menyatakan tugas BPTP Sulsel adalah menciptakan inovasi teknologi spesifik lokasi dan diseminasi inovasi teknologi pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan sesuai kondisi agroekosistem dan budaya masyakat di Sulsel. Bila mengacu pada SK Mentan No, 798/KPTS/OT/210/12/94, tanggal 13 Desember 1994, tidak dikenal isllah teknologi spesifk lokasi, pada butir dua fungsi BPTP adalah disebutkan : Pengujian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi, disini ada kata teknologi tepat guna, yang menurut Wikipedia batasannya adalah teknologi yang dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek- aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi, masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut Goenadi (2000) menyatakan teknologi tepat guna adalah teknologi yang aplikasinya sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau kelompok masyarakat, tidak peduli canggih atau sederhananya teknologi tersebut. Dari kekisruhan ini maka dalam tulisan ini yang kita maksud dengan teknologi spestfik lokasi adalah teknologi tepat guna yang dirancang bagi suatu masyarakat dan memenuhi ersayaratan minimal yaitu mempunyai kesesuaian secara fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Komponen dari teknologi spesifk lokasi itu adalah : teknologi tepat guna ‘yang dirancang bagi suatu kelompok masyarakat, teknologi tepat guna menghendaki teknologi yang sesuai kebutuhan masyarakat dan menjawab masalah yang mereka hadapi dan layak secara fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari pengertian ini maka ‘teknologi spesifk lokasi, teknologi tepat guna, dari awal memang sudah dirancang bagi suatu kelompok masyarakat dan menjawab permasalahan mereka, serta menguntungkan Untuk dilaksanakan. Kalau kita merujuk lagi pada SK Mentan tentang BPTP, teknologi ‘spesifik lokasi ini merupakan produk hasil kajlan BPTP yang siap untuk direpliasi oleh daerah. Hal ini sejalan dengan pemahaman banyak pihak, utamanya di BPTP, yang setiap ‘tahunnya mengeluarkan rekomendasi teknologi spesifik lokasi, lihat Hasanuddin (2005), yang secara tegas menyatakan luaran BPTP adalah paket teknologi spesifik lokasi dan teknologi unggulan daerah dan alternative sistem usahatani spesifik lokasi. MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SPESIFIKI LOKASI SELAMA INI Dari pemantauan terhadap berbagai program dan rencana kegiatan, serta rekomendasi teknologi yang dihasilkan BPTP selama 5 tahun terakhir, yang dapat dilthat pada buku 100 inovasi pertanian spesifik lokasi (Badan Litbang Pertanian, Kemtan, 2011), terllhat agak sulit untuk membedakan secara tepat suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi, dengan teknologi umum yang dihasilkan Badan Litbang yang telah dilakukan pengkajiannya di BPTP. Lebih dari 50% teknologi yang ditampilkan dalam inovasi spesifiklokasi ini adalah teknologi Badan Litbang Pertanian yang telah dilakukan, pengkajian di BPTP. Pertanyaan pokok dari teknologi itu seberapa jauh itu benar-benar memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat dan dibutuhkan masyarakat, agak sulit untuk menjawabnya. Contoh inovasi spesifk lokasi dalam Kategori ini antara lain : inovasi PTT Padi di lahan pasang surut (halaman 12), teknologi pemanfaatan embung dilahan kering (halaman 15), teknologi benih unggul dan perbaikan pemupukan kacang tanah (halaman 22) merupakan contoh teknologi yang dikategorikan teknologi spesifik lokasi hasil pengkajian BPTP. Bila kita lihat batasan teknolog! spesifik lokasi, sebagai suatu teknologi tepat guna yang dirancang bagi suatu kelompok masyarakat, teknologi tepat guna menghendaki teknologi yang sesuai kebutuhan masyarakat dan menjawab masalah ‘yang mereka hadapi dan layak secara fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan, maka agak sulit mengkategorikan beberapa_contoh teknologi di atas sebagai teknologi spesifk lokasi. Bila ditelusuri inovasi PTT padi di lahan pasang surut misalnya, tidak mendapat informasi yang lengkap tentang masalah yang dipecahkan dan bagaimana kelayakannya. Demikian juga teknologi benih unggul dan perbaikan pemupukan kacang tanh, teknologi ini dihasilkan BPTP NAD hasil pengkajian pada Iahan bekas tsunami ‘tahun 2005. Di dalam buku diterangkan hasil kajian dengan pemberian pupuk yang beragam dan hasil yang beragam pula, disebutkan teknologi ini diadopsi pada areal 90 hektar dan mampu meningkatkan pendapatan 13,2 juta rupiah, namun apakah ini betul-betul memecahkan masalah setempat, tidak begitu jelas disebutkan, idealnya dengan peningkatan pendapatan seperti itu tentu akan diadopsi dalam skala luas. Dari paparan tersebut sebagian besar pemahaman para pihak di BPTP tentang ‘teknologi spesifik lokasi adalah teknologi yang dihasilkan lemibaga peneliian (Pusit/Balit) yang telah dilakukan pengkajian di BPTP, dan hasil kajian inilah yang direkomendasikan sebagai teknologi spesifik lokasi. Pertanyaan mendasar tentunya adalah seberapa jauh teknologi itu menjawab permasalahan yang dihadapi petani di wilayah itu, dan seberapa Jauh teknologi itu benar-benar dibutuhkan petani, PERMASALAHAN DALAM PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI ‘SPESIFIK LOKASI. Permasalahan utama yang dihadapi BPTP dalam melakukan pengkajian untuk menghasilkan teknologi tepat guna spesifik lokasi, adalah ketepatan dalam merumuskan objek kajian sebagai sesuatu yang betu-betul dirasakan sebagai masalah yang seen -MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH. memerlukan pemecahan melalui pengkajian. Masalah pokok ini juga disinyalir oleh van de Fiiert (2010) dalam penjaringan pengkajian di BPTP, Agenda penelitian dan Pengkajian sering tidak ditentukan berdasarkan kebutuhan dan kondisi di tingkat petani. Upaya kelembagaan dengan membentuk komisi teknologi di tingkat Provinsi, ternyata tidak sepenuhnya efektif dalam menjaring isu-isu penelitian sesuai yang dibutuhkan pengguna di daerah (Saediman, 2009). Selain itu hubungan kerjasama dan umpan balik informasi antar instansi (pusat penelitian — balai pengkajian — departemen teknis) ‘masih sangat lemah. Pada tataran pelaksanaan pengakajian dan rekomendasi teknologi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian (van de Fliert, 2010), antara lain petani yang dilibatkan dalam kegiatan pengkajian dan pengembangan kurang mewakili petani kebanyakan, khususnya petani yang relatif miskin. Inovasi umumnya bersifat ‘one size fits al’ tanpa ‘melihat kebutuhan adaptasi pada kondisi yang beragam dan kesesuaian inovasi tersebut dengan teknologi lain yang telah dipraktekkan maupun perlu disediakan kepada petar Selain itu di dalam merancang model pengembangan kurang diperhatikan implikasi Untuk penerapan teknologi dari segi Kebutuhan petani terhadap pengetahuan, keterampilan, akses pada sarana produksi, jasa dan prasarana, serta keberagaman sosial-budaya di tingkat masyarakat tani. Pemiantauan, evaluasi dan penilaian dampak tidak dilaksanakan secara sistematis. Kalau kita mengacu pada Permentan 20/2008 maka mekanisme perencanan penelitian di BPTP dilakukan dengan memadukan perencanaan top down dan bottom up. Pendekatan top down dirancang berdasarkan kebijakan Kementerian Pertanian, yang dituangkan dalam kebijakan Badan Litbang Pertanian, baik yang tertuang dalam Renstra maupun program mendesak yang bersifat responsif. Kebijakan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam rancangan kegiatan BPTP. Mekanisme bottom up dilakukan, baik melalui penjaringan dan pengembangan ide/gagasan dari peneliti (yang didasarkan atas pengembangan di lapangan dan masukan dari masyarakat pengguna), ‘maupun melalui penjaringan umpan-balik dari pemiangku kepentingan, yang dalam hal ini dilakukan melalui komisi teknologi. Persoalannya sekarang sebagian besar komisi teknologi tidak _berfungsi sebagaimana mestinya. Selain persolan kelembagaan, keanggotaan dalam komisi yang melekat pada jabatan seseorang, namun dalam kenyataannya pejabat yang namanya tercantum sebagai anggota umumnya adalah pejabat yang sibuk, sehingga jarang bisa hadir dalam pertemiuan komisi. Selain itu tidak begitu jelas mekanisme yang digunakam komisi dalam menjaring Kebutuhan spesifik petani dan permasalahan pokok petani. Dalam rapat komisi seringkali yang hadir bergiliran dalam mewakili pejabat yang ada namanya tercantum sebagai anggota komisi. Selain itu tidak ada komunikasi dan koordinasi antar staf yang ditugaskan, sehingga setiap rapat komisi harus dimulai lagi dengan menerangkan hal-hal pokok, yang telah disampaikan pada rapat sebelumnya, Dengan kondisi seperti ini maka keberadaan Komisi serta rekomendasinya sangat sulit untuk dapat mencerminkan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan dan memecahkan ‘masalah petani. MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH Menelisik masalah lainnya, ini juga mengait dengan beban tugas BPTP yang ‘semakin beragam dan makin dominan pada kegiatan non-pengkajian. Walaupun belum dapat ditampilkan data alokasi anggaran per BPTP untuk kegiatan pengkajian dan non- engkajian, namun berdasarkan pengalaman interaksi dengan BPTP selama ini, hal ini merupakan keluhan umum yang sering dilontarkan pengkaji dan pengelola BPTP. Kondisi ini sesuatu hal yang sulit dihindari karena posisi BPTP termasuk salah satu unit pelaksana teknis pusat yang ada di daerah, semenjak dihilangkannya kantor wilayah pertanian, Ini sebenarnya juga menarik untuk ditelaah, karena persoalannya mengait erat dengan pola pembangunan pertanian secara keseluruhan. Sebagaimana diketahui, semenjak pelaksanaan otonomi daerah, yang pelaksanaannya diatur melalui Undang- undang nomor 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000, Kementerian Pertanian berperan dalam menetapkan program dan kebijakan, pengaturan, standar dan norma yang terkait dengan program nasional pembangunan pertanian. Program pembangunan pertanian yang didukung anggaran APEN sektor pertanian lebih dari 80% telah dialokasikan ke daerah melalui berbagai mekanisme, dengan demikian ssecara operasional tanggung jawab pembangunan pertanian berada pada pemerintah daerah, sehingga pekerjaan pembangunan pertanian ada di wilayah. Besarnya ketergantungan dana pembangunan pertanian di daerah terhadap APBN Kementerian Pertanian, salah satunya juga dipicu oleh posisi pembangunan pertanian dalam sistem alokasi anggaran di daerah. Berdasarkan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah (pasal 7 ayat 4) menempatkan Pertanian sebagai urusan Pilihan dan bukan urusan Wajib bagi Kabupaten, dengan posisi seperti ini maka alokasi APBD terhadap pembangunan pertanian sangat terbatas sekali, sehingga ketergantungan terhadap APBN Kementerian Pertanian menjadi dominan. Persoalannya sekarang, Kementerian Pertanian mengalami kesulitan untuk melakukan Kontrol secara langsung pada kabupaten yang mendapat kucuran dana, karena ketiadaan instansi semacam kantor wilayah di tingkat provinsi. Sementara itu pemerintahan provinsi yang diharapkan dapat menjalankan fungsi kontrol terkendala oleh kuatnya otonomi ditingkat Kabupaten, yang terkadang menisbikan keberadaan pemerintah provinsi. Dalam keadaan seperti di atas, maka UPT Kementerian Pertanian yang ada di daerah, termasuk BPTP “terpaksa” mendapat tugas koordinasi dan dalam beberapa kasus memonitor serta mendampingi pelaksanaan kegaiatan pembangunan pertanian ‘yang dilaksanakan di tingkat kabupaten. Inilah pangkal persoalannya, sehingga BPTP yang seharusnya memfokuskan kegiatannya pada pengkajian, “terpaksa” melakukan ‘tugas-tugas lain yang seharusnya dilakukan lembaga vertikal di tingkat provinsi. Inilah yang menjadi tarik ulur dalam proses perencanaan kegiatan di BPTP. Secara ideal BPTP telah berusaha merancang kegiatan sejalan dengan Tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI), namun dalam proses penyusunan perencanaan berbag: “titipan"” program mengharuskan mereka melakukan penyesuaian terhadap rencana yang disusun. MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH PARADIGMA BARU PENGKAJIAN SPESIFIK LOKASI Berbagai persoalan di atas menyebabkan hasil pengkajian belum sepenuhnya berperan sebagaimana mestinya dalam menunjang pembangunan pertanian wilayah. Ke depan diperlukan perubahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah. Penataan ini utamanya terkait dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan itu sendiri serta upaya memaksimalkan dukungan para pihak terkait di luar pertanian termasuk swasta. Salah satu terobosan yang telah lama dikonsepkan namun masih lemah dalam implementasinya adalah pembangunan berbasis wilayah. Secara konsep, telah dikenal istilah pembangunan terpadu dalam berbagai versi, yang pada intinya mencoba menyatukan berbagai potensi yang ada di suatu wilayah dan menarik peran para pihak terkait untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya di wilayah tersebut. Pada tataran yang sama juga berkembang konsep Pembangunan wilayah yang berbasis komoditi, seperti kawasan hortikultura atau luster dan lainnya yang mencoba memadukan potensi wilayah. Berbagai pola atau pendekatan sudah dilakukan dalam mengimplementasikan konsep tersebut, namun perkembangannya tidak begitu menggembirakan. Salah satu persoalan pokok yang menghambat implementasi konsep tersebut adalah pola anggaran pembangunan pertanian yang masih bersifat parsial dan tidak mendukung ke arah Implementasi konsep pembangunan terpadu atau wilayah. ‘Anggaran pembangunan pertanian yang terdistribusi berdasarkan eselon satu yang ada di Kementerian Pertanian, disambut oleh pemerintah daerah dengan membentuk berbagal unit pelaksana sesuai dengan eselon satu yang ada di Kementerian Pertanian. Sehingga pada setiap dinas di provinsi atau kabupaten/kota ada sub unit yang tugasnya menterjemahkan kegiatan yang telah di tetapkan eselon satu terkait, dan pada akhimiya mengelola kegiatan dan anggaran yang ada. Bila kita perhatikan implementasi embangunan pertanian di tingkat Kabupaten, maka terlihat sekali bagaimana program eselon satu diterjemahkan secara parsial dan dilaksanakan dengan lebih memperhatikan tertib administrasi dan keuangan, tanpa banyak peduli pada pencapaian hasil apalagi koordinasi yang saling mendukung dengan sub-sektor lainnya, Pada tingkat petani, dengan cerdas mereka menyambut Kondisi ini dengan mendirikan berbagai lembaga yang dapat menampung program yang ada, dengan ‘sasaran utama semakin banyak kegiatan atau dana pembangunan yang masuk kelompok mereka. Sehingga dapat dilihat ada berbagai papan nama kegiatan atau proyek pada lembaga di tingkat petani, yang kadang disebut kelompok tani pada kegiatan lain bisa disebut dengan istiiah lain. Dengan pola semacam ini tentu sangat sulit melihat dampak pembangunan pertanian di suatu wilayah, apalagi mau berbicara tentang kemakmuran petani. Memperhatikan kompleksitas permasalahan di atas, maka diperlukan beberapa Perbalkan dalam pola alokasi anggaran pembangunan pertanian, utamanya dengan lebih menekankan pada dukungan keterpaduan lintas sub-sektor terutama di tingkat Kabupaten. Ke depan basis perencanaan awal harus di kabupaten, dengan penekanan kepada penyusunan perencanaan pada satuan wilayah tertentu, bisa berbasis agro MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH eee eekosistem atau pendekatan komoditi. Dalam perencanaan ini tentu tetap mengacu pada cempat target sukses Kementerian Pertanian, dan harus tergambar jelas siapa kelompok sasaran, target dan bagaimana kegiatan dilaksanakan serta bentuk dukungan lintas subsektor dan sektor dalam bentuk program dan anggaran. Bisa saja satu Kabupaten mengajukan lebih dari satu wilayah pengembangan dengan basis yang berbeda. Kumputan perencanaan dari kabupaten/kota ini, yang dikoordinasikan provinsi, menjadi basis dalam penentuan alokasi anggaran pada eselon satu terkait ditingkat kementerian. Pada tahap awal implementasi pendekatan ini bisa dilakukan dalam bentuk percontohan pada beberapa kabupaten/kota terpilih. Pemilihan komoditi serta pola Pertanian yang dikembangkan, didasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan BPTP bersama berbagai lembaga terkait di daerah. Untuk itu BPTP sudah harus mulai melakukan kajian yang bersifat komprehensif pada wilayah terpilih. Basis kegiatan BPTP adalah kabupaten, yang pada tahap awal dipilih yang responsif terhadap berbagai inisiasi yang dilakukan BPTP. Ketersediaan teknologi atau inovasi dijadikan modal dasar dalam memecahkan kebuntuan yang ada, dengan dukungan pendanaan antar sektor dan sub-sektor secara terpadu, serta dukungan anggaran pemerintah daerah (APBD) yang signifikan dan berkesinambungan. Selain itu pelaksanaan kegiatan disusun secara terencana dalam berbagai tahapan, serta time frame yang jelas dan tuntas. Setiap tahapan kegiatan dinarapkan dapat mengidentifikasi adanya peningkatan nilai tambah. Pelaksanaan kegiatan diawali dengan pilot project pada skala terbatas, dilanjutkan dengan replikasi melalui pendampingan yang intensif, dengan melibatkan partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat sejak dini. PERSPEKTIF PEMANFAATAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI DALAM PENGEMBANGAN MP3EI Dalam upaya akselerasi pembangunan ekonomi nasional yang berbasis ekonomi wilayah yang kuat, pemerintah merencanakan penerapan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 -2025, yang dilaksanakan melalui 4 pendekatan, yaitu melalui (1) Peningkatan Value Added, (2) Memfasilitasi percepatan investasi swasta sesuai kebutuhannya, (3) Mendorong Tnovasi dan (4) Mengintegrasikan pendekatan sektoral dan regional. Perencanaan ‘merupakan komplementer terhadap berbagal perencanaan yang ada dan lebih bersifat terobosan, Upaya terobosan ini membagi wilayah pengembangan di Indonesia dalam 6 koridor pengembangan, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku, serta Bali dan Nusatenggara. Pada setiap koridor telah ditetapkan kegiatan utama yang berbasis komoditas. Seperti koridor Maluku dan Papua, diarahkan pada pengembangan food estate, tembaga, peternakan, perikanan, migas dan nikel. Kalimantan. diarahkan sebagal pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional, dengan fokus komoditi Kelapa Sawit, Batubara, Alumina/Bauksit, Migas, Perkayuan, MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH Besi-Baja. Upaya ini diharapkan dapat menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan uutama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan Keseragaman. Memperiuas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui /nter-modal supply chain systems, Menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur dan pelayanan dasar dalam menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (Menko Perekonomian, 2011). Sejalan dengan pengembangan MP3EI ini terbuka peluang bagi pengembangan teknologi spesifi lokasi, dengan memfokuskan upaya pengembangan pada komoditi terpilih atau menunjang pengembangan wilayah. Bila pendekatan keterpaduan dapat dikembangkan sebagaimana yang dikonsepkan pada pemikiran terdahulu, maka pengembangan teknologi spesifik lokasi yang mendapat dukungan yang terintegrasi dapat dilaksanakan. Saat ini Kementan mendapat kepercayaan untuk mengomandoi pengembangan Koridor Kalimantan, dan ini kesempatan yang baik untuk melakukan uji ‘coba pengembangan berbagai teknologi spesifik lokasi yang sejalan dengan pelaksanaan MP3EI. KESIMPULAN ke depan Badan Litbang Pertanian perlu dengan baik membuat batasan yang tegas tentang teknologi spesifik lokasi beserta ciri-ciri yang melekat pada teknolog} tersebut. Hal ini untuk memudahkan upaya identifikasi dalam proses pengembangannya. Pada akhimya pengembangan teknologi ini dapat dijadikan barometer pengembangan BPTP ke depan. ‘Agar pengkajian BPTP benar-benar terkait dengan teknologi spesifik lokasi sebagaimana yang kita definisikan dalam tulisan ini, maka secara kelembagaan perlu terus dikembangkan mekanisme dalam identifikasi kebutuhan teknologi di tingkat petani serta identifikasi permasalahan petani yang dapat dipecahkan melalui pengembangan teknologi tersebut, dan ini menjadi dasar bagi pemilihan topik pengkajian di BPTP. Selain itu dalam proses pengkajian dilakukan berbagai perbaikan dalam pendekatannya, dengan memadukan kegiatan pengkajian dan diseminasi dari sejak awal. Ini akan memudahkan upaya membuat teknologi yang diintrodusir dapat memecahkan masalah yang dihadapi petani. Proses perencanaan kegiatan pengkajian spesifik lokasi dalam banyak kasus juga terhambat oleh makin banyaknya tugas BPTP di luar kegiatan pengkajian. Secara keseluruhan diperlukan adanya perbaikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah, dengan memberikan penekanan yang lebih besar pada kabupaten/kota pada proses perencanaan. Keterpaduan erencanaan dalam satuan wilayah terpilih diperlukan dan didukung oleh pendanaan yang memadal dalam satuan waktu yang jelas serta target yang terukur, Bila ini telah dilakukan, maka kegiatan pengkajian spesifik lokasi akan mudah dilakukan, dan menjadi titik tolak awal bagi pemecahan kebuntuan dalam pengembangan kegiatan pertanian di suatu wilayah. coe MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH Proses perencanaan dan pelaksanaan pengembangan wilayah sejak awal dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait. Keterlibatan para pihak ini juga sangat diperlukan dalam proses identifikasi dan Kebutuhan pengembangan teknologi. Selain itu keterlibatan para pihak terkait ini menjadi basis untuk mendapatkan umpan balik bagi upaya pengembangan dan penyempurnaan teknologi yang dikaji. DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian, Kemtan. 2011. 100 Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta Bachrein, S., N. Syafa‘at, A. Djauhari, R. Hendayana, A. Subaidi, J hardi. 2005. Kata Pengantar pada Prosiding Lokakarya Pertemuan Regional BPTP: Peningkatan Kinerja BPTP dalam Rangka Mendukung Pemantapan Ketahanan Pangan, Pengembangan Agribisnis, dan Peningkatan Kesejahteraan Petani. BBPTP Bogor. BPTP Maluku Utara. 2012. Kajian Teknologi Spesifik Lokasi. http://malut.litbang.deptan. g.id/indyindex. php?option=com_content&view=categoryBid=33& Ttemid= 43 . Dikutip tanggal 19 April 2012 pukul 10.45 WIB. Comwall, A. and R. Jewkes. 1995. What is Participatory Research?.Soc. Scz Med Vol .5 No 12, Else.let Science Ltd, Great Britanian. Djufry, F. 2012. Dongkrak Produksi dengan Teknologi Spesifik Lokasi. http://www-fajar. o.id/read-20120416183107-dongkrak-produksi-dengan-teknologi-spesifik-okasi . Dikutip tanggal 19 April 2012, pukul 11.10 WIB, Douthwaite, B 2006, ‘Enabling Innovation: Technology and System-Level Approaches that Capitalize on Complexity; Innovations: Technology, Governance, Globalization, vol. 1, no. 4, pp. 93-110. Fliert, van de Elske 2007. Communication and Sustainable Rural Development. ‘Communication for Social Change, Chapter 7. p. 85 - 96. Communication for Social Change Faculty. Queenstand University. Green, AO & Hunton-Clarke, L 2003, 'A typology of Stakeholder Participation for ‘Company Environmental Decision-making’, Business Strategy and the Environment, vol. 12, pp. 292-9. Goenadi, D. H. 2000. Kebangkitan Teknologi Untuk Siapa. ttp://www.ristek.go.id/ index. php/module/News+News/id/284. Dikutip tanggal 19 april 2012, Pukul 11.20 WIB. Hasanuddin, A. 2005. Klasifikasi Keluaran Program Penelitian dan Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Prosiding Lokakarya Pertemuan Regional BPTP: Peningkatan Kinerja BPTP dalam Rangka Mendukung Pemantapan Ketahanan Pangan, Pengembangan Agribisnis, dan Peningkatan Kesejahteraan Petani. BBPTP Bogor. 210 MEMACU PERAN TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKAS! DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH Menko Perekonomian. 2011. Penjelasan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025. Musrengbangnas. Jakarta, 28 April 2011. Rolling, NG. 1988, Extension Science: Information Systems in Agricultural Development, Cambridge University Press. Cambridge. Chapter 5. Targeting the agricultural information system. Saediman. 2009. Peningkatan Koordinasi Penelitian Pertanian di Kawasan Timur Indonesia. ACIAR SADI. Makasar. Wikipedia. 2012. Pengertian Teknologi Tepat Guna_http://id.wikipedia.org/wiki/ ‘Teknologi_tepat_gunai#Latar_belakang_dan_definisi. Dikutip tanggal 19 April 2012. Pukul 11.15 WIB. Witjaksono, J. 2011. Koordinasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian di Tingkat Provinsi: Antisipasi Perbaikan Kinerja Komisi Teknologi Pertanian> Jurnal ‘AKP Volume 9 nomor 3, September 2011. PSEKP. Bogor. van de Fliert, E.,, B. Christiana, R. Hendayana, dan R. M. Prior, 2010. Pilot Roll-Out: adaptive research in farmers’ world. http:\\www.csu.edu.au/faculty/sciagr/rman / afbmnetwork/efsjournal/index.htm (diakses tanggal 18 Oktober 2010). Zaini, Z. 2009. Memacu Peningkatan Produktivitas Padi sawah melalui Inovasi Teknologi Budidaya Spesifik Lokasi dalam Era Revolusi Hijau Lestari, Pengembangan Inovasi Pertanian 2(1), 2009: 35-47. Badan Litbang Pertanian. Kementan Bogor.

You might also like