You are on page 1of 40

Fase-fase Hubungan Islam dan Sains: Astronomi

Dua ayat Al-Quran memainkan peran penting dalam membangun suatu hubungan antara
astronomi dan Islam. Pertama, menyebutkan bahwa tahun terdiri dari dua belas bulan, empat di
antaranya ditetapkan sebagai bulan suci (QS. 9:36); kedua, (QS. 2:149-50) mengubah arah kiblat
dari Yerusalem ke arah Kabah di Makkah, umat Islam membutuhkan arah ini untuk doa-doa
ritual dan tindakan tertentu ibadah lainnya. Perintah Al-Quran untuk menetapkan shalat dan doadoa ritual pada waktu tertentu juga menyebabkan pengembangan cabang khusus astronomi
agama yang disebut ilm almiqat, yaitu ilmu pengetahuan yang berurusan dengan tiga aspek
berbeda yang membutuhkan solusi astronomi: arah kiblat, penentuan waktu untuk shalat, dan
visibilitas bulan baru. Kita memiliki definisi yang tepat mengenai ilmu tersebut dari seorang
sarjana Mesir abad keempat belas bernama Ibn Al-Akfani seorang penulis ensiklopedia dan
beberapa karya mengenai pengobatan. Dia menyatakan:

Ilmu ketepatan waktu astronomi adalah cabang pengetahuan untuk menentukan waktu siang dan
malam, serta lama dan variasinya. Penggunaannya dalam menentukan waktu dan arah ketika
shalat, serta mencari sudut kemiringan dari bintang-bintang. Ilmu ini juga bersangkutan dengan
panjang bayangan dan ketinggian benda langit, dan orientasi kota dari kota lainnya. (King,
2004:648)

Awalnya metode perkiraan berdasarkan astronomi umum yang digunakan untuk menentukan
arah dan waktu shalat. Metode-metode astronomi ini mengamati fenomena arah angin, posisi
bintang, dan sejenisnya dengan mata telanjang. Tapi ketika penelitian astronomi berkembang,
metode yang lebih canggih mulai ditemukan. Pada pertengahan abad kesembilan, astronomi
yang suci telah sepenuhnya mapan. Banyak ilmuwan memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu ini. Di antara mereka adalah Al-Khawarizmi (w. 847) dan Al-Battani (w.
929) yang membuat lembaga khusus untuk mengusulkan metode tabel baru berdasarkan
perbedaan busur antara Makkah dan tempat tertentu. Deskripsi Al-Battani tentang astronomi
memberikan wawasan tinggi di mana cabang ilmu ini didirikan oleh Muslim. Pada awal buku Zij
alSabi:

Ia menjelaskan astronomi dengan ungkapan-ungkapan seperti peringkat ilmu yang paling


mulia, martabatnya yang tinggi, menerangi jiwa, menyenangkan hati. Sebuah karya
dengan efek menyegarkan pada kecerdasan dan sebagai penajam refleksi. Pengetahuan yang

memungkinkan untuk menentukan lama tahun, bulan, perbedaan waktu, musim, lama siang dan
malam, posisi matahari dan bulan serta gerhana, pergerakan planet-planet dan pergantian bentuk
serta penataan lingkungan mereka; dan ia menegaskan bahwa Muslim harus memimpin
masyarakat dengan mencerminkan kedalaman pengetahuan untuk bukti ke-Maha Esa-an Tuhan,
memahami keagungan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kekuasaan-Nya yang tak terbatas, dan dalam
usaha menangkap keunggulan tindakan-Nya (Sayili, 1960:15-16).

Perkembangan selanjutnya dalam bidang ini dipimpin oleh ilmuwan seperti Habash Al-Hasib (w.
864), Al-Nayrizi (w. 922), dan Ibn Al-Haytham (w. 1040). Al-Biruni (w. 1050) sendiri
menggunakan trigonometri sperik (bola) untuk memberikan solusi. Selama abad ketiga belas,
formulasi baru muncul atas nama karya astronom bernama Abu Ali Al-Marrakushi (1281),
metodenya digunakan oleh Muwaqqit Damaskus bernama Al-Khalili (1365) untuk menghitung
tabel kiblat yang sangat berkembang dan akurat (Samso, 2001).

Penelitian astronomi maupun disiplin ilmu yang diperlukan untuk penelitian astronomi
(matematika, trigonometri, dll) berhubungan langsung dengan Islam karena hal itu dibutuhkan
masyarakat, tetapi penelitian-penelitian ini selain bertujuan sebagai fungsi penting astronomi
juga sebagai pengembangan seluruh dunia Muslim. Sebuah hubungan tampilan peta dunia dari
bahan kuningan dengan berbagai penempatan garis horisontal dan vertikal. Ini adalah suatu seni
yang membutuhkan pengetahuan canggih pada matematika dan geometri. Penemuan dua peta
dunia untuk menemukan arah dan jarak ke Makkah telah membantu mendorong penanggalan
sebagai penurunan ilmu pengetahuan di luar perkiraan awal dalam peradaban Islam. Kedua peta
tersebut terukir pada piringan bundar dan diyakini telah dibuat pada pertengahan kedua abad
ketujuh belas (King, 1999:199).

Bidang astronomi juga menyebabkan perkembangan tabel miqat yang dihitung berdasarkan
koordinat suatu tempat tertentu. Salah satu tabel miqat paling awal adalah buah karya dari Ibn
Yunus (w. 1009) yang banyak yang digunakan di Kairo sampai abad kesembilan belas (Samso,
2001:212). Pada pertengahan abad kedua belas, sebagian besar kota memiliki tabel miqat resmi
dan di kota-kota besar khususnya. Ibn Al-Shatir (w. 1375) telah mendirikan kantor khusus di
Damaskus. Standar ketiga dari masalah miqat berupa prediksi visibilitas bentuk bulan yang
menentukan awal bulan Islam merupakan fokus perhatian astronom Muslim dan tetap menjadi
minat khusus sampai sekarang. Kita memiliki sejarah yang di dalamnya memperlihatkan
kecemerlangan para astronom Muslim dalam hal kesungguhan mendalami astronomi Islam. Hal
ini terlihat dalam surat Ghiyath Al-Din Jamshid Masud Al-Kashi kepada ayahnya yang ditulis

beberapa minggu setelah kedatangannya di Samarkand ketika bertugas dalam pembangunan


observatorium baru. Surat ini, untungnya berhasil diawetkan oleh ayahnya. Di dalamnya berisi
hubungan ilmu pengetahuan yang dinamis dalam peradaban Islam pada abad kelima belasabad
ketika peradaban Islam dianggap mandul!

Al-Kashi memulai suratnya dengan bersyukur kepada Tuhan atas banyak nikmat dan berkah,
kemudian meminta maaf kepada ayahnya karena tidak memberitahu sebelumnya. Dia merasa
asyik dengan kegiatan observatorium dan memberitahukan bahwa telah diterima oleh Ulugh
Beg, seorang penguasa yang ia gambarkan sebagai sangat memahami Al-Quran, tata bahasa
Arab, logika, dan ilmu matematika. Dia menceritakan sebuah anekdot tentang Ulugh Beg; suatu
hari ketika berkuda, ia menghitung posisi matahari secara tepat. Dia kemudian menceritakan
kepada ayahnya bahwa setibanya di sana ia diuji oleh lebih dari enam puluh matematikawan dan
astronom yang sudah bekerja di Samarkand di kompleks Ulugh Beg. Dia diminta untuk
mengajukan metode menentukan proyeksi 1022 gugusan bintang tetap dalam satuan diameter
astrolabe; untuk menentukan bayangan kemiringan dinding oleh bagian paralelogram tertentu;
dan untuk menemukan jari-jari permukaan bumi dalam derajat busur dari seorang pria yang
tingginya tiga setengah hasta. Al-Kashi memberitahu ayahnya bahwa semuanya dapat
diselesaikan dengan tanpa banyak kesulitan karena saling menghormati dan menjaga
kehormatan (Kennedy, 1960:3-4).

Selain astronomi matematis dan tradisi miqat, astronomi Islam juga telah meninggalkan warisan
yang kaya mengenai observatorium dan instrumen astronomi. Observatorium, rumah sakit,
madrasah, dan perpustakaan umum merupakan empat lembaga yang menjadi karakteristik
peradaban Islam. Observatorium telah dibangun oleh kaum Muslim selama periode Umayyah
(661-750). Kita memiliki informasi yang pasti mengenai suatu program sistematis dari
pengamatan astronomi pada masa Al-Makmun yang merupakan pelindung dari penelitian ini
pada kuartal Shamsiyyah di Baghdad (828-829) dan pada Biara Dayr Murran di Gunung Qasiyun
di Damaskus (831-832) (Sayili, 1960:50-56).

Penelitian astronomi paling maju dalam tradisi ilmiah Islam telah dilakukan pada Maragha di
Iran Barat antara pertengahan abad ketiga belas dan keempat belasperiode yang disebut
Golden Age dari astronomi Islam (Saliba, 1994:252). Pekerjaan teramat penting telah
dilakukan oleh empat astronom, yaitu Muayyad Al-Din Al-Urdi (w. 1266), Nasir Al-Din Al-Tusi
(w. 1274), Quthb Al-Din Al-Syirazi (w. 1311), dan Ibn Al-Shatir (w. 1375). Mereka mendirikan
Sekolah Maragha (Roberts, 1966) dan melanjutkan tradisi kritik terhadap karya Ptolemeus

yang dimulai pada awal abad kesebelas. Karya dari Sekolah Maragha bersifat revolusioner dalam
sejarah astronomi dan membuka jalan bagi perombakan total model Ptolemeus. Ptolemeus
menggambarkan pergerakan planet-planet termasuk matahari dan Bulan pada bidang episiklik
dalam ketebalan bidang lain yang ia sebut deferent. Dia mewakili bidang ini dengan lingkaran.
Ibn Al-Haytham (w. 1048) dan Abu Ubaid Al-Juzjani (w. 1070) melihat beberapa kontradiksi
dalam model alam semesta Ptolemeus. Ibnu Al-Haytham mencatat dalam karya monumentalnya
alShukuk ala Batlamyus (Doubts Concerning Ptolemy) bahwa kita tidak dapat mengasumsikan
ada sebuah bola dalam fisik alam semesta yang akan bergerak secara seragam di sekitar sumbu
tanpa melewati pusatnya (Saliba, 1994:251). Dia menunjukkan bahwa model Ptolemeus telah
melanggar langsung prinsip ini. Ibn Al-Haytham menyimpulkan bahwa deskripsi Ptolemeus
tidak bisa menjadi gambaran sejati dari semesta fisik dan oleh karenanya harus ditinggalkan
untuk mendapatkan model yang lebih baik.

Tradisi pemeriksaan secara kritis terhadap model Ptolemeus selanjutnya terjadi di bagian barat
dunia Islam dengan kontribusi penting dari astronom Andalusia seperti Al-Bitruji (1200), Ibn
Rusyd (w. 1198), dan Jabir bin Aflah (1200). Namun, di Maragha terjadi perubahan revolusioner
pada tahun 1957 sebagaimana ditunjukkan Victor Roberts pada tahun 1957 mengenai model
pergerakan bulan oleh Ibnu Al-Shatir (w. 1375) yang identik dengan Copernicus (1473-1543).
Banyak sejarawan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa Copernicus pada dasarnya
menggunakan karya astronom Muslim, meskipun rute transmisi ini masih belum jelas (Kennedy.
et al., 1983). Pertanyaannya itu bukan apakah, tapi kapan, di mana, dan dalam bentuk apa dia
[Copernicus] belajar teori Maragha (Saliba, 1994:255). Karya-karya sejarawan mengenai
sekolah Maragha telah merevolusi pemahaman kita tentang sifat tradisi ilmiah Islam.

Selain fungsi manfaat dalam bidang agama, astronomi juga digunakan oleh astrolog yang
umumnya dikutuk karena mereka mengklaim memiliki pengetahuan tentang peristiwa masa
depan. Klaim ini bertentangan dengan Al-Quran yang mengajarkan bahwa hanya Tuhan pemilik
pengetahuan tentang masa depan (QS.27:64). Oleh sebab itu, klaim astrolog tersebut sebagai
bentuk klaim terhadap pengetahuan Tuhan. Selain Al-Quran, banyak juga perkataan Nabi yang
mengutuk tentang ilmu perbintangan dan gerakannya sebagai sumber kekayaan atau kemalangan
seseorang, dan hal ini menyebabkan ilmuwan Muslim mengembangkan kritik terhadap astrologi.
Meskipun begitu, astrologi tetap populer di kalangan penguasa dan elit, kadang-kadang hal ini
menyebabkan ketegangan atas ilmu astronomi. Hal ini mungkin telah menjadi penyebab
penutupan observatorium Istanbul, tetapi ada juga motif politis yang lain di balik insiden itu.

Penelitian astronomi memerlukan penggunaan instrumen tertentu. Muslim mewarisi beberapa


pengetahuan pembuatan instrumen dari karya Ptolemeus Almagest, tetapi mereka telah
menemukan banyak instrumen baru selama delapan abad termasuk instrumen observasional serta
komputer analog. Kuadran, instrumen navigasi dan setengah lingkaran, alat penggaris, dan alatalat pengamatan lain yang digunakan untuk menentukan ketinggian dan azimut; instrumen model
semesta digunakan untuk mengukur deklinasi, busur, dan lintang yang berkaitan dengan
ekliptika. Konstelasi ekuatorial dan busur bipartit sebagai jenis ketiga instrumen pengamatan,
digunakan untuk menentukan jarak sudut antar benda-benda angkasa. Al-Biruni dalam karyanya
The Determination of the Coordinates juga menyediakan informasi tentang perkembangan
berbagai instrumen. Misalnya, penggunaan kuadran mural adalah perkembangan penting dalam
astronomi praktis dan akurasinya tidak kalah dari instrumen optik. Penemuan kuadran mural
umumnya dikatakan penemuan Tycho Brahe dan dinamai menurut namanya; penemuan barubaru ini menunjukkan bahwa apa yang disebut Tychos Mural Quadrany (Tichonicus) sudah
digunakan di dunia Muslim pada masa Nasir Al-Din Al-Tusi; Observatorium Taqi Al-Din di
Istanbul memiliki kuadran mural dengan radius 6 m, sedangkan jari-jari kuadran Tycho hanya
194 cm (Dizer, 2001:248).

Instrumen lainnya yang dikembangkan atau ditingkatkan oleh Muslim termasuk lingkup model
semesta, pertama kali dijelaskan oleh Ptolemeus namun tampaknya dibangun oleh Muslim.
Variasi pada instrumen ini dilakukan di observatorium Maragha yang memiliki lima cincin dan
instrumen pengukur sudut dari enam cincin. Hal ini meningkatkan kenyamanan pengguna tanpa
mengurangi akurasinya.

Komputer analog yang paling penting digunakan umat Islam adalah astrolabe. Berasal dari praIslam, tetapi berkelanjutan dan mendapat fokus perhatian umat Islam yang penggunaannya
disempurnakan dan membuat banyak perbaikan dalam desainnya. Kemampuan peradaban Islam
yang sempurna itu diwariskan, kata Oliver Hoare, dan sebuah berkah yang cantik diungkapkan
dari astrolabe (King, 1999:17). Sebuah deskripsi singkat dan kegunaan dari alat ini mungkin
membantu.

Astrolabe adalah sebuah representasi dua dimensi dari tiga dimensi bola langit. Jaringan
anatomis berupa fondasi berbagai bintang terang dan lingkaran yang mewakili ekliptikabagian
surgawi dari instrumenbisa memutar melalui salah satu dari serangkaian piringan lintang
spesifikini menjadi bagian darat dari instrumenditandai dengan cakrawala dan meridian
yang disertai ketinggian dan kurva azimut. Peninjauan perangkat pada belakang instrumen

memungkinkan seseorang untuk mengukur ketinggian matahari atau bintang apa pun; kemudian
menempatkan tanda yang sesuai pada jaringan anatomis di atas sesuai ketinggian lingkaran pada
plat untuk lintang tersebut. Instrumen kemudian menunjukkan konfigurasi langit sehubungan
dengan cakrawala lokal (King, 1999:18-19).

Astrolabe digunakan di dunia Muslim pada awal masa Al-Fazari yang meninggal pada tahun
777. Pada akhir abad kedelapan, pembuatan Astrolabe telah menjadi seni penting dalam dunia
Islam. Di antara para penulis terkenal yang menulis risalah tentang astrolabe adalah AlMarwarrudhi dan muridnya Ali bin Isa yang dijuluki Al-Asturlabi. Al-Khawarizmi juga telah
menghasilkan suatu ringkasan dari masalah yang dapat dikerjakan dengan astrolabe dan sebuah
risalah pengembangannya (Dizer, 2001:257). Sejarah astrolabe selanjutnya merupakan cerita
menarik dari koordinasi dan penggabungan berbagai seni dan kerajinan Islam yang sesuai
dengan kebutuhan praktis astronomi. Astrolabe yang semakin canggih banyak dibuat dari kayu,
kuningan, dan logam lain yang berada di berbagai koleksi seluruh dunia. Menunggu studi yang
tepat selanjutnya (King, 1999:17).
SUMBER : https://isepmalik.wordpress.com/2011/02/05/fase-fase-hubungan-islamdan-sains-astronomi/
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.02, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.02

Astronomi Islam Menguak Rahasia Langit


Menurut para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang
dipelajarinya menjadi faktor berkembangnya astronomi Islam.
Selain itu, begitu banyak teks karya-karya ahli astronomi yang menggunakan
bahasa Yunani Kuno, dan Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab selama
abad ke-9. Proses ini dipertinggi dengan toleransi terhadap sarjana dari agama lain.
Sayang, dominasi itu tak bisa dipertahankan umat Islam.
Jejak Abadi di Kawah Bulan
Ilmuwan Islam begitu banyak memberi kontribusi bagi pengembangan dunia
astronomi. Buah pikir dan hasil kerja keras para sarjana Islam di era tamadun itu
diadopsi serta dikagumi para saintis Barat.
Inilah beberapa ahli astronomi Islam dan kontribusi yang telah disumbangkannya

bagi pengembangan `ratu sains' itu:


Al-Battani (858-929)
Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya
yang paling populer adalah Al-Zij Al-Sabi. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan
rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad, selepas Al-Battani
meninggal dunia.
Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan
mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu.
Al-Battani juga mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit
planet-planet. Ia memiliki peran yang utama dalam merenovasi astronomi modern
yang berkembang kemudian di Eropa.
Al-Sufi (903-986 M)
Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman As-Sufi.
Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia
berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet
dan juga pergerakan matahari.
Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri
bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada
menulis mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur
kedudukan benda langit pada bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.
Al-Biruni (973-1050 M)
Ahli astronomi yang satu ini, turut memberi sumbangan dalam bidang astrologi
pada zaman Renaissance. Ia telah menyatakan bahwa bumi berputar pada
porosnya. Pada zaman itu, Al-Biruni juga telah memperkirakan ukuran bumi dan
membetulkan arah kota Makkah secara saintifik dari berbagai arah di dunia. Dari
150 hasil buah pikirnya, 35 diantaranya didedikasikan untuk bidang astronomi.
Ibnu Yunus (1009 M)
Sebagai bentuk pengakuan dunia astronomi terhadap kiprahnya, namanya
diabadikan pada sebuah kawah di permukaan bulan. Salah satu kawah di
permukaan bulan ada yang dinamakan Ibnu Yunus. Ia menghabiskan masa
hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 M untuk memerhatikan benda-benda di
angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga berdiameter 1,4
meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan mengenai kedudukan
matahari sepanjang tahun.
Al-Farghani
Nama lengkapnya Abul Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir Al-Farghani. Ia
merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat

dikagumi. Al-Farghani merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah
Al-Ma'mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori
matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling
populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi.
Al-Zarqali (1029-1087 M)
Saintis Barat mengenalnya dengan panggilan Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan
pada setem di Spanyol, sebagai bentuk penghargaan atas sumbangannya terhadap
penciptaan astrolabe yang lebih baik. Ia telah menciptakan jadwal Toledan dan juga
merupakan seorang ahli yang menciptakan astrolabe yang lebih kompleks bernama
Safiha.
Jabir Ibn Aflah (1145 M)
Sejatinya Jabir Ibnu Aflah atau Geber adalah seorang ahli matematika Islam
berbangsa Spanyol. Namun, Jabir pun ikut memberi warna dan kontribusi dalam
pengembangan ilmu astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah
ilmuwan pertama yang menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk
mengukur dan menerangkan mengenai pergerakan objek langit. Salah satu
karyanya yang populer adalah Kitab Al-Hay'ah.
SUMBER : http://khazanah.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/12/02/13/lzc8lh-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-3
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.05, dan di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.07
HUBUNGAN ANTARA ISLAM,SAINS,ASTRONOMI DAN KA'BAH
Sinkronisasi Antara Al-Qur'an dan Sains Tentang Keajaiban Mekkah danKa'bah
Firman Allah Ta'ala yang artinya: "Allah telah menjadikan Ka'bah, rumahsuci itu
sebagai pusat bagi manusia." (Surah Maa'idah: 97) "Neil Amstrong telah
membuktikan bahwa kota Mekah yang terletak Ka'bah adalah pusat ke planet
Bumi." Sebenarnya di dalam Al-Qur'an terlebih dahulu membicarakan hal ini,
sebagai hamba Allah yang diberikan akal pikiran perlu meneliti dan berpikir dibalik
rahasia-rahasia
yang terkandung didalam ayat-ayat suci Al-Quran Al-Karim. Firman
Allah:"Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Quran dalam bahasa Arab supaya
kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan sekalian
penduduk dunia di sekelilingnya (negeri-negeri di sekitarnya)." (Asy-Syura: 7) Kata
"Ummul Qura" berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya,
menunjukkan Mekah adalah pusat untuk kota-kota lain, dan yang lain hanyalah
berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata "ummu" (ibu) memiliki arti yang cukup
penting dan luas di dalam peradaban Islam. Sebagaimana seorang ibu adalah
sumber dari keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri
lain serta keunggulan di atas semua kota. Allah berfirman yang artinya: "Wahai jin

dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (ilmu
pengetahuan)." (Ar-Rahman: 33) Kata "aqthar" adalah bentuk jamak dari kata "qutr"
yang berarti diameter, dan ia mengacu pada langit dan bumi yang memiliki banyak
diameter. Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa diameter lapisan-lapisan
langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Makkah berada di
tengah-tengah bumi, dengan itu berarti bahwa Makkah juga berada di tengahtengah lapisan-lapisan langit. Selain itu ada hadits yang menjelaskan bahwa Masjidil
Haram di Mekah, tempat Ka'bah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan
langit dan tujuh lapisan yang membentuk bumi. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Wahai orang-orang Mekkah, wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian
berada di bawah pertengahan langit."
Berdasarkan penelitian di atas, bahwa Mekah berada pada tengah-tengah bumi
(pusat dunia), maka benar-benar diyakini bahwa Kota Suci Makkah, bukan
Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. - (Dikutip dari
Eramuslim "Makkah Sebagai Pusat Bumi" Oleh Dr. Mohamad Daudah)
Neil Amstrong membuktikan bahwa kota Mekah yang terletak Ka'bah adalah pusat
ke planet Bumi, sedangkan Al-Quran sejak 1400 tahun yang lalu telah berbicara
mengenai kota Mekah dan Ka'bah adalah pusat bumi ini. Ketika kali pertama Neil
Amstrong melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet
Bumi, dia berkata, "Planet Bumi ternyata bertumpu di area yang sangat gelap, dan
di manakah ia berbasis?." Fakta ini telah diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah.
Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan satu radiasi,
secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayangnya 21 hari
kemudian website tersebut hilang dan seperti ada alasan tersembunyi dibalik
penghapusan lama web tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut,
ternyatalah radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, dan tepatnya berasal dari
Ka'bah. Yang
mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berakhir). Hal ini terbukti
ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut. Para
peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan
menghubungkan antara Ka'Bah di planet Bumi dengan
Ka'bah di alam akhirat.Zero Magnetism Area Di tengah-tengah antara kutub utara
dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama 'Zero Magnetism Area', di mana
apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut
tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besar antara kedua
kutub . Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka dia akan hidup
lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan
gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka'bah, maka seakan-akan diri
kita diisi oleh suatu energi misterius yang
menyebabkan kita bertenaga ketika mengelilingi Ka'bah dan ini adalah fakta yang
telah dibuktikan secara ilmiah. Penelitian lainnya menyatakan bahwa batu Hajar
Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah
museum di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut (dari Ka'bah) dan

pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan


berasal dari tata surya kita. Rasulullah SAW bersabda:
"Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih dari susu, dan dosadosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam." (Jami 'al-Tirmidzi al-Hajj)
"Hajar Aswad dari batu-batuan surga dan tidak ada suatu benda di bumi yang
turunnya dari surga selain batu itu." (HR. Thabrani) Wallahu'alam .... Para astronot
telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara
resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian
website tersebut raib yang sepertinya ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan
website tersebut.
Penelitian Profesor Husain Kamal Prof. Hussain Kamel menemukan suatu fakta
mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu
cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia. Untuk tujuan ini, ia
menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama
posisi ketujuh benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk
menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan
garis lintang.
Setelah dua tahun dari pekerjaan yang sulit dan berat itu, ia terbantu oleh programprogram komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan variasi-variasi
yang berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum dengan apa yang ditemukan,
bahwa Makkah merupakan pusat bumi. Ia menyadari kemungkinan menggambar
suatu lingkaran dengan Makkah sebagai titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu
adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan
dengan keliling luar benua-benua tersebut. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237,Agustus
1978). Gambar-gambar Satelit, yang muncul kemudian pada tahun 90-an,
menekankan hasil yang sama ketika studi-studi lebih lanjut mengarah kepada
topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan. Telah
menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi
terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar
lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus
menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah. Studi ilmiah ini
dilaksanakan untuk tujuan yang berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan
bahwa Makkah adalah pusat dari bumi.
Bagaimanapun, studi ini diterbitkan di dalam banyak majalah sain di Barat.
SUMBER : http://ableh111.blogspot.co.id/2012/12/hubungan-antaraislamsainsastronomi-dan.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.08, dan di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.12

Hubungan antara Astronomi, Astrologi dan Ilmu falak


Astronomi, falak dan astrologi merupakan istilah yang memiliki kedekatan
dari aspek objek kajian, yakni mengkaji masalah yang berhubungan dengan benda
langit meskipun terdapat perbedaan dalam orientasi, tujuan dan ruang lingkup
kajiannya. Tulisan ini lebih lanjut akan menyoroti perbedaan dan hubungan
ketiganya. Astronomi adalah studi ilmiah terhadap benda-benda langit seperti
bintang-bintang, bulan, planet, galaksi, materi gelap dan lain-lain yang dilakukan
menggunakan metode scientific. Objeknya adalah fisik benda langit, proses
terjadinya suatu benda langit, gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya. Basis ilmu yang mendukung studi astronomi antara lain matematika,
fisika dan kimia. Di era modern ini astronomi didukung oleh berbagai sarana
pengamatan seperti teleskop (optik dan radio) dan pesawat antariksa.

Berbeda dengan astronomi, astrologi memiliki keunikan tersendiri, yang


karena keunikannya disiplin ini sering mendapatkan sorotan tajam dari dunia sains.
Secara umum, astrologi adalah bahasa, seni dan ilmu pengetahuan yang
mempelajari keterkaitan antara siklus benda-benda langit dan kehidupan manusia
di muka bumi. Inti astrologi adalah berawal dari wawasan kosmologi manusia yang
memandang adanya pengaruh peredaran benda langit terhadap kehidupan manusia
di bumi. Pada tahapan ini wawasan kosmologi manusia masih diselimuti kabut
mitos.
Mitos kosmologi ini telah berjasa membangkitkan perhatian yang besar
manusia di masa lalu terhadap alam semesta khususnya benda-benda langit yang
diyakini memberi pengaruh pada kehidupan manusia. Dari sini pengamatan secara
terstruktur terus dilakukan hingga ribuan tahun. Hasil pengamatan astrologi ini
pada gilirannya berhasil memetakan benda-benda langit yang dengan sentuhan
metode dan pendekatan baru akhirnya melahirkan disiplin astronomi. Dengan
demikian astrologi telah berjasa besar dalam meletakan fondasi astronomi.
Landasan astrologi sama seperti astronomi yang juga didasarkan pada
observasi atau pengamatan. Itulah sebabnya astrologi di kalangan pendukungnya
dinyatakan sesuatu yang memiliki landasan ilmiah yang sama dengan sains.
Astrologi tidak ada hubungannya dengan dunia klenik dan mistik, sehingga

seseorang yang berniat untuk mempelajari astrologi tidak perlu mempunyai indra
keenam dan kekuatan ghoib seperti yang orang sebut kekuatan supranatural.
Di masyarakat luas, pandangan tentang astrologi umumnya selalu
dikaitkan dengan ramalan, namun para astrolog sendiri lebih suka menyebutnya
sebagai perkiraan atau prediksi. Sebagaimana ilmuwan memprediksikan cuaca atau
seorang pialang saham memperkirakan nilai saham, demikian pula para astrolog
berupaya memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang bakal terjadi di masa
mendatang.

Bedanya

hanya

basis

data

yang

dipergunakan.

Ilmuwan

mempergunakan data-data iklim suatu negara sebagai tolok ukurnya, pialang


saham memanfaatkan data-data fluktuasi harga saham dimasa lampau, sedangkan
para

astrolog

menggunakan

letak

benda-benda

langit

sebagai

acuan

penelaahannya.
Astrologi itu sebenarnya tidak

berhubungan

dengan

dunia mistik.

Pembuatan peta langit astrologis tidak didasari oleh ilmu ghaib, tetapi melalui
serangkaian perhitungan matematis dan astronomis yang rumit. Para astrolog
semenjak zaman ribuan tahun yang lampau telah melakukan pengamatan terhadap
posisi relatif benda-benda langit satu sama lain.
Astrologi bukanlah sains murni, tetapi ia merupakan perpaduan antara
ilmu pengetahuan, seni dan filosofi. Astrologi ini mempelajari tentang pengaruh
sitem tata surya pada beragam bentuk kehidupan dan efeknya pada manusia dan
yang berkaitan dengan bumi. Astrologi juga memberikan panduan pada semua
aspek

kehidupan,

harmonisasi

pikiran,

tubuh,

jiwa.

Astrologi

memudahkan

seseorang untuk memprediksi masa depan. Prediksi ini berdasarkan pengamatan,


persepsi, perhitungan dan serangkaian uji coba. Karena sifatnya yang hanya
prediksi, analisis dengan astrologi mungkin saja meleset, hal itu disadari karena
alam memiliki keragaman hukum kausalitas yang saling bertautan dan rumit.
Semakin banyak kemampuan manusia untuk mengidentifikasi dan memahami
hukum kausalitas di alam semesta, akan membantu manusia untuk dapat
melakukan rekayasa dalam kehidupan dan memanipulasi kondisi-kondisi buruk yang
dipredikasikan akan terjadi. Di dalam astrologi manusia dipandang memiliki
kehendak bebas dalam memanfaatkan berbagai energi di alam semesta ini dan
pastinya ada yang terkandung positif atau negatif.

Astronomi juga berbeda dengan astrologi dari segi konsepsi grand theory.
Teori astrologi bernuansa geosentrisme-anthromorfisme. Di sini bumi dipandang
sebagai pusat dari alam semesta, dan benda-benda langit yang mengitari bumi
masing-masing memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang hidup di
bumi. Teori itu dalam perkembangan selanjutnya disanggah oleh Coppernicus yang
mengetengahkan konsep bahwa bumilah yang sesungguhnya mengelilingi matahari
dan mataharilah yang menjadi pusat alam semesta. Teori Copernicus yang disebut
heliosentrisme mematahkan anggapan yang bertahan selama berabad-abad.
Inilah tonggak berdirinya ilmu astronomi yang kemudian disambut oleh
masyarakat sedunia. Meskipun sebenarnya teori geosentrisme masih ada dianut
oleh berbagai kalangan secara minoritas. Yang ingi penulis kemukakan di sini adalah
bahwa Ilmu astrologi memberikan sumbangsih yang besar kepada perkembangan
ilmu alam dan menginspirasi ilmuwan besar seperti Pythagoras, Plato, Aristotle,
Galen, Paracelsus, Girolamo Cardan, Nicholas Copernicus, sehingga pada gilirannya
melahirkan para astronom besar seperti Galileo Galilei, Tycho Brahe, Johannes
Kepler, Carl Jung dan lain sebagainya.
Dewasa ini astronomi berkembang menjadi cabang sains yang bukan
hanya mengkaji posisi dan pergerakan benda-benda langit, tetapi juga fisis dan
evolusinya. Perkembangannya demikian pesat yang menimbulkan lahirnya cabangcabang baru, misalnya astrofisika (menitikberatkan pada segi struktur dan
komposisi fisis, bukan lagi posisi dan pergerakan benda langit), kosmogoni
(menitikberatkan

pada

asal-usul

dan

evolusi

tata

surya),

kosmologi

(menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi alam semesta), dan yang baru adalah
bioastronomi (menitik beratkan kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi). Teoriteorinya senantiasa diperbarui bila ada bukti-bukti lain yang menyempurnakan atau
menggugurkan teori semula. Melalui astronomi, manusia mencoba mendeskripsikan
apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen
dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan diukur, yang bisa benar
bisa pula salah. Agama memperluas lagi spektrum makna alam semesta bagi
manusia tentang kehadiran benda-benda alam semesta
Dengan demikian astrologi dan astronomi merupakan sebuah rangkaian
perkembangan peradaban manusia yang perlu dilihat secara utuh, meskipun

keduanya kini telah bercerai disimpang jalan. Mempelajari astrologi dan pembacaan
horoskop tidaklah selalu merugikan dan harus dituding sebagai barang haram,
sebab di balik itu semua ilmu astrologi menyimpan rahasia-rahasia dunia yang tak
terjawab oleh astronomi, yang menanti untuk dikuak oleh manusia. Terlepas dari
benar tidaknya anggapan bahwa astrologi adalah mitos, namun manusia secara
nature tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari mitos. Sejarah membuktikan
betapa mitos diperlukan oleh manusia sebagai jawaban sementara sebelum sains.
Mitos pula yang menggugah rasa ingin tahu manusia dengan hasrat yang begitu
besar.
Ilmu Falak
Falak merupakan istilah arab ( )yang diserap dari bahasa Babilonia
yaitu fulukku yang berarti edar. Dalam berbagai literatur objek kajian falak
sebenarnya sama dengan objek kajian astronomi, yakni benda-benda langit,
termasuk dalam pembahasannya adalah keadaan benda langit, ukuran, jarak,
posisi, gerak edar dan berbagai efek yang diakibatkan dari pola hubungan antar
benda-benda langit tersebut, seperti gerhana. Dengan demikian menurut hemat
penulis kajian ilmu falak pada dasarnya amat luas, sehingga dapat disamakan
dengan kajian astronomi dan idealnya tidak perlu ada dikotomi antara astronomi
dan ilmu falak, hanya saja dewasa ini di dunia Islam terminologi ilmu falak
dipergunakan terbatas untuk keperluan ibadah seperti menentukan arah kiblat,
waktu salat, puasa dan hari raya. Mengacu pada kenyataan dan praktik yang
demikian maka dapat dimaknai bahwa falak merupakan astronomi spesifik dalam
ruang lingkup kajian yang lebih sempit.
Dewasa ini, ruang lingkup kajian falak yang sempit perlu dikembalikan
pada kedudukannya sebagai disiplin keilmuan yang sejajar dengan astronomi
dengan obyek kajian dan terminologi tidak terbatas seperti sekarang ini. Para
astronom muslim di masa lalu tidak membatasi ruang lingkup kajiannya pada bumi,
matahari dan bulan yang tujuannya untuk kepentingan ibadah semata, tetapi
mereka melakukan pengamatan dan penelitian benda-benda angkasa luar yang
lebih luas lagi, berkaitan juga dengan teori-teori eksak dan alat-alat teknologi ruang
angkasa. Salah seorang tokoh ilmu falak yang sangat berpengaruh di dunia Islam
adalah al-Khawarizmi dengan karyanya al-Mughtashar fi Hisab al-jabr Wa al-

muqabalah, sangat berpengaruh terhadap cendekiawan-cendikiawan Eropa. Buku


tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester pada tahun 1140
M dengan judul Algebras et almucabala. Kemudian pada tahun 1831 M, buku itu
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Federic Rasen.
Selain Khawarizmi, tokoh astronom muslim lainnya adalah Abu Raihan alBiruni, karyanya yang berjudul al-Qanun al-Masudi merupakan buku terlengkap
mengenai astronomi pada masanya, karena menerangkan gerak planet-planet di
angkasa raya. Karyanya yang lain berjudul al-Atsar al-Baqiyah, secara khusus
membahas tentang rotasi bumi (yang pada waktu itu masih diperdebatkan) dan
menetapkan dengan teliti garis-garis lintang dan garis bujur. Satu lagi tokoh yang
terkenal adalah al-Haitsam dengan julukan bapak optik, salah satu karyanya adalah
buku yang berjudul al-Muntakhab fi Ilal Ain, buku ini mengupas mengenai petunjuk
perawatan mata, selain itu banyak artikel-artikel yang mengenai matematika,
astronomi, fisika dan kedokteran.
Berdasarkan sumbangan ilmu pengetahuan para tokoh tersebut, sudah
semestinya ilmu falak sekarang tidak membatasi luang lingkupnya pada kajian
bumi, bulan dan matahari saja tetapi lebih diarahkan lagi kepada upaya
pengembangan lebih jauh untuk melakukan observasi dan usaha-usaha yang lebih
serius berkaitan dengan kajian ruang angkasa. Kajian falak harus sejajar dengan
astronomi dalam objek dan ruang lingkupnya. Falak hanyalah adalah pintu masuk
untuk memahami dimensi alam semesta yang lebih luas lagi.
SUMBER

http://gardabala.blogspot.co.id/2013/01/hubungan-antara-astronomi-

astrologi-dan.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.28, dan di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.29

SEJARAH PERADABAN DAN HUBUNGAN ASTRONOMI (ILMU FALAK) DENGAN


ASTROLOGI
Dimaklumi, lapangan pembahasan ilmu falak adalah langit dengan segala yang
berada didalam dan sekitarnya. Bangsa-bangsa kuno Babilonia, Mesir, Cina, India,
Persia, Yunani, dll. dimasanya masing-masing telah melakukan aktifitas Astronomi
(falak) dan Astrologi (nujum) secara bersamaan dengan model masing-masing.

Peradaban (bangsa) Sumeria yang telah muncul sekitar tahun 4500 SM diduga
sebagai cikal bakal lahirnya ilmu pengetahuan terkhusus kajian Astronomi-Astrologi
bagi peradaban sesudahnya. Peradaban Babilonia (Iraq Selatan) adalah lanjutan
peradaban Sumeria tersebut yang punya pengaruh yang sangat kuat. Orang-orang
Babilonia dikenal hobi dengan ilmu eksperimental, membuat peradaban ini
bertahan dan berkembang dalam sejarah. Sumbangsih besar, sekaligus masalah
besar Babilonia yang telah mengakar hingga saat ini adalah Astrologi. Astrologi lahir
sekitar 2000 tahun SM di Lembah Mesopotamia (diantara sungai Eufrat dan Tigris).
Dapat dibayangkan, langit yang begemerlapan oleh ribuan bintang-bintang dengan
ketiadaan lampu taman dan kota ketika itu, tentunya sangat inspiratif untuk para
Astrolog dan pendeta Babilonia, mereka mengamati dan memandang sekaligus
meramal kejadian dilangit, mereka beranggapan bahwa setiap gerak benda-benda
dilangit adalah pesan dari penguasa alam yang harus diterjemahkan. Ramalan yang
pada mulanya diperuntukkan untuk raja dan negara, tetapi juga merembes untuk
meramal kehidupan sehari-hari orang biasa. Kenapa demikian? Karena Astrologi
bicara tentang manusia sehari-hari dengan segala kemungkinan suka dan dukanya.
Namun, sejauh mana kita merelakan peruntungan pada benda-benda angkasa
tersebut?, atau, apakah Islam melegalisir aktifitas ini !
Astronomi dengan Astrologi sangatlah berbeda, meski kedua-duanya sama, sama
dalam menerjemahkan alam raya (langit), keduanya memang tidak lepas dari
pemaknaaan benda-benda langit. Astrologi mempelajari hubungan kedudukan rasi
bintang (zodiak), planet, matahari dan bulan terhadap karakter dan nasib
seseorang. Sementara Astronomi tidak hanya mempelajari planet, matahari, bulan,
bintang, tapi juga galaksi, black hole, pulsar, dan benda-benda angkasa lainnya.
Astronomi mempelajari alam secara fisika-matematika dan hukum-hukum alamnya.
Sehingga kesimpulannya bahwa benda-benda di atas sana adalah benda langit,
bukan dewa-dewi atau makhluk luar biasa.
Dimasa peradaban Babilonia, telah muncul tabel-tabel peredaran benda-benda
langit, penyiapan kalender pergantian musim dan perubahan wajah bulan,
pemetaaan langit, dan peramalan terjadinya Gerhana yang merupakan embrio
Astronomi modern. Sumbangsih penting lain dari peradaban ini adalah, bangsa
Babilonia menetapkan sebuah lingkaran menjadi 360 derajat, berdasarkan itu juga,
Babilonia menjadikan keadaan bumi (muhith al ardh/muhith al falak) 360 derajat.
Dan lagi, Babilonia telah menetapkan satu hari = 24 jam, satu jam = 60 menit dan
satu menit = 60 detik.
Sementara itu, peradaban Mesir kuno punya segudang talenta sejarah yang
panjang nan banyak memenuhi halaman buku-buku sejarah. Khusus dalam kaitan
kajian perbintangan, Mesir kuno memang tidak punya begitu banyak perhatian
terhadap observasi Gerhana dan gerakan bulan dan planet-planet lainnya, namun
peradaban Mesir kuno punya kepercayaan yang mengakar dalam penanggalan.

Melalui rutinitas banjir sungai Nil setiap tahun yang selalu bertepatan dengan
munculnya bintang Sirius (najm syi'ry yamany) dibagian timur pada malam bulan
musim panas sekitar tanggal 19 Tamuz / ( Juli) dan mulai bersinar diakhir bulan
Ab / ( Agustus). Karena munculnya bintang ini selalu bersamaan dengan
datangnya banjir sungai Nil setiap tahun, Mesir kuno menjadikan fenomena alam ini
sebagai dasar penanggalan yang terus digunakan hingga saat ini. Diperadaban ini
juga, Mesir kuno telah mengenal dan menciptakan jam matahari (mizwalah) yang
muncul lebih kurang tahun 1500 SM.
Peradaban China, tak kalah besar pengaruhya dengan peradaban lainnya,
diperadaban ini telah ada perhitungan gerak benda-benda angkasa seperti
menghitung terjadinya gerhana seperti dipelopori oleh Konfusius (w. abad V SM).
Dimasa ini telah ada pula sistem penanggalan dengan segala plus-minusnya,
diduga pula, bangsa China kuno telah dan pernah melakukan pengkajianperhitungan terhadap Nova dan Supernova. Astronom China silam, Shi Shen, konon
sudah berhasil menyususn katalog bintang-bintang yang sangat boleh jadi sebagai
katalog 'tertua' yang terdiri 800 entri pada tahun 350 SM.

Peradaban India dan Persia


Dua peradaban (bangsa) ini, adalah peradaban yang punya kedudukan istimewa.
Dari dua peradaban inilah -secara langsung- muncul dan lahirnya peradaban falak
Arab (Islam), disamping peradaban Yunani kuno yang telah mengakar. Peradaban
India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya terhadap Islam (Arab) dibanding
Persia. Bangasa India kuno, yang telah memulai peradabannya sedikitnya sejak
3000 tahun SM di lembah sungai Indus di Mahenjo-Daro atau Harappa punya
gambaran mitos menarik tentang jagad raya, mereka percaya bumi ini adalah datar
bersangga diatas punggung beberapa ekor gajah raksasa; gajah-gajah itu berdiri
diatas punggung seekor kura-kura maha besar. Langit tidak lain adalah seekor ular
kobra raksasa yang badannya melingkari bumi, pada malam hari sisik-sisik ular itu
mengkilat berkilauan sebagai bintang-bintang.
Buku Sind Hind / dari bahasa asli punya pengaruh besar dalam
perkembangan peradaban falak Arab Islam, dengan puncaknya pada Dinasti
Abbasiyah masa pemerintahan Al Manshur, diturunkan SK (baca: perintah) untuk
meringkas dan menerjemahkan buku ini kedalam bahasa Arab. Ibrahim al Fazzari
(w?) adalah orang yang menerima perintah untuk menerjemahkan buku ini,
sekaligus pula ia melahirkan buku penjelas "As Sanad Hind al Kabir", dan buku ini
terus bertahan hingga masa Al Makmun Dinasti Umawiyah. Perkembangan
berikutnya, bermunculan karya-karya falak Arab nan banyak lagi beragam dimasa
Dinasti Abbasiyah dan Umawiyah, namun kesemuanya senantiasa bernuansa gaya
falak ala-Sind Hind tersebut.

Peradaban Persia, berada pada urutan kedua setelah India dalam pengaruhnya
dalam Islam, peradaban ini juga mengambil (belajar) dari peradaban India
disamping peradaban lainnya. Namun demikian, pengaruh peradaban Persia
tetaplah signifikan, terbukti dipemerintahan Abbasiyah masa Al Manshur ia
mengumpulkan pembesar-pembesar ahli perbintangan Persia untuk berdiskusi
seperti Nubekht al Farisy (w.326 H), Umar bin al Farkhan (w. 200 H), Ibrahim al
Fazzary (w...?), dll.
Diantara istilah falak Persia yang terus dipakai dalam Islam hingga saat ini antara
lain; zayj (zig), awj (Aphelion), dll. Sementara buku-buku falak bahasa Persia yang
banyak mendapat perhatian Arab Islam antara lain; dan yang
merupakan ephemiris (Zig) yang cukup masyhur ketika itu. Berikutnya Al
Khawarizmi (w.232 H) juga membuat Zig-nya (Ta'adil al Kawakib) dalam corak
mazhab Persia, demikian lagi Abu Ma'syar al Falaky (w.272 H), dll. Buku-buku falak
Persia yang dinukil kedalam bahasa Arab antara lain buku " " yang
dinisbahkan pada , dan "Shuwar al Wujuh" karya .

Peradaban Yunani
Seperti disebut diatas, pengamatan fenomena jagad raya telah dilakukan sejak
dahulu kala oleh orang-orang peradaban Babilonia, Cina, Mesir kuno, dll. Namun
Astronomi sebagai ilmu pengetahuan baru berkembang pada peradaban Yunani
pada abad ke-6 SM. Adalah Thales diduga sebagai yang memelopori ilmu Astronomi
klasik di Yunani. Ia berpendapat bahwa Bumi merupakan sebuah dataran yang luas.
Di waktu yang sama, Phytagoras melontarkan pendapat yang berbeda dengan
Thales, menurut Phytagoras, bentuk bumi adalah bulat, meski belum didukung
banyak bukti.
Terobosan Astronomi lainnya dilakukan oleh Aristarchus (w.250 SM) di abad 3 SM.
Ia berpendapat, Bumi bukan pusat alam semesta. Ia mengungkap bahwa bumi
berputar dan beredar mengelilingi matahari (Heliosentris). Walaupun teori tersebut
akhirnya terbukti benar, tapi saat itu tidak banyak yang mendukungnya. Justeru
yang didukung adalah teori yang dilontarkan oleh Hiparchus ( tahun 190 125
SM.). Ia menyatakan bahwa Bumi itu diam, dan matahari, bulan, serta planet-planet
lain mengelilingi bumi (Geosentris). Sistem Geosentris ini disempurnakan sekaligus
populerkan lagi oleh Cladius Ptolomeus (w.160 M) dan lebih dikenal sebagai Sistem
Ptolomeus yang terekam dalam maha karyanya Almagest, yang menjadi buku
pedoman Astronomi hingga dimasa awal abad pertengahan selama berabad-abad.
Sekitar tiga belas abad kemudian, sistem Geosentris runtuh oleh Nicholas
Copernicus (w.1543 M) di tahun 1512. Ia menuturkan, planet dan bintang bergerak
mengelilingi matahari dengan orbit lingkaran (da'iry). Johanes Kepler (w.1630 M)
mendukung gagasan itu di tahun 1609 melalui teorinya bahwa matahari adalah
pusat tata surya, Kepler juga memperbaiki orbit planet menjadi bentuk elips (ihlijy)
yang dikenal dengan tiga hukum Kepler-nya. Di tahun yang sama, Galileo Galilei

(w.1642 M) menciptakan Teleskop monumental di dunia. Dari pengamatannya, ia


berkesimpulan bahwa bumi bukan pusat gerak. Penemuan Teleskop tersebut, selain
memperkuat konsep Heliosentris Copernicus, juga membuka lembaran baru dalam
perkembangan ilmu Astronomi.
Falak Pasca Jahiliyah (Era Islam)
Dalam Islam, pada awalnya Ilmu Falak juga tidak lebih hanya sebagai kajian
'nujumisme' (Astrologi). Hal ini terjadi antara lain dengan dua alasan; 1.) Kebisaan
hidup mereka dipadang pasir yang luas serta kecintaan mereka pada bintangbintang untuk mengetahui tempat terbit dan terbenamnya, mengetahui pergantian
musim, dll. 2.) Keterpengaruhan mereka terhadap kebiasaan bangsa-bangsa yang
berdekatan dengan mereka yang punya kebiasaan yang sama (Astrologi).
Datangnya Rasulullah S.a.w. beserta risalah-nya dengan membawa cahaya AlQuran, menjelaskan bahwa masa bagi Allah S.w.t. adalah sama, tidak ada bahagia
dan tidak ada celaka, bahagia dan celaka mutlak dalam kekuasaan Allah S.w.t.
Perkembangan berikutnya aktifitas falak terus berkembang dengan kontrol Al
Qur'an, hingga lahirlah banyak sarjana-sarjana falak berpengaruh dalam Islam.
Adalah Dinasti Abbasiyyah -tepatnya masa pemerintahan Ja'far al Mansur- berjasa
meletakkan Ilmu Falak pada posisi istimewa, setelah Ilmu Tauhid, Fikih, dan
Kedokteran. Ketika itu, Ilmu Falak -dikenal juga Astronomi- tidak hanya dipelajari
dan dilihat dalam perspektif keperluan praktis ibadah saja, namun lebih dari itu,
ilmu ini lebih dikembangkan sebagai pondasi dasar terhadap perkembangan science
lain seperti; ilmu pelayaran, pertanian, kemiliteran, pemetaan, dll. Tidak tanggungtanggung, Khalifah Al-Manshur membelanjakan dana negara cukup besar dalam
rangka mengembangkan kajian Ilmu Falak. Ilmu Falak-pun terus berkembang hingga
zaman pemerintahan Umawiyah, dengan puncak kecemerlangan perkembangannya
dipemerintahan Khalifah Al-Makmun. Kajian Astronomi dibuat secara sistematik dan
intensif yang melahirkan sarjana-sarjana Falak Islam semisal Al Battani (w.317 H), Al
Buzjani (w.387 H), Ibn Yunus (399 H), At Thusy (w.672 H), Biruny (w.442 H), dll. Di
era peradaban Arab-Islam inilah kajian falak mulai berkembang secara alamiah dan
ilmiah dengan berbagai pembenahan teori, terjemah, cetak ulang, perbaikan, dan
ta'lif dengan berbagai penambahan dan penemuan. Khusus dalam kepentingan
ibadah, Qudama' Arab telah melakukan perhitungan waktu-waktu shalat, arah
kiblat, rukyat hilal, perhitungan musim, dll.
Dimasa Al Makmun, mulai marak pula gerakan penerjemahan literatur-literatur
Falak asing kedalam bahasa Arab, seperti buku "Miftah an Nujum" yang dinisbahkan
pada Hermes Agung (Hermes al Hakim) dimasa Umawiyah, menyusul buku Sind
Hind tahun 154 H/ 771 M yang diterjemahkan oleh Ibrahim al Fazzary (w...?),
Almagest Ptolomaeus yang diterjemahkan oleh Yahya bin Khalid al Barmaky dan
disempurnakan oleh al Hajjaj bin Mutharr dan Tsabit bin Qurrah (w.288 H), dll.

Hal penting yang perlu dicatat -seperti ditegaskan diatas- , perkembangan


peradaban falak Arab-Islam memang tidak bisa dilepaskan dari peradaban
sebelumnya, dalam bahasa yang agak 'ekstrim', Arab memang berhutang terhadap
peradaban sebelumnya. Namun terdapat beberapa keistimewaan dibalik
keberhutangan tersebut, antara lain sbb.;
1.] Meski Arab menukil dari peradaban sebelumnya, namun senantiasa disertai
dengan koreksi (tashih al akhtha'), penjelasan ulang teori (syarh), penambahan
informasi, yang berikutnya membuat karya-karya (ta'alif ) tersendiri yang punya ciri
dan keunggulan.
2.] Peradaban falak Arab-Islam tidak hanya terhenti dalam sebatas tinjauan teoritis
saja (dirasat nazhariyyah), namun mempolanya dalam bentuk ilmu-ilmu pasti
seperti mate-matika, fisika, kimia, dll., hal ini paling tidak dapat dilihat dari karyakarya (alat-alat) observasi yang ada.
3.] Dalam hal perbintangan (Astrologi), Arab-Islam memang tidak mampu
menghapus habis tradisi ini, bahkan praktek ini tetap ada dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari hingga saat ini. Alasannya -seperti disebutkan diatas-,
Astrologi bicara tentang diri seseorang dengan segala kemungkinan suka dan
dukanya. Wallah a'lam.

Rekonstruksi Fakta
Setiap kali bicara tentang orbit benda-benda langit, kita pasti akan bersentuhan
dengan hukum Kepler. Hukum ini digagas oleh Johannes Kepler pada awal abad ke15 M. Kepler mendasarkan hukumnya berdasarkan data yang dikumpulkan oleh
Astronom Denmark, Tycho Brahe. Hukum ini memang telah diakui sebagai terbenar
dalam abad ini. Hukum Kepler terdiri dari tiga postulat yang menjelaskan tentang
orbit planet. Secara singkat, Hukum Kepler pertama menjelaskan bahwa planetplanet mengorbit (mengelilingi) matahari dengan lintasan berbentuk elips (ihlijy)
dengan Matahari pada salah satu fokusnya. Hukum kedua Kepler menjelaskan
tentang pergerakan planet. Dalam satu rentang waktu yang sama, planet bergerak
menyapu daerah yang sama panjangnya. Karena orbit planet berbentuk elips, maka
konsekuensinya makin dekat jarak planet ke Matahari, makin cepat pula gerak
orbitnya. Terakhir, hukum ketiga Kepler menyatakan bahwa kuadrat dari periode
planet (waktu yang diperlukan untuk menempuh satu orbit) adalah sebanding
dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet itu dari matahari. Pernyataan ini
dituangkan dalam persamaan matematis: P2 = a3, dimana P adalah periode planet
mengelilingi Matahari (dihitung dalam tahun) dan a adalah jarak planet ke Matahari
(dalam Satuan Astronomi). Konsekuensi dari hukum ini adalah semakin jauh jarak
planet, makin lambat pula pergerakannya.
Terhadap tiga hukum Kepler diatas, Prof.Dr.Muhammad Shalih an-Nawawy (Guru
Besar Falak Universitas Kairo) menyatakan (menulis) dalam makalahnya berjudul

"Ibn Syathir wa Nashiruddin at Thusy wa Dawa'ir al Aflak" yang dipresentasikan


pada seminar internasional sejarah ilmu pengetahuan tanggal 28-30 September
2004 M di Perpustakaan Iskandariah-Mesir, ia mengungkap, bahwa teori tersebut
pada dasarnya telah dikemukakan atau setidak-tidaknya disinggung oleh Ibn Syathir
(w.777 H) diabad 8 H melalui karyanya "Kitab Ta'liq al Arshad" dan "Nihayat al
Ghayat fi [l] a'mal al Falakiyyat". Lebih lanjut, melalui diskusi (bincang-bincang)
penulis dengan Dr.Muhammad Abdul Wahab Jalal (mantan Guru Besar falakriyadhiyyat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan (History Science) Universitas Perancis)
menyatakan; Nicholas Copernicus dalam teori "bulat bumi"-nya, ternyata komposisi
jadwal Astronomi yang ia buat sama persis seperti teori (jadwal) yang dibuat Ibn
Syathir dalam jadwal (Zig)-nya. Wallah a'lam
Defenisi & Terminologi Falak
25 Februari 2009 8:44
Ilmu Falak (Astronomi) adalah Ilmu yang mempelajari tentang tata lintas bendabenda angkasa (terutama bulan, bumi dan matahari) secara sistematis dan ilmiah,
demi kepentingan manusia. Ilmu ini terhitung sebagai cabang ilmu pengetahuan
tertua, sebab ilmu ini ada semenjak jagad raya ini terbentuk. Kata 'falak' pluralnya
'aflak' bermakna orbit edarnya benda-benda angkasa (al madar yasbah fihi al jirm
as samawy). Ibn Khaldun (w.808 H) mendefenisikan ilmu ini sebagai ilmu yang
membahas tentang pergerakan bintang-bintang (planet-planet) yang tetap,
bergerak dan gumpalan-gumpalan awan yang beterbangan.
HUBUNGAN ILMU FALAK DAN ASTROLOGI
Penamaan Ilmu Falak sangat beragam dalam khazanah turats sebelum dan sesudah
Islam seiring dengan kadar kemampuan manusia dalam menerjemahkan fenomena
angkasa raya. Dalam Islam, peran bangsa Yunani (Greek) agaknya tidak bisa
dilepaskan, justeru istilah Astronomi yang telah mengakar tersebut berasal dari
bahasa ini. Astro berarti Bintang, dan Nomia berarti Ilmu.
Secara alami, ilmu ini terus berkembang seiring perkembangan nalar manusia,
sehingga membawa konsekuensi kepada berubahnya penamaan ilmu ini kepada
berbagai macam penamaan meski obyeknya tetap sama. Diantara beragam
penamaan tersebut yang banyak menghiasi buku-buku klasik antara lain; 'Ilm an
Nujum, 'Ilm Hay'ah, 'Ilm Hay'ah al Aflak, 'Ilm Hay'ah al 'Alam, 'Ilm al Aflak, 'Ilm
Shina'ah an Nujum, 'Ilm at Tanjim, 'Ilm Shina'ah at Tanjim, 'Ilm Ahkam an Nujum, dll.

Di abad pertengahan ( abad IX H) ilmu ini lebih dikenal dengan nama 'ilm al
hay'ah atau 'ilm al hay'ah al aflak. Sementara itu penggunaan kata 'ilm al falak
tidak begitu masyhur, pula tidak banyak beredar, meski kata ini tetap ada
menghiasi buku-buku klasik dengan maksud dan tujuan yang sama. Antara lain, Ibn
an-Nadim (w.388 H) dalam Al Fihrist-nya, ketika menjelaskan biografi Ya'qub bin
Thariq menyebut kata ini (baca: falak/ilmu falak) sebagai cabang ilmu yang
dimaksud. Kata 'falak', dengan makna 'edar' sebagai dimaksud dalam disiplin 'Ilmu

Falak' banyak tertera dalam Al Qur'an, antara lain QS.Yasin ayat 40:

Carlo Nillino, Guru Besar Ilmu Falak Universitas Fu'ad Awwal (Jami'ah al Misriyyah)
sekarang Jami'ah al Qahirah dan Universitas Pallermo Italia menyatakan; kata falak
yang banyak beredar dalam Al Qur'an bukan berasal dari bahasa Arab, akan tetapi
teradopsi dari bahasa Babilonia yaitu 'Pulukku' yang berarti 'edar'. Wallah a'lam
Perkembangan selanjutnya, ilmu falak terus berkembang dengan berbagai elaborasi
dan akselerasi ilmiah hingga akhirnya ilmu ini dengan khas nama 'Ilmu Falak'
mengakar diperadaban Islam sampai detik ini. Terlihat, diperguruan-perguruan
tinggi, instansi-instansi pemerintah, organisasi keislaman muncul kajian-kajian dan
mata kuliah Ilmu Falak dalam teori dan praktek. Secara lebih khusus, Ilmu Falak
berperan secara detil dalam kepentingan umat Islam dalam empat hal, yaitu: [1].
Menentukan awal bulan Qamariyah, [2]. Menentukan jadwal shalat, [3]. Menentukan
bayang (arah) kiblat, [4]. Menentukan kapan dan dimana terjadinya gerhana.
Astronomi, falak dan astrologi merupakan istilah yang memiliki kedekatan
dari aspek objek kajian, yakni mengkaji masalah yang berhubungan dengan benda
langit meskipun terdapat perbedaan dalam orientasi, tujuan dan ruang lingkup
kajiannya. Tulisan ini lebih lanjut akan menyoroti perbedaan dan hubungan
ketiganya.
Astronomi adalah studi ilmiah terhadap benda-benda langit seperti
bintang-bintang, bulan, planet, galaksi, materi gelap dan lain-lain yang dilakukan
menggunakan metode scientific. Objeknya adalah fisik benda langit, proses
terjadinya suatu benda langit, gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya. Basis ilmu yang mendukung studi astronomi antara lain matematika,
fisika dan kimia. Di era modern ini astronomi didukung oleh berbagai sarana
pengamatan seperti teleskop (optik dan radio) dan pesawat antariksa.
Berbeda dengan astronomi, astrologi memiliki keunikan tersendiri, yang
karena keunikannya disiplin ini sering mendapatkan sorotan tajam dari dunia sains.
Secara umum, astrologi adalah bahasa, seni dan ilmu pengetahuan yang
mempelajari keterkaitan antara siklus benda-benda langit dan kehidupan manusia
di muka bumi. Inti astrologi adalah berawal dari wawasan kosmologi manusia yang
memandang adanya pengaruh peredaran benda langit terhadap kehidupan manusia

di bumi. Pada tahapan ini wawasan kosmologi manusia masih diselimuti kabut
mitos.
Mitos kosmologi ini telah berjasa membangkitkan perhatian yang besar
manusia di masa lalu terhadap alam semesta khususnya benda-benda langit yang
diyakini memberi pengaruh pada kehidupan manusia. Dari sini pengamatan secara
terstruktur terus dilakukan hingga ribuan tahun. Hasil pengamatan astrologi ini
pada gilirannya berhasil memetakan benda-benda langit yang dengan sentuhan
metode dan pendekatan baru akhirnya melahirkan disiplin astronomi. Dengan
demikian astrologi telah berjasa besar dalam meletakan fondasi astronomi.
Landasan astrologi sama seperti astronomi yang juga didasarkan pada
observasi atau pengamatan. Itulah sebabnya astrologi di kalangan pendukungnya
dinyatakan sesuatu yang memiliki landasan ilmiah yang sama dengan sains.
Astrologi tidak ada hubungannya dengan dunia klenik dan mistik, sehingga
seseorang yang berniat untuk mempelajari astrologi tidak perlu mempunyai indra
keenam dan kekuatan ghoib seperti yang orang sebut kekuatan supranatural.
Di masyarakat luas, pandangan tentang astrologi umumnya selalu
dikaitkan dengan ramalan, namun para astrolog sendiri lebih suka menyebutnya
sebagai perkiraan atau prediksi. Sebagaimana ilmuwan memprediksikan cuaca atau
seorang pialang saham memperkirakan nilai saham, demikian pula para astrolog
berupaya memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang bakal terjadi di masa
mendatang.

Bedanya

hanya

basis

data

yang

dipergunakan.

Ilmuwan

mempergunakan data-data iklim suatu negara sebagai tolok ukurnya, pialang


saham memanfaatkan data-data fluktuasi harga saham dimasa lampau, sedangkan
para

astrolog

menggunakan

letak

benda-benda

langit

sebagai

acuan

penelaahannya.
Astrologi itu sebenarnya tidak

berhubungan

dengan

dunia mistik.

Pembuatan peta langit astrologis tidak didasari oleh ilmu ghaib, tetapi melalui
serangkaian perhitungan matematis dan astronomis yang rumit. Para astrolog
semenjak zaman ribuan tahun yang lampau telah melakukan pengamatan terhadap
posisi relatif benda-benda langit satu sama lain.

Astrologi bukanlah sains murni, tetapi ia merupakan perpaduan antara


ilmu pengetahuan, seni dan filosofi. Astrologi ini mempelajari tentang pengaruh
sitem tata surya pada beragam bentuk kehidupan dan efeknya pada manusia dan
yang berkaitan dengan bumi. Astrologi juga memberikan panduan pada semua
aspek

kehidupan,

harmonisasi

pikiran,

tubuh,

jiwa.

Astrologi

memudahkan

seseorang untuk memprediksi masa depan. Prediksi ini berdasarkan pengamatan,


persepsi, perhitungan dan serangkaian uji coba. Karena sifatnya yang hanya
prediksi, analisis dengan astrologi mungkin saja meleset, hal itu disadari karena
alam memiliki keragaman hukum kausalitas yang saling bertautan dan rumit.
Semakin banyak kemampuan manusia untuk mengidentifikasi dan memahami
hukum kausalitas di alam semesta, akan membantu manusia untuk dapat
melakukan rekayasa dalam kehidupan dan memanipulasi kondisi-kondisi buruk yang
dipredikasikan akan terjadi. Di dalam astrologi manusia dipandang memiliki
kehendak bebas dalam memanfaatkan berbagai energi di alam semesta ini dan
pastinya ada yang terkandung positif atau negatif.
Astronomi juga berbeda dengan astrologi dari segi konsepsi grand theory.
Teori astrologi bernuansa geosentrisme-anthromorfisme. Di sini bumi dipandang
sebagai pusat dari alam semesta, dan benda-benda langit yang mengitari bumi
masing-masing memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang hidup di
bumi. Teori itu dalam perkembangan selanjutnya disanggah oleh Coppernicus yang
mengetengahkan konsep bahwa bumilah yang sesungguhnya mengelilingi matahari
dan mataharilah yang menjadi pusat alam semesta. Teori Copernicus yang disebut
heliosentrisme mematahkan anggapan yang bertahan selama berabad-abad.
Inilah tonggak berdirinya ilmu astronomi yang kemudian disambut oleh
masyarakat sedunia. Meskipun sebenarnya teori geosentrisme masih ada dianut
oleh berbagai kalangan secara minoritas. Yang ingi penulis kemukakan di sini adalah
bahwa Ilmu astrologi memberikan sumbangsih yang besar kepada perkembangan
ilmu alam dan menginspirasi ilmuwan besar seperti Pythagoras, Plato, Aristotle,
Galen, Paracelsus, Girolamo Cardan, Nicholas Copernicus, sehingga pada gilirannya
melahirkan para astronom besar seperti Galileo Galilei, Tycho Brahe, Johannes
Kepler, Carl Jung dan lain sebagainya.

Dewasa ini astronomi berkembang menjadi cabang sains yang bukan


hanya mengkaji posisi dan pergerakan benda-benda langit, tetapi juga fisis dan
evolusinya. Perkembangannya demikian pesat yang menimbulkan lahirnya cabangcabang baru, misalnya astrofisika (menitikberatkan pada segi struktur dan
komposisi fisis, bukan lagi posisi dan pergerakan benda langit), kosmogoni
(menitikberatkan

pada

asal-usul

dan

evolusi

tata

surya),

kosmologi

(menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi alam semesta), dan yang baru adalah
bioastronomi (menitik beratkan kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi). Teoriteorinya senantiasa diperbarui bila ada bukti-bukti lain yang menyempurnakan atau
menggugurkan teori semula. Melalui astronomi, manusia mencoba mendeskripsikan
apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen
dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan diukur, yang bisa benar
bisa pula salah. Agama memperluas lagi spektrum makna alam semesta bagi
manusia tentang kehadiran benda-benda alam semesta
Dengan demikian astrologi dan astronomi merupakan sebuah rangkaian
perkembangan peradaban manusia yang perlu dilihat secara utuh, meskipun
keduanya kini telah bercerai disimpang jalan. Mempelajari astrologi dan pembacaan
horoskop tidaklah selalu merugikan dan harus dituding sebagai barang haram,
sebab di balik itu semua ilmu astrologi menyimpan rahasia-rahasia dunia yang tak
terjawab oleh astronomi, yang menanti untuk dikuak oleh manusia. Terlepas dari
benar tidaknya anggapan bahwa astrologi adalah mitos, namun manusia secara
nature tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari mitos. Sejarah membuktikan
betapa mitos diperlukan oleh manusia sebagai jawaban sementara sebelum sains.
Mitos pula yang menggugah rasa ingin tahu manusia dengan hasrat yang begitu
besar.
Ilmu Falak
Falak merupakan istilah arab ( )yang diserap dari bahasa Babilonia
yaitu fulukku yang berarti edar. Dalam berbagai literatur objek kajian falak
sebenarnya sama dengan objek kajian astronomi, yakni benda-benda langit,
termasuk dalam pembahasannya adalah keadaan benda langit, ukuran, jarak,
posisi, gerak edar dan berbagai efek yang diakibatkan dari pola hubungan antar
benda-benda langit tersebut, seperti gerhana. Dengan demikian menurut hemat

penulis kajian ilmu falak pada dasarnya amat luas, sehingga dapat disamakan
dengan kajian astronomi dan idealnya tidak perlu ada dikotomi antara astronomi
dan ilmu falak, hanya saja dewasa ini di dunia Islam terminologi ilmu falak
dipergunakan terbatas untuk keperluan ibadah seperti menentukan arah kiblat,
waktu salat, puasa dan hari raya. Mengacu pada kenyataan dan praktik yang
demikian maka dapat dimaknai bahwa falak merupakan astronomi spesifik dalam
ruang lingkup kajian yang lebih sempit.
Dewasa ini, ruang lingkup kajian falak yang sempit perlu dikembalikan
pada kedudukannya sebagai disiplin keilmuan yang sejajar dengan astronomi
dengan obyek kajian dan terminologi tidak terbatas seperti sekarang ini. Para
astronom muslim di masa lalu tidak membatasi ruang lingkup kajiannya pada bumi,
matahari dan bulan yang tujuannya untuk kepentingan ibadah semata, tetapi
mereka melakukan pengamatan dan penelitian benda-benda angkasa luar yang
lebih luas lagi, berkaitan juga dengan teori-teori eksak dan alat-alat teknologi ruang
angkasa. Salah seorang tokoh ilmu falak yang sangat berpengaruh di dunia Islam
adalah al-Khawarizmi dengan karyanya al-Mughtashar fi Hisab al-jabr Wa almuqabalah, sangat berpengaruh terhadap cendekiawan-cendikiawan Eropa. Buku
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester pada tahun 1140
M dengan judul Algebras et almucabala. Kemudian pada tahun 1831 M, buku itu
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Federic Rasen.
Selain Khawarizmi, tokoh astronom muslim lainnya adalah Abu Raihan alBiruni, karyanya yang berjudul al-Qanun al-Masudi merupakan buku terlengkap
mengenai astronomi pada masanya, karena menerangkan gerak planet-planet di
angkasa raya. Karyanya yang lain berjudul al-Atsar al-Baqiyah, secara khusus
membahas tentang rotasi bumi (yang pada waktu itu masih diperdebatkan) dan
menetapkan dengan teliti garis-garis lintang dan garis bujur. Satu lagi tokoh yang
terkenal adalah al-Haitsam dengan julukan bapak optik, salah satu karyanya adalah
buku yang berjudul al-Muntakhab fi Ilal Ain, buku ini mengupas mengenai petunjuk
perawatan mata, selain itu banyak artikel-artikel yang mengenai matematika,
astronomi, fisika dan kedokteran.
Berdasarkan sumbangan ilmu pengetahuan para tokoh tersebut, sudah semestinya
ilmu falak sekarang tidak membatasi luang lingkupnya pada kajian bumi, bulan dan
matahari saja tetapi lebih diarahkan lagi kepada upaya pengembangan lebih jauh

untuk melakukan observasi dan usaha-usaha yang lebih serius berkaitan dengan
kajian ruang angkasa. Kajian falak harus sejajar dengan astronomi dalam objek dan
ruang lingkupnya. Falak hanyalah adalah pintu masuk untuk memahami dimensi
alam semesta yang lebih luas lagi.
SUMBER : http://rosanakmakassar.blogspot.co.id/2010/12/sejarah-peradaban-danhubungan.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.32, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.32

Inilah Beberapa Ayat Suci Al'quran Yang Membahas


Tentang Astronomi
Astronesia-Al-Qurn (Alquran, Arab: )adalah kitab suci agama Islam. Umat
Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang
diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat
Jibril.
Dan berikut beberapa ayat suci Al'quran yang membahas tentang astronomi :
1. Peristiwa Big-Bang


Artinya :
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman? (Surat Al-Anbiy ayat 30)

2. Garis Edar Planet Dan Benda-benda Angkasa


Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa
masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.

Artinya :
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masingmasing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Surat Al-Anbiy ayat
30)


Artinya : "Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (QS Yasin : 38)

Artinya : "Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (QS Adz-Dzariat : 7)
3. Penciptaan Alam Semesta

Artinya :
Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala
sesuatu. (Surat Al-An'am ayat 101)

4. Bentuk Bumi Yang Bulat



Artinya :

Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan
malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari
dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Az-Zumar ayat 5)

5.Alam Semesta Mengambang



Artinya :
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan.
Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan
(makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini
pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.(QS: Ar-Ra'd Ayat: 2)

6. Bahayanya Meteor Dan Asteroid



Artinya :
Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa
Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui
bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?(Surat Al Mulk ayat 17)

7. Gugus Bintang Dan Galaksi-galaksi


Artinya
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit)

dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang(nya). (Qs.
Al Hijr : 16)


Artinya :
Demi langit yang mempunyai gugusan bintang (Qs. Al Buruuj ayat 1)
Maha suci Allah Yang menguasai langit dan Bumi
SUMBER : http://astronesia.blogspot.co.id/2013/07/inilah-beberapa-ayat-sucialquran-yang.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.35, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.36

Astronomi islam
Pada masa sebelum Islam, orang-orang arab jahiliah telah memiliki pengetahuan pengetahuan dasar
tentang ilmu astronomi. Namun pengetahuan yang mereka miliki belum berbentuk rumusan-rumusan
ilmiah sehingga tidak pantas untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu astronomi dalam islam dapat
dikatakan muncul dengan gemilang pada masa pemerintahan Khalifah Abbasiah. Hal itu terjadi berkat
hubungan mereka dengan berbagai macam kebudayaan dunia yang mereka salin dari kitab-kitab klasik
karangan orang-orang India dan orang-orang Yunani.
Besarnya perhatian orang-orang arab terhadap ilmu astronomi didorong oleh kebutuhan mereka
terhadap air hujan. Sebagai bangsa pengembala mereka membutuhkan rumput yang segar. Maka untuk
mengetahui di mana letak tanah yang telah dituruni hujan, mereka mencatat perputaran musim. Ahmad
Ali al Ma'la mengatakan di dalam bukunya Atsarul Ulamail Muslimin Fil Hadlarah Al Auribuah, Orangorang senang menyaksikan keindahan bintang gemintang. Dia menyaksikan geraknya kemudian meneliti
pertambahan dan kurangnya bulan hari demi hari. Selanjutnya bulan demi bulan dia menyaksikan
miringnya matahari. Maka mereka pun membuat petunjuk-petunjuk dari matahari, bulan, dan bintang,
untuk menghitung hari dan bulan, musim dan tahun, tanda-tanda waktu mengembara berpindah dari
satu tempat ke tempat yang lain.
Para ilmuan muslim mulai terjun ke dalam penelitian astronomis semenjak turunnya ayat suci al-Quran
surat Yasin/36 ayat 38-40 dan surat Yunus/10 ayat 5 sebagai berikut.
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa Lagi Maha
Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah ia sampai ke
manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari

mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada
garis edarnya (falak). (QS. Yasin/36: 38-40).
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilahmanzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus/10: 5).

Hisab
Secara harfiyah bermakna 'perhitungan'. Hisab adalah melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi
bulan secara matematis dan astronomis dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriah.
Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan di mana hilal (bulan sabit pertama setelah
bulan baru) dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Pentingnya penentuan posisi matahari karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi
matahari sebagai patokannya. Sedangkan penentuan posisi bulan untuk mengetahui terjadinya hilal
sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam Kalender Hijriyah. Ini penting terutama untuk
menentukan awal Ramadhan saat orang mulai berpuasa, awal Syawwal saat orang mangakhiri puasa dan
merayakan Idul Fithri, serta awal Dzul-Hijjah saat orang akan wukuf haji di Arafah (9 Dzul-Hijjah) dan
ber-Idul Adha (10 Dzul-Hijjah).
Dalam al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Tuhan memang sengaja menjadikan matahari
dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya.
Juga dalam surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa matahari dan bulan beredar menurut
perhitungan.
"Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan." (QS. Ar-Rahman/55: 5)
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda astronomis (khususnya
matahari dan bulan) maka umat Islam sudah sejak awal mula muncul peradaban Islam menaruh
perhatian besar terhadap ilmu astronomi (disebut Ilmu Falak).

Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak
pertama kali setelah terjadinya ijtimak (bulan baru). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau
dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu
setempat telah memasuki bulan (kalender) baru hijriah. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau
gagal terlihat), maka bulan (kalender) digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Kriteria ini berpegangan
pada Hadits Nabi Muhammad SAW :
Berpuasalah kamu sekalian jika melihat hilal dan berbukalah kamu jika melihat hilal. Jika terhalang
maka sempurnakanlah bilangan bulan syaban menjadi 30 hari (istikmal)." (HR. Imam Bukhori Muslim,
dari Sahabat Abu Hurairah).

Hisab Rukyat Lajnah Falakiyah Al-Husiniyah


Sampai saat ini tim hisab lajnah sudah berhasil menerapkan dua belas metode sebagai rujukan hisab,
antara lain; Sullamun Nayyiroin, Fathur Rouf Al Mannan, Syamsul Hilal, Ittifaq Dzatil Bain, Irsyadul
Murid, Khulasotul Wafiyah, Badiatul Mitsal, Nurul Anwar, New Comb, Jean Meeus, Almanak Nautika,
dan Ephemeris Hisab Rukyat. Tim Hisab Lajnah terus berusaha mempelajari metode-metode lainnya
untuk menambah rujukan terutama dalam melaksanakan rukyatul hilal.
Untuk dapat melaksanakan Rukyatul Hilal, hasil hisab harus Imkanurrukyah (kepastian bahwa bulan
sudah dapat dilihat sesuai dengan ketinggiannya) dengan data ketinggian bulan minimal 2 derajat untuk
metode Sullamun Nayyiroin dan kedudukan hilal (utara atau selatan matahari) yang disebut dengan Fii
'Ilmillah. Rukyatul hilal ini dilakukan setelah waktu maghrib tiba, sejak matahari terbenam sampai
sepuluh menit ke depan.

Tim Rukyat Lajnah Falakiyah Al-Husiniyah melakukan cara yang agak berbeda dan kemungkinan besar
tidak dilakukan oleh Lajnah Falakiyah yang lain. Secara rutinitas bulanan, tim rukyat juga selalu
memperhatikan kedudukan bulan pada tanggal 25 dan seterusnya sampai akhir tanggal pada waktu pagi
hari atau setelah sholat subuh, karena menurut pengalaman, munculnya hilal/ bulan baru tidak akan
berbeda kedudukannya pada akhir bulan.
Rukyatul hilal adalah proses perpaduan antara kemampuan manusia dengan kekuasaan Allah SWT,
walau hilal setinggi berapa derajat pun ketika Allah tidak memperkenankan kita untuk melihat hilal,
maka mustahil hilal dapat dilihat. Kita pun tetap akan kesulitan melihat hilal walaupun dibantu dengan
alat teknologi canggih, sementara mata kita tidak awas. Apalagi ilmu falak, hisab, dan rukyat-nya belum
paham. Intinya, mata dan ilmu adalah modal utama.
Kemampuan teleskop/ teropong hanya dapat menjangkau sekitar satu bulatan bulan dan ketinggian hilal
minimal 4 derajat. Berbeda dengan menggunakan mata telanjang, yang penting kita set patok kita
berdasarkan perhitungan, lalu pantau hilal dengan mata awas. Kemungkinan besar rukyatul hilal akan
berhasil. Untuk itu, walaupun sudah ada teknologi canggih seperti teropong, perlu dilestarikan metode
rukyat secara tradisional. Semua metode hisab adalah buatan manusia yang berupa data perkiraan hasil
penelitian manusia, jadi semua hasil hisab hanyalah sebuah patokan dalam melakukan rukyatul hilal.
Apalagi dengan menggunakan teleskop yang hanya menjangkau sekitar satu bulatan bulan dan
berkemampuan meneropong hilal di atas 3 derajat, kemungkinan berhasilnya me-rukyat dengan
teropong lebih kecil daripada dengan mata telanjang.
SUMBER : http://hanyakawan.blogspot.com/2011/11/astronomi-islam.html

Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 21.35, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 21.38

Kerukunan Agama dan Astronomi


Pekan lalu terjadi fenomena menarik di ruang angkasa yang disebut Malam Langit Gelap.
Dimana tepat Sabtu (8/8), terjadi malam tanpa bulan, atau kelangkaan langit malam yang gelap
(dark sky). Hanya sayang akibat polusi cahaya bumi, keindahan galaksi Milky Way atau Bima
Sakti kurang dapat dinikmati warga perkotaan.
Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin,
saat dark sky planet merah Mars dan planet bercincin Saturnus bersanding dengan bintang
raksasa merah Antares (Suara Merdeka, 6/8).
Hanya saja keindahan dan keagungan Sang Maha Pencipta kurang diapresiasi masyarakat luas.
Padahal pembelajaran ruang angkasa atau dikenal sebagai ilmu Astronomi bisa menjadi sarana
dan prasarana kerukunan agama. Bagaimana Astronomi bisa menjadi perekat kerukunan anak
bangsa?
Praktik kerukunan agama di daerah tidak bisa lepas dari peran tim ahli Badan Hisab Rukyat
(BHR) Kementerian Agama setempat, disokong pondok pesantren berbasis Nahdlatul Ulama

(NU). Maklum mereka sudah terbiasa menggunakan teropong bintang dan memiliki alat canggih
tersebut yang berharga ratusan juta rupiah..
Di bawah bimbingan tim ahli BHR dan pondok pesantren NU, umat lintas agama dilatih melihat
keindahan jagad raya misalkan dilibatkan penentuan hilal. Dari interaksi ini diharapkan muncul
pemahaman ada peristiwa penting di luar keyakinan umat lain. Dari kerjasama ini diharapkan
muncul benih-benih pemahaman antarpemeluk agama lain.
Praktek kerukunan agama melalui astronomi bisa dijadikan model pembinaan untuk
meningkatkan semangat pluralisme. Perekatan hubungan antarpribadi mudah dikembangkan
melalui pendekatan dan sentuhan hubungan melalui sebuah media tertentu terutama ilmu
pengetahuan.
Meski sama-sama mengakui keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa, seringkali kekakuan dan ego
individu mengalahkan hubungan umat beragama. Dibutuhkan kearifan dan kebijakan semua
pihak supaya kerukunan umat beragama selalu terpelihara di bumi Pancasila ini.
Sebagai contoh nyata beberapa tahun silam kecintaan olahraga tenis bisa meruntuhkan sekatsekat permusuhan antarnegara. Siapa yang tidak kenal pasangan ganda putra Aisam-Ul-Haq
Qureshi dan Rohan Bopanna, satu orang Pakistan dan satunya warga India. Mereka tidak pernah
berpikir negara-negara yang mereka wakili selalu bermusuhan sampai sekarang. Keduanya selalu
berusaha menjauhkan politik dari dunia tenis yang mereka cintai.
Kerukunan antarumat beragama melalui pendekatan ilmu pengetahuan seperti Astronomi
memberi sejumlah manfaat khususnya para pelajar. Pertama sebagai pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang tengah gencar digalakkan pemerintah. Maklum selama
ini ilmu perbintangan hanya selintas dipelajari di mata pelajaran IPS dan IPA terpadu.
Manfaat kedua, lebih mengoptimalkan fungsi dan kegunaan peralatan astronomi yang harganya
bisa mencapai ratusan juta rupiah. Selama ini peralatan yang mahal harganya ini hanya dipunyai
instansi resmi pemerintah seperti Badan Hisab Rukyat Kabupaten atau Provinsi serta pondok
pesantren yang mengembangkan ilmu falak.
Serta manfaat ketiga, meningkatkan kecintaan Astronomi di kalangan masyarakat luas terutama
pelajar sekolah. Astronomi sebagai ilmu pengetahuan kuno hanya terbatas ditindaklanjuti dan
dipelajari mendalam kalangan tertentu saja utamanya terkait masalah keagamaan seperti melihat
peristiwa hilal untuk menentukan jatuhnya 1 Ramadhan dan Idul Fitri.
Untuk mengoptimalkan kerukunan agama di kalangan pelajar perlu dibentuk klub Astronomi
tingkat kabupaten. Motor penggerak klub ini adalah pondok pesantren pengembang ilmu falak

dan tim ahli Badan Hisab Rukyat karena merekalah yang punya perlengkapan astronomi canggih
dan mahal harganya.
Tinggal bagaimana mengemas kerja sama Astronomi ini menjadi lebih menarik dan bermanfaat
bagi semua pihak. Bagaimanapun ilmu pengetahuan-termasuk Astronomi-menjadi milik
bersama.
Bagaimanapun Astronomi sudah muncul ribuan tahun silam dan menjadi pegangan bersama
umat manusia. Keragaman dan perbedaan keyakinan seyogyanga menguat iman mereka terhadap
Sang Khalik. Keragaman bukan untuk dipertentangkan namun dijadikan acuan bersama menuju
ke arah kehidupan lebih baik. Siapa yang mau jadi motor penggerak kerukunan agama melalui
Astronomi? (*)

SUMBER : http://www.koranmuria.com/2016/08/15/43235/kerukunan-agama-danastronomi.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 22.18, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 22.19

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ASTRONOMI DALAM ISLAM


Astronomi ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda
langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi)
serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi
latar belakang kosmik). Ilmu ini secara pokok mempelajari pelbagai sisi dari bendabenda langit,seperti asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, gerak dan bagaimana
pengetahuan akan benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan
perkembangan alam semesta.
Astronomi adalah sebagai salah satu ilmu yang tertua, sebagaimana diketahui
dari artifak-artifak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya
monumen-monumen dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari
Britania. Orang-orang dari peradaban-peradaban awal semacam Babilonia, Yunani,
Cina, India, dan Maya juga didapati telah melakukan pengamatan yang metodologis
atas langit malam. Akan tetapi meskipun memiliki sejarah yang panjang, astronomi
baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan modern melalui
penemuan teleskop.[1]

Dewasa ini astronomi berkembang menjadi cabang sains yang bukan hanya
mengkaji posisi dan pergerakan benda-benda langit, tetapi juga fisis dan
evolusinya. Perkembangannya demikian pesat yang menimbulkan lahirnya cabangcabang baru, misalnya astrofisika (menitikberatkan pada segi struktur dan
komposisi fisis, bukan lagi posisi dan pergerakan benda langit), kosmogoni
(menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi tata surya), kosmologi
(menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi alam semesta), dan yang baru adalah
bioastronomi (menitik beratkan kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi). Teoriteorinya senantiasa diperbarui bila ada bukti-bukti lain yang menyempurnakan atau
menggugurkan teori semula. Melalui astronomi, manusia mencoba mendeskripsikan
apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen
dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan diukur, yang bisa benar
bisa pula salah.[2]
Dalam astronomi Islam, ahli sejarah sains, Donald Routledge Hill membagi
sejarah astronomi islam dalam empat priode. Periode pertama (700-825), masa
asimilasi dan penyatuan awal dari astronomi Yunani, India, dan Sasanid. Periode
kedua(825-1025), masa investigasi besar-besaran dan penerimaan serta modifikasi
sistem Ptolemaeus. Periode ketiga (1025-1450), masa kemajuan sistem astronomi
Islam. Periode keempat ( 1450-1900), masa stagnasi, hanya sedikit konstribusi yang
dihasilkan.[3]
Adapun tokoh- tokoh astronomi dalam Islam antara lain:
Muhammad bin al-Khawarizmi (830) memperkenalkan konsep astronomi India dan
ptolemaeus ke dalam ilmu pengetahuan Islam
As-Sufi (903-986) berkonstribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi
Matahari,bulan, planet serta pergerakan matahari.
Ali bin Ridwan (988-1061) mengamati SN 1006, supernova(bintang meledak)
yang terekam sejarah
Jafar bin Muhammad Abu Mashar al-Bakhri (787-886) mengembangkan model
planet yang ditafsirkan sebagai model heliosentris.
Al-Battani (853-929) menentukan perkiran awal bulan baru, perkiraan panjang
matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet
tertentu, serta mengembangkan metode untuk menghitung gerak dan orbit planet
yang dijadikan rujukan astronomi barat
Abu Rayhan al-Biruni (973-1050) menemukan galaksi bima sakti sebagai koleksi
bintang samar yang sangat banyak.[4]
Dalam Al-Quran sendiri terdapat banyak ayat-ayat yang menyinggung tentang
alam semesta beserta unsur-unsur yang terkandung di langit dan bumi, termasuk
penghuninya dan fenomena yang terjadidi dalam lebih dari seribu ayat. Tujuan
ayat-ayat Alquran yang bersinggungan dengan masalah alam dan alam semesta ini
tidak bertujuan untuk memberikan data ilmiah. Allah SWT menginginkan agar
proses pencarian/ penyerapan ilmu pengetahuan dilakukan dengan mekanisme

pengamatan, penyimpulan (dedukatif), dan eksperimen dalam jangka panjang


akibat keterbtasan kemampuan indra manusia dan karakter ilmu yang bersifat
komulatif. Meskipun demikia, ayat-ayat AlQuran dipastikan mengandung sejumlah
hakikat dan fakta ilmiah yang tidak terbantahkan tentang alam semesta ini karena
ia merupakanwahyu dari Sang Khalik,Allah SWT yang merupakan status kebenaran
yang absolut.[5] Diantara ayat-ayat tentang astronomi ialah :
1.
QS.Yasin (36:40)
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
2.
QS. Fatir (35:13)
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam
dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu
yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah
kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai
apa-apa walaupun setipis kulit ari.
3.
QS. Ali Imron (3:190)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda kebesaran bagi orang-orang yang berakal.
4.
QS. Al-Waqiah (56:75-76)
Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.Sesungguhnya
sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu Mengetahui.
5.
QS. Al-Hijr (15:16)
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit)
dan dan menjadikannya terasa indah bagi orang-orang yang memandang (nya).
6.
QS. Fussilat (41: 11-12)
Kemudian dia menuju ke langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia
Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang
dengan patuh". Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Kemudian langit yang dekat (dengan
bumi) kami hiasi dengan bintang-bintang yang dan (kami ciptakan itu) untuk
memelihara. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
7.
QS. Al-Anbiya (21:32)
Dan kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,namun mereka tetap
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) itu(matahari,bulan,angin, awan
dan lain-lain).[6]
SUMBER : http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-dan-ruanglingkup-astronomi.htm
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 22.23, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 22.23

Islam dan Astronomi


Jadi gini, sehubungan dengan banyaknya seluruh pengetahuan yang bertopang
pada Al-Qur`an, saya cuman ingin menghubungkannya saja dengan astronomi.
Kenapa? ya karena semua orang yang berada di dekat saya banyak yang menyukai
Astronomi. Kenapa nggak Fisika? Matematika? yah, nanti Insya ALLAH di bahas satu
satu di postingan berikutnya!
Hubungan Muslim dan Astronomi sangat kuat, karena sejumlah praktik ajaran Islam
membutuhkan sejumlah pengetahuan Astronomi. Peredaran bulan dan matahari
sangat penting bagi kehidupan Muslim sehari hari. Bulan bagi kaum muslim
berguna untuk menentukan Puasa; Astronomi dibutuhkan untuk menentukan arah
Kiblat ke Ka`bah ketika shalat. Wajar kan jika seandainya rujukan Al`Qur`an tentang
langit bulan dan matahari dipandang sebagai ilham kaum muslimin untuk
mempelajari astronomi. Astronom Muslimah yang pertama tama membangun
observatorium adalah Hulaqu, putra Jengis Khan (Khan, bukan Han. Kayak film apa
saudara?) di Persia.Selain itu kaum Muslimin menemukan kalender matahari paling
tepat, lebih unggul dari kalender Julian.
Referensi :
Kalender Julian diusulkan oleh astronom Sosigenes, diberlakukan oleh Julius
Caesar sejak 1 Januari 45 sebelum Masehi. Setiap 3 tahun terdapat 365 hari, setiap
tahun ke-4 terdapat 366 hari. Terlambat 1 hari dari ekuinoks setiap 128 tahun.
Era sebelum tahun 45 SM, dinamakan era bingung, karena Julius Caesar
menyisipkan 90 hari ke dalam kalender tradisional Romawi, untuk lebih mendekati
ketepatan pergantian musim. Penyisipan ini sedemikian cerobohnya sehingga
bulan-bulan dalam kalender itu tidak lagi tepat. Akhirnya dengan saran Sosigenes,
seorang astronom dari Iskandariyah, Caesar menetapkan kalendernya menjadi 12
bulan, masing-masing dengan jumlah hari tertentu seperti sekarang, dengan
penetapan tahun kabisat setiap 4 tahun, dengan keyakinan bahwa panjang 1 tahun
surya adalah 365,25 hari saat itu. Dengan cara ini setiap 128 tahun, kalender ini
kebanyakan satu hari.

Selain itu yang sangat membuktikan ya kawan! adalah penamaan sejumlah


bintang yang menggunakan bahasa Arab, seperti Aldebaran dan Altair, Alnitak,
Alnilam, Mintaka (tiga bintang terang di sabuk Orion), Aldebaran, Algol, Altair,
Betelgeus. Selain itu, astronomi Islam juga mewariskan beberapa istilah dalam `ratu
sains itu yang hingga kini masih digunakan, seperti alhidade, azimuth, almucantar,

almanac, denab, zenit, nadir, dan vega. Kumpulan tulisan dari astronomi Islam
hingga kini masih tetap tersimpan dan jumlahnya mencapaii 10 ribu manuskrip.

Yang paling membuat saya terkagum kagum (entah kalian sudah mengetahui atau
belum) adalah tentang Ahli astronomi yang menjadi inspirasi bagi para ilmuwan
ilmuwan Eropa.

Ahli astronomi lainnya, seperti Al-Batanni banyak mengoreksi perhitungan


Ptolomeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan
kemungkinan gerhana matahari tahunan dan menghitung secara lebih akurat sudut
lintasan matahari terhadap bumi, perhitungan yang sangat akurat mengenai
lamanya setahun matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Astronom Islam juga merevisi orbit bulan dan planet-planet. Al-Battani mengusulkan
teori baru untuk menentukan kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia
juga berhasil mengubah sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari
ke dalam 60 bagian (jam) menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam
waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.
Buku fenomenal karya Al-Battani pun diterjemahkan Barat. Buku De Scienta
Stelarum De Numeris Stellarum itu kini masih disimpan di Vatikan. Tokoh-tokoh
astronomi Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler dan Peubach tak
mungkin mencapai sukses tanpa jasa Al-Batani. Copernicus dalam bukunya De
Revoltionibus Orbium Clestium mengaku berutang budi pada Al-Battani.
Dunia astronomi juga tak bisa lepas dari bidang optik. Melalui bukunya Mizan AlHikmah, Al Haitham mengupas kerapatan atmofser. Ia mengembangkan teori
mengenai hubungan antara kerapatan atmofser dan ketinggiannya. Hasil
penelitiannya menyimpulkan ketinggian atmosfir akan homogen di ketinggian lima
puluh mil.
Teori yang dikemukakan Ibn Al-Syatir tentang bumi mengelilingi matahari telah
menginspirasi Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap
pengikut setan. Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus,
secara resmi dikucilkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertobat, namun dia
menolak.
Menurut para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang
dipelajarinya menjadi faktor berkembangnya astronomi Islam. Selain itu, begitu
banyak teks karya-karya ahli astronomi yang menggunakan bahasa Yunani Kuno,
dan Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab selama abad kesembilan.
Proses ini dipertinggi dengan toleransi terhadap sarjana dari agama lain. Sayang,
dominasi itu tak bisa dipertahankan umat Islam.

Keajaiban Al-Qur`an
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)
Kawan! Sejenak kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat
tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu
terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahaptahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh
materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan
bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang
masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat,
sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa"
(terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan
keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah,
akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang
sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke20
"Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya." (Al Qur'an,
21:32)
Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya
kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika
mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan
membahayakan makhluk hidup
Masih banyak kawan ayat ayat ilmiah yang berhubungan dengan astronomi ini!
Marilah kita mengkaji lagi kitab AL-Qur`an. Karena ketika anda membaca beberapa
tebal buku ensiklopedia itu, semuanya telah terangkum berabad abad tahun lalu di
dalam Al Qur`an
SUMBER : http://fittaemikesari-tellmenosecret.blogspot.co.id/2011/07/islam-danastronomi.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 22.26, di download pada tanggal 4
Oktober 2016 pukul 22.27

NAMA : JAMALUDDIN MADEALI


NIM : C111 15 109
KELAS : B
PRODI : PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS : KEDOKTERAN

You might also like