You are on page 1of 41

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Gangguan Depresi dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta periode 22 Agustus 24 September 2016. Di
samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
gangguan depresi.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya
kepada dr. Hening Madonna, Sp.KJ selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta
kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto serta berbagai pihak
yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, Agustus 2016


Penulis

M.Ridwan, S.Ked

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................................1


Daftar Isi ....................................................................................................................................2
BAB I

Pendahuluan ..............................................................................................3

BAB II

Pembahasan .......................................................................................
4
2.1 Kelainan Afektif...........................................................................................4
2.2 Depresi .........................................................................................................4
2.2.1 Definisi..4
2.2.2 Epidemiologi.5
2.2.3 Etiologi..6
2.2.4 Klasifikasi..9
2.2.5 Patofisiologi.11
2.2.6 Gejala dan Tanda Klinis......14
2.2.7 Pedoman Diagnosis.15
2.2.8 Diagnosis Banding..25
2.2.9 Terapi..27
2.2.10 Prognosis...37

BAB III

Kesimpulan ......................................................................................................39

Daftar Pustaka .........................................................................................................................40

BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat.


Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini
kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang
tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.11
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri.2 Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang
dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik neurotransmiter
(noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP (terutama pada sistem limbik).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya
perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan
emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi
emosional saat itu.2
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif
berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang
berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan
menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan
kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi
kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD
dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter,
ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis
lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada pasien.11

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KELAINAN AFEKTIF


Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek (mood)
sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder. Afek bisa terus
menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang
yang sama, karena itu dinamai psikosis manik-depresif. Penyakit dengan hanya satu jenis
serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar.5
Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat dutarakan oleh
pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh adalah depresi, elasi dan
marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada perasaan
hati seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat,
merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif,
bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain).
Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya (handicap) interpersonal, sosial dan
fungsi pekerjaan.

2.2 DEPRESI
2.2.1 Definisi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri
adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal,
yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan
dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian
diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku,
dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan
atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun.2

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan


munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah,
gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi. (WHO,
2010)
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IVTR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang
terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang
signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang
paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.2,9,10
2.2.2 Epidemiologi
a. Insiden dan Prevalensi.
Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar
15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10 persen di
perawatan primer dan 15 persen dirawat rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan
prevalensi sekitar 2 persen, dan usia remaja 5 persen.6
b. Jenis Kelamin
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan
hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan
perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.6
c. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50 persen awitan diantara usia 20-50
tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data
terkini menunjukkan, gangguan depresi berat diusia kurang dad 20 tahun mungkin
berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam
kelompok usia tersebut.6
d. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang
erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Perempuan yang tidak menikah
memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan
yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.6
e. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat
Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.6
5

Organisasi Kesehatan seDunia (WHO, 1974) menyebutkan angka 17% pasienpasien yang berobat ke dokter adalah pasien dengan depresi; dan selanjutnya
diperkirakan prevalensi depresi pada populasi masyarakat dunia adalah 3%. Sementara
itu Sartorins (1974) memperkirakan 100 juta penduduk di dunia mengalami depresi.4
2.2.3 Etiologi
Etiologi depresi terdiri dari:
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan
bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti
adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada
sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak
saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2
sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama.7
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam
metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin
dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa
selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa
penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter
asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida
neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis.7
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh
adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu
kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah
penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap
pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating
Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada
laki-laki (Trisdale, 2003).

Gambar 2.1.4.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter


Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:
a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin
pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak diketahui kadangkadang menimbulkan depresi lambat.5
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak) menurun
dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode depresi dan
meningkat di saat mereka gembira.5
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat

pernyataan

serupa

untuk

5-

hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi indolasetat


(5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak
pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang mempunyai efek antidepresi
meningkatkan 5HT otak.5
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan
kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien
depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini
didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar,
waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.5
7

Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau


menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi.
Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini
menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting
dalam menentukan etiologi.5
4. Faktor Kepribadian Premorbid
Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama
hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian
depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat.
Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari
rata-rata.6
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia
luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka
cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka
yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi
dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang
mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar
dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam
kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor
lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang
mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita
mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota
keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik,
dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan
tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.6
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak
peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan
mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului
oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan
berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan
orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya.5
8

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan
tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan
krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali
kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang
membuat gangguan depresif muncul.6
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya.7 Satu teori yang diajukan untuk
menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode
pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional
berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir
dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang
lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa
adanya stresor external.7

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III :
F30

Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.8 Mania dengan gejala psikotik
F30.9 Episode Manik YTT

F31

Gangguan Afektif Bipolar


F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar ytt
F32

Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT

F33

Gangguan Depresif Berulang


F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT

F34

Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap


F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTT
10

F38

Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya


F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya
.00 Episode afektif campuran
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDT

F39

Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

2.2.5 Patofisilogi
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan
oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada
dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan
MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi
molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama
pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.3,7
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih
besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengn MDD, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi.
Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot,
memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko
penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.3
Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama
50

tahun

terakhir. Berdasarkan

pengamatan

dari

mekanisme

kerja

antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari


defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps.
11

Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang


meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun,
teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena
kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan
kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan
bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada
MDD.3,7
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui
dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta-dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
sumbu

hipotalamus

hipofisis

adrenal

dan

MDD

dikaitkan

dengan

immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus.3
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur
utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi
telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography
digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan
beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada
kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur
adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi
relaps

pada

pasien

yang

dilaporkan,

sehingga

menunjukkan

peran

pathoogenetic untuk gangguan tidur pada MDD.3,7


Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 3

Onset awal REM (Rapid Eye Movement)


Peningkatan tidur REM
Peningkatan lamanya REM
Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
12

Gangguan pada slow wave activity (SWA)

Neuropsikologi
o Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar.
Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan
pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti
pemilihan strategi dan pemantauan performa.11
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur
neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan
ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan
episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.3
o Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode
depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti
kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk
adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan
bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat mengakibatkan
gangguan sistem biologik pada depresi.3,7
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat hidup dalam
berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak terdapat resiko dalam
menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor genetik yang rendah., tetapi kejadian saat
hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada
depresi.
2.2.6 Gejala dan Tanda Klinis
o

Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan
mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara
kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa
kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan
menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional

yang buruk.3
Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan
13

sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang
turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat
o

menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.3


Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah
terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi
tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia
pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau
permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang

berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.3
Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit
untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa
berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas
rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk
yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien
menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di

air.3
Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang
umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah
menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian
negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas

yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.3
Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang
sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan
permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah

didiagnosis sebagai dementia onset dini.3


Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan
akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus
memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan
karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan
kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan
menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan

juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.3


Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi
motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi.
Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan,
14

buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang
ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan
o

agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).3
Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri
diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi
pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius,
pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri.
Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien
yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi
untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan
motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat
pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk

bunuh diri.3
Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada
depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan
kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat.
Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa
dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan
peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri
kronis lainnya.3

2.2.7 Pedoman Diagnosis


DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/
major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.11
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor
(Kotak 2). Kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang
sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari
waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang
signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat
disingkirkan.10,3
Kriteria depresi menurut PPDGJ III 8
F32 Episode depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
- Afek depresif
15

Kehilangan minat dan kegembiraan, dan


Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas


Gejala lainnya:
a. konsentrasi dan perhatian berkurang
b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah
salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-).
F32.0 Episode depresif ringan
Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti disebut di atas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g)
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada depresi
-

ringan
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga

Karakter kelima: F32.10 = tanpa gejala somatik


F 32.11 = dengan gejala somatik
F 32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Pedoman diagnostik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada

16

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus

berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap

episode depresif berat masih dapat dibenarkan


Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.


Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau

urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.


F 32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
- Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas;
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan stupor. Jika diperlukan, waham
atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (moodcongruent).
F 32.8 Episode depresif lainnya
F 32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan depresif berulang
Pedoman diagnostik

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :


-

Episode depresi ringan (F32.0)

Episode depresi sedang (F32.1)

Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya


lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0)
17

segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh


tindakan pengobatan depresi).

Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk
keadaan ini, kategori ini tetap harus digunakan).

Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh


peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak
esensial untuk penegakkan diagnosis).

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan


Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan
b. Selurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

Karakter kelima :

F33.00 = tanpa gejala somatik


F33.01 = dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang


Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.

Karakter kelima :

F33.10 = tanpa gejala somatik


F33.11 = dengan gejala somatik

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
18

Untuk diagnosis pasti :


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala
psikotik (F32.3); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi


Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa
lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak

memenuhi kriteria untuk

episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun
dalam F30-F39; dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulanb tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif] Menetap)


F34.0 Siklotimia
19

Pedoman diagnostik

Ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang
cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar
(F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-)

Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-)

F34.1 Distimia
Pedoman diagnostik

Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau
jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan
atau sedang (F33.0 atau F33.1)

Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya
beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas. Jika onsetnya pada
usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif
tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress lain yang
tampak jelas.

F34.8 Gangguan afektif Menetap Lainnya

Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak
berlagsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (34.0) atau distimia
(34.1), namun secara klinis bermakna.

F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) Lainnya


F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya
F38.00 Episode Afektif Campuran

20

Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang bersifat


campuran atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam)antara gejala
hipomanik, manik, dan depresif.
F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya
F38.10 Ganguan depresif singkat berulang
Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali sebulan selama satu
tahun yang lampau. Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari
2 minggu (yang khas ialah 2 3 hari, dengan pemulihan sempurna) tetapi memenuhi
kriteria simtomatik untuk episode depresif ringan, sedang, atau berat (F32.0, F32.1,
F32.2).
F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YDT
Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria untuk
kategori manapun dari F30 F38.1 tersebut diatas.
F38.9 Gangguan Afektif YTT
Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir, jika tak ada istilah lain yang dapat
digunakan. Termasuk : Psikosis afektif YTT

Episode depresi berdasarkan ICD-10 1


Kriteria Umum
1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu
2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk episode
hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu
3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik
Gejala Utama
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk
hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap
keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
21

Gejala Lainnya
1.
2.
3.
4.

Kehilangan percaya diri atau harga diri


Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat
Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri
Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti

keraguan atau kebimbangan


5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan
yang sesuai
Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 3,10
A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat
1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan
laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar.
Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan yang
tidak naik
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan
perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi)
hampir setiap hari
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan
yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau
kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat
kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak
penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang
memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.3

22

Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari
episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan
terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan
kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.3
Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD 2,1,3
Sub tipe
Spesifikasi DSM-IV-TR
Depresi melankolis
Dengan gambaran melankolis

Kunci
Mood nonreaktif,

anhedonia,

kehilangan berat badan, rasa


bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik,
memburuk
Depresi atipikal

Dengan gambaran atipikal

mood

pada

yang

pagi

hari,

terbangun di pagi buta


Mood reaktif, terlalu banyak
tidur,

makan

berlebihan,

paralisis yang dibuat, sensitive


Depresi psikotik (waham)
Depresi katatonik

Dengan gambaran psikotik


Dengan gambaran katatonik

pada penolakan interpersonal


Halusinasi atau waham
Katalepsi, katatonik, negativism,
mutisme, mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada

Depresi kronik

Gambaran kronis

klinis sehari-hari)
2 tahun atau lebih dengan

Gangguan afektif musiman

Musiman

kriteria MDD
Onset yang seperti biasa dan
kambuh

pada

tertentu
Depresi postpartum

Postpartum

saat

(biasanya

musim
musim

gugur/dingin)
Onset depresi selama 4 minggu
postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga :
ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan
efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada
atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi
berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi.
Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.3
23

Tabel 4. Derajat keparahan depresi 3


Keparahan depresi
Kriteria DSM-IV-TR
Kriteria ICD-10
Ringan
1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 2 gejala tipikal
2. 2 gejala inti lainnya
+ 4 gejala depresi lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan
Sedang
1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 2 gejala tipikal
2. 3 atau lebih gejala inti
+ 4 atau lebih gejala depresi lainnya
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
lainnya
bervariasi
1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 3 gejala tipikal
2. 4 atau lebih gejala inti
+ 4 atau lebih gejala depresi lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan
lainnya
Juga dapat dengan atau
yang berat atau ada gambaran
tanpa gejala psikotik
psikotik

Berat

2.2.8 Diagnosis Banding


1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan
dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan
dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam
menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.3
Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor 3
Gejala
Bereavement
Episode depresi mayor
Waktu
Kurang dari 2 bulan
Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna/tidak
Ada
Tidak ada
pantas
Kebanyakan ada
Ide bunuh diri
Tidak ada
Rasa bersalah, dll
Perubahan psikomotor
Gangguan fungsi

Tidak ada
Agitasi ringan
Ringan

Mungkin ada
Melambat
Sedang Berat

2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum


Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis khusus yang
terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat
didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale
(HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan
pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya.
24

MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes,
penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).3
3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala
depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat
dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu
pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara
fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh
obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat
dapat berlangsung selama beberapa bulan.3
Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan
gangguan mood yang dipengaruhi zat 3
Alcohol
Amfetamin
Anxiolitik
Kokain
Zat-zat halusinogen
Hipnotik
Inhalant
Opioid
Phencycline
Sedative
4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar,
tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2) pasien
bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini
penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada
kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki
episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan
suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik,
gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode
kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien
tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal mereka menerima itu
25

sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat,
dan keluarga sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.3

2.2.9 Terapi
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah
terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi
ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi.
Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk
pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi.
Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat,
komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada
monoterapi.11
Farmakoterapi
Anti depresi

Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine


Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN

OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide
Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine,

Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram.


Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.5,1

Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing (tabel
1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan meningkatkan sinyal dari
serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat proses reuptake pada celah-celah
sinaps (Fig 1A &1B).

26

Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja ganda
yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase Inhibitors
(MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh Monoamine oxidase A
atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain mengantagonis kerja autoreseptor 2-

27

adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya pelepasan norepinefrin, mengantagonis


reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau keduanya.

SSRIs(Selective Serotonine Reuptake inhibitor)


Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan beberapa
macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis antidepressan lain
adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan yang spesifik perlu
diperhatikan.
Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada SSRI
lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya diperbolehkan untuk dimakan satu dosis
per hari dan dengan demikian mengurangi efek dari diskontinuasi pengobatan SSRI.
Namun Fluoxetine perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan sindroma
bipolar atau pasien dengan riwayat keluarga sindroma bipolar, karena metabolit aktif
yang terdapat dalam darah selama beberapa minggu dapat memperburuk episode
manik pada saat perubahan episode dari depresi ke episode manik.
SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan pengobatan
trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya toleransi yang rendah
pada kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik
antidepresan mungkin memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI
pada kasus-kasus depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur
melankolis, trisiklik antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar
karena trisiklik antidepresan dapat memacu episode mania atau episode hipomania.
SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus depresi yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada kasus dimana terdapat
nyeri yang mencolok.
SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda (18-24
tahun) adalah Fluoxetine.

NRIs (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)


Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek
antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas yang

mirip dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.


Antidepresan kerja ganda
Serotoninnorepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine, dan
milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif daripada trisiklik
antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.

28

Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang lebih
tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila dibandingan
dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan

diabteik neuropathy
MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok isoenzim
MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan. Namun
MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang memilih pengobatan
dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk
mencegah munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko
interaksi obat yang tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan.

Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3,
serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin
dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek
samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan,
depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap
pengobatan lainnya.

29

30

31

32

Interaksi dengan obat-obatan lain


Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar efek dari
antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga dapat mencegah
beberapa efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi menjadi episode mania.

Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang fungsinya
untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik. Lithium baik
dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk pasien dengan depresi
mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi
Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan dosis
secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam
valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode mania

dalam kasus bipolar.


Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan haloperidol
menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal (clozapine,
olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole) berperan sebagan
antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan
antidepresan digunakan untuk mengobati depresi dengan fitur-fitur psikotik. Atipikal
antipsikotik memberikan efek samping parkinsonisme, akathisia dan diskinesia

33

34

Psikologi Terapi 2,9

Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi
yang dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang, yang memandang individu sebagai
pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam
proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi
masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
35

Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau bicara


sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami. Pikiran
pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien,
apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi

kognitif tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat masalahnya.


Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas
kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan
untuk membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih
mengenali

pikiranya,

menginterpretasikan

dan

secara

mendorong
lebih

rasional

untuk

menggunakan

terhadap

struktur

ketrampilan,
kognitif

yang

maladaptive.

Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas interpretasi

dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses terapi.


Interpersonal Therapy

Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak
lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya.

Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.


Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan
tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau
penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai
kembali keadaan seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus
secepatnya membina hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran
psikodinamik dan hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan
yaitu reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita
ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk mencegah

terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.


Terapi berorientasi psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah didasarkan pada teori
psikoanalitik tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan psikoterapi
psikoanalitik ini adalah untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter
kepribadian pasien, bukan semata-mata menghilangkan gejala. Perbaikan dalam
36

kepercayaan diri, keintiman, mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berduka


cita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi adalah beberapa
tujuan terapi psikoanalitik. Pengobatan seringkali mengharuskan pasien mengalami
kecemasan dan penderitaan yang lebih banyak selama perjalanan terapi yang dapat

berlangsung beberapa hari.


Terapi keluarga
Terapi keluarga umumnya tidak digunakan sebagai terapi primer untuk pengobatan
gangguan depresif berat, tetapi semakin banyaknya bukti menyatakan bahwa
membantu seorang pasien dengan gangguan mood menurunkan stress dan menerima
stress dapat menurunkan kemungkinan relaps. Terapi keluarga diindikasikan jika
gangguan membahayakan perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan
mood dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga
memeriksa peranan anggota yang mengalami gangguan mood dalam kesehatan
psikologis keseluruhan keluarga; terapi ini juga memeriksa peranan keseluruhan
keluarga dalam mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood
memiliki angka perceraian yang tinggi, dan kira-kira 50% dari semua pasangan
melaporkan bahwa mereka seharusnya tidak menikah dengan pasien atau memiliki
anak jika mereka tahu bahwa pasien akan memiliki suatu gangguan mood.

2.2.10 Prognosis
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi
pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps
setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang
terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70%
kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga
memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan progres dari penyakitnya, interval
antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi
lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.11
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis menunjukkan gejala yang
bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh
dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau
menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40%
mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi
tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi mengalami episode depresi mayor.
37

Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh,
bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi
medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari
episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran
yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indikator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat
kekambuhan pada individu dengan depresi.2,11

38

BAB III
KESIMPULAN

Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami


gangguan depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik,
kogintif serta motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu
timbulnya gangguan depresi mayor satu episode dan depresi mayor barulang. Apabila hal
tersebut terjadi maka itu akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri.
Insiden tinggi pada perempuan dan bersarkan usia rata-rata pada usia 27 tahun.
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis
karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter, dari sisi
psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya
depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung
berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan
ketakwaan.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon


general. [online]. Update 0n 2012. Cited on [22 Mei 2016]: Available from :
http://www.Mental Health.com
2. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [22 Mei
2016]: Available from : http://www.All About Depression.com
3. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [22 Mei
2016]: Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm
4. Hawari D . Depresi. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Edisi ke-2, Cetakan ke-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2013. h. 85-113.
5. I.M Ingram. dkk. 1993. Catatan kuliah Psikiatri. Jakarta: buku kedokteran EGC
6. Ismail I R, Siste K. Gangguan Depresi. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2013.h. 228-43.
7. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed. Lippincott
Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.
8. Rusdi Maslim. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
9. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 189.
10. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited on [22 Mei
2016]: Available from : http://www.mentalhealth.com
11. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes. 2000.
p. 1-57.
12. Kupfer DJ. Recurrent depression: challenges and solutions. J Clin Psychiatry.
1991;52:28-34. Copyright 1991, Physicians

Postgraduate Press. Reprinted by

Permission.

40

You might also like