Professional Documents
Culture Documents
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Gangguan Depresi dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta periode 22 Agustus 24 September 2016. Di
samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
gangguan depresi.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya
kepada dr. Hening Madonna, Sp.KJ selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta
kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto serta berbagai pihak
yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
M.Ridwan, S.Ked
DAFTAR ISI
Pendahuluan ..............................................................................................3
BAB II
Pembahasan .......................................................................................
4
2.1 Kelainan Afektif...........................................................................................4
2.2 Depresi .........................................................................................................4
2.2.1 Definisi..4
2.2.2 Epidemiologi.5
2.2.3 Etiologi..6
2.2.4 Klasifikasi..9
2.2.5 Patofisiologi.11
2.2.6 Gejala dan Tanda Klinis......14
2.2.7 Pedoman Diagnosis.15
2.2.8 Diagnosis Banding..25
2.2.9 Terapi..27
2.2.10 Prognosis...37
BAB III
Kesimpulan ......................................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 DEPRESI
2.2.1 Definisi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri
adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal,
yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan
dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian
diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku,
dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan
atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun.2
Organisasi Kesehatan seDunia (WHO, 1974) menyebutkan angka 17% pasienpasien yang berobat ke dokter adalah pasien dengan depresi; dan selanjutnya
diperkirakan prevalensi depresi pada populasi masyarakat dunia adalah 3%. Sementara
itu Sartorins (1974) memperkirakan 100 juta penduduk di dunia mengalami depresi.4
2.2.3 Etiologi
Etiologi depresi terdiri dari:
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan
bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti
adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada
sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak
saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2
sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama.7
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam
metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin
dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa
selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa
penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter
asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida
neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis.7
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh
adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu
kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah
penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap
pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating
Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada
laki-laki (Trisdale, 2003).
pernyataan
serupa
untuk
5-
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan
tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan
krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali
kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang
membuat gangguan depresif muncul.6
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya.7 Satu teori yang diajukan untuk
menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode
pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional
berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir
dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang
lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa
adanya stresor external.7
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III :
F30
Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.8 Mania dengan gejala psikotik
F30.9 Episode Manik YTT
F31
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar ytt
F32
Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33
F34
F38
F39
2.2.5 Patofisilogi
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan
oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada
dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan
MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi
molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama
pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.3,7
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih
besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengn MDD, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi.
Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot,
memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko
penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.3
Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama
50
tahun
terakhir. Berdasarkan
pengamatan
dari
mekanisme
kerja
hipotalamus
hipofisis
adrenal
dan
MDD
dikaitkan
dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus.3
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur
utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi
telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography
digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan
beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada
kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur
adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi
relaps
pada
pasien
yang
dilaporkan,
sehingga
menunjukkan
peran
Neuropsikologi
o Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar.
Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan
pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti
pemilihan strategi dan pemantauan performa.11
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur
neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan
ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan
episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.3
o Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode
depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti
kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk
adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan
bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat mengakibatkan
gangguan sistem biologik pada depresi.3,7
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat hidup dalam
berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak terdapat resiko dalam
menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor genetik yang rendah., tetapi kejadian saat
hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada
depresi.
2.2.6 Gejala dan Tanda Klinis
o
Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan
mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara
kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa
kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan
menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional
yang buruk.3
Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan
13
sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang
turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat
o
berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.3
Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit
untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa
berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas
rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk
yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien
menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di
air.3
Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang
umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah
menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian
negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas
yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.3
Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang
sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan
permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah
buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang
ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan
o
agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).3
Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri
diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi
pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius,
pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri.
Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien
yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi
untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan
motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat
pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk
bunuh diri.3
Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada
depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan
kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat.
Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa
dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan
peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri
kronis lainnya.3
ringan
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga
16
berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0)
17
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk
keadaan ini, kategori ini tetap harus digunakan).
Karakter kelima :
Karakter kelima :
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
18
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun
dalam F30-F39; dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulanb tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
Pedoman diagnostik
Ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang
cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar
(F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-)
Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-)
F34.1 Distimia
Pedoman diagnostik
Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau
jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan
atau sedang (F33.0 atau F33.1)
Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya
beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas. Jika onsetnya pada
usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif
tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress lain yang
tampak jelas.
Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak
berlagsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (34.0) atau distimia
(34.1), namun secara klinis bermakna.
20
Gejala Lainnya
1.
2.
3.
4.
22
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari
episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan
terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan
kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.3
Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD 2,1,3
Sub tipe
Spesifikasi DSM-IV-TR
Depresi melankolis
Dengan gambaran melankolis
Kunci
Mood nonreaktif,
anhedonia,
mood
pada
yang
pagi
hari,
makan
berlebihan,
Depresi kronik
Gambaran kronis
klinis sehari-hari)
2 tahun atau lebih dengan
Musiman
kriteria MDD
Onset yang seperti biasa dan
kambuh
pada
tertentu
Depresi postpartum
Postpartum
saat
(biasanya
musim
musim
gugur/dingin)
Onset depresi selama 4 minggu
postpartum
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga :
ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan
efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada
atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi
berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi.
Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.3
23
Berat
Tidak ada
Agitasi ringan
Ringan
Mungkin ada
Melambat
Sedang Berat
MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes,
penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).3
3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala
depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat
dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu
pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara
fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh
obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat
dapat berlangsung selama beberapa bulan.3
Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan
gangguan mood yang dipengaruhi zat 3
Alcohol
Amfetamin
Anxiolitik
Kokain
Zat-zat halusinogen
Hipnotik
Inhalant
Opioid
Phencycline
Sedative
4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar,
tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2) pasien
bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini
penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada
kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki
episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan
suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik,
gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode
kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien
tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal mereka menerima itu
25
sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat,
dan keluarga sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.3
2.2.9 Terapi
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah
terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi
ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi.
Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk
pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi.
Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat,
komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada
monoterapi.11
Farmakoterapi
Anti depresi
OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide
Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine,
Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing (tabel
1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan meningkatkan sinyal dari
serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat proses reuptake pada celah-celah
sinaps (Fig 1A &1B).
26
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja ganda
yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase Inhibitors
(MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh Monoamine oxidase A
atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain mengantagonis kerja autoreseptor 2-
27
28
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang lebih
tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila dibandingan
dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan
diabteik neuropathy
MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok isoenzim
MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan. Namun
MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang memilih pengobatan
dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk
mencegah munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko
interaksi obat yang tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan.
Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3,
serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin
dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek
samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan,
depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap
pengobatan lainnya.
29
30
31
32
Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang fungsinya
untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik. Lithium baik
dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk pasien dengan depresi
mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi
Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan dosis
secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam
valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode mania
33
34
Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi
yang dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang, yang memandang individu sebagai
pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam
proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi
masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
35
pikiranya,
menginterpretasikan
dan
secara
mendorong
lebih
rasional
untuk
menggunakan
terhadap
struktur
ketrampilan,
kognitif
yang
maladaptive.
Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak
lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya.
2.2.10 Prognosis
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi
pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps
setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang
terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70%
kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga
memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan progres dari penyakitnya, interval
antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi
lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.11
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis menunjukkan gejala yang
bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh
dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau
menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40%
mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi
tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi mengalami episode depresi mayor.
37
Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh,
bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi
medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari
episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran
yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indikator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat
kekambuhan pada individu dengan depresi.2,11
38
BAB III
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
Permission.
40