Professional Documents
Culture Documents
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik tunggal yang dapat menegakkan diagnosis trombosis
vena dalam. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anak dengan keluhan seperti yang
terdapat pada skenario 1 didahului dengan pemeriksaan TTV terlebih dahulu, yang nencakup
pengukuran tekanan darah, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, dan suhu tubuh. Lalu,
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, yang terdiri atas:
a. Inspeksi
Pasien dengan trombosis vena dalam dapat menunjukkan berbagai variasi warna pada
ekstremitas bawah. Perubahan warna abnormal yang paling umum terjadi yakni warna
ungu kemerahan dari obstruksi vena. Dalam kasus yang jarang, kaki dapat berwarna
kebiruan (sianotik) karena obstruksi masif vena ileofemoral. Bentuk iskemik oklusi vena
ini pada awalnya digambarkan sebagai phlegmasia cerulea dolens (peradangan biru
yang sangat nyeri) [Gambar 1]. Kaki biasanya ditemukan membengkak, nyeri, dan
kebiruan. Juga sering terdapat petekie. 3
b. Palpasi
Palpasi sangat penting untuk menegaskan penemuan-penemuan yang ditemukan saat
inspeksi. Tanda yang biasanya ditemukan adalah nyeri tekan di betis dalam posisi
dorsofleksi (Homans sign) yang spesifik namun tidak sensitif dan terjadi pada lebih dari
50% pasien dengan trombosis vena dalam. 3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis antara lain: 4
Pemeriksaan darah
Pada trombosis vena dalam atau emboli paru, akan terjadi peningkatan kuantitatif plasma
d-dimer enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) karena adanya pemecahan fibrin
oleh plasmin. Sensitivitas d-dimer lebih dari 80% untuk trombosis vena dalam dan lebih
dari 95% untuk emboli paru. D-dimer kurang sensitif pada trombosis vena dalam
Working Diagnosis
Diagnosis kerja atau working diagnosis saya untuk kasus kali ini ialah trombosis vena dalam
(Deep Vein Thrombosis/DVT).
Differential Diagnosis
Diagnosis banding atau differential diagnosis saya ialah sebagai berikut:
Peripheral Artery Disease (PAD)
Peripheral Artery Disease (PAD) didefinisikan sebagai sebuah kelainan klinis di mana
terdapat stenosis atau oklusi dalam aorta atau pada arteri pada tungkai. [Gambar 3]
Aterosklerosis merupakan penyebab utama PAD pada pasien berusia >40 tahun.
Penyebab lainnya antara lain trombosis, emboli, vaskulitis, fibromuscular dysplasia, dan
trauma. Prevalensi tertinggi PAD aterosklerotik terjadi pada dekade keenam dan ketujuh
kehidupan. Seperti pada pasien dengan aterosklerosis pendarahan koroner atau serebral,
terjadi peningkatan risiko PAD pada perokok dan pada orang-orang dengan diabetes
mellitus, hiperkolesterolemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia.
di dunia adalah cacing filariasis. [Gambar 4] Selain itu, limfedema juga bisa disebabkan
oleh tumor yang menyumbat saluran limfe, tuberkulosis, dermatitis kontak, LGV,
arthritis rheumatoid, dan kehamilan. 4
Etiologi
Ada banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya trombosis vena
dalam. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan sebagai faktor didapat (obat-obatan, penyakit
penyerta) dan faktor congenital (variasi anatomis, defisiensi enzim, mutasi). Pengkategorian
berguna untuk membedakan kondisi akut dan kronik, yang akan berpengaruh pada durasi
pengobatan. Penyebab yang sering dari trombosis vena dalam yakni stasis vena karena
imobilisasi atau obstruksi vena sentral. Imobilisasi dapat terjadi sementara seperti pada
perjalanan di pesawat terbang atau dalam kondisi teranestesi sebagai bagian dari prosedur
pembedahan. Namun imobilisasi juga dapat terjadi dalam waktu yang lama, seperti pada
perawatan rumah sakit bagi orang yang menjalani operasi panggul, pinggang, atau spinal,
atau karena stroke serta paraplegia.3,4
Kurangnya aliran darah karena meningkatnya viskositas darah atau tekanan vena
sentral
Meningkatnya viskositas atau kekentalan darah dapat menurunkan aliran darah
vena. Perubahan ini dapat terjadi akibat adanya peningkatan komponen selular dalam
darah pada polisitemia rubra vera atau trombositosis; atau adanya penurunan dalam
komponen cairan karena dehidrasi.
Pada kasus dikatakan bahwa pasien tersebut sudah dirawat 2 hari setelah menjalani operasi
penggantian sendi panggul. Trombosis vena dalam pada pasien pascaoperasi bervariasi
bergantung pada banyak faktor dari pasien, termasuk di dalamnya jenis operasi yang
dijalankan. Tanpa pencegahan/profilaksis, pembedahan umum biasanya memiliki insiden
terjadinya trombosis vena dalam sekitar 20%, di mana operasi ortopedi panggul dapat terjadi
pada lebih dari 50% pasien. Komplikasi ini sebenarnya dapat dideteksi dini dan sebagai hasil
dari perubahan mekanisme keseimbangan beberapa kondisi dalam tubuh.
Patogenesis
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang cepat,
terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis; sedangkan trombus vena terutama
terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan
sedikit trombosit.
Ketika trombus vena terlepas dari tempat terbentuknya, mereka terbawa ke sirkulasi
arteri pulmonal, atau kebalikannya, ke sirkulasi arterial melalui sebuah patent foramen ovale
atau atrial septal defect. Sekitar satu setengah pasien dengan trombosis vena pelvis atau kaki
proksimal mengalami perburukan penyakit berupa emboli paru, yang sering asimtomatik.
Trombus vena betis yang terisolasi memiliki risiko lebih rendah untuk menjadi emboli paru,
namun merupakan penyebab utama terjadinya emboli paradox (paradoxical embolism). 4
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi
akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus, yang dikenal
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2014
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 7
sebagai Triad Virchow. Triad ini terdiri dari: 1. Gangguan pada aliran darah yang
mengakibatkan stasis; 2. Gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan
yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan; 3. Gangguan pada dinding pembuluh darah
(endotel) yang menyebabkan prokoagulan. 6
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme
protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi gangguan sel endotel, terpaparnya
subendotel akibat hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen
subendotel atau faktor von Willebrand, aktivasi koagulasi, terganggunya fibrinolisis, dan
stasis. Sedangkan mekanisme protektif antara lain faktor antitrombotik yang dilepaskan
oleh sel endotel yang utuh, netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel
endotel, hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor, pemecahan faktor pembekuan
oleh protease, pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh
aliran darah, serta lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis.6
Gejala Klinis
Akibat dari trombosis akan muncul bila trombus cukup besar untuk dapat
mempengaruhi aliran darah secara signifikan. Trombosis arterial akan berakibat pada
hilangnya nadi di distal trombus dan semua tanda-tanda kekurangan pasokan darah: area yang
terpengaruh menjadi dingin, pucat, nyeri, dan biasanya jaringan akan mati dan timbullah
gangren. Sedangkan pada trombosis vena, yang 95% terjadi pada vena kaki, area yang
terpengaruh akan menjadi lunak, bengkak, dan merah; karena darah masih dibawa ke daerah
itu oleh arteri namun tidak bisa dialirkan oleh vena. Lunak terjadi karena awalnya terdapat
proses iskemi pada dinding vena, namun kemudian ada juga nyeri iskemik umum seiring
dengan memburuknya sirkulasi darah. 7
Diagnosis pembanding untuk penyakit ini sangat penting karena tidak semua nyeri
pada kaki disebabkan oleh trombosis vena dalam. Rasa tidak nyaman pada daerah betis yang
mendadak dan berat dapat mengarah pada kista Baker. Demam dan menggigil biasanya lebih
mengarah pada selulitis dibandingkan trombosis vena dalam. Bila ditemukan semua gejala
fisik, mungkin hanya berupa ketidaknyamanan ringan pada palpasi betis bawah. Trombosis
vena dalam yang berat lebih mudah dikenali. Betis pasien akan terlihat sangat membengkak
dan pada palpasi vena femoralis komunis akan terasa lunak. Pada kasus yang mencolok,
pasien tidak dapat berjalan atau bahkan membutuhkan alat bantu jalan. 4
Edema yang difus pada kaki pasien tidak menandakan trombosis vena dalam.
Penyakit yang lebih mungkin adalah insufisiensi vena eksaserbasi akut karena sindrom
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2014
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 8
posflebitik (postphlebitic syndrome). Trombosis vena pada ekstremitas atas mungkin dapat
bermanifestasi pada adanya asimetri pada fossa supraklavikula atau pada pergelangan lengan
atas. Corak vena superfisial yang jelas dan nyata dapat terlihat pada dinding dada anterior,
gejala ini antara lain terdapat pada Mondors disease. 4
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut antara lain untuk menghentikan
bertambahnya trombus, membatasi bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau
membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom
pascatrombosis (post-thrombotic syndrome) di kemudian hari, serta untuk mencegah emboli.
Terapi Medikamentosa
1. Antikoagulan
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan
darah. Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan
meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro pada
pemeriksaan laboratorium atau transfusi. Antikoagulan oral dan heparin menghambat
pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi insidens
tromboemboli terutama pada vena. Kedua macam antikoagulan ini juga bermanfaat
untuk pemgobatan trombosis arteri karena mempengaruhi pembentukan fibrin yang
diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. pada trombus yang sudah
terbentuk, antikoagulan hanya mencegah membesarnya trombus dan mengurangi
kemungkinan terjadinya emboli, tetapi tidak memperkecil trombus.8
Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah lama
digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme kerja utama
heparin adalah: 1. Meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor
pembekuan, 2. Melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding
pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 IU/kgbb IV dilanjutkan dengan
infuse 18 IU/kgbb/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial Thromboplastin
Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5-2,5 kali
nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. Sebelum memulai terapi
heparin, APTT, masa protrombin (prothrombin time PT) dan jumlah trombosit harus
diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi atau dengan
gangguan hati atau ginjal. 4
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2014
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 9
2. Filter vena kava inferior, digunakan pada trombosis di atas lutut pada kasus di mana
antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli berulang.6
Komplikasi
Gejala klinis lebih spesifik yang dapat menjadi komplikasi dari trombosis vena dalam
tergantung pada jaringan mana yang terkena:
Infark miokard sering berhubungan dengan pembentukan trombus pada arteri koroner dan
Pencegahan
Pencegahan trombosis atau tromboprofilaksis harus dipertimbangkan pada kasuskasus yang mempunyai risiko terjadinya tromboemboli vena. Untuk mencegah tromboemboli
vena, dapat diberikan Low Dose Unfractionated Heparin (LDUH), yaitu UFH 5.000 IU
subkutan setiap 8-12 jam yang dimulai 1-2 jam sebelum operasi; ADH yaitu UFH subkutan
setiap 8 jam, mulai sekitar 3.500 IU subkutan dan disesuaikan 500 IU dengan target nilai
aPTT normal tinggi, atau LMWH/heparinoid yang dapat diberi sesuai dengan jenis operasi
dan risiko tromboemboli prosedur tersebut.6
Kesimpulan
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau
bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Trombosis vena (dan emboli paru)
berkaitan dengan berbagai kondisi medis atau prosedur bedah tertentu. Presentasi klinisnya
berupa bengkak, nyeri, dan kemerahan pada kaki. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
prevalesni trombosis vena dalam selain menjalani prosedur bedah tertentu. Trombosis vena
dalam dapat diterapi dengan pemberian agen antikoagulan maupun trombolitik. Selain itu
dapat pula dilaksanakan penatalaksanaan secara nonfarmakalogik dengan trombektomi serta
filter vena kava inferior.
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2014
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 11
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5. Jakarta:
EGC; 2008.p.3-4,64.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
h. 155.
3. Patel
K.
Deep
venous
thrombosis.
Medscape
2014.
Tersedia
dari
URL: