Professional Documents
Culture Documents
jasmani dan kemiliteran untuk menunjang tugas dan pengabdian selaku prajurit TNI,
serta mampu mengembangkan pribadi sebagai kader pemimpin bangsa (Mulyanto,
2007).
Namun ketika masyarakat sipil bergabung menjadi anggota militer, maka mereka
kebanyakan akan mengalami perubahan yang bertentangan dengan kebiasaan mereka
di dalam kehidupan sipil. Masyarakat militer berbeda dari seluruh masyarakat sipil
lainnya dalam banyak fenomena, yang sebagiannya berkaitan dengan struktur
organisasi yang rumit bagi masyarakat ini, dan sebagian lainnya berhubungan dengan
sasaran utama yang tersimpan di balik keberadaan masyarakat angkatan bersenjata
(Az-zaghul, 2004). Maka untuk memperkenalkan pola kehidupan militer kepada para
siswa Akademi Militer, saat menduduki tingkat I para siswa harus mengikuti
Pendidikan Dasar Keprajuritan (Pendidikan Chandradimuka) selama 1 tahun di
Akademi Militer (Akmil), Magelang. Mulyanto (2007) menyebutkan bahwa pada
dasarnya Pendidikan Dasar Keprajuritan (Diksarit) memberikan pelajaran yang
bersifat doktriner yang bertujuan merubah mind set seorang warga negara nonmiliter
menjadi militer. Pelatihan ini pada umumnya meliputi penyesuaian fisik, pelajaran
mengenai tata krama militer, tradisi, sejarah dan pemeliharaan seragam.
Pembinaan
disipilin
yang
tidak
kenal
kompromi
ditegakkan
melalui
pemberlakuan pengaturan hidup para siswa Akademi Militer yang sangat detail
setiap hari selama pendidikan, dari bangun pagi sampai dengan jam tidur tiba.
Terompet sangkakala (bangun pagi) ditiup pada pukul 04.30, persiapan untuk apel
pagi jam 07.00, setelah itu pemberian materi dan praktek, dan akhirnya terompet
malam dibunyikan pada pukul 22.00. Rutinitas yang ketat seperti itu berlaku setiap
hari dan pastinya ada konsekuensi yang diterima jika melanggarnya.
Stimulus lingkungan baik fisik, psikologis, atau sosial yang diterima Para
Siswa Akademi Militer tentu saja menyebabkan stres atau penegangan dalam sistem
yang sering di sebut stresor. Stres adalah tuntutan atau overtax terhadap sistem, yang
menghasilkan ketegangan, kecemasan, dan kebutuhan energi, usaha fisiologis, dan
usaha psikologi ekstra (Sundberg, Winebarger, dan Taplin, 2007). Menurut
Prawirohusodo (Sari, 2007) stres adalah suatu pengalaman hidup atau perubahan
lingkungan individu yang cukup bermakna sebagai akibat ketimpangan antara
tuntutan hidup dan kemampuan penyesuaian individu.
Matteson & Ivancevich (Wijono, 2006) menjelaskan bahwa stres dapat
dikelompokan menjadi dua tipe yaitu eustress dan distress. Eustress adalah perasaanperasaan yang menyenangkan individu (positif), yang dialami karena mendapatkan
penghargaan atau mendapat pujian atas dasar prestasi kerjanya yang memuaskan.
Tipe stres yang kedua disebut distress yaitu perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan individu (negatif) dan dapat menyebabkan prestasi kerjanya menurun.
Tentunya, untuk meminimalkan atau menghilangkan stressor yang ditimbulkan
dari berbagai masalah yang dihadapi, para Taruna Akademi Militer membutuhkan
perilaku coping yang sesuai, sehingga mereka dapat berfungsi dengan baik sebagai
taruna yang penuh dengan prestasi maupun sebagai alat pertahanan negara dengan
tugas-tugasnya masing-masing.
Pengertian umum mengenai konsep stres banyak digunakan untuk menjelaskan
tentang sikap atau tindakan individu yang dilakukanya apabila ia menghadapi suatu
tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam menghadapi
tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber stres (stresor)
yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan membahayakan dirinya.
Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang beragam. Bagi sementara orang,
stres dapat menggambarkan keadaan psikhis yang telah mengalami berbagai tekanan
yang melampaui batas ketahanannya. Sementara orang lain mengatakan stres bersifat
subyektif hanya berhubungan dengan kondsi-kondisi psikologis dan emosi seseorang.
Adapula yang menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat.
Namun banyak orang cenderung mengangap stres serbagai tanggapan patologos
(proses penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan
psikologis dan sosial yang berhubungan pekerjaan dan lingkungannya.
Strategi coping merupakan suatu upaya indivdu untuk menanggulangi situasi
stres yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan
perubahan kogntif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya
sendiri. Coping yang efektif umtuk dilaksanakan adalah coping yang membantu
seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan
tekanan yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).
penilaian nya tertinggi adalah kepada sikap mental taruna setelah digenjot latihan
sangat keras, apakah dia menjadi bertambah buas, liar, balas dendam kepada
yuniornya, atau justru menjadi manusia yang tangguh, tanggon, trengginas tapi
berbudi luhur, bahkan ada beberapa taruna yang lari dan meninggalkan akademi
militer.
Hal tersebut tentunya menuntut mereka untuk beradaptasi dengan perubahan
tersebut dan mampu membentuk kecerdasan para taruna dalam meningkatkan prestasi
belajarnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh copping stress
dan Dan Kecerdasan Intelektuak Terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1 Di
Akademi Militer Magelang.
B. Rumusan Masalah
Sesuai
dengan
latar
belakang
yang
telah
diuraikan
sebelumnya,
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh copping stress dan kecerdasan
intelektual secara bersama-sama terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1
Di Akademi Militer Magelang
2. Menganalisis dan mengetahui diantara variabel (copping stress dan
kecerdasan intelektual) yang berpengaruh dominan terhadap Prestasi
Akademik Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi pengembangan teori psikologi klinis di dunia militer,
khususnya memberi pemahaman tentang copping stress
dan kecerdasan
ketika
menempuh
pendidikan
militer
sehingga
mampu
masalah
(Farida,
1994).
Cohen
(dalam
Smet,
1994)
10
11
12
individu mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara atau keterampilanketerampilan baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya
yakin akan dapat mengubah situasi.
Menurut Lazarus (dalam Aldwin dan Revenson 1987) indikator yang
menunjukkan strategi yang berorientasi pada problem focus coping yaitu:
1) Instrumental action (tindakan secara langsung).
Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang
mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun
rencana untuk bertindak dan melaksanakannya.
2) Cautiousness (kehati-hatian).
Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa alternative
pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan masalah, meminta
pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang pernah diterapkan
sebelumnya.
3) Negotiation
Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta mencari
cara penyelesaian dengan orang lain yang terlibat di dalamnya dengan
harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengubah pikiran dan pendapat seseorang, melakukan perundingan atau
kompromi untuk mendapatkan sesuatu yang positif dari situasi.
Bentuk-bentuk problem focus coping menurut Lazarus (dalam Effendi,
1999) yaitu preparing focus coping, agression or attack, avoidance, dan
apathy or inaction. Lebih lanjut menurut Aldwin dan Revenson (1987)
problem focus coping meliputi tindakan instrumental yaitu tindakan yang
13
ditujukan untuk
14
efektif. Perilaku koping yang berpusat pada emosi yang digunakan untuk
mengatur respon emosional terhadap stres. Sementara emotion focus coping
menurut Hapsari (2002) merupakan pelarian dari masalah yaitu individu
menghindari
masalah
dengan
cara
berkhayal
atau
membayangkan
15
langsung
dan
strategi
menghindar
(avoidance
strategy)
adalah
Lazarus
(dalam Aldwin
dan
Revenson
1987)
adalah
escapism,
Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan sama-sama menggunakan kedua bentuk koping
yaitu problem focus coping dan emotion focus coping. Menurut Billings dan
Moos (dalam Pramadi, 2003), wanita lebih cenderung berorientasi pada
emosi sedangkan pria lebih berorientasi pada masalah.
16
Secara umum respon coping stress antara pria dan wanita hampir sama, tetapi
wanita lebih lemah atau lebih sering menggunakan penyaluran emosi
daripada pria (Hapsari, 2002).
b.
Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seesorang akan semakin tinggi pula
kompleksitas kognitifnya, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya
seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih realistis dan aktif dalam
memecahkan masalah.
c.
Perkembangan Usia
Struktur psikologis seseorang dan sumber-sumber untuk melakukan
coping akan berubah menurut perkembangan usia dan akan membedakan
seseorang dalam merespons tekanan. Menurut Garmezy (dalam Hapsari,
2002) coping stress akan berbeda untuk setiap tingkat usia. Pada usia muda
akan menggunakan problem focus coping sedangkan pada usia yang lebih tua
akan menggunakan emotion focus coping. Hal ini disebabkan pada orang
yang lebih tua memiliki anggapan bahwa dirinya tidak mampu melakukan
perubahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga akan bereaksi dengan
mengatur emosinya daripada pemecahan masalah.
d.
17
18
19
secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau
singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah
alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi
mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan
seseorang secara keseluruhan.
McClelland (1997) dalam Goleman (2000) menyatakan bahwa
kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan
pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah
berkerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya dalam hidup.
Sebaliknya ia menyatakan bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti
empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari
mereka yang berprestasi biasa-biasa saja. Selain kecerdasaan kognisi yang
dapat mempengaruhi keberhasilan orang dalam bekerja. Faktor ini dikenal
sebagai kecerdasaan emosional. Goleman berusaha mengubah pandangan
tentang IQ yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh intelektualitas
belaka. Peran IQ dalam dunia kerja ternyata hanya menempati posisi kedua
setelah kecerdasaan emosi dalam menentukan peraihan prestasi puncak.
Goleman tidak mempertentangkan IQ (kecerdasaan kognisi) dan EQ
(kecerdasan emosional), melainkan memperlihatkan adanya kecerdasaan
20
21
5. Prestasi Akademik
a. Pengertian Prestasi
Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi adalah To
overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as
well and as quickly as possible Kebutuhan untuk prestasi adalah
mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang
sulit dengan baik dan secepat mungkin.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan
kegiatan. Menurut Bloom dalam Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar
dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
22
Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada
saat atau periode tertentu.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun
berupa keterampilan (Qohar, 2000).
Prestasi menyatakan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan
dan sebagainya, dengan hasil yang menyenangkan hati dan diperoleh
dengan jalan keuletan kerja (Nasrun, 2000).
b. Pengertian Akademik
Kata akademik berasal dari bahasa Yunani yakni academos yang
berarti sebuah taman umum (plasa) di sebelah barat laut kota Athena.
Sesudah itu, kata acadomos berubah menjadi akademik, yaitu semacam
tempat perguruan. Para pengikut perguruan tersebut disebut academist,
sedangkan perguruan semacam itu disebut academia. Berdasarkan hal ini,
inti dari pengertian akademik adalah keadaan orang-orang bisa
menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran, ilmu pengetahuan, dan
sekaligus dapat mengujinya secara jujur, terbuka, dan leluasa (Fadjar,
23
24
25
26
27
siswa mengalami stres yang paling akhir istilah dan bahwa siswa merasa stres
sebagai memiliki dampak negatif pada prestasi akademik.
Penelitan yang dilakukan Nesrin (2009) dengan judul Hubungan
antara kognitif Intelligence, Emotional Intelligence, Coping dan
Gejala Stres dalam konteks Tipe Pola Kepribadian hasil penelitian
menunjukkan bahwa gejala stres yang berkorelasi negatif dengan
koping yang efektif, stres manajemen, dan suasana umum dimensi
kecerdasan emotional. Hasil juga menunjukkan adanya korelasi
positif dengan koping stress.
F. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian dari kerangka teori di atas dan sesuai pokok permasalahan dari
judul skripsi ini maka penulis menuangkan ke dalam bentuk kerangka konsep.
Kondisi stres yang dialami siswa dalam pembelajaran tingkat pertama sebagai
siswa Akmil membuat siswa mengalami gangguan belajar. Mereka terfokus pada
masalah-masalah yang timbul akibat beban tugasnya. Kebanyakan dari mereka
kehilangan gairah dan minat untuk belajar sampai akhirnya mempengaruhi
prestasi belajar.
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, teman-teman baru, dan berbagai hal
lain yang muncul saat mereka harus pindah ke lingkungan militer.
Ketidakberhasilan individu menghadapi masalah atau stressor mengakibatkan
gangguan psikofisiologis yaitu perubahan fungsi tubuh, munculnya reaksi yang
maladaptif, menjadi tidak bergairah, tidak bersemangat, sehingga dapat
28
29
(Y)
H2 =
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
30
data
yang
digunakan
oleh
peneliti
adalah
dengan
31
strata dan
sebagainya
yang
ada didalam
populasi.
32
penelitian ini sampel yang diambil oleh peneliti yakni Taruna Tingkat 1
Di Akademi Militer Magelang.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer. Bungin (2001: 122) mengartikan data primer adalah data yang
langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau
objek penelitian. Dalam hal ini data primer diperoleh langsung oleh peneliti
dari Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang. Pertanyaan yang
diajukan telah dilengkapi peneliti dengan alternatif pertanyaan dan jawaban
untuk dipilih dan dijawab oleh responden.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer. Data primer diperoleh dari sumber data primer, yakni sumber data
pertama yang mana sebuah data tersebut dihasilkan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah metode angket. Menurut Bungin (2005: 123) metode
angket sering disebut metode kuesioner atau dalam bahasa inggris disebut
questionnaire (daftar
pertanyaan). Metode
angket merupakan
suatu
seputar
pengaruh
copping
stress,
kecerdasan
emosional dan prestasi belajat. Alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh
responden antara lain:
SS = Sangat Sering
33
S
CS
TS
STS
= Sering
= Cukup Setuju
= Tidak Setuju
= Sangat Tidak Setuju
=5
=4
=3
=2
=1
tertutup
dapat
memudahkan
peneliti
dengan
cara
pengukuran
contruct
yang
lebih
baik.
Menurut Indriantoro dan Supomo (1999: 69) variabel ini dapat diukur
34
dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang lebih nyata
mengenai fenomena-fenomena.
a. Variabel independen (X) berupa copping stress (X1) dan kecerdasan
emosional (X2)
Variabel independen merupakan variabel yang menjadi pengaruh
atau mempengaruhi. Biasanya vaiabel ini disimbolkan dengan huruf (x).
1) Copping Stress (X1)
Coping stress adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika
dihadapkan pada tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang
ditujukan untuk mengatur suatu keadaan yang penuh stres dengan tujuan
mengurangi distress (Lazarus dalam Nuzulia 2005). Coping stress diukur
melalui aspek-aspek dari Lazarus dkk (dalam Aldwin dan Revenson
1987). Indikator dari copping stress ini meliputi problem focus coping dan
emotion focus coping
2) Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Intelektual (X2), merupakan kecerdasan intelektual adalah
kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menguasai dan
menerapkannya dalam menghadapi masalah. Indikator dari Kecerdasan
Intelektual meliputi: Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
mengarahkan tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila
tindakan itu telah dilakukan, dan kemampuan untuk mengeritik diri
sendiri.
b. Variabel dependen berupa Prestasi Akademik (Y)
35
Variabel
dependen merupakan
variabel
yang
dipengaruhi. Biasanya
variabel ini disimbolkan dengan huruf (Y). Dalam penelitian ini Prestasi
akademik merupakan motivasi berprestasi Taruna sehingga berprestasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) kemampuan mendapatkan keahlian,
(2) kemampuan mendapatkan nilai, (3) kemampuan untuk mendapatkan
pengetahuan.
7. Teknik Analisis Data
a. Uji Validitas
Menurut Kriyantono dalam bukunya yang berjudul Riset Komunikasi
(2010:
70) mengatakan
bahwa uji
validitas
dimaksudkan untuk
menyatakan sejauh mana instrumen (misal kuesioner) akan diukur apa yang
ingin diukur. Apakah sudah benar dan tepat alat ukur yang kita gunakan dapat
mengukur objek yang kita teliti atau justru malah mengukur sifat lain.
Contohnya kita ingin mengukur tinggi badan seseorang, maka alat ukur yang
valid adalah meteran bukan timbangan.
Dalam hal ini validitas yang digunakan oleh peneliti yakni validitas
konstruksi. Maksudnya adalah bahwa suatu konsep yang akan diriset
hendaknya dapat diurai hingga jelas konstruksi atau kerangkanya, sehingga
kerangka dari suatu konsep itu menjadi valid. Misalnya, sorang periset ingin
mengukur konsep kepuasan kerja. Maka langkah pertama yang harus
dilakukan oleh periset adalah mencari apa saja yang merupakan kerangka dari
36
konsep tersebut. Dengan begitu maka seorang periset akan dapat menyusun
tolok ukur operasional konsep tersebut.(Umar, 2002: 100)
Sedangkan cara menguji validitas menurut Umar (2002: 105) adalah
sebagai berikut :
1) Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
Caranya adalah seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan validitas
konstruksi diatas.
2) Melakukan uji coba alat ukur tersebut pada sejumlah responden.
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.
3) Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing
pertanyaan dan skor total dengan memakai rumus product moment.
Menurut Umar (2002: 105) Product moment merupakan rumus atau
teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui koefisien korelasi atau
derajat kekuatan hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan antara
variabel/ data/ skala interval dengan interval lainya. Teknik ini digunakan
tanpa melihat apakah suatu variabel tergantung pada variabel lainnya.
Rumusnya adalah :
r
n XY ( X)( Y)
N X
( X) 2 N Y 2 ( Y) 2
Dimana:
r
n = Banyaknya sampel
X = Skor tiap item
37
k
r11
k 1
Dimana:
b 2
1
38
b 2
t 2
39
= Koefisien regresi
X1
= Copping Stress
X2
= Kecerdasan Intelektual
= Error thump
40
41
F=
ESS /(k 1)
RSS /(n1)
Dimana:
F = Nilai
Fh itung
42
n = Jumlah data
Rumusan Hipotesis :
H0
=0
dengan
Ftabel
perhitungan menunjukkan:
Pengujian melalui uji F adalah dengan membandingkan
dengan
Ftabel
perhitungan menunjukkan:
Fh itung
Fh itung
43
1.
Fh itung
>
Ftabel
H0
ditolak, artinya
variabel terikat (
2.
Fh itung
Ftabel
diterima )
( probabilitas
0,05 ), maka
H0
diterima,
Ha
ditolak ).
44
t hitung
sebagai berikiut:
1
t hitung =
S( 1 )
Keterangan :
thitung = Nilai thitung
i
= Koefisien regresi
S(i)
nilai
t hitung
sebaliknya.
> nilai
t tabel
t hitung
dengan nilai
maka
H0
t tabel
. Jika
45
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Oleh:
XXXX
XXXXX
PROGRAM STUDI ILMU xxx
FAKULTAS xxx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016