You are on page 1of 45

1

Pengaruh Copping Stress Dan Kecerdasan Intelektual Terhadap Prestasi


Akademik Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang

A. Latar Belakang Masalah


Pada organisasi kemiliteran untuk mencapai tujuan organisasi, dibutuhkan
sumber daya manusia prajurit yang profesional. Profesionalisme prajurit harus selalu
dipelihara dan ditingkatkan melalui pendidikan, latihan dan pembinaan yang
dilaksanakan terus menerus (Fajarrani, 2009). Pola pendidikan militer yang selama
ini diterapkan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
prajurit, agar setiap prajurit memiliki disiplin tinggi, jasmani yang kuat serta tetap
berjiwa Pancasila, Sapta Marga, dan Sumpah Prajurit.
Oleh karena itu pendidikan kemiliteran merupakan program yang berkaitan
dengan masalah penyadaran dan pengarahan mental, persiapan jiwa, kedisiplinan, dan
korp militer. Program ini juga bertujuan pada salah satu sisinya untuk menciptakan
situasi yang cocok dengan kondisi pertempuran (seperti latihan perang) untuk melatih
individu dan mempersiapkan mereka cara mengatasi kondisi ini.
Dalam rangka mendukung tercapainya tujuan membentuk prajurit yang
profesional, maka Akademi Militer Magelang merupakan salah satu lembaga
pendidikan militer yang bertujuan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan
sikap kepada para siswanya untuk menjadi Perwira TNI,

pejuang Sapta Marga

dengan kualifikasi akademis potensial dasar berbagai matra, memiliki kesamaptaan

jasmani dan kemiliteran untuk menunjang tugas dan pengabdian selaku prajurit TNI,
serta mampu mengembangkan pribadi sebagai kader pemimpin bangsa (Mulyanto,
2007).
Namun ketika masyarakat sipil bergabung menjadi anggota militer, maka mereka
kebanyakan akan mengalami perubahan yang bertentangan dengan kebiasaan mereka
di dalam kehidupan sipil. Masyarakat militer berbeda dari seluruh masyarakat sipil
lainnya dalam banyak fenomena, yang sebagiannya berkaitan dengan struktur
organisasi yang rumit bagi masyarakat ini, dan sebagian lainnya berhubungan dengan
sasaran utama yang tersimpan di balik keberadaan masyarakat angkatan bersenjata
(Az-zaghul, 2004). Maka untuk memperkenalkan pola kehidupan militer kepada para
siswa Akademi Militer, saat menduduki tingkat I para siswa harus mengikuti
Pendidikan Dasar Keprajuritan (Pendidikan Chandradimuka) selama 1 tahun di
Akademi Militer (Akmil), Magelang. Mulyanto (2007) menyebutkan bahwa pada
dasarnya Pendidikan Dasar Keprajuritan (Diksarit) memberikan pelajaran yang
bersifat doktriner yang bertujuan merubah mind set seorang warga negara nonmiliter
menjadi militer. Pelatihan ini pada umumnya meliputi penyesuaian fisik, pelajaran
mengenai tata krama militer, tradisi, sejarah dan pemeliharaan seragam.
Pembinaan

disipilin

yang

tidak

kenal

kompromi

ditegakkan

melalui

pemberlakuan pengaturan hidup para siswa Akademi Militer yang sangat detail
setiap hari selama pendidikan, dari bangun pagi sampai dengan jam tidur tiba.
Terompet sangkakala (bangun pagi) ditiup pada pukul 04.30, persiapan untuk apel

pagi jam 07.00, setelah itu pemberian materi dan praktek, dan akhirnya terompet
malam dibunyikan pada pukul 22.00. Rutinitas yang ketat seperti itu berlaku setiap
hari dan pastinya ada konsekuensi yang diterima jika melanggarnya.
Stimulus lingkungan baik fisik, psikologis, atau sosial yang diterima Para
Siswa Akademi Militer tentu saja menyebabkan stres atau penegangan dalam sistem
yang sering di sebut stresor. Stres adalah tuntutan atau overtax terhadap sistem, yang
menghasilkan ketegangan, kecemasan, dan kebutuhan energi, usaha fisiologis, dan
usaha psikologi ekstra (Sundberg, Winebarger, dan Taplin, 2007). Menurut
Prawirohusodo (Sari, 2007) stres adalah suatu pengalaman hidup atau perubahan
lingkungan individu yang cukup bermakna sebagai akibat ketimpangan antara
tuntutan hidup dan kemampuan penyesuaian individu.
Matteson & Ivancevich (Wijono, 2006) menjelaskan bahwa stres dapat
dikelompokan menjadi dua tipe yaitu eustress dan distress. Eustress adalah perasaanperasaan yang menyenangkan individu (positif), yang dialami karena mendapatkan
penghargaan atau mendapat pujian atas dasar prestasi kerjanya yang memuaskan.
Tipe stres yang kedua disebut distress yaitu perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan individu (negatif) dan dapat menyebabkan prestasi kerjanya menurun.
Tentunya, untuk meminimalkan atau menghilangkan stressor yang ditimbulkan
dari berbagai masalah yang dihadapi, para Taruna Akademi Militer membutuhkan
perilaku coping yang sesuai, sehingga mereka dapat berfungsi dengan baik sebagai

taruna yang penuh dengan prestasi maupun sebagai alat pertahanan negara dengan
tugas-tugasnya masing-masing.
Pengertian umum mengenai konsep stres banyak digunakan untuk menjelaskan
tentang sikap atau tindakan individu yang dilakukanya apabila ia menghadapi suatu
tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam menghadapi
tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber stres (stresor)
yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan membahayakan dirinya.
Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang beragam. Bagi sementara orang,
stres dapat menggambarkan keadaan psikhis yang telah mengalami berbagai tekanan
yang melampaui batas ketahanannya. Sementara orang lain mengatakan stres bersifat
subyektif hanya berhubungan dengan kondsi-kondisi psikologis dan emosi seseorang.
Adapula yang menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat.
Namun banyak orang cenderung mengangap stres serbagai tanggapan patologos
(proses penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan
psikologis dan sosial yang berhubungan pekerjaan dan lingkungannya.
Strategi coping merupakan suatu upaya indivdu untuk menanggulangi situasi
stres yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan
perubahan kogntif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya
sendiri. Coping yang efektif umtuk dilaksanakan adalah coping yang membantu
seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan
tekanan yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).

Terlepas dari persoalan copping stress Kegiatan belajar mengajar pada


akademi militer ini dalam berbagai aspeknya adalah mencetak taruna sebagai
pemimpin dimasa depan sehingga adanya anggapan yang menyatakan bahwa jika
seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi, maka orang itu
memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar, dibandingkan dengan
orang yang memiliki kecerdasan intelektual rata-rata. Westy (2003) mengatakan
bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat prestasi, semakin tinggi tingkat
intelegensi seseorang maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya. Kemampuankemampuan ini mendukung seorang taruna dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.
Para Taruna yang belajar di Akmil dituntut tidak hanya mempunyai ketrampilan
teknis, tetapi juga memiliki daya dan kerangka pikir serta sikap mental dan
kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan luas dalam menghadapi masalahmasalah dalam dunia nyata (masyarakat).
Pendapat lain dikemukakan oleh Djamarah (2008, hlm. 194) bahwa
intelegensi diakui ikut menentukan keberhasilan seseorang. Secara tegas
mengatakan bahwa seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ nya tinggi)
umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang
intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat
berpikir sehingga prestasi belajarnya pun rendah. Isu diatas yang melatarbelakangi
perlunya tema ini untuk diteliti, agar dapat mengetahui performa atau kualitas
kecerdasan taruna.

Melihat penggambaran fenomena dalam dunia pendidikan militer di Akademi


Militer, di mana sasaran yang ingin dicapai yaitu menjadi Perwira TNI yang
profesional dalam pengoperasian dan pemeliharaan system senjata yang memerlukan
keterampilan tinggi, maka dilakukanlah pemilihan yang sangat ketat terhadap para
tarunanya. Pendidikan yang diberikan pun cukup

keras karena memang

diprogramkan untuk menciptakan situasi yang cocok dengan kondisi pertempuran,


sehingga tidak jarang pendidikan militer tersebut mendatangkan beberapa tuntutan
yang menuntut perubahan secara mendasar baik sikap maupun pada tindakan
terhadap para tarunanya. Keadaan seperti ini pada akhirnya akan mendatangkan
beberapa masalah kejiwaan pada para taruna seperti munculnya keguncangan jiwa
atau stres, sehingga berdampak pada kualitas hidup mereka selama menjalani
pendidikan militer.
Fenomena yang terjadi pada pelaksanaan pendidikan di akademi militer
Magelang khususnya untuk taruna tingkat I harus mengikuti Pendidikan Dasar
Keprajuritan (Pendidikan Chandradimuka) selama 1 tahun di Akademi Militer
(Akmil), hal ini merupakan beban berat yang dirasakan karena mereka menerima
pelajaran yang bersifat doktriner yang bertujuan merubah dari seorang warga negara
nonmiliter menjadi militer. Pelatihan ini pada umumnya meliputi penyesuaian fisik,
pelajaran mengenai tata krama militer yang kental dengan disiplin tingginya. Akibat
penyesuaian ini tidak jarang mereka mengalami stress yang tinggi, karena pada
tingkat I latihan fisik merupakan hal yang sangat berat tapi sebenarnya, justru bobot

penilaian nya tertinggi adalah kepada sikap mental taruna setelah digenjot latihan
sangat keras, apakah dia menjadi bertambah buas, liar, balas dendam kepada
yuniornya, atau justru menjadi manusia yang tangguh, tanggon, trengginas tapi
berbudi luhur, bahkan ada beberapa taruna yang lari dan meninggalkan akademi
militer.
Hal tersebut tentunya menuntut mereka untuk beradaptasi dengan perubahan
tersebut dan mampu membentuk kecerdasan para taruna dalam meningkatkan prestasi
belajarnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh copping stress
dan Dan Kecerdasan Intelektuak Terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1 Di
Akademi Militer Magelang.
B. Rumusan Masalah
Sesuai

dengan

latar

belakang

yang

telah

diuraikan

sebelumnya,

maka rumusan masalahnya adalah :


1. Apakah ada pengaruh copping stress dan kecerdasan intelektual secara
bersama-sama terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1 Di Akademi
Militer Magelang?
2. Diantara copping stress dan kecerdasan intelektual manakah yang
berpengaruh dominan terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1 Di
Akademi Militer Magelang?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh copping stress dan kecerdasan
intelektual secara bersama-sama terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1
Di Akademi Militer Magelang
2. Menganalisis dan mengetahui diantara variabel (copping stress dan
kecerdasan intelektual) yang berpengaruh dominan terhadap Prestasi
Akademik Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi pengembangan teori psikologi klinis di dunia militer,
khususnya memberi pemahaman tentang copping stress

dan kecerdasan

intektual dalam menempuh pendidikan militer.


2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan kontribusi akademis bagi pihak
yang terkait, untuk memperkaya khasanah hasil penelitian dan pengembangan
di bidang psikologi militer. Bagi Taruna, diharapkan dapat memberikan
tambahan informasi mengenai coping stress maupun membentuk kecerdasan
intelektual

ketika

menempuh

pendidikan

militer

sehingga

mampu

menyesuaikan dirinya dengan segala tuntutan yang ada selama pendidikan


guna mencegah terjadinya stres ketika menempuh pendidikan militer.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka teori adalah penjabaran dari teoriteori yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Teori-teori yang digunakan antara lain:
1. Pengertian coping stress
Coping stress adalah usaha perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan sebagai respon yang dilalui individu dalam menghadapi situasi yang
mengancam dengan cara mengubah lingkungan atau situasi yang stresful untuk
menyelesaikan

masalah

(Farida,

1994).

Cohen

(dalam

Smet,

1994)

mendefinisikan coping stress sebagai suatu proses dimana individu mencoba


untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan baik itu tuntutan yang
berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan dengan
sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stress.
Lazarus (dalam Nuzulia 2005) mengartikan coping stress sebagai suatu
upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan pada tuntutan-tuntutan
internal maupun eksternal yang ditujukan untuk mengatur suatu keadaan yang
penuh stres dengan tujuan mengurangi distres. Sementara Sarason (1999)
mengartikan coping stress sebagai cara untuk menghadapi stres, yang
mempengaruhi bagaimana seseorang mengidentifikasi dan mencoba untuk
menyelesaikan masalah.

10

Lebih lanjut Stone (dalam Putrianti, 2007) mengatakan bahwa coping


merupakan proses dinamik dari suatu pola perilaku atau pikiran-pikiran seseorang
yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi
yang menekan atau menegangkan sedangkan coping stress merupakan suatu
proses yang dinamis individu mengubah secara konstan pikiran dan perilaku
mereka dalam merespon perubahan-perubahan dalam penilaian terhadap kondisi
stres dan tuntutan-tuntutan dalam situasi tersebut (Cheng dalam Hapsari, 2002).
Coping stress bereaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan,
mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan.
Menurut Pramadi (2003) coping stress diartikan sebagai respon yang
bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan dan sifatnya dinamis.
Coping stress merupakan upaya individu untuk mengatasi keadaan atau situasi
yang menekan, menantang, atau mengancam, yang berupa pikiran atau tindakan
dengan menggunakan sumber dalam dirinya maupun lingkungannya, yang
dilakukan secara sadar untuk meningkatkan perkembangan individu (Shinta
dalam Effendi, 1999).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan cara menghadapi stres dan bereaksi
terhadap tekanan yang berfungsi untuk mencoba memecahkan masalah dengan
mengatur keadaan penuh stres secara dimanis dengan menggunakan sumber
sumber daya mereka sebagai respon menghadapi situasi yang mengancam.
Pengertian coping stress yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

11

pengertian menurut Lazarus (dalam Nuzulia 2005) yang mengartikan coping


stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan pada
tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang ditujukan untuk mengatur suatu
keadaan yang penuh stres dengan tujuan mengurangi distres.
2. Bentuk-bentuk dan Indikator dari Coping stress
a. Problem Focus Coping
Problem focus coping adalah usaha nyata berupa perilaku individu untuk
mengatasi masalah, tekanan dan tantangan, dengan mengubah kesulitan
hubungan dengan lingkungan yang memerlukan adaptasi atau dapat disebut
pula perubahan eksternal (Lazarus dalam Effendi, 1999). Strategi ini
membawa pengaruh pada individu, yaitu perubahan atau pertambahan
pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya berikut dampakdampak dari masalah tersebut, sehingga individu mengetahui masalah dan
konsekuensi yang dihadapinya.
Problem focus coping merupakan respon yang berusaha memodifikasi
sumber stres dengan menghadapi situasi sebenarnya (Pramadi, 2003).
Problem focus coping merupakan coping stress yang orientasi utamanya
adalah mencari dan menghadapi pokok permasalahan dengan cara
mempelajari strategi atau keterampilan-kererampilan baru dalam rangka
mengurangi stresor yang dihadapi dan dirasakan. Lebih lanjut menurut
Lazarus (dalam Hapsari, 2002) coping stress yang berpusat pada masalah,

12

individu mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara atau keterampilanketerampilan baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya
yakin akan dapat mengubah situasi.
Menurut Lazarus (dalam Aldwin dan Revenson 1987) indikator yang
menunjukkan strategi yang berorientasi pada problem focus coping yaitu:
1) Instrumental action (tindakan secara langsung).
Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang
mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun
rencana untuk bertindak dan melaksanakannya.
2) Cautiousness (kehati-hatian).
Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa alternative
pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan masalah, meminta
pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang pernah diterapkan
sebelumnya.
3) Negotiation
Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta mencari
cara penyelesaian dengan orang lain yang terlibat di dalamnya dengan
harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengubah pikiran dan pendapat seseorang, melakukan perundingan atau
kompromi untuk mendapatkan sesuatu yang positif dari situasi.
Bentuk-bentuk problem focus coping menurut Lazarus (dalam Effendi,
1999) yaitu preparing focus coping, agression or attack, avoidance, dan
apathy or inaction. Lebih lanjut menurut Aldwin dan Revenson (1987)
problem focus coping meliputi tindakan instrumental yaitu tindakan yang

13

ditujukan untuk

menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun

rencana-rencana yang dilakukan. Sedangkan negosiasi yaitu usaha yang


ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau menjadi penyebab masalah
yang sedang dihadapinya.
Indikator-indikator problem focus coping yang peneliti gunakan adalah
dari Lazarus (dalam Aldwin dan Revenson 1987) yaitu instrumental action,
cautiousness, negotiation.
b.

Emotion focus coping


Emotion focus coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh
rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dirasakan, yang diarahkan untuk
mengubah faktor dalam diri sendiri dalam cara memandang atau mengartikan
situasi lingkungan, yang memerlukan adaptasi yang disebut pula perubahan
internal. Emotion focus coping berusaha untuk mengurangi, meniadakan
tekanan, untuk mengurangi beban pikiran individu, tetapi tidak pada kesulitan
yang sebenarnya (Lazarus dalam Effendi, 1999).
Emotion focus coping lebih sesuai dilakukan oleh subjek yang
memiliki usia berkisar antara 17 sampai 20 tahun karena mereka belum
mencapai tahap perkembangan yang matang untuk bisa menggunakan
problem focus coping

(Tanumidjojo, 2004). Menurut Pramadi (2003)

Emotion focus coping merupakan respon yang mengendalikan penyebab stres


yang berhubungan dengan emosi dan usaha memelihara keseimbangan yang

14

efektif. Perilaku koping yang berpusat pada emosi yang digunakan untuk
mengatur respon emosional terhadap stres. Sementara emotion focus coping
menurut Hapsari (2002) merupakan pelarian dari masalah yaitu individu
menghindari

masalah

dengan

cara

berkhayal

atau

membayangkan

seandainyadia berada pada situasi yang menyenangkan.


Menurut Lazarus dkk (dalam Aldwin dan Revenson 1987) indikator yang
menunjukkan strategi yang berorientasi pada emotion focus coping yaitu:
1)

Escapism (Pelarian diri dari masalah). Usaha yang dilakukan individu


untuk menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan
hasil yang akan terjadi atau mengkhayalkan seandainya ia berada dalam
situasi yang lebih baik dari situasi yang dialaminya sekarang. Cara yang
dilakukan untuk menghindari masalah dengan tidur lebih banyak, minum
minuman keras, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan menolak
kehadiran orang lain.
2) Minimalization (meringankan beban masalah).
Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara
menolak memikirkan masalah dan menganggap seakan-akan masalah
tersebut tidak ada dan menekan masalah menjadi seringan mungkin.
3) Self blame (menyalahkan diri sendiri).
Perasaan menyesal, menghukum dan menyalahkan diri sendiri atas
tekanan masalah yang terjadi atau strategi lainnya yang bersifat pasif dan
intropunitif yang ditujukan ke dalam diri sendiri.
4) Seeking meaning (mencari arti).
Usaha individu untuk mencari makna atau mencari hikmah dari kegagalan
yang dialami dan melihat hal- hal lain yang penting dalam kehidupan.
Bentuk-bentuk Emotion focus coping oleh Lazarus (dalam Effendi, 1999)
yaitu, identifikasi, represi, denial, proyeksi, reaksi formasi, displacement,
rasionalisasi.
Carver (dalam Hapsari, 2002) membagi aspek-aspek coping stress
menjadi empat pertama keaktifan diri yaitu suatu tindakan untuk mencoba

15

menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stress atau memperbaiki akibatnya


dengan cara bertindak langsung, religiusitas yaitu sikap individu untuk
menenangkan dan menyelesaikan masalah-masalah secara keagamaan. Lebih
lanjut Ebata (dalam Herdiansyah, 2007) menjelaskan macam-macam strategi
coping stress, yaitu strategi mendekat (approach strategy) adalah suatu usaha atau
cara kognitif untuk memahami sumber penyebab kecemasan dan berusaha untuk
menghadapi masalah penyebab kecemasan tersebut beserta konsekuensinya
secara

langsung

dan

strategi

menghindar

(avoidance

strategy)

adalah

meminimalisasi sumber penyebab, kemudian memunculkan usaha dalam bentuk


tingkah laku untuk menarik atau menghindarkan diri dari sumber penyebab
tersebut. Indikator-indikator emotion focus coping yang peneliti gunakan adalah
dari

Lazarus

(dalam Aldwin

dan

Revenson

1987)

adalah

escapism,

minimalization, self blame, dan seeking meaning.


3. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping stress
a.

Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan sama-sama menggunakan kedua bentuk koping
yaitu problem focus coping dan emotion focus coping. Menurut Billings dan
Moos (dalam Pramadi, 2003), wanita lebih cenderung berorientasi pada
emosi sedangkan pria lebih berorientasi pada masalah.

16

Secara umum respon coping stress antara pria dan wanita hampir sama, tetapi
wanita lebih lemah atau lebih sering menggunakan penyaluran emosi
daripada pria (Hapsari, 2002).
b.

Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seesorang akan semakin tinggi pula
kompleksitas kognitifnya, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya
seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih realistis dan aktif dalam
memecahkan masalah.

c.

Perkembangan Usia
Struktur psikologis seseorang dan sumber-sumber untuk melakukan
coping akan berubah menurut perkembangan usia dan akan membedakan
seseorang dalam merespons tekanan. Menurut Garmezy (dalam Hapsari,
2002) coping stress akan berbeda untuk setiap tingkat usia. Pada usia muda
akan menggunakan problem focus coping sedangkan pada usia yang lebih tua
akan menggunakan emotion focus coping. Hal ini disebabkan pada orang
yang lebih tua memiliki anggapan bahwa dirinya tidak mampu melakukan
perubahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga akan bereaksi dengan
mengatur emosinya daripada pemecahan masalah.

d.

Status Sosial Ekonomi


Seseorang dengan status sosial ekonomi rendah akan menampilkan koping
yang kurang aktif, kurang realistis, dan lebih fatal atau menampilkan respon

17

menolak, dibandingkan dengan seseorang yang status ekonominya lebih


tinggi.
Menurut Tanumidjojo (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi coping
stress antara lain perkembangan kognitif, yaitu bagaimana subjek berpikir
dan memahami kondisinya, kemudian kematangan usia yaitu bagaimana
subjek mengelola emosi, pikiran, dan perilakunya saat menghadapi masalah.
Hal lainnya adalah urutan kelahiran yaitu posisi subjek diantara saudarasaudaranya yang berpengaruh terhadap karakteristik subjek dalam menilai
dirinya sendiri, serta moral yaitu bagaimana subjek memandang aturan
tentang masalah yang sedang dihadapi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi coping stress adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan,
perkembangan usia, konteks lingkungan dan sumber individual serta status social
ekonomi. Sementara faktor-faktor lain yang mempengaruhi coping stress adalah
perkembangan kognitif, kematangan usia, urutan kelahiran, moral, pola asuh
orang tua, peran orang tua, habit, religi, nilai dan pemahaman subjek tentang
masalah yang dihadapi.
4. Kecerdasan Intelektual
a.

Pengertian Kecerdasan Intelektual

Dalam memahami sesuatu adanya kecerdasan intelektual merupakan hal


yang penting juga untuk dipertimbangkan. Kecerdasan intelektual (IQ)

18

merupakan pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh


kemampuan daya pikir rasional dan logika. Lebih kurang 80%, IQ diturunkan
dari orangtua, sedangkan selebihnya dibangun pada usia sangat dini yaitu 0-2
tahun kehidupan manusia yang pertama. Sifatnya relatif digunakan sebagai
prediktor keberhasilan individu dimasa depan. Implikasinya, sejumlah riset untuk
menemukan alat (tes IQ) dirancang sebagai tiket untuk memasuki dunia
pendidikan sekaligus dunia kerja.
Menurut Binet & Simon dalam Azwar (2004 : 5) Intelligensi sebagai
suatu kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1) Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan.
2) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilakukan.
3) Kemampuan untuk mengeritik diri sendiri.
Menurut Robins & Judge (2008 : 57) mengatakan bahwa kemampuan yang di
butuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar dan
memecahkan masalah.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual
adalah kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menguasai
dan menerapkannya dalam menghadapi masalah.
Kecerdasan Intelektual (IQ) sering kali disamakan arti inteligensi dengan
IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat
mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir

19

secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau
singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah
alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi
mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan
seseorang secara keseluruhan.
McClelland (1997) dalam Goleman (2000) menyatakan bahwa
kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan
pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah
berkerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya dalam hidup.
Sebaliknya ia menyatakan bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti
empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari
mereka yang berprestasi biasa-biasa saja. Selain kecerdasaan kognisi yang
dapat mempengaruhi keberhasilan orang dalam bekerja. Faktor ini dikenal
sebagai kecerdasaan emosional. Goleman berusaha mengubah pandangan
tentang IQ yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh intelektualitas
belaka. Peran IQ dalam dunia kerja ternyata hanya menempati posisi kedua
setelah kecerdasaan emosi dalam menentukan peraihan prestasi puncak.
Goleman tidak mempertentangkan IQ (kecerdasaan kognisi) dan EQ
(kecerdasan emosional), melainkan memperlihatkan adanya kecerdasaan

20

yang bersifat emosional, ia berusaha menemukan keseimbangan cerdas


antara emosi dan kognisi. Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik
seseorang menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya,
termasuk keterampilan intelektual. Paradigma lama menganggap yang ideal
adalah adanya nalar yang bebas dari emosi, paradigma baru menganggap
adanya kesesuain antara kepala dengan hati.
Kematangan intelektual menjadi prasyarat pelajar yang baik bagi
siswa. Demikian juga kematangan psikologis dan kepribadian. Kematangan
intelektual bisa menjadi prakondisi atau kondisi, diperlukan proses belajar
yang lama dan intensif bagi terwujudnya intelektual siswa. Kematangan
intektual yang dicapai melalui sebuah proses merupakan kondisi.
Intelektual siswa yang sudah matang menjadi prakondisi bai kematangan
intelektualisasi lanjutan
Kematangan intelektual menjadi prasyarat pelajar yang baik bagi
siswa. Demikian juga kematangan psikologis dan kepribadian. Kematangan
intelektual bisa menjadi prakondisi atau kondisi, diperlukan proses belajar
yang lama dan intensif bagi terwujudnya intelektual siswa. Kematangan
intektual yang dicapai melalui sebuah proses merupakan kondisi.
Intelektual siswa yang sudah matang menjadi prakondisi bai kematangan
intelektualisasi lanjutan (Sudarmawan danim, 2009)
b.

Dimensi dan Indikator Kecerdasan Intelektual

21

Dalam penelitian ini kecerdasan intelektual mahasiswa diukur dengan


dimensi dan indikator sebagai berikut (Stenberg, 1981 dalam Azwar, 2008:8)
1)

Kemampuan memecahkan masalah, yaitu mampu menunjukkan


pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi, mengambil keputusan
tepat, menyelesaikan masalah secara optimal, menunjukkan fikiran jernih.

2) Intelegensi verbal, yaitu kosa kata baik, membaca dengan penuh


pemahaman, ingin tahu sacara intelektual, menunjukkan keingintahuan.
3) Intelegensi praktis, yaitu tahu situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar
terhadap dunia sekeliling, menunjukkan minat terhadap dunia luar.

5. Prestasi Akademik
a. Pengertian Prestasi
Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi adalah To
overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as
well and as quickly as possible Kebutuhan untuk prestasi adalah
mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang
sulit dengan baik dan secepat mungkin.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan
kegiatan. Menurut Bloom dalam Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar
dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

22

Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada
saat atau periode tertentu.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun
berupa keterampilan (Qohar, 2000).
Prestasi menyatakan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan
dan sebagainya, dengan hasil yang menyenangkan hati dan diperoleh
dengan jalan keuletan kerja (Nasrun, 2000).

b. Pengertian Akademik
Kata akademik berasal dari bahasa Yunani yakni academos yang
berarti sebuah taman umum (plasa) di sebelah barat laut kota Athena.
Sesudah itu, kata acadomos berubah menjadi akademik, yaitu semacam
tempat perguruan. Para pengikut perguruan tersebut disebut academist,
sedangkan perguruan semacam itu disebut academia. Berdasarkan hal ini,
inti dari pengertian akademik adalah keadaan orang-orang bisa
menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran, ilmu pengetahuan, dan
sekaligus dapat mengujinya secara jujur, terbuka, dan leluasa (Fadjar,

23

2002 : 5). Dapat dikatakan, secara umum pengertian akademik berarti


proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas atau dunia persekolahan.
Kegiatan akademik meliputi tugas-tugas yang dinyatakan dalam
program pembelajaran, diskusi, obesrvasi, dan pengerjaan tugas. Dalam
satu kegiatan akademik diperhitungkan tidak hanya kegiatan tatap muka
yang terjadwal saja tetapi juga kegiatan yang direncanakan (terstruktur)
dan yang dilakukan secara mandiri.
c. Pengertian Prestasi Akademik
Berdasarkan teori yang telah diuraikan diatas, prestasi akademik
dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai mahasiswa atau taruna
dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar merupakan salah satu bagian
dari prestasi akademik karena pengertian akademik sendiri merupakan
proses pembelajaran didalamnya yang meliputi kegiatan belajar,
pemberian tugas dan evaluasi.
Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan tingkah
laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu
dan tidak disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar.
Perwujudan bentuk hasil proses belajar tersebut dapat berupa pemecahan
lisan maupun tulisan, dan keterampilan serta pemecahan masalah
langsung dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan tes yang
terstandar (Sobur, 2006).

24

Prestasi akademik adalah istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian


tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan, karena suatu usaha belajar telah
dilakukan oleh seseorang secara optimal (Setiawan, 2006).
Sejalan dengan pandangan di atas, Qohar, (2000) berpendapat bahwa
pengertian prestasi adalah hasil dari suatu yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak
pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun
berupa keterampilan.
Prestasi akademik adalah perubahan dalam hal kecakapan tingkah
laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu
dan tidak disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar.
Perwujudan bentuk hasil proses tersebut dapat berupa pemecahan lisan
maupun tulisan, dan keterampilan serta pemecahan masalah langsung
dapat dinilai atau diukur dengan menggunakan test yang terstandar
(Sobur, 2006). Selain itu, prestasi akademik adalah istilah untuk
menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan,
karena suatu usaha belajar telah dilakukan seseorang secara optimal
(Setiawan, 2000).
Secara umumnya, pencapaian akademik adalah penentu kepada taraf
pencapaian individu dalam sesuatu pemeriksaan yang standar. Pencapaian
adalah sebagai penyelesaian dan efisiensi yang diperoleh dalam sesuatu

25

kemahiran, pengetahuan atau kemajuan yang diperoleh secara alami yang


tidak terlalu bergantung kepada kecerdasan akal pikiran. Selain itu,
prestasi akademik adalah mengungkap keberhasilan seseorang dalam
belajar (Azwar, 2002). Selanjutnya dikemukakan, karena prestasi
akademik tak lain dari hasil dari proses belajar, maka prestasi akademik
juga dimaknai sebagai prestasi belajar.
Menurut Azwar (2004) secara umum, ada dua faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi antara lain faktor fisik dan faktor
psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti
penglihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor
non fisik, seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan
mental. Faktor eksternal meliputi faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik
menyangkut kondisi tempat belajar, sarana dan perlengkapan belajar,
materi pelajaran dan kondisi lingkungan belajar. Faktor sosial menyangkut
dukungan sosial dan pengaruh budaya.
6. Penelitian terdahulu yang relevan
Penelitian yang dilakukan Sun Sook (2015), yang meneliti tentang
Hubungan antara Kecerdasan Emosional, Stres Coping dan Penyesuaian
kehidupan kampus pada Siswa Keperawatan, hasil penelitian menunjukkan
korelasi yang signifikan ditemukan antara kecerdasan emosional, stres

26

copping, dan penyesuaian dengan kehidupan kampus di mahasiswa


keperawatan. temuan ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk
meningkatkan kecerdasan emosional dan stres menghadapi untuk mendorong
penyesuaian dengan kehidupan kampus di mahasiswa keperawatan. Oleh
karena itu,diperlukan untuk mengembangkan dan menguji program untuk
meningkatkan kecerdasan emosional dari mahasiswa keperawatan.
Penelitian yang dilakukan Amarnath (2015) yang meneliti tentang
pengaruh jenis kelamin, kecerdasan dan stres pada prestasi akademik, hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari jenis
kelamin, kecerdasan dan stres pada prestasi akademik. Selanjutnya penelitian
yang dilakukan oleh Zhargam (2014) yang meneliti tentang hubungan IQ dan
Kecerdasan Emosional dengan pemahaman membaca, hasil penelitian
menunjukkan hubungan antara IQ dan membaca pemahaman lebih kuat dari
hubungan antara jumlah kecerdasan emosional dan pemahaman membaca.
Sebuah korelasi kecil tapi signifikan yang ditemukan antara pemahaman
membaca, berikut bahwa IQ adalah faktor dominan yang menentukan dalam
kemampuan pemahaman membaca.
Penelitian yang dilakukan oleh Omomia (2014) mengenai Dampak yang
dirasakan dari Stres pada Prestasi Akademik Siswa Biologi Pendidikan
Kabupaten IV, Lagos State. Nigeria didapatkan beberapa temuan yang bahwa

27

siswa mengalami stres yang paling akhir istilah dan bahwa siswa merasa stres
sebagai memiliki dampak negatif pada prestasi akademik.
Penelitan yang dilakukan Nesrin (2009) dengan judul Hubungan
antara kognitif Intelligence, Emotional Intelligence, Coping dan
Gejala Stres dalam konteks Tipe Pola Kepribadian hasil penelitian
menunjukkan bahwa gejala stres yang berkorelasi negatif dengan
koping yang efektif, stres manajemen, dan suasana umum dimensi
kecerdasan emotional. Hasil juga menunjukkan adanya korelasi
positif dengan koping stress.

F. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian dari kerangka teori di atas dan sesuai pokok permasalahan dari
judul skripsi ini maka penulis menuangkan ke dalam bentuk kerangka konsep.

Kondisi stres yang dialami siswa dalam pembelajaran tingkat pertama sebagai
siswa Akmil membuat siswa mengalami gangguan belajar. Mereka terfokus pada
masalah-masalah yang timbul akibat beban tugasnya. Kebanyakan dari mereka
kehilangan gairah dan minat untuk belajar sampai akhirnya mempengaruhi
prestasi belajar.

Masalah lain yang mungkin terjadi adalah tuntutan untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, teman-teman baru, dan berbagai hal
lain yang muncul saat mereka harus pindah ke lingkungan militer.
Ketidakberhasilan individu menghadapi masalah atau stressor mengakibatkan
gangguan psikofisiologis yaitu perubahan fungsi tubuh, munculnya reaksi yang
maladaptif, menjadi tidak bergairah, tidak bersemangat, sehingga dapat

28

mempengaruhi kesehatannya (Clercq dan Smet, 2005). Untuk berhasil


menghadapi tekanan, remaja membutuhkan coping stress dan kecerdasan
emosional yang baik agar gangguan psikofisiologis tidak terjadi dan dengan
demikian tidak akan menganggu prestasi belajarnya.
Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka konseptual yang dapat
digambarkan sebagai berikut :

29

Copping stress (X1)


Kecerdasan Intelektual (X2)

PRESTASI AKADEMIS TARUNA


AKMIL TINGKAT I

(Y)

Gambar 1.1 Susunan Kerangka Konsep


G. Hipotesis
Menurut Umar (2002: 62) hipotesis merupakan pernyataan sementara yang
perlu dibuktikan benar atau tidaknya. Menurut pola umum metode ilmiah, setiap
riset terhadap suatu obyek hendaknya dibawah tuntunan suatu hipotesis yang
berfungsi sebagai pegangan sementara atau jawaban sementara yang masih harus
dibuktikan kebenarannya didalam kenyataan (empirical verification), percobaan
(experimentation), dan praktek (implementation).
Oleh karena itu berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini,
peneliti mengambil pernyataan sementara bahwa :
H1 =

diduga ada pengaruh copping stress dan kecerdasan intelektual secara


bersama-sama terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1 Di
Akademi Militer Magelang.

H2 =

diduga copping berpengaruh dominan terhadap Prestasi Akademik


Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang.

H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian

30

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi kuantitatif


eksplanatif. Jenis riset eksplanatif ini menurut Kriyantono (2010: 69)
dijelaskan bahwa periset menghubungkan atau mencari sebab-akibat antara
dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti. Pada jenis riset ini
peneliti membutuhkan definisi konsep, kerangka konseptual, dan kerangka
teori. Selain itu peneliti perlu melakukan kegiatan berteori untuk
menghasilkan hipotesis antara variabel satu dengan yang lain. Metode
pengumpulan

data

yang

digunakan

oleh

peneliti

adalah

dengan

menggunakan angket. Metode angket merupakan metode yang mana data


didapat dari penyebaran kuesioner. Angket yang dipilih dalam penelitian ini
adalah angket langsung tertutup. Kuesioner dalam penelitian ini dibagikan
kepada Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang.

1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini Di Akademi Militer Magelang. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang karena
mereka adalah para taruna awal dari sipil yang akan dibentuk menjadi prajurit
militer yang tentunya mempunyai beban lebih berat dibanding para seniornya.
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dan dimulai pada bulan Mei 2016.
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
a. Populasi
Bungin (2005: 99) dalam bukunya yang berjudul Metodologi
Penelitian Kuantitatif berpendapat bahwa populasi adalah keseluruhan

31

(universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan,


tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan
sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data
penelitian.
Populasi yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah
seluruh Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang yaitu sebanyak
.. Taruna
b. Sampel
Bungin (2001: 102) mengatakan bahwa sampel merupakan wakil
semua unit

strata dan

sebagainya

yang

ada didalam

populasi.

Sedangkan Sugiyono (2012:45) menyatakan Secara umum, untuk


penelitian korelasional jumlah sampel minimal untuk memperoleh hasil
yang baik adalah 30, sedangkan dalam penelitian eksperimen jumlah
sampel minimum 15 dari masing- masing kelompok dan untuk penelitian
survey jumlah sampel minimum adalah 100.
Berdasarkan hal tersebut maka dengan megacu pada pendapat ahli di
atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka jumlah populasi yang
digunakan adalah sebanyak 100 orang.
c. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling. Teknik ini mencakup orang-orang yang
diseleksi

atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan

tujuan penelitian. Sedangkan orang didalam populasi yang tidak sesuai


dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel. Sedangkan dalam

32

penelitian ini sampel yang diambil oleh peneliti yakni Taruna Tingkat 1
Di Akademi Militer Magelang.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer. Bungin (2001: 122) mengartikan data primer adalah data yang
langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau
objek penelitian. Dalam hal ini data primer diperoleh langsung oleh peneliti
dari Taruna Tingkat 1 Di Akademi Militer Magelang. Pertanyaan yang
diajukan telah dilengkapi peneliti dengan alternatif pertanyaan dan jawaban
untuk dipilih dan dijawab oleh responden.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer. Data primer diperoleh dari sumber data primer, yakni sumber data
pertama yang mana sebuah data tersebut dihasilkan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah metode angket. Menurut Bungin (2005: 123) metode
angket sering disebut metode kuesioner atau dalam bahasa inggris disebut
questionnaire (daftar

pertanyaan). Metode

angket merupakan

suatu

rangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian


dikirim untuk diisi oleh responden.
Dalam kuesioner yang peneliti bagikan kepada responden berisikan
pertanyaan-pertanyaan

seputar

pengaruh

copping

stress,

kecerdasan

emosional dan prestasi belajat. Alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh
responden antara lain:
SS = Sangat Sering

33

S
CS
TS
STS

= Sering
= Cukup Setuju
= Tidak Setuju
= Sangat Tidak Setuju

Yang masing-masing pilihan akan bernilai sebagai berikut :


SS
S
CS
TS
STS

=5
=4
=3
=2
=1

Peneliti menggunakan jenis angket langsung tertutup. Angket dirangcang


sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh
responden sendiri. Kemudian semua alternatif jawaban yang harus dijawab
responden yang telah tertera dalam angket tersebut. Angket langsung

tertutup

juga dapat membantu responden dalam membuat keputusan secara cepat


dalam memilih berbagai alternatif jawaban yang telah tersedia. Selain itu
juga

dapat

memudahkan

peneliti

dalam memberikan kode untuk analisis

yang akan dilakukan.


6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional variabel merupakan cara tertentu yang digunakan oleh
peneliti dalam mengoperasikan contruct. Hal ini memungkinkan peneliti
untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan

dengan

cara

pengukuran

contruct

yang

lebih

baik.

Menurut Indriantoro dan Supomo (1999: 69) variabel ini dapat diukur

34

dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang lebih nyata
mengenai fenomena-fenomena.
a. Variabel independen (X) berupa copping stress (X1) dan kecerdasan
emosional (X2)
Variabel independen merupakan variabel yang menjadi pengaruh
atau mempengaruhi. Biasanya vaiabel ini disimbolkan dengan huruf (x).
1) Copping Stress (X1)
Coping stress adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika
dihadapkan pada tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang
ditujukan untuk mengatur suatu keadaan yang penuh stres dengan tujuan
mengurangi distress (Lazarus dalam Nuzulia 2005). Coping stress diukur
melalui aspek-aspek dari Lazarus dkk (dalam Aldwin dan Revenson
1987). Indikator dari copping stress ini meliputi problem focus coping dan
emotion focus coping
2) Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Intelektual (X2), merupakan kecerdasan intelektual adalah
kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menguasai dan
menerapkannya dalam menghadapi masalah. Indikator dari Kecerdasan
Intelektual meliputi: Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
mengarahkan tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila
tindakan itu telah dilakukan, dan kemampuan untuk mengeritik diri
sendiri.
b. Variabel dependen berupa Prestasi Akademik (Y)

35

Variabel

dependen merupakan

variabel

yang

dipengaruhi. Biasanya

variabel ini disimbolkan dengan huruf (Y). Dalam penelitian ini Prestasi
akademik merupakan motivasi berprestasi Taruna sehingga berprestasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) kemampuan mendapatkan keahlian,
(2) kemampuan mendapatkan nilai, (3) kemampuan untuk mendapatkan
pengetahuan.
7. Teknik Analisis Data

a. Uji Validitas
Menurut Kriyantono dalam bukunya yang berjudul Riset Komunikasi
(2010:

70) mengatakan

bahwa uji

validitas

dimaksudkan untuk

menyatakan sejauh mana instrumen (misal kuesioner) akan diukur apa yang
ingin diukur. Apakah sudah benar dan tepat alat ukur yang kita gunakan dapat
mengukur objek yang kita teliti atau justru malah mengukur sifat lain.
Contohnya kita ingin mengukur tinggi badan seseorang, maka alat ukur yang
valid adalah meteran bukan timbangan.
Dalam hal ini validitas yang digunakan oleh peneliti yakni validitas
konstruksi. Maksudnya adalah bahwa suatu konsep yang akan diriset
hendaknya dapat diurai hingga jelas konstruksi atau kerangkanya, sehingga
kerangka dari suatu konsep itu menjadi valid. Misalnya, sorang periset ingin
mengukur konsep kepuasan kerja. Maka langkah pertama yang harus
dilakukan oleh periset adalah mencari apa saja yang merupakan kerangka dari

36

konsep tersebut. Dengan begitu maka seorang periset akan dapat menyusun
tolok ukur operasional konsep tersebut.(Umar, 2002: 100)
Sedangkan cara menguji validitas menurut Umar (2002: 105) adalah
sebagai berikut :
1) Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
Caranya adalah seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan validitas
konstruksi diatas.
2) Melakukan uji coba alat ukur tersebut pada sejumlah responden.
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.
3) Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing
pertanyaan dan skor total dengan memakai rumus product moment.
Menurut Umar (2002: 105) Product moment merupakan rumus atau
teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui koefisien korelasi atau
derajat kekuatan hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan antara
variabel/ data/ skala interval dengan interval lainya. Teknik ini digunakan
tanpa melihat apakah suatu variabel tergantung pada variabel lainnya.
Rumusnya adalah :
r

n XY ( X)( Y)

N X

( X) 2 N Y 2 ( Y) 2

Dimana:
r

= Koefisien korelasi variabel bebas dan variabel terikat

n = Banyaknya sampel
X = Skor tiap item

37

Y = Skor total variabel


Menurut Sugiyono (2004:138) : Cara yang digunakan adalah dengan
analisa Item, dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan
dikorelasikan dengan total nilai seluruh butir pertanyaan untuk suatu variabel
dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Syarat minimum
untuk dianggap valid adalah nilai r hitung > dari nilai r tabel.
b. Uji Reliabilitas
Sedangkan uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya
konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur
tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada
waktu yang berbeda.
Menurut Arikunto (1998:145): Untuk uji reliabilitas digunakan
Teknik Alpha Cronbach, dimana suatu instrumen dapat dikatakan handal
(reliabel) bila memiliki koefisien keandalan atau alpha sebesar 0,6 atau lebih.
Pada penelitian ini perhitungan reliabilitas menggunakan rumus alpha
(Arikunto, 1998: 138) sebagai berikut:

k
r11

k 1
Dimana:

b 2
1

38

r11 = reliabilitas instrumen


k

= banyaknya butir pertanyan

b 2
t 2

= jumlah varians butir


= jumlah varians total

c. Teknik Analisis Data


1) Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini akan digunakan untuk
mengetahui distribusi frekuensi jawaban responden atas hasil pengumpulan
kuesioner yang dilakukan. Analisis ini diperlukan mendiskriptifkan atau
menggambarkan data hasil pengumpulan kuesioner. Teknik yang digunakan
untuk menggambarkan data lapangan secara deskriptif dengan cara
menginterprestasikan hasil pengolahan data lewat tabulasi. Teknik ini dapat
diharapkan dapat mendukung interprestasi hasil analisis yang digunakan.
2) Analisis Statistik Inferensial
Analisis statistik yang digunakan untuk menganalisa data adalah analisis
multiple regression atau regresi berganda, agar analisa dapat dilakukan
dengan benar maka langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan
menentukan bentuk pengaruh antara variabel X dan Y.
Untuk mencari pengaruh antara variabel pengembangan sumber daya
manusia yang terdiri atas pendidikan dan pelatihan, pengembangan karir, dan

39

komitmen organisasi maka peneliti menggunakan metode analisis regresi


linier berganda dengan tujuan utamanya adalah untuk menduga besarnya
koefisien regresi yang nantinya akan menunujukkan besarnya hubungan
antara variabel-variabel pendidikan dan pelatihan, pengembangan karir dan
komitmen organisasi terhadap prestasi kerja.
+ 1 X 1 + 2 X 2 +
Y=
Dimana:
Y = Prestasi Akademik
= Nilai konstanta

= Koefisien regresi

X1

= Copping Stress

X2

= Kecerdasan Intelektual

= Error thump

3) Uji Asumsi Klasik


Dipakai uji asumsi klasik untuk mengetahui diterima atau tidaknya
suatu hipotesis yang diajukan, maka dilakukan analisis secara kuantitatif,
analisis ini dengan menggunakan regresi linier berganda dengan pengujian uji
F dan uji t supaya persamaan garis regresi linier berganda ini merupakan garis
penaksir yang terbaik (the best lineary unbiased estimator) atau BLUE. Maka
ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:
(a) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki ditribusi normal ( Ghozali,
2005 ). Untuk mendektesi apakah residual berdistribusi normal atau tidak

40

dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian statistik non-parametrik (


uji kolmogorov-smirnov ( K- S)).
Pengambilan keputusan dengan melihat hasil uji KolmogorovSmirnov. Jika nilai signifikan dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov > 0,05,
maka maka asumsi normalitas terpenuhi ( Adji dan Nurjannah, 2006 ).
(b) Uji Multikolinieritas
Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent,
metode yang digunakan untuk mendektesi adanya multikolineritas dalam
penelitian ini dengan menggunakan nilai tolerance dan lawannya variance
inflation factor (VIF). Menurut Ghozali (2005), nilai cutoff yang umum
digunakan untuk menunjukkan adanya multikolineritas adalah nilai
Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Sehingga terjadi
korelasi antar variabel independent (multikolineritas) bilamana hasil
perhitungan nilai VIF > 10.
(c) Uji Non Heteroskedastisitas
Heteroskedasitas berarti variasi residual tidak sama untuk semua
pengamatan. Misalnya heteroskedasitas akan muncul dalam bentuk
residual yang semakin besar jika pengamatannya semakin besar. Jadi
heteroskedasitas bertentangan dengan asumsi dasar regresi linier yaitu
variabel residualnya harus sama untuk semua pengamatan. Pengujian
heteroskedasitas menggunakan Spearman Rank Correlation dengan cara

41

menyusun korelasi rangking antara variabel bebas dengan absolut residual


pada taraf = 0,05. Jika masing-masing variabel bebas tidak berkorelasi
secara signifikan dengan absolut residual, maka dalam model regresi tidak
menjadi gejala heteroskedasitas.
3) Pengujian Hipotesis
Untuk dapat membuktikan dapat diterima atau tidak dilakukan analisis
secara kuantitatif. Dalam penelitian ini model regresi linier berganda dengan
pengujian F dan t
a. Uji Hipotesis 1
Untuk menguji kebenaran hipotesis 1 digunakan uji F, yaitu menguji
keberartian ( signifikansi ) regresi secar keseluruhan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

F=

ESS /(k 1)
RSS /(n1)

Dimana:
F = Nilai

Fh itung

ESS = Explained Sum Square ( Rata-rata Kuadrat Regresi )


RSS = Residual Sum Square ( Rata-rata Kuadrat Residual )
K = Banyaknya variabel, termasuk konstanta

42

n = Jumlah data
Rumusan Hipotesis :
H0

=0

Variabel copping stress dan kecerdasan intelektual secara bersama-sama


terhadap tidak berpengaruh terhadap Prestasi Akademik Taruna Tingkat 1
Di Akademi Militer Magelang
Ha

: Minimal salah satu

Variabel copping stress dan kecerdasan intelektual secara bersama-sama


terhadap berpengaruh terhadap Prestasi akademik Taruna Tingkat 1 Di
Akademi Militer Magelang
Pengujian melalui uji F adalah dengan membandingkan

dengan

Ftabel

pada tingkat signifikansi 5 %

( =0,05 ) . Jika hasil

perhitungan menunjukkan:
Pengujian melalui uji F adalah dengan membandingkan

dengan

Ftabel

pada tingkat signifikansi 5 %

perhitungan menunjukkan:

Fh itung

Fh itung

( =0,05 ) . Jika hasil

43

1.

Fh itung

>

Ftabel

( probabilitas < 0,05 ), maka

H0

ditolak, artinya

terdapat pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap


Ha

variabel terikat (
2.

Fh itung

Ftabel

diterima )
( probabilitas

0,05 ), maka

H0

diterima,

artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan

terhadap variabel terikat (

Ha

ditolak ).

Untuk mengetahui kemampuan variabel bebas dalam menerangkan


variabel terikat dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi. Dengan
kata lain, nilai koefisien determinasi digunakan untuk mengukur besarnya
sumbangan dari variasi variabel bebas yang diteliti terhadap variasi variabel

tidak bebas. Jika

yang diperoleh dari hasil perhitungan semakin

mendekati satu, disimpulkan sumbangan variabel bebas terhadap variabel


tidak bebas semakin besar.
b. Uji Hipotesis 2
Menguji pengaruh masing-masing variabel bebas secara individual (parsial )
terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji

t. Analisa uji t ini

dilakukan untuk mengetahui pakah semua variabel bebas secara individu

44

(parsial) dapat memberikan pengaruh yang nyata ( signifikan ) terhadap


variabel terikat.
Menghitung nilai

t hitung

menggunakan rumus ( Sugiyono, 2002 ) yaitu

sebagai berikiut:
1
t hitung =
S( 1 )
Keterangan :
thitung = Nilai thitung
i
= Koefisien regresi
S(i)

= Standar deviasi dari i Pengambilan keputusan dapat dilakukan

dengan membandingkan nilai

nilai

t hitung

sebaliknya.

> nilai

t tabel

t hitung

dengan nilai

maka

H0

t tabel

. Jika

ditolak begitu juga

45

PENGARUH COPPING STRESS DAN KECERDASAN INTELEKTUAL


TERHADAP PRESTASI AKADEMIK TARUNA TINGKAT 1
DI AKADEMI MILITER MAGELANG

PROPOSAL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan


Guna Mencapai Gelar Sarjana S1
Program Studi Ilmu xxx

Diajukan Oleh:
XXXX
XXXXX
PROGRAM STUDI ILMU xxx
FAKULTAS xxx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

You might also like