You are on page 1of 7

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

DINAS KESEHATAN

PUSKESMAS TEGALSIWALAN
JL. Raya Tegalsiwalan No. 28 Telp. (0335) 681284

PROBOLINGGO
KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)
PROGRAM KUSTA
I.

PENDAHULUAN
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan

yang sangat

kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang

dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai
akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai
akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan
bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi
tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau
gangguan di lingkungan masyarakat. Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk
mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah
akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional
kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan
permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis
tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial. Pada
umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar
penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan
negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.
Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi dengan unit
pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I). Adapun sistem pengobatan yang
dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun 1992, pengobatan dengan kombinasi (MDT) mulai
digunakan di Indonesia.
Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta
yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil.
Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah
kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013). Penyakit kusta
merupakan salah satu dari delapan penyakit terabaikan atau Neglected Tropical Disease (NTD) yang
masih ada di Indonesia, yaitu Filaria, Kusta, Frambusia, Dengue, Helminthiasis, Schistosomiasis,
Rabies dan Taeniasis. Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan di
segala bidang termasuk kesehatan, namun kusta sebagai penyakit kuno masih ditemukan.

II.

LATAR BELAKANG
Hingga kini, kusta seringkali terabaikan. Meskipun kusta tidak secara langsung termasuk

ke dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), namun terkait erat dengan lingkungan

yaitu sanitasi. Penggunaan air bersih dan sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian
penyakit NTD. Beban akibat penyakit kusta bukan hanya karena masih tingginya jumlah kasus yang
ditemukan tetapi juga kecacatan yang diakibatkannya, Indonesia sudah mencapai eliminasi di tingkat
nasional. Namun saat ini, masih ada 14 propinsi yang mempunyai beban tinggi yaitu Banten, Sulteng,
Aceh, Sultra, Jatim, Sulsel, Sulbar, Sulut, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan
Kalimantan Utara.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga menimbulkan
keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya,
masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku penerimaan periderita terhadap
penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta
merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga
tidak tekun untuk berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai
kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul karena pengertian
penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut
pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi
sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan
bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat karena
dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan takhyul. Fhobia kusta
tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit dokter-dokter yang belum
mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan masih takut terhadap penyakit kusta.
Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu takut dan menjauhkan penderita kusta,
sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan terhadap usaha penanggulangan penyakit kusta.
Akibat adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak
manusiawi di kalangan masyarakat.
III.

TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Meningkatkan cakupan pelayanan program kusta sesuai dengan masalah yang ada,

sehingga dapat meningkatkan penemuan secara dini penderita kusta baru dan bisa mengobati pasien
kusta secara sempurna.
2. TUJUAN KHUSUS
2.1. Mengupayakan peningkatan keterampilan petugas dalam mendeteksi suspect
Kusta.
2.2. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi dini
Kusta.
2.3. Mempertahankan keterampilan petugas kesehatan di unit pelayanan dalam tata
laksana pasien kusta.
IV.

KELUARAN YANG DIHARAPKAN


IV.1. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi keluarga / masyarakat agar pengobatan
berjalan baik dan tidak ada diskriminasi.
IV.2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian penyakit Kusta.
IV.3. Meningkatnya pengetahuan dan partisipasi petugas kesehatan.

IV.4. Ditemukannya kasus baru sedini mungkin.


IV.5. Meningkatnya komitmen dan dukungan dari lintas program dan lintas sektor.

V.
No.
1.

2.

KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


Kegiatan Pokok
Pemeriksaan Kontak Serumah

KPD

1.
2.

Rincian kegiatan
Untuk pasien baru, kunjungan rumah dilakukan sesegera mungkin.
Pemberian konseling sederhana dan pemeriksaan fisik. Sasarannya adalah

3.

keluarga yang tinggal serumah dengan pasien dan tetangga di sekitarnya.


Saat melakukan kunjungan, petugas diwajibkan membawa kartu pasien, alat

I.
II.

VI.

CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


1. Ceramah dan diskusi.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pembagian brosur dan leaflet.
4. Pemasangan banner di tempat-tempat strategis.
5. Monitoring dan evaluasi.

VII.

SASARAN
1. Masyarakat
2. Sekolah dasar
3. Lintas program
4. Lintas sektor

VIII.

PEMBIAYAAN
Pendanaan dalam kegiatan program kusta dibiayai oleh BOK

pemeriksaan, dan obat MDT.


Persiapan
programer kusta rencana pelaksanaan kegiatan.
Pelaksanaan
a. Penjelasan maksud dan tujuan pertemuan.
b. Penjelasan cara kegiatan perawatan diri kusta.
c. Proses kegiatan KPD

IX.

No.

JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Upaya
Kesehatan

Lokasi
Kegiatan

Sasaran

Target

Pelaksanaa
n

Program

Pemeriksaan

Penderita

Kusta

kontak serumah

& keluarga

10 orang

Tenaga
Pelaksana

Rumah

Programer

penderita

kusta

Jadwal

Bulan
dan Mei

April,
dan

Sumber dana dan jumlah dana

BOK Rp. 900.000

pasien

petugas

oktober 2016

wilayah
KPD

Penderita
kusta

25 orang

Puskesmas

Programmer

Maret,

kusta

Mei,

April, BOK Rp. 3.125.000


Juli,

September,
November

X.
-

EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN


Evaluasi dilakukan setiap 2 ( dua ) minggu sekali oleh Programer Kusta Puskesmas terhadap pelaksanaan kegiatan dimana hal yang dievaluasi adalah
ketepatan waktu, baik pembukaan, pengisian materi maupun penutupan dan partisipasi peserta yang tercermin dalam diskusi yang aktif.

XI.

PENCATATAN DAN PELAPORAN


- Pencatatan dilakukan oleh notulen terhadap semua pelaksanaan kegiatan.
- Laporan pelaksanaan kegiatan harus disusun pada tiap akhir tiap kegiatan palinglambat 1 minggu setelah kegiatan dilaksanakan.
- Evaluasi dan tindak lanjut terhadap setiap kegiatan ini dilakukan paling lambat 1 bulan setelah kegiatan dilakukan.
Demikian Kerangka Acuan Program kusta

Tegalsiwalan,

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Tegalsiwalan

NURYAKUB
NIP. 19700327 199203 1 006

Januari 2016

Penanggung Jawab Program Kusta

Aji Tri Utomo, Amd. Kep.

You might also like