You are on page 1of 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Enuresis
Enuresis (mengompol) adalah gangguan umum dan bermasalah yang didefinisikan
sebagai keluarnya urin yang disengaja atau involunter di tempat tidur (biasanya di malam hari)
atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah
memiliki kendali terhadap kandung kemih secara volunteer (Hockenberry, 2009). Sedangkan
menurut Kliegman (2011) enuresis adalah pengulangan pengeluaran urin atau berkemih ke dalam
pakaian atau tempat tidur setidaknya dua kali seminggu selama minimal 3 bulan berturut-turut
pada anak yang setidaknya berusia 5 tahun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa enuresis ialah
pengeluaran urin tanpa sengaja ke dalam pakaian atau tempat tidur karena ketidakmampuan
berkemih pada usia dimana kontrol berkemih seharusnya telah dimiliki atau sekitar usia 5 tahun.
2.2 Tipe Enuresis
Terdapat 2 jenis enuresis. Menurut Hockenberry dan Wilson (2013), enuresis meliputi
primer dan sekunder. Enuresis primer bila terjadi sejak lahir dan tanpa adanya periode normal.
Sedangkan enuresis sekunder terkadi setelah usia 6 bulan dari periode setelah kontrol bladder
normal. Enuresis juga diklasifikasikan menjadi enuresis monosimtomatik dan enuresis nonmonosimtomatik. Enuresis monosimtomatik (uncomplicated enuresis) melibatkan berkemih
yang normal selama malam hari tanpa adanya masalah terkait urogenital atau gastrointestinal.
Enuresis non-monosimtomatik (polisimtomatik/complicated enuresis) adalah yang terkait dengan
gejala pada siang hari, meliputi urgensi yang parah, inkontinensia, peningkatan atau penurunan
frekuensi berkemih, konstipasi kronik, dan encopresis. Berikut tabel yang merangkung
klasifikasi dari enuresis (Ramakrishnan, 2008):
Tipe
Enuresis primer

Karakteristik
Enuresis pada anak yang tidak bisa mengontrol

Enuresis sekunder

buang air kecil selama lebih dari 6 bulan


Enuresis yang kembali terjadi setelah berhenti

Enuresis nocturnal

6 bulan
Enuresis yang terjadi pada malam hari selama
tidur

Daytime wetting (mengompol disiang hari)

Inkontinensia urin yang terjadi setelah anak

Monosymptomatic (uncomplicated enuresis)

bangun
Enuresis tanpa gejala gangguan saluran kemih
bagian bawah dan tidak ada riwayat disfungsi

Nonmonosymptomatic enuresis

kandung kemih
Enuresis yang diikuti dengan tanda disfungsi
saluran urin bawah

2.3 Faktor Risiko dan Penyebab Enuresis


Jika ditinjau dari faktor penyebab, etiologi enuresis dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yakni faktor organik dan faktor non organik (Potts & Mandleco, 2007). Faktor organik
adalah faktor penyebab enuresis yang berhubungan dengan gangguan fisik. Sedangkan, faktor
non-organik tidak berhubungan dengan gangguan fisik.
2.3.1 Faktor Organik
a. Gangguan neurologi
Respons berkemih berhubungan erat dengan sistem saraf tubuh. Apabila terdapat
cedera persarafan atau persarafan abnormal, maka otot detrusor kandung kemih
menjadi tidak stabil dan secara spontan memproduksi urin.
b. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan iritasi kandung

kemih

serta

mengakibatkan timbulnya dorongan kuat untuk berkemih.


c. Kelainan struktur
Adanya kelainan struktur seperti kandung kemih yang kecil dapat menyebabkan anak
tidak mampu menahan besarnya volume urin.
d. Diabetes
Anak-anak yang memiliki penyakit diabetes millitus atau diabetes inspidus akan
mengalami polyuria/sering berkemih.
e. Konstipasi
Penumpukan feses yang terjadi pada saat konstipasi dapat menekan kandung kemih
sehingga menyebabkan enuresis.
f. Hormon
Eneuresis karena defisiensi hormon Agrinin Vasopresin (AVP). Defisiensi hormon ini
akan meningkatkan produksi urin pada malam hari.
2.3.2 Faktor Non-Organik
a. Genetik

Eneuresis diduga terjadi akibat adanya kelainan kromosom 12 dan 13 q. Dari


beberapa penelitian dasar genetik enuresis ditemukan pada kembar monozigotik
(identik) dan dizigotik (faternal).
b. Faktor psikologis
Adanya stress psikologis pada anak, seperti perceraian orang tua, pemaksaan fisik dan
seksual, kematian dalam keluarga, serta masalah di sekolah dapat mempengaruhi
perilaku anak. Beberapa perilaku seperti makan makanan tinggi garam, tidak
mengosongkan kandung kemih pada malam hari, serta banyak minum saat mau tidur
dapat meningkatkan risiko enuresis.
c. Pola tidur
Anak-anak yang tidur pada fase deep sleep akan sulit bangun untuk berkemih di
malam hari sehingga meningkatkan risiko terjadinya enuresis nokturnal.

Referensi
Deshpande, A. V., & Caldwell, P. H. (2012). Medical Management of Nocturnal Enuresis.
Pediatr Drugs, 71-77.
Hatfield, Nancy T. (2008). Broadribbs introductory pediatric nursing. (7th ed.). Philadelphia:
Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins.
Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Wongs Essentials of
Pediatric Nursing. 7th ed. St. Louis: Mosby, Inc.
Hockenberry, M., & Wilson, D. (2013). Wong's Essentials of Pediatric Nursing (9th ed.).
Missouri: Elsevier.
Kliegman, Robert M et al. (2011). Nelson Textbook of Pediatric 19th Edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
Potts, N., Mandleco, B. (2007). Pediatric nursing: Caring for children and their families (2nd
ed.). Canada: Thomson Delmar Learning
Ramakrishnan. (2008). Evaluation and treatment of enuress. diunduh pada 16 Maret 2015 dari
http://www.aafp.org/afp/2008/0815/p489.html
Norfolk, S., & Wootton, J. (2012). Nocturnal Enuresis in Children. Nursing Standard, XXVII(10),
49-56.

You might also like