Professional Documents
Culture Documents
& Culex
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
PERIKANAN B
DISA NIRMALA
230110140088
DEWANTO BISMANTORO
230110140115
230110140132
HYUNANDA
230110140134
Simulium sp.
KLASIFIKASI Simulium sp.
Kingdom
Phyllum
Sub phyllum
Classis
Sub classis
Ordo
Sub ordo
Familia
Sub familia
Genus
Spesies
: Animalia
: Arthropoda
: Mandibulata
: Insecta
: Pterygota
: Diptera
: Nematocera
: Simuliidae
: Simuliinae
: Simulium
: Simulium sp
Simulium adalah sejenis lalat kecil (3mm- 8mm), penghisap darah seperti nyamuk
atau agas yang termasuk ke dalam Ordo Diptera, Subordo Nematocera, Famili Simuliidae.
Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah lalat punuk karena mempunyai daerah toraks
yang menonjol. Umumnya lalat ini berwarna hitam sehingga dikenal dengan istilah blackfly.
Istilah ini sebenarnya tidak cocok lagi karena ada jenis yang berwarna kuning keemasan
seperti Simulium ochraceum di Amerika latin. Di Kanada lalat ini dikenal dengan istilah no
see um karena kecil dan tidak tampak jelas dilihat dengan mata saat mereka berkerumun.
Dimanapun berada lalat ini merupakan pengganggu karena gigitannya dan dapat
menyebarkan penyakit, dan biasanya setiap wilayah lalat ini mempunyai nama khusus dalam
bahasa lokal.
Famili Simuliidae terdiri atas 1809 species (termasuk 11 spesies punah) tersusun
dalam 28 genera dengan empat di antaranya Simulium, Prosimulium, Cnephia and
Austrosimulium. Keempat genus tersebut mempunyai arti ekonomi karena merugikan
manusia atau hewan, dan semuanya tergolong dalam Subfamili Simuliinae. Subfamili
Parasimuliinae terdiri atas empat spesies hanya tercatat dari Amerika Utara bagian barat.
Genus terbesar dari famili ini adalah Simulium dengan 1200 spesies tersusun dalam 42
subgenera.
mikron) dan mata majemuk ini terpisah dengan baik di atas antena (dikhoptik). Pada yang
jantan mata majemuk lebih besar dan bersentuhan satu sama lain (holoptik), dan ommatidia
bagian bawah menyerupai betina tetapi yang bagian atas sangat besarbesar (25-40 mikron).
Antenanya kokoh seperti tanduk, beruas-ruas, umumnya 11 ruas, baik pada jantan maupun
betina. Meskipun demikian ada juga yang memiliki 10 ruas seperti pada jenis
Austrosimulium, dan 9 ruas pada jenis Prosimulium dari Amerika Utara. Palpinya terdiri atas
5 ruas agak lebih panjang dari pada probosisnya yang pendek. Ruas ketiga palpi memiliki alat
sensoris yang besar. Maksila dan mandibula pada yang jantan dan beberapa jenis betina yang
tidak menghisap darah tidak bergerigi. Jantan berbeda dari yang betina oleh besarnya punuk
pada toraks, merah dan besarnya mata, langsingnya abdomen dan adanya sepasang klasper
yang terlihat pada ujung abdomen.
Toraks
Sayapnya pendek (1.5-6.0 mm), lebar, tidak berwarna dan transparan, dengan lobus
anal yang besar. Venasi sangat khas dengan vena radial yang berkembang baik sepanjang sisi
anterior sayap dan vena-vena median dan kubital lemah di posterior. Karena penampilan
sayap yang lemah ini lalat Simulium mampu terbang di udara tenang berkilo-kilometer.
Sektor radial bisa tidak bercabang atau mempunyai dua cabang. Di antara vena median (M2)
dan kubital (Cu1) terdapat cabang lipatan submedian. Pada Simulium dan Austrosimulium
sektor radial pada syap tidak bercabang; kosta mempunya rambut seta sepeti duri dan rambutrambut halus, dan tungkai belakang mempunyai lobus bulat (kalsipala) pada ujung bagian
dalam ruas tarsus pertama, dan sebuah celah dorsal (pedisulkus) dekat dasar ruas tarsus
kedua.
Pada Prosimulium sektor radial bercabang (kadang-kadang hanya sedikit), kosta
hanya memiliki rambut-rambut halus, dan tungkai belakang tidak memiliki kalsipala dan
pedisulkus. Pada lalat dewasa, identifikasi spesies seringkali sulit karena membutuhkan
karakter mikroskopis seperti struktur terminalia jantan dan betina. Namun demikian, banyak
spesies dapat diidentifikasi dengan relatif mudah menggunakan karakter organ pernafasan
pada stadium pupa, dan atau karakter kepala stadium larva.
Abdomen.
Perutnya terdiri atas 8 ruas, tiga ruas terakhir terdapat alat kelamin (genitalia) dan
tidak terlihat. Ujung abdomen jantan lebih kompak dan relatif tidak tampak. Betina
mempunya satu spermateka yang bentuknya subsperikal ( agak membulat).
Larva.
Telur menetas menjadi larva yang mempunyai kepala yang keras dan jelas, sepasang
mata sederhana, bentuk tubuh yang silinder dengan toraks dan bagian posterior abdomen
lebih lebar dari pada ruas abdomen anterior. Kepala memiliki sepasang kipas sefalik (labral),
struktur homolog sikat palatal lateral nyamuk. Larva tidak menciptakan aliran tetapi
menyaring air yang melewati tubuhnya. Larva memiliki satu proleg anterior (tangan palsu)
yang dikelilingi kait-kait sirklet, dan ujung abdomen dikelilingi sirklet posterior. Anus
terbuka dan terdapat di dorsal sirklet posterior, dari situ muncul organ rektal, yang mungkin
fungsinya sama dengan anal papila pada larva nyamuk yaitu menyangkut penarikan klorida
dari air. Larvanya memintal benang sutra pada substrat, yang diteruskan menjadi benang
sutra, sebagai alat yang digunakan ketika mempertahankan diri dari aliran air deras atau saat
ada gangguan. Ketika sudah stabil dengan tempat yang dipilihnya, ia akan mencapkan sirklet
posteriornya.
Larva umumnya bertahan di dekat permukaan air, dan biasanya ditemukan pada
kedalaman kurang dari 300mm (kecuali pada spesies besar yang bisa ditemukan pada
kedalaman beberapa meter dalam air jeram (turbulent water). Larva dapat berpindah tempat
dengan menghanyutkan tubuhnya ke dalam aliran air dengan bantuan benang sutra, atau
dengan melangkahkan tubuhnya dari permukaan substrat dengan sirklet posterior dan kait
anterior proleg untuk mempertahankan cairan sutra. Beberapa spesies menyebar lebih jauh
dari tempat meletakkan telurnya. Posisi larva ketika makan adalah berdiri dengan sirklet
posterior menempel pada substrat dan mengarah ke aliran air dengan kepala menghadap ke
bawah. Tubuhnya bisa berputar 90-180 derajat sehingga rambut kipasnya menghadap
permukaan air. Aliran air terbagi oleh proleg dan mengarah ke rambut kipas. Cairan lengket
yang dikeluarkannya berasal dari kelenjar sibarial sehingga kipas mampu menangkap
partikel-partikel halus. Partikel makanan ini dibawa masuk ke sibarium oleh sikat mandibula.
Larva pada beberapa spesies mempertahankan daerah teritorialnya, dan mampu bergerak ke
daerah aliran air bagian atas milik tetangganya, sehingga terjadi kompetisi makanan.
Pertahanan daerah teritorial menurun secara dramatis ketika makanan berlimpah. Larva
famili Simuliidae menelan makanan seperti bakteri, diatom, algae dan endapan lumpur
berukuran sampai 350 m, tetapi umunya menelan partikel berukuran 10-100 m.
Larva Simuliidae banyak terdapat di aliran air deras, tempat larva dapat menyaring
sebanyak mungkin volume air dalam waktu tertentu. Konsentrasi larva dalam jumlah besar
sering ditemukan pada aliran keluar danau, tempat air yang kaya akan fitoplankton sebagai
makan larva mengalir. Gerakan air yang melewati permukaan tubuh larva menyediakan
sumber oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup untuk pernafasan larva. Panjang larva
Simuliidae mencapai 4 to 12 mm, dan mudah terlihat pada benda yang terendam. Pada
beberapa spesies larva menenpel pada tubuh kepiting di sungai dan nimfa lalat sehari
(mayfly). Larva instar terakhir (mature) dapat dikenali dengan adanya bercak insang gelap
("gill spot") pada kedua sisi toraks, dan dapat bergerak ke tempat lain sebelum proses pupasi.
Pupa
Umumnya pupa Simuliidae memintal kokon. Bentuk kokon bervariasi ada yang
sandal (slipper-shaped) dan sepatu (shoe-shaped). Kokon ujungnya yang tertutup mengarah
ke hulu (upstream) dan yang terbuka mengarah ke hilir (down stream). Hal ini mencegah
kokon terkoyak oleh aliran air. Pembentukan kokon memerlukan waktu sekitar satu jam dan
kemudian kulit larva dilepas. Pada pupa, kepala dan torak punya bergabung menjadi
sefalotoraks, dan terdapat ruas-ruas abdomen. Ujungnya memiliki spina dan kait-kait yang
mengikat benang-benangkokon dan menenpelkan pupa pada substrat. Sefalotoraks memiliki
sepasang insang pupa (pupal gills) yang jumlahnya, panjangnya, dan percabangannya
berbeda-beda pada setiap spesies.
Pupal gill ini serupa dengan corong pernafasan pada Culicidae dan Ceratopogonidae,
tetapi tidak mempunyai spirakel terbuka. Pupa ini tidak makan, dan berubah warna menjadi
gelap saat lalat dewasa sedang berkembang. Ketika lalat dewasa muncul, kulit pupa
membelah, lalat dewasa muncul ke permukaan dalam gelembung udara, dan segera terbang,
atau yang baru saja muncul tersebut bertengger pada benda dekat permukaan air.
Dewasa.
Lalat dewasa biasanya muncul pada siang hari tergantung cahaya dan suhu. S.
damnosum 60-90% muncul menjadi lalat dewasa di siang tengah hari dan tidak ada yang
muncul pada malam hari.
GEJALA KLINIS
Sebagai Vektor pada Penyakit Leukositozoonosis
Penularan penyakit Leukositozoonosis, melalui media Iornithiphilous yang terinfeksi.
Simulium sp dan Culicoides sp yang berperan sebagai vektor. Hanya Leucocytozoon caullervi
Leucocytozoon caullervi yang disebarkan oleh Culicoides sp., sedangkan leucocytozoon
lainnya disebarluaskan oleh Simulium sp. Perkembangan seksual dari protozoa ini terjadi
dalam vektor dan menjadi lengkap minimal pada hari keempat.
Gejala klinis ayam yang terserang penyakit Leukositozoonis adalah ayam menderita
demam, lemah, nafsu makan menurun, pincang, bahkan sering terjadi kelumpuhan kaki.
Gejala-gejala ini datang secara tiba-tiba. Sedangkan tanda-tanda yang mencolok adalah
muntah dan feses berwarna kehijau-hijauan. Tapi umumnya tanda-tanda seperti itu baru
diketahui sesaat sebelum ayam tersebut mati akibat pendarahan.
Kematian akibat penyakit ini terjadi seminggu setelah ayam terinfeksi. Sedangkan
serangan pernyakit itu sendiri datangnya secara bertahap. Kematian biasanya disebabkan oleh
kerusakan sel-sel darah putih (leukosit) limpha. Ayam yang menderita anemi parah akan
tampak sulit bernafas. Hal ini disebabkan oleh jumlah parasit di dalam dinding kapiler paruparu meningkat. Bila peradangan sudah mencapai otak, ayam akan menunjukkan gerakan
yang tidak terarah.
PENGENDALIAN
Pengendalian lalat hitam tergolong sulit karena serangga tersebut berkembang di
dalam air, yang kerapkali letaknya jauh dari peternakan ayam dan jika dilakukan pemberian
insektisida dapat membunuh ikan yang hidup di lingkungan tersebut. Beberapa ahli
melaporkan bahwa pemberian 2% temefos dalam bentuk granul dapat menekan jumlah larva
dan lalat hitam dewasa. Pengendalian lalat tersebut dapat juga dilakukan dengan agen
biologik, misalnya Bacillus thuringiensis varietas israelenis. Metode pengendalian tersebut
biasanya dilakukan setiap minggu pada daerah yang menjadi tempat perkembangbiakan lalat
hitam.
Culex
KLASIFIKASI Culex
Menurut Clement (1963) dan Dharmawan (1993) klasifikasi dari nyamuk Culex
quinquefasciatus Say. adalah :
Kingdom
Phyllum
Sub phyllum
Classis
Sub classis
Ordo
Sub ordo
Familia
Sub familia
Tribus
Genus
Spesies
: Animalia
: Arthropoda
: Mandibulata
: Insecta
: Pterygota
: Diptera
: Nematocera
: Culicidae
: Culicinae
: Culicini
: Culex
: Culex quinquefasciatus Say.
MORFOLOGI Culex
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang
penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.
Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 10 mm (0,16 0,4 inci). Dan dalam morfologinya
nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan perut. Nyamuk Culex yang
banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis Culex quinquefasciatus.
Nyamuk Culex sp. merupakan golongan serangga penular (vektor). Nyamuk Culex sp.
merupakan jenis nyamuk yang menggigit pada malam hari dan menjadi pengganggu bagi
manusia. Nyamuk ini berkembang biak di dalam air yang permanen dan tersebar luas di kota
maupun di desa. Nyamuk dari genus Culex sp. dapat menyebarkan penyakit Japanese
Encephalitis atau radang otak dan sebagai vektor penyakit Filariasis. Nyamuk Culex sp.
sebagai penyebab penyakit Japanese Encephalitis dan Filariasis dapat dikendalikan dengan
menghambat populasi vektor yaitu dengan pemberian insektisida atau larvasida.
a. Telur
Nyamuk Culex biasa bertelur dan menetaskan telur di perairan tawar yang relatif
kotor, seperti di got saluran air dan di pembuangan air limbah rumah tangga. Telur Culex
diletakkan dalam bentuk rakit-rakit di atas permukaan air (Borror et al, 1992). Pada
waktu dikeluarkan oleh induk, telur berwarna putih, setelah beberapa menit telur berubah
menjadi berwarna abu-abu, dan setelah kurang lebih 30 menit telur berwarna hitam.
b. Larva
Dalam waktu 1 3 hari telur menetas menjadi larva yang disebut larva instar 1,
selanjutnya berkembang menjadi larva instar 2, 3, dan 4. Setiap akhir instar, larva
melakukan pergantian kulit atau ekdisis (moulting). Larva Culex terdiri atas kepala,
thorax, dan abdomen (Borror et al, 1992). Larva nyamuk bergerak sangat lincah dan aktif
(mobil), dengan memperlihatkan gerakan naik ke permukaan dan turun ke dasar tempat
perindukan.
Sebagian besar larva nyamuk adalah filter feeder atau memakan mikroorganisme
lainnya
dalam
air,
algae
dan
kotoran
organik
(Borror
et
al,
1992;
GEJALA KLINIS
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang
penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.
Gejala klisnis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang
hidup maupun yang mati. Microfilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam
keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing
dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis retrograd dalam stadium akut, disusul
dengan okstruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudiam. Perjalanan filariasis dapat dibagi
beberapa stadium: stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium
menahun. Ketiga stadium tumpang tindih, tanpa ada batasan yang nyata. Gejala klinis
filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan dengan yang
terdapat di daerah lain (Parasitologi Kedokteran, 2008).
Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi
menunjukkan adanya kerusakan limfe. Cacing dewasa hidup dapat menyumbat saluran limfe
dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebutlymphangiektasia. Jika jumlah cacing dewasa
banyak dan lymphangietaksia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi system limfatik.
Cacing yang mati menimbulkan reaksi imflamasi. Setelah infiltrasi limfositik yang intensif,
lumen tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut
pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik tertutup menyebabkan
limfedema di daerah yang terkena. Selain itu, juga terjadi hipertrofi otot polos di sekitar
daerah yang terkena (Pathology Basic of Disease, 2005).
Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa
limfaadenitis dan limfagitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan
tersebut hilang timbul beberapa kali setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu atau
dua minggu lamanya. Peradangan pada system limfatik alat kelamin laki-laki seperti
funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran sperma meradang, membengkak
menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang
meradang tersebut menyerupai hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang
paling sering dijumpai adalah hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan
elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva.
Kadang-kadanag terjadi kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena
dilatasi pembuluh limfe pada system ekskretori dan urinary. Umumnya penduduk yang
tinggal di daerah endemis tidak menunjukan peradangan yang berat walaupun mereka
mengandung mikrofilaria (Parasitologi Kedokteran, 2008).
Japanese B. enchepalitis
Japanese encephalitis merupakan penyakit akut yang ditularkan melalui nyamuk
terinfeksi. Virus Japanese encephalitis termasuk famili Flavivirus. Penyakit ini pertama
dikenal pada tahun 1871 di Jepang; diketahui menginfeksi sekitar 6000 orang pada tahun
1924, kemudian terjadi KLB besar pada tahun 1935; hampirsetiap tahun terjadi KLB dari
tahun 1946-1950. Virus Japanese encephalitispertama diisolasi pada tahun 1934 dari jaringan
otak penderitaensefalitis yang meninggal.
Vektor
utama
dari
virus
ensefalitis
Jepang
di
Asia
Tenggara
adalah
Culextritaeniorhynchus, Cx. gelidus dan Cx. vishnu. Nyamuk-nyamuk ini berbiak di sawah,
[11]
[8]
nyamuk pengendalian dapat di lakukan dengan pembersihan tanaman air dan rawa-rawa
yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan
genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk dan membersihkan semak-semak di
sekitar rumah dan dengan adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang ternak di letakkan jauh dari rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bambang Murtidjo. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta:
Kanisius (Anggota IKAPI)
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan. Jakarta : EGC
http://cal.vet.upenn.edu/projects/paralab/labs/lab8.htmi
Kesumawati, Upik Hadi. Apakah Simulium Itu?. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Melasari. 2015. Deteksi dan Faktor Risiko Leucocytozoonosis pada Tingkat Peternakan
Ayam Pedaging di Kelurahan Maccope Kecamatan Awangpone Kabupaten Bone.
[Skripsi]. Makasar : Fakultas Kedokteran UNHAS
Soemirat Slamet, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press