You are on page 1of 4

APLIKASI KOMPOSIT POLIPROPILENA MIKROFIBRIL SELULOSA TANDAN

KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK BAHAN BAKU INDUSTRI


KOMPONEN OTOMOTIF
Mohamad Gopar, Subyakto, KurniaWiji Prasetiyo, dan Ismadi
UPT BPP Biomaterial-LIPI
Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor
Email : masgoparada@yahoo.co.id
Abstrak
Serat alam mempunyai potensi untuk digunakan sebagai substitusi penguat bahan komposit pada industri komposit
plastik. Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah industri Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber serat alam yang
cukup melimpah serta belum optimal pemanfaatannya. Serat yang dibuat berukuran mikro kemudian dikombinasikan
dengan polimer dapat menghasilkan produk bio-komposit yang mempunyai kekuatan tinggi dan ringan. Dalam makalah
ini akan dipaparkan hasil penelitian mengenai aplikasi komposit polypropylene microfibril cellulose (MFC) tandan
kosong kelapa sawit sebagai bahan baku (pelet) industri komponen otomotif. Karakterisasi komposit diperoleh dari hasil
pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik prototipe komposit dari pelet yang terbuat dari polimer polypropylene (PP)
dengan MFC serat tandan kosong kelapa sawit. Temperatur optimum yang digunakan untuk menghasilkan prototipe
komponen otomotif pada injection machine yaitu 1850C selama 10 detik. Kombinasi rasio 50 MFC : 50 PP: dan 2.5%
MAPP menghasilkan produk komposit terbaik.
Kata kunci : tandan kosong kelapa sawit, mikrofibril selulosa, pelet, prototipe, komposit, komponen otomotif
PENDAHULUAN
Penetapan tahun 2009 sebagai International Year of Natural Fibers (IYNF) oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) melalui Food and Agricultural Organisation (FAO) semakin mendorong Indonesia untuk memanfaatkan
pemberdayaan serat alam melihat potensi dan keragamannya yang besar. Melihat potensi serat alam Indonesia yang
cukup besar dan beragam, tentulah negara ini bisa berperan dan mengambil keuntungan dari agenda FAO itu, salah
satunya dengan peningkatan pemanfaatan serat alam menjadi produk yang bernilai lebih, melalui sentuhan rekayasa
teknologi yaitu untuk industri komponen otomotif.
Pada industri otomotif, penggunaan bahan-bahan yang menyebabkan pencemaran lingkungan seperti plastik,
serat sintetis, fiber glass, carbon dan aramid yang banyak digunakan harus dikurangi. Karena itu komposit yang
diperkuat dengan serat alam akan memegang peranan sangat penting (Marsh 2003). Serat alam dipilih karena
mempunyai potensi untuk digunakan sebagai penguat bahan komposit pada industri otomotif yang selama ini banyak
memakai serat atau polimer sintetis.
Penggunaan serat alam dapat mengurangi berat mobil sampai dengan 40% (Marsh 2003) sehingga lebih irit
bahan bakar. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi serat alam (4 GJ/ton) lebih kecil dibandingkan dengan serat
gelas (30 GJ/ton). Selain itu serat alam memiliki keunggulan dibandingkan serat sintetis antara lain bersifat renewable,
bisa didaur ulang (recyclable), tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, memiliki sifat mekanis lebih baik, tidak
menyebabkan abrasi pada alat, dan harganya lebih murah (Zimmermann et al. 2004, Oksman et al. 2003, Wambua et
al. 2003, Mohanty et al. 2002, Leao et al. 1998) serta densitas yang lebih rendah .
Diantara kelemahan serat alam adalah bersifat hydrophilic yang sulit dikombinasikan dengan polimer yang
bersifat hydrophobic. Untuk mengatasi masalah ini digunakan coupling agent pada matrik dan memperbaiki metode
proses yang diterapkan. Selain itu, serat alam juga mensyaratkan suhu proses yang lebih rendah dari 200 0C untuk
menghindari kerusakan pada seratnya (Nakagaito dkk. 2005).
Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai serat untuk penguat material bio-komposit telah dilakukan.
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah industri CPO yang melimpah di Indonesia. Sampai saat ini pemanfaatan
limbah tandan kosong kelapa sawit masih belum menghasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi. Tandan kosong
kelapa sawit di Indonesia memiliki potensi sebesar 13,6 juta ton (asumsi 17% dari 80 juta ton tandan buah segar) yang
bisa digunakan untuk pulp dan kertas (Deptan, 2008).
Struktur tumbuhan terdiri dari polimer karbohidrat dan tersusun dari serat selulosa. Serat selulosa ini tersusun
dari mikrofibril dalam ukuran mikro yang memiliki kekuatan struktur yang sangat tinggi. Selulosa adalah polimer
polisakarida yang menjadi rangka struktur pada tumbuhan yang ketersediaannya di alam sangat melimpah. Salah satu
sumber utama selulosa diambil dari serat kayu yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Semakin kecil
ukuran komponen selulosa, semakin tinggi kekuatannya. Serat pulp kayu mempunyai modulus elastisitas (modulus of
elasticity) 10 GPa dan keteguhan tarik (tensile strength) 0,1 GPa (Zimmermann et al. 2004).

Selulosa dengan morfologi yang baru mulai dikembangkan oleh Turbak et al. (1983) yang sekarang dikenal
lebih lanjut sebagai microfibril celullose (MFC). Pembuatan MFC dari pulp melalui proses mekanik yaitu proses refining
sehingga dihasilkan selulosa yang memiliki luas permukaan yang besar (Nakagaito dan Yano 2004). Pemanfaatannya
selama ini digunakan untuk bahan aditif dalam makanan, cat, kosmetik, dan produk medis. MFC tersebut dapat
digunakan juga untuk memperkuat polimer thermosetting dan polimer thermoplastic. Sedangkan penelitian pembuatan
MFC ukuran mikro dari serat tandan kosong kelapa sawit baru dilakukan sampai mendapatkan kombinasi terbaik dari
hasil pengujian sifat fisik-mekanik prototipe kompositnya. Mikro-komposit didefinisikan sebagai komposit yang terbuat
dari kombinasi beberapa bahan hayati; salah satu komponennya memiliki ukuran mikro untuk menghasilkan kinerja yang
sinergi dari komposit tersebut. Mikro-komposit merupakan bidang yang masih cukup baru di Indonesia sehingga masih
sangat berpotensi untuk dilakukan penelitian.
Industri komposit plastik untuk otomotif memiliki potensi untuk berkembang pesat di masa depan. Adanya
material komposit alami yang ringan, kuat, dan ramah lingkungan serta mudah untuk diaplikasikan akan menjadi daya
tarik tersendiri bagi dunia industri, sehingga prospek pasar sangat terbuka lebar.
Produk pelet komposit serat alam-plastik yang dihasilkan akan mudah diaplikasikan dalam industri komposit
plastik yang akan digunakan dalam industri komponen otomotif tanpa merubah spesifikasi mesin yang digunakan,
sehingga nilai investasi yang dipakai sama serta mampu menghasilkan prototipe komponen industri otomotif dengan
sifat dan keunggulan yang melebihi prototipe yang terbuat dari polimer plastik.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat tandan kosong kelapa sawit yang diperoleh dari
PT.Matsumin Megah Raya Sukabumi. Polypropylene yang digunakan didapatkan dari Tripolyta Inc.
Metode
Serat tandan kosong kelapa sawit dipotong-potong sepanjang sekitar 2 - 3 cm menggunakan mesin ring flaker,
kemudian serat direndam dengan larutan NaOH 4% pada ratio (1:5) selama 24 jam. Kemudian serat dicuci dan digiling
dengan mesin Beater Hollander selama 1,5 jam sehingga menjadi pulp. Selanjutnya dibuat MFC dengan cara
menggiling pulp TKKS ke dalam disc refiner sebanyak 4 kali. MFC hasil dari disc refiner dikeringkan dengan oven
sehingga diperoleh lembaran kertas. Proses pembuatan pelet serat alam dengan matriks PP dilakukan dengan metode
kering. MFC pulp dibuat lembaran tipis dan dikeringkan. MFC dicampur dengan PP yang ditambahkan MAPP sebagai
coupling agent. Konsentrasi MAPP yang optimal adalah 2.5% dari berat komposit. Perbandingan MFC : PP yang paling
baik adalah 50:50.
Komposisi tersebut diproses dengan mixer (Laboplasto Mill) pada suhu 180o C, 60 rpm selama 20 menit. Setelah itu
dibuat pelet. Pembuatan prototipe komponen otomotif dengan mencetak pelet dalam cetakan (molding) menggunakan
injection molding.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses injeksi pelet dalam mesin injection molding dilakukan pada suhu nozzle berkisar antara 170-2100C
selama 10 detik waktu pencetakan prototipe, ditunjukkan oleh Tabel 1. Dari beberapa kali uji coba injeksi tersebut
dihasilkan prototipe mulai dari yang tidak utuh/sempurna bentuknya (pada suhu 170 0C), utuh bentuknya dan tidak
berbau gosong (pada suhu 1850C) sampai suhu 2100C yang menghasilkan prototipe yang utuh bentuknya sesuai
cetakan namun berbau gosong.
Tabel 1. Karakteristik Visual komposit PP-TKKS
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Spesimen
TKKS -1
TKKS-2
TKKS-3
TKKS-4
TKKS-5

Temperatur nozzle (0C)


170
175
180
185
190

6.

TKKS-6

195

7.
8.
9.

TKKS-7
TKKS-8
TKKS-9

200
205
210

Keterangan hasil injeksi


Bentuk tidak utuh, warna cerah, berongga
Bentuk kurang utuh, warna agak cerah, berongga.
Bentuk kurang utuh, warna mantap, sedikit rongga.
Utuh, warna mantap, tidak hangus.
Utuh, warna agak gelap, bernoda, agak hangus.
Utuh, agak gelap, bercak noda banyak, sedikit
hangus.
Penampakan agak gelap, sedikit hangus.
Penampakan gelap, sedikit hangus
Penampakan sangat gelap, bau hangus,

.Kondisi optimal mesin injeksi yang digunakan pada pembuatan komposit MFC TKKS-PP ditampilkan oleh
Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi Mesin Injeksi MFC TKKS-PP


No.
1.
2.
3.

Variabel
Kecepatan injeksi
Tekanan injeksi
Temperatur injeksi

Bagian I
30
30
180

Bagian II
40
40
180

Nozzle
35
50
185

Satuan
%Vmax
% Pmax
0
C

Pada suhu di bawah 185 0C, komposit yang terbentuk tidak utuh hal ini dimungkinkan sehubungan dengan
pelelehan PP yang belum sempurna. Sebagian besar bagian PP belum meleleh sehingga menyebabkan pelet TKKS-PP
tidak dapat mengisi seluruh volume specimen injeksi, yang berakibat pada tidak utuhnya specimen injeksi. Serat alam
juga mensyaratkan suhu proses yang lebih rendah dari 200 0C untuk menghindari kerusakan pada seratnya (Nakagaito
dkk. 2005), sehingga penggunaan mesin injeksi di atas suhu optimal akan berakibat pada penampakan specimen
komposit yang terlihat hangus dan gelap.
Dari beberapa kali uji coba injeksi pelet dalam suhu nozle pada mesin injection molding diperoleh suhu yang
relatif tepat untuk menghasilkan prototipe komponen otomotif yang sesuai dengan cetakannya/mold yaitu pada suhu
1850C selama 10 detik. Karakter mekanik komposit MFC TKKS-PP ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Karakter mekanik komposit
NO
1
2

Material
TKKS-PP
PP murni

Tensile Strength
(MPa)
40.14
34.90

MOE
(GPa)
1.16
0.91

MOR
(MPa)
57.64
37.89

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kekuatan komposit MFC TKKS-PP secara mekanik lebih tinggi dari kekuatan mekanik
PP murni. Penambahan MFC TKKS berdampak positif bagi peningkatan karakter mekanik komposit. Proses injeksi MFC
TKKS-PP ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Proses injeksi komposit MFC TKKS-PP

b
3

Gambar 2. Performa komponen hasil injeksi, a) PP murni, b) komposit MFC TKKS-PP


Gambar 2 menampilkan performa hasil injeksi dari komposit MFC TKKS-PP dan PP murni. Terlihat bahwa komponen
yang berasal dari MFC TKKS-PP lebih mantap dan terkesan kokoh, serta bercorak unik. Dari Gambar 2 juga
menunjukkan bahwa MFC TKKS-PP dapat digunakan untuk membuat komponen dengan bentuk yang rumit dan tipis
dengan performa yang lebih baik dari PP murni.
KESIMPULAN
Telah berhasil dibuat produk biokomposit dari mikrofibril selulosa tandan kosong kelapa sawit dengan
polypropylene berupa prototipe komponen dengan proses Iinjection molding. Temperatur optimum yang digunakan untuk
menghasilkan prototipe komponen otomotif pada injection machine yaitu 1850C selama 10 detik. Kombinasi rasio 50
MFC : 50 PP: dan 2.5% MAPP menghasilkan produk komposit terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan, Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian RI. 2008. Pemanfaatan Limbah dan
Hasil Samping Kelapa Sawit. Jakarta.
Iwamoto, S., Nakagaito, N.A., Yano, H., Nogi, M. 2005. Optically transparent composites reinforced with plant fiberbased mikrofibers. Applied Physics A 81: 1109-1112.
Leao, A.L., Rowell, R., Tavares, N. 1998. Applications of natural fibers in automotive industri in Brazil Thermoforming
process. Prasad et al. (eds). Science and Technology of Polymer and Advanced Materials. Plenum Press, New
York. Pp. 755-761.
Ljungberg N., Wesslen, B. 2002. The effects of plasticizers on the dynamic mechanical and thermal properties of Poly
(lactic Acid). J Applied Polymer Science Vol. 86, 1227-1234.
Mahmud, Z. dan Y. Ferry. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa. Jurnal Perspektif Volume 4 No. 2 hal.
55-63. Bogor.
Marsh, G. 2003. Next step for automotive materials. Materialstoday, April 2003, Elsevier Science Ltd. pp. 36-43.
Mathew A.P, Oksman, K., Sain, M. 2005. Mechanical properties of biodegradable composite from poly lactic acid (PLA)
and microcrystalline cellulose (MCC). J Applied Polymer Science. Vol. 97, 2014-2025.
Mohanty, A.K., Misra, M., Drzal, L.T. 2002. Sustainable bio-composites from renewable resources: Opportunities and
challenges in the green materials world. J. Polymers and the Environment, 10 (1/2): 19-26.
Nakagaito, A., Yano, H. 2005. Novel high-strength biocomposites based on microfibrilated cellulose having mikro-orderunit web-like network structure. Applied Physics A 80: 155-159.
Nakagaito, A.N., Iwamoto, S., Yano, H. 2005. Bacterial cellulose: the ultimate mikro-scalar cellulose morphology for the
production of high-strength composites. Applied Physics A 80: 93-97.
Nakagaito, A.N., Yano, H. 2004. The effect of morphological changes from pulp fiber towards mikro-scale fibrilated.
Applied Physics A 78: 547-552.
Oksman, K., Skrifvas, M., Selin, J.F. 2003. Natural fibers as reinforcement in polylactic acid (PLA) composites.
Composites Science and Technology 63: 1317-1324.
Wambua, P., Ivens, J., Verpoest, I. 2003. Natural fibres: can they replace glass in fibre reinforced plastics?. Composites
Science and Technology 63: 1259-1264.
Zimmermann, T., Pohler, E., Geiger, T. 2004. Cellulose fibrils for polymer reinforcement. Advanced Engineering Materials
6 (9): 754-761.

You might also like