Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah suatu proses inflamasi local pada kulit
jika berkontak dengan zat yang bersifat iritan.1,2,3 Secara umum, terdapat dua macam DKI
yang bergantung dari jenis bahan iritannya, yaitu DKI akut dan akumulatif.1,3
Pada DKI akut,, kerusakan kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali
pajanan.1,3 Zat yang menyebabkan DKI akut adalah zat yang cukup iritan untuk
menyebabkan kerusakan kulit bahkan dalam satu pajanan. Mencakup di dalamnya adalah
asam pekat, basa pekat, cairan pelarut kuat, zat oksidator dan reduktor kuat.4
Sedangkan pada DKI kumulatif (DKIK) kerusakan terjadi setelah beberapa kali
pajanan pada lokasi kulit yang sama , yaitu terhadap zat zat iritan lemah seperti : air,
deterjen, zat pe;arut lemah, minyak dan pelumas.
1,3-8
untuk mneimbulkan kerusakan kulit pada satu kali pajanan, melainkan secara perlahan
lahan hingga pada sutau saat kerusakannya , mampu menimbulka\n inflamsi. Penyebab
DKI kumulatif biasanya bersifat multifaktorial.4,9
EPIDEMIOLOGI
Priatna B ( 1997 ) dari Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa hampir
90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak yang meliputi
DKI, dermatitis Kontak Alergi (DKA) dan dermatitis kontak foto.10 Hasil survei pusat
Hiperkes mengumpukan bahwa bahan bahan yang menimbulkan kontak iritasi adalah
sabun, deterjen, bahan pembersih, pelarut ( solvent ) dan pewarna. Menurut Kurniati SC
di RSUD Tangerang ( dari Oktiober 1996 sampai Oktober 1997 ), ditemukan 51 kasus
penderita , 41,17% DKI dan 5,88% berupa dermatitis akinat kerja. Kasus kasus tersebut
disebabkan pekerjaan mencuci , yakni kontak langsung dengan sabun dan deterjen.
Sedangkan dari tahun 1999 2001 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo kasus DKIK
akibat deterjen pertahun berkisar 9.09% hingga 20.95% daris eluruh dermatitis kontak.11
PATOGENESIS
Mekanisme patogenesis DKIK dapat terjadi melalui dua cara yaitu melalui
mekanisme kerusakan fungsi sawar kulit yang diperankan oleh stratum korneum dan
pelepasan mediator akibat kerusakan keratinosit.9
Stratum korneum memiliki banyak fungsi, salah satunya adalahs ebagai lapisan
sawar pelindung yang mnecegah pelepasan cairan berlebih dari kulit. Fungsi integritas
kulit bergantung pada kadar kelembaban stratum korneum.12
Kerusakan akibat pajanan zat iritan dimulai dengan kerusakan lapisan lipid dan
Natural Moisturizing Factor ( NMF) sehingga terjadi kekeringan kulit ( desikasi ),
kemudian kelainan stratum korneum ini akan mnegakibatkan kulit kehilangan fungsi
sawarnya.13 Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya pajanan langsung sel kulit yang
masih hidup ( viable ) terhadap zat iriutan tersebut. Jika zat iritan telah dapat mencapai
membran lipid keratinosit, maka zat tersebut dapat berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti.9
Aktivasi enzim fosfolipase oleh kerusakan keranitosit memicu pelepasan AA (
arachidonic acid ), DAG (diacylglyceride ), IP3 (inositides ) dan PAF ( palted activating
factor ). AA akan mengalami peruabhan menjadi PGs (prostaglandin) dan LTs (leukotrin
). DAG akan merangsang ekspresi gen sehingga terjadi sintesis protein berupa IL 1
(interleukin 1 ) an GMCSF (granulocyte macrophage colony stimulating factor ). IL 1 akan mnegaktifkan sel Th ( T helper ) untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresikan
reseptor IL-2 , terjado perangsangan autokrin, di samping merangsang proliferasi sel sel
tersebut. Keratinosit juga mengekspresikan molekul permukaan HLA DR ( human
leukocyte antigen DR ) dan ICAM -1 (intercellular adhesion molecule 1 ). Prostaglandin
dan LTs akan merangsang dilatasi pembuluh darah , menyebabkan terjadinya trandsui
komplemen, dan aktivasi system kinin. Prostaglandin dan LTs berperan pula sebagai
chemoairactans bagi neutrofil dan limfosiy serta mengaktiovasi sel mast untuk
melepaskan histamin, LTs dan PGs lain.Seluruh proses tersebut di atas menyebabkan
perubahan seluler.14
Faktor faktor pencetus terjadinya DKIK berhubungan dengan zat iritan, pajanan
( waktu dan frekeunsi ) lingkungan ( tekanan mekanis, suhu dan kelembaban ) serta
bergantung pada faktor predisposisi yaitu karakteristik individu ( umur, jenis kelamin,
etnis, penyakit kulit yang telah ada, atopi, lokasi anatomis yang terpajan dan profesi
).3,4,5,9
Faktor zat iritan mencakup sifat disik dan kimia zat tersebut seperti : ukuran
molekul, ionisasi, polarisasi, PH dan kelarutan.Sedangkan faktor pajanan meliputi :
konsentrasi , volum, waktu aplikasi serta durasi pajanan. Umumnya , waktu pajanan yang
lama dan volum yang besar meningkatkan penetrasi.12
Pengaruh lingkungan , seperti kelembaban yang rendah dan suhu yang dingin,
merupakan faktor penting dalam menurunkan kadar air stratum korneum. Suhu yang
dingin saja dapat menurunkan kelenturan lapisan tanduk, sehingga menyebabkan
retaknya stratum korneum
3.
berpendapat bahwa PH kulit berkisar antara 6 -7. Kisaran PH kulit natara lain ditentukan
oleh adanya mantel asam yaitu lapisan tipis yang ditinggalkan oleh keringat dan bersifat
asam. Bakteri anggota mikroflora kulit
yang
Kerentanan kulit terhadap efek iritasi zat iritan menurun seiriing dengan usia.3 Hal ini
disebabkan oleh penurunan fungsi sawar.18
Penelitian menunjukkan
bahwa
iritabilitas kulit terhadap sodium lauril sulfat mencapai puncaknya selama masa
kanak kanak dan menurun selama dewasa, mencapai tingkat terendah saat dekade
keenam. Lokasi dengan rekativitas tertinggi adalah paha, punggung atas dan lengan
bawah.19
-
Ras
Individu berkulit gelap seperti orang Afrikan dan Hispanik, memperlihatkan respon
iritasi yang lebih besar terhadap surfaktan, sodium lauril sulfat, begitu pula terhadap
zat kimia dan sinar ultra violet.4 Dikatakan bahwa kulit berwarna ( Afrika, Asia,
Hispanik ) memiliki fungsi sawar yang lebih rentan dibandingkan dengan kulit
putih.20
-
Jenis Kelamin
Kerentanan kulit terhadap iritasi tidak berbeda antar jenis kelamin. Akan tetapi
penelitina menunjukkan bahwa kulit wanita cenderung lebih mudah terkena iritasi
selama periode prementruasi.6
-
Penderita atopi rentan terhadap efek iritasi 5,7 Trans-epidermal water loss ( TEWL )
lebih tinggi pada subjek dengan riwayat dermatitis setelah terpajan deterjen.
Abnormalitas sawar kulit atopi dari menurunnya ambang iritasi merupakan faktor
penyebab kerentananya terhadap iritasi 5
-
Profesi
Deterjen merupakan pembersih kulit yang seting digunakan oleh seluruh pekerja
industri , dan bersifat iritan lemah. Pembersihan kulit yang berlebihan dengan
deterjen dapat meneybabkan DKI kumulatif pada iundividu yang memiliki faktor
predisposisi kelompok beresiko ini yaitu para petugas kebersihan, catering,
konstruksi, penata rambut, petugas rumahs akit, pekerja industri kimia, petugas dry
cleaning dan pekerja logam
terjadinya DKI. 3,5,6
Selain faktor faktor di atas, air ternyata merupakan faktor iritas tersendiri sehingga
mempermudah terjadinya DKIK.7
MANIFESTASI KLINIS
Penyebab kerusakan stratum korneum pada DKI kumulatif adalah penurunan
ambnag kulit terhadap kerusakan berulang yang terjadi lebih cepat daripada waktu
untuk penyembuhan sempurna fungsi sawar kulit. Gejala klinis baru terlihat jika
kerusakan yang terjadi melebihi ambang manifestasi tertentu , yang akna berbeda
untuks etiap individu.3,9 Nilai ambang bukan angka yang tetap bagi individu , tetapi
dapat menurun jika ada suatu penyakit.3
Dikatakan bahwa sebelum efek inflamasi dan kulit kering terlihat oleh mata,
secara histopataologik pada kulit sudah terjadi kerusakan. Karena DKI kumulatif
disebabkan oleh zat iritan lemah, maka kelainian kulit yang diakibatkannya bersifat
kronis. Efek iritasi yang terjadi dapat merupakan gejala yang dapat diobservasi oleh
penglihatan dan berupa keluhan subjektif. Lesi kulitnya berupa eritematosa,
likenifikasi, ekskoriasi, skuama, hiperkeratosis, dan kulit pecah dengan batas yang
tidak tegas.3 Sedangkan keluhan yang timbul dapat berupa gatal, panas, dan nyeri
akibat pecahnya kulit yang hiperkeratotik. Lokasi kulit mana saja yang dapat terkena,
akan tetapi yang terbanyak adalah tangan, alat manusia yangs ering berinteraksi
dengan lingkungan.3
HISTOPATOLOGIS
Dermatitis kontak iritan tidak dapat dikarakteristik berdasarkan atas gambaran
histologi yang didapatkan. Gambaran histologinya dapat berbeda tergantung dari tipe,
onset, umur, beratnya dan kronisitas dari dermatitis. Dimulai dengan adanya infiltrasi
dari vena plexus superfisilis yang diatasi kesekitarnya. Selanjutnya sel sel tersebut
masuk ke epidermis dan menimbulkan spongiosis dan Balloning ( intra seluler
oederma ). Iritan juga menyebabkan nekrosis dan keratinosit pada fase akut atau
relaps terbentuk vesikel intra epiderma di mana vesikel ini dibentuk oleh Spongiosis
dan balloning. Nekrosis sel sel keratinosit akhirnta menyebabkan nekrosis dan
epidermis 22
DIAGNOSIS
Diagnosis DKIK dapat ditegakkan jika ada riwayat pajanan terhadap zat iritan,
manifestasi klinis menggambarkan morfologi DKIK dan dengan menyingkirkan DKA.3
Untuk membedakannya dengan DKA , maka dilakukan tes tempel (patch test ). Test ini
dilakukan untuk membuktikan adanya DKA dan menemukan alergen penyebabnya ,
bukan untuk mendiagnosis pasti DKI.
Berbagai macam parameter dengan
menetapkan daya iritasi zat iritan pada kuliut yaitu morfologis klinis berupa eritema,
skuama, fisura, likenfikasi dan hiperkeratosis, pengkuran PH kulit , kanduingan air di
permukaan kulit, trans epidermal water loss, serta konduksi listrik. Parameter lain yang
dapat digunakan untuk melihat fungsi kulit pada kasus DKIK adalah ; 3
Fungsi Kulit
Parameter
Fungsi sawar SC
TEWL
Prinsip
( mengukur
Alam
gradien Evaporineter
Transepidermal
kelembaban
udara Tewameter
water loss )
Kelembaban kulit
Daya konduksi
dua
eleektroda
Mantel Asam Kulit
PH permukaan kulit
Aktivitas
ion PH meter
hidrogen pada pH
Elektroda
Aliran darah kulit
Capilarry
erythrocite flow
gelombang
sinar yelocimeter
Adhesional
Doppler
glide fraction
yang
dieprlukan
untuk memindahkan
suatu
objek
di
Profilometer
permukaan kulit
Deviasi evalasi dan Profilometeri
cekungan kulit dari mekanis
atau
dengan laser
rata rata
visiometer
replika
pada
permukaan
kulit
Kohesi
Mengukur kekuatan
Kohesiometer
korneum
Warna Kulit
Refleksi cahaya
Mengukur
refleksi Kolorimeter
kilatan
cahaya tristimulus,
elemen foto
Ketebalan kulit
Jarak
antara Refleksi
sinyal A
frekeunsi
koriumusubkutris
p[ada
kulit
akustik
spektrofotometer
atau
scan
pada ultrasonik
tinggi
permukaan
dan
batas
antara
Trans epidermal water loss sebagai indikator fungsi sawar epidermis sesuai digunakan
untuk mendeteksi kelainan fungsi sawar secara seksama lebih awal daripada pemeriksaan
klinis dan untuk mengetahui derajat kelainan secara kuantitatif. Juga dapat digunakan
sebagai indikator perbaikan fungsi sawar.3
dengan penggunaan sarung tangan, baju dan krim pelindung dan jika diperlukan cuti
sakit hingga regenrasi sempurna fungsi sawar kulit tercapai.3
A. Pencegahan
DKIK dapat diceagh. Pekerja harus diberi pengarahan atau edukasi tentang berabgai
macam cara pencegahan sebelum mulai bekerja , dapat juga dilakukan skrining
sebelum bekerja ( pre-employment screening ). Pada screening i9ni para pekerja
dengan faktor predisposisi sebaiknya menghindari aktivitas yang
berhubungan
1. Krim pelembab
Umumnya pelembab mengandung humectant dengan berat molekul rendah dan lipid.
Humectants seperti urea , gliserin, asam laktat, pyrroledone carboxylic acid (PCA )
dan garan, diabosrpsi ke dalam stratum kornemum dan meningktkan hidrasid engan
cara menarik air. Lipid, seperti petrolatum, lilin lebah, lanolin dna bermacam
macam minyak dalam pelembab, memiliki efek sebagai membran oklusif pada kulit
23
2. Barrier creams
Krim ini digunakan unmtuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan abrobsi zat
iritan ke ke kulit , mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis. Biasa
dipakai untuk mnecegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan industri dan
rumah.23
Menurut penelitian dikatakan bahwa mekanisme kerja BC melalui bahan bahan
aktif yang terkandung di dalamnya mengikat atau merubah zat iritan. Sebagahagian
besar menerima bahwa BC mempengaruhi absobsi dan penetrasi iritand enganm bloik
fisik, yaitu membentuk lapisan tipis film yang melindungi kulit.23
3. Baju dan sarung tangan pelindung
Sarung tangam memiliki efek protektif terhadap pajanan deterjen. Baju pelindung
juga mempunyai peranan pentings ebagi pelindung tubuh di lingkungan industri.
Akan tetapi perlu juga diingat bahwa baju ini dapat memerangkap kelembaban dan
zat kimia yang kemungkinan membahayakan kulit untuk jangka waktu yang lebih
PROGNOSIS
DKIK mempunyai prognosis yang meragukan, karena sering terjadi rekurensi akinat
kesulitan untuk menghindari pajanan terhadap zat iritan sehari hari di rumah maupun di
lingkungan kerja. Resolusi lesi kulit berjalan lambat dan terkadang tidka sempurna.
Untuk itus elain pengobatan perlu diperhatikan cara untuk menjaga agar fungsi sawar
kulit berjalan dnegan baik. Faktor yang turut memperburuk prognmosis adalah jika
terdapat dermatitis atopi.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Ng.SK, Goh CL. Irritant Contact Dermatitis and Allergic Contact Dermatitis. In
: Ng. SK, Go CL. The principles and practice of Contact and Occupational
Dermatology in the Asia Pacific Region , Singapore 2001 : 1 13
2. Tan SH. The Histrology of Contact
IV
Universitas Indonesia