You are on page 1of 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Diabetes Mellitus masih menjadi salah satu masalah kesehatan
utama di dunia. Pada tahun 2012, 1,5 juta orang di dunia meninggal akibat
Diabetes Mellitus dan komplikasinya. Pada tahun 2014, prevalensi global
Diabetes Mellitus adalah sebesar 8% pada dewasa di atas usia 18 tahun.
Jumlah penderita diabetes selalu meningkat setiap tahunnya, WHO
memprediksi pada tahun 2030 jumlah pasien diabetes mencapai 21,3 juta.
Jumlah ini juga termasuk prevalensi jumlah DM di Indonesia yaitu sekitar
8 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada tahun 2030 menjadi sekitar 21 juta orang (WHO, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai
dengan meningkatnya kadar gula dalam darah melebihi batas normal
sebagai akibat dari kelainan sekresi insulin (Pratita, 2012). Kadar gula
darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi
kerusakan organ seperti ginjal, mata, saraf, jantung, dan peningkatan
resiko penyakit kardiovaskular (Loghmani, 2005). Komplikasi ini yang
menjadi penyebab kematian terbesar ke empat di dunia (Pratita, 2012).
Berdasar hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007,
diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok
usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Sedangkan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu
5,8% (Kemenkes, 2013). Di Puskesmas Kaliwates, pada tahun 2014
terdaftar 270 kunjungan pasien berobat di Balai Pengobatan

dengan

Diabetes Mellitus dimana jumlah tersebut terdiri dari 90 kasus baru dan
180 kasus lama.
Faktor resiko DM dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang
dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat

dimodifikasi yaitu umur, jenis kelamin, etnis, dan riwayat DM pada


keluarga. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu obesitas, aktivitas fisik
yang kurang, stress, pola makan, hipertensi, dan alkohol. Pencegahan DM
dapat dilakukan dengan menghindari atau mengurangi faktor resiko yang
dapat dimodifikasi.
Pengobatan DM bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
meningkatkan kualitas hidup pasien (Ambarwati, 2012). Pencegahan
komplikasi dilakukan dengan cara menjaga kestabilan gula darah dengan
pengobatan secara rutin seumur hidup karena DM merupakan penyakit
seumur hidup yang tidak bisa disembuhkan secara permanen sehingga
banyak pasien yang jenuh dan tidak patuh dalam pengobatan (Pratita,
2012).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada
pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah.
Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih
dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya
(Basuki, 2009). Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan ratarata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara
maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang, jumlah
tersebut bahkan lebih rendah (Asti, 2006).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan serta pencegahan penyakit lain saat ini adalah dengan
melakukan konseling pasien. Dengan adanya konseling dapat mengubah
pengetahuan dan kepatuhan pasien. Dalam hal ini tenaga kesehatan harus
berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya melalui
komunikasi

yang

efektif

untuk

memberikan

pengertian

ataupun

pengetahuan tentang obat dan penyakit. Pengetahuan yang dimilikinya


diharapkan dapat menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup
pasien yang pada akhirnya akan merubah perilakunya serta dapat
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang dijalaninya
(Siregar, 2006).

Program pemerintah Indonesia dalam menghadapi tingginya angka


penyakit dan komplikasi DM adalah melalui Program Penanggulangan
Penyakit Kronis (Prolanis) . Prolanis adalah suatu sistem pelayanan
kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi
yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS kesehatan dalam
rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal
dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Prolanis
bertujuan mendorong peserta penyakit kronis tersebut mencapai kualitas
hidup optimal dan memiliki hasil baik pada pemeriksaan spesifik terhadap
penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi penyakit.
Berdasar hal-hal di atas, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
edukasi mengenai Diabetes Mellitus di Puskesmas Kaliwates melalui
program Prolanis, khususnya dalam pencegahan serta pengaturan pola
hidup pasien yang memiliki faktor resiko Diabetes Mellitus.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan pasien program Prolanis
mengenai Diabetes Mellitus sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah
Puskesmas Kaliwates?

1.3

Tujuan Kegiatan

1.3.1 Tujuan Umum


Menurunkan angka kejadian penyakit metabolik terutama yang disebabkan
oleh Diabetes Mellitus di wilayah cakupan Puskesmas Kaliwates,
Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Meningkatkan pengetahuan warga dan masyarakat di wilayah
cakupan Puskesmas Kaliwates mengenai pentingnya pemahaman
Diabetes Mellitus dan faktor resiko serta pencegahannya.

1.3.2.2

Meningkatkan pengetahuan warga dan masyarakat di wilayah


cakupan Puskesmas Kaliwates mengenai pentingnya gaya hidup
sehat, khususnya pola diet yang sehat pada penyakit Diabetes
Mellitus.

1.3.2.3

Meningkatkan

pemahaman

pasien

mengenai

bahaya

serta

komplikasi yang terjadi pada Diabetes Mellitus sebagai salah satu


penyakit kronis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Sebagai masukan bagi Pengambil Keputusan dan Pembuat
Kebijaksanaan Pemda Kabupaten Jember dalam merencanakan
program kesehatan .
1.4.2 Sebagai masukan dan informasi untuk petugas pelaksana yang
terkait, khususnya di bidang promosi kesehatan dan balai pengobatan
di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember tahun 2015.
1.4.3 Manfaat bagi akademis dan peneliti lainnya yaitu memberikan
sumbangan pemikiran untuk mencari alternatif upaya pencegahan
Diabetes Mellitus yang lebih efektif sehingga mencapai tujuan yang
diharapkan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit dengan gangguan metabolisme
kronis disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat dari insufiensi fungsi insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar
gula dalam darah (Depkes RI, 2005). Diabetes mellitus menggambarkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengatur kadar gula darah dalam batas normal atau
memproduksi insulin (Setiawan & Tri, 2007).
2.1.2 Klasifikasi
Diabetes mellitus terdapat 4 jenis yaitu :
1). Diabetes mellitus tipe 1
Pada DM tipe 1 ini terjadi gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik serta gangguan produksi insulin. Hal ini terjadi karena
adanya reaksi autoimun maupun idiopatik yang menyebabkan kerusakan sel
pankreas sehingga tidak dapat memproduksi insulin (WDF, 2009).
2). Diabetes mellitus tipe 2
Pada penderita DM tipe 2 sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. DM
tipe 2 tidak terjadi perusakan sel-sel Langerhans secara autoimun sebagaimana
yang terjadi pada DM tipe 1 sehingga dalam penanganannya biasanya tidak
memerlukan terapi pemberian insulin. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan
yang menjadi penyebab terjadinya DM tipe 2 seperti obesitas, diet tinggi lemak
atau rendah serat, serta kurangnya olahraga (Depkes RI, 2005).
3). Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional (GDM = Gestational Diabetes Mellitus) adalah
peningkatan kadar glukosa darah selama kehamilan (ADA, 2013). Intoleransi
glukosa GDM pertama kali terjadi selama masa kehamilan pada atau setelah
5

trimester kedua yang bersifat sementara selama masa kehamilan (Depkes RI,
2005).
4) DM tipe khusus lain
DM tipe ini ditandai dengan gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak
ada resistensi insulin. Biasanya pasien menunjukkan hiperglikemia ringan pada
usia dini. Beberapa mutasi genetik telah menunjukkan dalam reseptor insulin dan
berkaitan dengan resistensi insulin. Resistensi insulin A mengacu pada sindrom
klinis acanthosis nigricans, virilisasi pada wanita, ovarium polikistik, dan
hiperinsulinemia. Sebaliknya, tipe B resistensi insulin disebabkan oleh
autoantibodi ke reseptor insulin. Leprechaunism adalah sindrom anak dengan
spesifik fitur wajah dan resistensi insulin yang parah karena cacat pada gen
reseptor insulin. Diabetes Lipoatrophic merupakan hasil dari cacat postreseptor
dalam signaling insulin (Triplit et al., 2008).
2.1.3 Faktor Resiko
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes
mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin
bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).
b. Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di
Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada lakilaki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan
kejadian diabetes mellitus belum jelas.
c. Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia
lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari
penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang

berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok


etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko
terkena diabetes mellitus.
d. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat
diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota
keluarga yang tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes
mellitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.
Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan
sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
e. Riwayat menderita diabetes gestasional.
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes
akan hilang setelah anak lahir.Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian
hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat
badan lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si
ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
f. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
a. Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada
tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak
tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central
obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80- 90% penderita mengalami obesitas.
b. Aktifitas fisik yang kurang

Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat
terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif.
Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes.
Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa
dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat
melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg
atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai
penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,
mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih
belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab
utama peningkatan kadar glukosa darah.
d. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi
efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu
banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
e. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat
badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang
gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan
sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan
kerja insulin. f. Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik.
g. Alkohol

Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang


dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan
gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus
(Sustrani dan Hadibroto, 2004).
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan gejala klasik yaitu Polifagia,
Polidipsia, Poliuria, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan hasil
pemeriksaan darah yang menunjukkan hiperglikemia positif. Diagnosis diabetes
mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu :
1. Apabila ditemukan keluhan klasik dan pada pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk mendiagnosis penyakit diabetes
mellitus. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Apabila ditemukan keluhan klasik dan pada pemeriksaan glukosa darah puasa
126 mg/dL. Yang dimaksud puasa pada pemeriksaan ini adalah pasien tidak
mendapat kalori tambahan paling sedikit 8 jam.
3. Dengan memeriksa test toleransi glukosa oral (TTGO). Pemeriksaan ini
dilakukan dengan memberikan beban glukosa yang setara dengan 75 gr
glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. kemudian setelah 2 jam diperiksa
kadar glukosa darah pasca pembebanan didapatkan hasil 200 mg/dL.
Pemeriksaan TTGO lebih sensitif dan lebih spesifik bila dibandingkan dengan
pemeriksaan glukosa darah puasa. Namun pemeriksaan ini lebih sulit
dilakukan, sehingga dalam praktek jarang dilakukan ( PERKENI, 2006).

2.1.5 Tata Laksana


Penatalaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk menjaga agar kadar glukosa
dalam darah berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan
kemungkinan terjadinya komplikasi (Depkes RI, 2005). Dengan target

hemoglobin AIC 6,5%, GDP < 110 mg/dL dan GDPP < 140 mg/dL (AACE,
2007). Pengobatan non farmakologis terdiri dari intervensi gaya hidup
menggunakan latihan fisik dan modifikasi asupan gizi. Terapi ini efisien dalam
mencegah gangguan toleransi glukosa pada pasien diabetes tipe 2 (Martin & Kolb,
2008).
1) Edukasi (Penyuluhan)
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan edukasi yang
komprehensif serta upaya peningkatan motivasi. Oleh karena itu partisipasi
pasien, keluarga, dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
terapi.
2) Terapi gizi medis
Terapi Gizi Medis (TGM) adalah pengaturan pola makan dan pemahaman
tentang jenis serta jumlah makanan berdasarkan kebutuhan individu. Terapi
gizi medis bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan
darah, profil lipid, dan berat badan dalam batas normal sehingga kualitas
hidup pasien meningkat.
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL, sehingga dapat memperbaiki atau mengendalikan glukosa
darah. Terbukti dalam observasi pengukuran kadar glukosa sebelum dan
sesudah latihan fisik pada senam aerobik mempengaruhi penurunan kadar
glukosa darah ( PERKENI,2006).
4) Insulin
Pada orang normal produksi insulin tiap hari 20-60 unit. Apabila produksi
insulin lebih dari 60 unit perhari berarti terjadi resistensi insulin. Hal ini bisa
disebabkan karena jumlah reseptor insulin menurun, adanya anti-insulin, dan
kerusakan insulin di jaringan yang membutuhkannya
Jenis insulin (ADA, 2013) :

10

a) Insulin kerja-cepat, bekerja sekitar 15 menit setelah injeksi, waktu puncak


sekitar 1 jam, dan terus bekerja selama 2 sampai 4 jam. Jenis: Insulin glulisine
(Apidra), insulin lispro (Humalog), dan insulin ASPART (Novolog)
b) Insulin reguler atau short-acting, biasanya mencapai aliran darah dalam
waktu 30 menit setelah injeksi, waktu puncak 2 sampai 3 jam setelah injeksi,
dan berlaku efektif sekitar 3 sampai 6 jam. Jenis: Humulin R, R Novolin
c) Insulin intermediate-acting, umumnya mencapai aliran darah sekitar 2
sampai 4 jam setelah injeksi, puncaknya 4 sampai 12 jam kemudian, dan
berlaku efektif untuk sekitar 12 sampai 18 jam. Jenis: NPH (Humulin N, N
Novolin)
d) Insulin long-acting, mencapai aliran darah beberapa jam setelah injeksi dan
cenderung menurunkan kadar glukosa cukup merata selama periode 24-jam.
Jenis: Insulin detemir (Levemir) dan insulin glargine (Lantus).
5) Obat Hipoglikemik Oral
Obat hipoglikemik oral hanya digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2
yang tidak berhasil dengan terapi non farmakologis. Mekanisme obat
hipoglikemik oral yaitu menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi
sekresi insulin endogen oleh sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas
insulin di reseptor intrasel (Davis, 2005).
2.1.6. Komplikasi
Komplikasi terdapat dua macam yaitu:
1) Komplikasi akut
a) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD timbul sebagai akibat dari pemecahan sel-sel lemak jaringan yang
menghasilkan asam lemak bebas sehingga meningkatkan senyawa keton yang
bersifat asam dalam darah.
b) Hiperglikemik

11

Suatu keadaan dimana kadar gula darah sangat tinggi. Faktor penyebabnya
meliputi makan secara berlebih, stres emosional serta penghentian obat DM
secara mendadak.
c) Hipoglikemi
Ditandai dengan tekanan darah turun, terasa lapar, mual, lemah, lesu, keringat
dingin, tangan gemetar sampai koma. Hal ini disebabkan karena kadar gula
darah rendah (Anies, 2006).
2) Komplikasi kronis
Komplikasi kronis ada dua jenis yaitu Makroangiopati (pembuluh darah jantung;
pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak) dan Mikroangiopati (retinopati
diabetik; nefropati diabetik dan neuropati) (Perkeni, 2006).
2.2. Program Prolanis
2.2.1 Definisi
Prolanis atau Program Pengelolaan Penyakit Kronis adalah suatu sistem
pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara
terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan
biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
2.2.2 Tujuan
Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup
optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes
Tingkat Pertama memiliki hasil baik pada pemeriksaan spesifik terhadap
penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi penyakit.

2.2.3 Sasaran dan Bentuk kegiatan

12

Seluruh Peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis (Diabetes


Melitus Tipe 2 dan Hipertensi).

Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas

konsultasi medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktifitas klub dan pemantauan


status kesehatan. Penanggungjawab adalah Kantor Cabang BPJS Kesehatan
bagian Manajemen Pelayanan Primer.
2.2.4 Langkah Pelaksanaan
Persiapan pelaksanaan PROLANIS
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:
a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
b. Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan
distribusi target sasaran peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta
PROLANIS
7. Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (instansi, pertemuan
kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan
yang diberikan oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar
PROLANIS
11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar
12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta PROLANIS
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status
kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT,

13

HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera
dilakukan pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per
Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-masing Faskes
Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola
b. Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat.
2.2.5 Kegiatan Kegiatan PROLANIS
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara
peserta dengan Faskes Pengelola
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta
PROLANIS
Langkah - langkah:
a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar sesuai
tingkat severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang
b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan Organisasi
Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya
c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub
d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari peserta.
Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis
(membantu Faskes Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub)
e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas Klub minimal 3 bulan
pertama

14

f. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada masing-masing Faskes Pengelola:


1) Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes Pengelola
2) Menganalisis data
g. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
h. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan
tembusan kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya
3. Reminder melalui SMS Gateway
Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan
rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke Faskes
Pengelola tersebut
Sasaran : Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing
Faskes Pengelola
Langkah langkah:
a. Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta PROLANIS/Keluarga
peserta per masing-masing Faskes Pengelola
b. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway
c. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
d. Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah
peserta yang telah mendapat reminder.
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder
dengan jumlah kunjungan
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat
4. Home Visit
Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta PROLANIS
untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta
PROLANIS dan keluarga
Sasaran:
Peserta PROLANIS dengan kriteria :
a. Peserta baru terdaftar

15

b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3


bulan berturut-turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut (PPDM)
d. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname
Langkah langkah:
a. Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan Home Visit
b. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan
c. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home Visit
d. Melakukan administrasi Home Visit kepada Faskes Pengelola dengan berkas
sebagai berikut:
1) Formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga
peserta yang dikunjungi
2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar anjuran Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah
peserta yang telah mendapat Home Visit)
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit
dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat ( BPJS, 2014 ).

16

BAB III
METODE KEGIATAN

No

Kegiatan

Tujuan

Sasaran

Tanggal

.
1

Tempat

Metode

Kegiatan
PERENCANAA
N

Memperoleh

Petugas

10/7/201

Puskesma

Diskusi

Survey di

data dan

Kesehatan

dan

Puskesmas

informasi

di

Kaliwates

survey

Kaliwates

tentang

Puskesma

Puskesmas

Kaliwates
Merencanaka

Kaliwates

Penyusunan

15/7/201

Puskesma

Diskusi

Kegiatan

n kegiatan

s
Kaliwates

PELAKSANAAN
Pemberian Pre-

Mengetahui

Pasien

22/7/201

Puskesma

Test kepada

tingkat

Program

responden

pengetahuan

Prolanis

Tulisan

Kaliwates

sebelum
diadakan
Penyuluhan

penyuluhan
Meningkatkan

Peserta

27/7/201

Puskesma

Presentasi

mengenai

pengetahuan

Program

dengan

Diabetes Mellitus

peserta

Prolanis

Kaliwates

power

Diskusi Peserta

Berbagi

Peserta

22/7/201

Puskesma

point
Tanya

pengalaman

Program

jawab dan

dan hal-hal

Prolanis

Kaliwates

diskusi

yang belum
dimengerti
17

Pemberian Post-

Mengetahui

Peserta

22/7/201

Puskesma

Test

tingkat

Program

pengetahuan

Prolanis

Tulisan

Kaliwates

sesudah
diadakan
penyuluhan

18

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Komunitas Umum
Kecamatan Kaliwates merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
Jember. Kaliwates terdiri dari 3 Kelurahan yaitu : Kebonagung, Kaliwates, dan Tegal Besar.
Data Wiayah dan Fasilitas Pelayanan Puskesmas Kaliwaes :

URAIAN

KELURAHA
N TEGAL
BESAR

KELURAHA
N
KALIWATES

KELURAHA
N KEBON
AGUNG

Luas Wilayah

JUMLAH

14,85 km2

Jarak ke Puskesmas

5km>

5 km

12 km

Waktu Tempuh ke
Puskesmas

5 mnit

15 mnt

30 menit

Jumlah RT/ RW

140/

51/

26/9

217/

Jumlah Rumah

7036

2799

1592

11427

Jumlah KK

7082

2841

1643

11566

Jumlah Sekolah TK

15

22

Jumlah sekolah SD/MI

14

Jumlah SekolahSMP/
MTS

Jumlah SLTA

Jumlah Pustu

Jumlah Polindes

Jumlah Poskesdes

Jumlah Postren

Lain2 Dr/Bd/BP Swasta

19

4.2 Data Geografis

20

4.3 Data Demografis


Jumlah Penduduk Kecamatan Kaliwates tahun 2015 dari data proyeksi penduduk Kabupaten
Jember oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember sejumlah 51.552 jiwa.
PENDUDUK DAN

KELURAHAN

KELURAHAN

KELURAHAN

SARARAN PROGRAM

TEGAL

KALIWATES

KEBON

BESAR

JUMLAH

AGUNG

Penduduk Laki laki


Penduduk

14.439
14.945

6.840
7.079

4.053
4.195

25.332
26.220

Perempuan
KK Miskin
Bayi
0

6.439
437

3.050
207

1.808
123

11.297
766

11bln
Balita

1.820

862

511

3.193

3th
APRAS

56

942

446

264

1.652

5.981
496
473
473
65
477
7.036

2.883
235
224
224
31
226
3.333

1.679
139
133
133
18
134
1.975

10.493
870
830
830
115
837
12.343

20.122

9.532

5.648

35.302

1.670
1.910

791
905

469
536

2.930
3.350

Status

Ket.

th
PUS
BUMIL
BULIN
BUFAS
NEONATAL
Anak SD Klas 1
Usia blm Produktif
< 15

Usia Produktif 15
64 th

Usila Laki- laki


Usila Perempuan

4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada

NO

Jenis Ketenagaan

Yang Ada

Kekuranga

21

Sekarang

Kepegawaian

Dokter

PNS dan Kontrak

Dokter gigi

PNS

Sarjana /D3

11

PNS /Magang

1/10

PNS/PTT/Magan
g

1/3/8

a.SKM
b.Akper
c.Akbid

12

d.Akademi Gizi
e.Lain Lain
4

Bidan

PNS

Perawat (SPK)

PNS

Perawat Gigi

Sanitarian

PNS

SPAG

PNS

Asisten Apoteker

PNS

10

Tenaga laboratorium

Magang

11

Tenaga Administrasi

PNS/Magang

12

Sopir , penjaga

Magang

Lain lain

13

3/5

Magang
Puskesmas Pembantu

1.

Perawat Kesehatan

2
3

Bidan

PNS/PTT/Magan
g

Tenaga Yang Lain

Magang

1/1/2

22

4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada


Jenis sarana/ prasarana
No
I

Jumlah

rusak
ringan

Sarana Kesehatan
1.Puskesmas

Pembantu
2.Polindes
3.Rumah Dinas

Dokter
4.Rumah Dinas

Perawat
5.Rumah Dinas Bidan
6.Puskesmas Keliling
Roda 4
7.Ambulance
8.Sepeda Motor
II

Sarana Penunjang
1.Komputer
2.Mesin Tik
3.Telepon
4.Televisi
5.Tape Warlest
6.Meja tulis
7.Kursi
8.Lemari Obat
9.Rak Obat

kondisi
rusak
sedang

rusak
berat
1

1
1
9
1
1
2
1
24
32
4
2

1
1

1
2
1
17
29
3
2

7
3
1

4.6 Data Kesehatan Masyarakat (Primer)


4.6.1 Data Kunjungan Pasien dengan Diabetes Mellitus di Puskesmas Kaliwates
Di wilayah Kecamatan Kaliwates (yang mencakup tiga kelurahan yaitu Kebon Agung,
Kaliwates, Tegal Besar) prevalensi DM masih sering ditemukan. Berdasarkan hasil laporan yang
diperoleh dari data di Puskesmas Kaliwates didapatkan bahwa jumlah kunjungan Pasien
Diabetes Mellitus yang datang ke Balai Pengobatan di Puskesmas Kaliwates pada tahun 2014
terdapat 270 kasus. Dan pada tahun 2015 hingga pada bulan September mencapai 153 kasus
dengan rincian 147 kasus Diabetes Mellitus tipe II dan 6 kasus Diabetes Mellitus tipe I.
23

4.6.2. Tingkat pengetahuan pasien program Prolanis sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
Penelitian dilakukan terhadap 14 responden yaitu warga yang mengikuti program
Prolanis di Puskesmas Kaliwates. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 22 Juli 2015.
Kuesioner pengetahuan pasien tentang Diabetes Mellitus terdiri atas 10 pertanyaan. Pemberian
skor dilakukan berdasarkan ketentuan, jawaban paling benar bernilai 2, jawaban kurang tepat
bernilai 1, dan jawaban salah dinilai 0. Sehingga skor total yang tertinggi adalah 20. Skor yang
diperoleh masing-masing responden kemudian dijumlahkan.
Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986), yaitu:
1. Baik, bila jawaban responden benar >75% dari total nilai angket pengetahuan.
2. Sedang, bila jawaban responden benar 40%-75% dari total nilai angket pengetahuan.
3. Kurang, bila jawaban responden benar <40% dari total nilai angket pengetahuan.
Maka penilaian terhadap pengetahuan responden, yaitu:
1. Skor 16-20 = baik.
2. Skor 8-15 = sedang.
3. Skor <8 = kurang.
4.7.

Hasil Kegiatan

4.7.1 Karakteristik Responden


Karakteristik responden yaitu pasien di Puskesmas Kaliwates yang mengikuti program
Prolanis diidentifikasi berdasarkan umur, pendidikan, dan informasi yang pernah didapat
tentang Diabetes Mellitus. Data yang didapatkan berupa persentase.
4.7.1.1 Umur

24

Umur
51-60
14%
36%

61-70
50%

>70

Berdasarkan data yang ada dari 14 responden, umur responden terbanyak adalah 51-60
dengan jumlah 7 orang (43%), yang berumur 61-70 sebanyak 5 orang (35,7%) dan yang berumur
>70 yaitu 2 orang (14,3%)

4.7.1.2 Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat SD
SD

36%

14%
7%
43%

SMP
SMA
Diploma

Responden dalam penelitian ini adalah pasien berobat di Puskesmas Kaliwates


yang terdaftar dalam program Prolanis dan ditemukan lebih banyak yang tingkat
pendidikannya sebagian besar SMA yaitu 6 orang (43%). Sedang yang memiliki
pendidikan tinggi (diploma) yaitu 5 orang ( 35,7%), yang tidak tamat SD terdapat 2 orang
(14,2%), yang tamat SD terdapat 1 orang(7,1%) dan untuk tamatan SMP saja tidak ada.
4.7.1.3 Riwayat Diabetes Mellitus

25

Tabel 4.3 Distribusi Responden menurut Riwayat DM

Riwayat DM
Diabetes
43%

tidak

57%

Sebanyak 6 orang (42,8%) pasien program Prolanis memiliki riwayat Diabetes


Mellitus dan 8 orang (57,2%) tidak memiliki riwayat Diabetes Mellitus.

4.8 Hasil Sebelum Intervensi

Tingkat Pengetahuan
Baik
40%

20%

Sedang
Kurang

40%

Dari data diperoleh rata-rata skor pengetahuan responden terendah sebesar 5 dan tertinggi
20. Data menunjukkan proporsi pasien umum yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 orang
(20%) dan pasien yang memiliki pengetahuan sedang sebanyak 6 orang (40%) sedangkan yang
berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (40 %). Berikut hubungan tingkat pengetahuan
berdasarkan karakteristik responden sebelum intervensi.
Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Saat Pretest
No.

Kelompok
Umur

Kategori Pengetahuan
Baik
Sedang
Kurang
n
%
n
%
n
%

Jumlah
n

%
26

1
2
3

51-60
61-70
>70

2
-

Pendidikan
Tidak Tamat

n
-

2
3
4
5

SD
SD
SMP
SMA
Diploma

1
2

Riwayat DM
Ada
Tidak

n
1
1

28,5
Total
%
40
Total
%
16,7
11,1
Total

2
3
1

28,5
60
50

3
2
1

43
40
50

7
5
2

n
-

%
-

n
2

%
100

n
2

100
100
100
100
%
100

4
2

66,7
40

1
2
1

100
33,3
20

n
3
3

%
50
33,3

n
2
4

%
33.4
50

1
6
5
14
n
6
8
14

100
100
100
100
%
100
100
100

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan karakteristik


responden menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki pengetahuan baik adalah kelompok
umur 51-60 tahun. Untuk kategori pengetahuan sedang paling banyak pada usia 61-70 tahun.
sedangkan yang berpengetahuan kurang lebih banyak didapatkan pada usia 51-60 tahun.
Untuk pendidikan responden, responden dengan pendidikan diploma saja yang memiliki
kategori pengetahuan baik. Sedangkan untuk kategori pengetahuan sedang terbanyak
berpendidikan SMA dan yang berpengetahuan kurang terdapat pada kelompok responden dengan
pendidikan tidak tamat SD.
Sedangkan berdasarkan riwayat, responden yang memiliki riwayat diabetes mellitus
paling banyak memiliki tingkat pengetahuan sedang. Sedangkan pada responden yang tidak
memiliki riwayat Diabetes mellitus sebanyak 55.6% memiliki pengetahuan kurang mengenai
diabetes mellitus.

4.9 Hasil Setelah Intervensi

27

100.00%

79%

80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%

40%

40%
22%

20%

pre test
baik

post test
sedang

0%

kurang

Dari hasil data yang didapatkan pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan
kesehatan berupa penyuluhan terbukti meningkat lebih tinggi. Pada post test didapatkan 11
(79%) responden menjadi berpengetahuan baik dan 3 orang (22%) menjadi berpengetahuan
sedang. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan ini tidak ada responden yang berpengetahuan
kurang.

28

BAB V
DISKUSI

Dari hasil kuisioner sebelum intervensi menunjukkan proporsi responden yang memiliki
pengetahuan baik sebesar 20%, responden yang memiliki pengetahuan sedang sebanyak 40%
sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 40%. Pada responden yang berpengetahuan
baik mengenai pemahaman dan penanganan Diabetes Mellitus adalah yang berada di rentang
usia paling rendah yaitu 51-70 tahun dan berpendidikan tinggi (diploma). Sedangkan yang
berpengetahuan sedang terbanyak pada usia 61-70 tahun, berpendidikan SMA dan sebagian
memiliki riwayat DM. Pada responden yang menempati pengetahuan kurang tersebar rata pada
berbagai tingkat pendidikan dan lebih dari sebagian besar tidak memiliki riwayat DM. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan serta usia pada tingkat pengetahuan
responden mengenai Diabetes Mellitus. Tingkat

kematangan dan umur mempengaruhi dan

menentukan sikap orang dalam berperilaku sehat. Pendidikan lebih tinggi akan memberikan
pengetahuan lebih besar, sehingga menghasilkan kebiasaan mempertahankan kesehatan lebih
baik. Adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan bila
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat Diabetes Mellitus.
Dari hasil post-test yang diberikan setelah intervensi, didapatkan bahwa terdapat
peningkatan pengetahuan dibandingkan sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada post test
didapatkan 78,5% menjadi berpengetahuan baik dan 21,5% menjadi berpengetahuan sedang.
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan ini tidak ada responden yang berpengetahuan kurang.
Penyuluhan ini dapat digunakan untuk menunjang tercapainya tujuan yang lebih optimal
yaitu mengurangi tingginya angka penyakit Diabetes Mellitus. Pengetahuan warga tentang
definisi diabetes mellitus, bahaya komplikasi diabetes mellitus , tata laksana diabetes mellitus
termasuk pemilihan diet, aktivitas fisik, serta pencegahannya meningkat signifikan setelah
diberikan penyuluhan.

29

Berdasar kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan baik berupa
penyuluhan atau media-media (leaflet,booklet dll) efektif meningkatkan pengetahuan warga. Hal
ini diharapkan dapat dilakukan secara berkesinambungan dan meluas di wilayah Kaliwates
sehingga dapat menurukan angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan karena Diabetes
Mellitus mengingat penelitian yang dilakukan ini hanya mencakup sebagian kecil wilayah
Kaliwates.
Edukasi mengenai Diabetes Mellitus merupakan salah satu sumber informasi untuk
responden sehingga mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus (penyebab, bahaya,
pencegahan, tata laksana). Pengetahuan ini akan membuat warga berpikir dan diharapkan dapat
mengubah pola hidup untuk pencegahan dan terapi.
Edukasi kesehatan merupakan aktifitas pembelajaran yang dirancang oleh tenaga
kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat. Pencapaian tujuan pendidikan kesehatan akan lebih
mudah dengan penggunaan alat bantu dan peraga yang sesuai dan dapat meningkatkan
kemudahan penerimaan informasi, dan juga penggunaan alat bantu berupa tulisan akan lebih
menghasilkan peningkatan pengetahuan daripada dengan kata-kata.

30

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Mini Project ini berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan dan sasaran
penyuluhan yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana materi dapat disampaikan dan diterima
dengan baik oleh peserta. Tidak ditemukan kendala yang berarti sejak persiapan hingga
pelaksanaan penyuluhan, hal ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari pihak Puskesmas
Kaliwates dan Pemegang Program Prolanis. Peserta dengan serius menerima informasi yang
diberikan dan berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan peserta sendiri, berupa pertanyaan
yang berasal dari pengalaman hidup peserta, bahkan tidak jarang menyiapkan catatan kecil dan
mencatat keterangan-keterangan yang diberikan oleh penyuluh.
Berdasarkan hasil kuisioner yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perubahan tingkat pengetahuan pasien program Prolanis jika dibandingkan antara sebelum dan
sesudah penyuluhan.
6.2 Saran
1. Membuat kelompok edukasi atau paguyuban mengenai penyakit kronis di tiap kelurahan
yang tercakup oleh Puskesmas Kaliwates.
2. Membuat dan menambah kelompok edukasi untuk pasien non-BPJS dengan penyakit
kronis seperti Diabetes Mellitus yang berobat di Puskesmas Kaliwates.
3. Membuat buku data register di Balai Pengobatan Puskesmas Kaliwates khusus pasien
dengan penyakit kronis untuk menjaring anggota baru kelompok edukasi.
4. Penggalakan program Prolanis untuk menjaring anggota-anggota baru dengan cara
memberi promosi dan informasi mengenai Prolanis kepada warga yang datang berobat di
Puskesmas Kaliwates melalu leaflet atau banner.
5. Membuat buku aktivitas harian untuk pasien dengan penyakit kronis mencakup diet,
olahraga, konsumsi obat sebagai pemantauan dan evaluasi keberhasilan terapi.
31

6. Melanjutkan program serupa, yaitu pemberian edukasi per individu pada pasien Diabetes
Mellitus dengan media yang praktis, seperti leaflet.
7. Menyediakan pojok gizi untuk pasien-pasien dengan penyakit kronis, seperti Diabetes
Mellitus sehingga pasien dengan penyakit kronis dapat berkonsultasi dengan leluasa
mengenai gizi dan diet yang berkenaan dengan penyakit yang diderita.
8. Penyuluhan rutin mengenai gaya hidup dan diet sehat di wilayah kerja Posyandu di
Puskesmas Kaliwates.
9. Kegiatan selanjutnya diharapkan dilakukan dengan metode kegiatan yang lebih tepat, dan
juga waktu yang lebih lama dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kejadian DM, seperti pola makan, gaya hidup, pengobatan, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
AACE, 2007, Medical Guidelines for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus,
13, America, American Assosiation of Clinical Endocrinologists ADA, 2013, Insulin Basic,
American Diabetes Associatin http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/treatment-and
care/medication/insulin/insulin-basics.html (diakses tangal 12 September 2015)
Anies, 2006, Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular: Solusi Pencegahan dari Aspek
Perilaku dan Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta
32

Ambarwati, W.N., 2012, Konseling Pencegahan dan Penatalaksanaan Penderita Diabetes


Mellitus, Publikasi ilmiah, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Asti, Tri. 2006. Kepatuhan Pasien : Faktor Penting dalam Keberhasilan Terapi. Info POM, Vol. 7,
No. 5, diakses 15 September 2015 dari http:// perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin
%20Info%20POM/0506. Pdf
Basuki, Endang. 2009. Konseling Medik : Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol 59 Nomor 2 Februari 2009.
BPJS, 2014. Panduan Praktis Prolanis ( Program Pengelolaan Penyakit Kronis)
www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/06-PROLANIS.pdf (diakses tanggal 12 September 2015)
Davis, S.A., 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat Edisi 4, diterjemahkan oleh H.Y. Kuncara &
Palupi Widyastuti, Jakarta, EGC
Depkes RI , 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Ditjen Bina Farmasi
& Alkes, Jakarta, Departemen Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tahun 2030 prevalensi diabetes mellitus di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
Tersedia pada: URL: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html [diakses 23 Desember
2011].
Loghmani, E., 2005, Guidelines for Adolescent Nutrition Services: Chapter 14. Diabetes
Mellitis: Type 1 and Type 2, School of Publik Healty
Martin,
S.,
dan
Kolb,
H.,
2008,
Non-pharmacological
Diabetes
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18368977 (diakses tanggal 12 September 2015)

Therapy,

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia 2006;
Available From : http://www.kedokteran.info/downloads/Konsensus%20Pengelolaaln%20dan
%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe%202%20di%20Indonesia
%202006.PDF;
diakses tanggal 13 September 2015.
Pratita, N.D., 2012, Hubungan Dukungan Pasangan dan Health Locus of Control dengan
Kepatuhan dalam Menjalani Proses Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, Jurnal
Ilmiah Mahasiswa, Universitas Surabaya, 1(1)
Setiawan, D., dan Tri, M.A., Distribusi Penggunaan Antibiotik Oral di Rumah Sakit, Pharmacy,
05(01)
Siregar, Charles J.P. dan Endang Kumolosasi. 2006. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
33

Sustrani, L., S. Alam., dan I. Hadibroto. Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2004.
Triplitt, C.L., Charles, A.R., & William, L.I., 2008, Diabetes Mellitus, dalam Dipiro, J.T., Robert,
L.T, Gary, C.Y., Barbara, G.W., L. Michael Posey, Pharmacotherapy A Phatophysiologic
Aproach, 7, Newyork, McGraw Hill
WDF, 2009, Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1, UKK Endokrinologi
Anak dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia, World Diabetes Foundation
WHO. 2015. Prevalence of Diabetes Mellitus. Diakses pada 12 September 2015.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

34

You might also like