Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes Mellitus masih menjadi salah satu masalah kesehatan
utama di dunia. Pada tahun 2012, 1,5 juta orang di dunia meninggal akibat
Diabetes Mellitus dan komplikasinya. Pada tahun 2014, prevalensi global
Diabetes Mellitus adalah sebesar 8% pada dewasa di atas usia 18 tahun.
Jumlah penderita diabetes selalu meningkat setiap tahunnya, WHO
memprediksi pada tahun 2030 jumlah pasien diabetes mencapai 21,3 juta.
Jumlah ini juga termasuk prevalensi jumlah DM di Indonesia yaitu sekitar
8 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada tahun 2030 menjadi sekitar 21 juta orang (WHO, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai
dengan meningkatnya kadar gula dalam darah melebihi batas normal
sebagai akibat dari kelainan sekresi insulin (Pratita, 2012). Kadar gula
darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi
kerusakan organ seperti ginjal, mata, saraf, jantung, dan peningkatan
resiko penyakit kardiovaskular (Loghmani, 2005). Komplikasi ini yang
menjadi penyebab kematian terbesar ke empat di dunia (Pratita, 2012).
Berdasar hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007,
diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok
usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Sedangkan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu
5,8% (Kemenkes, 2013). Di Puskesmas Kaliwates, pada tahun 2014
terdaftar 270 kunjungan pasien berobat di Balai Pengobatan
dengan
Diabetes Mellitus dimana jumlah tersebut terdiri dari 90 kasus baru dan
180 kasus lama.
Faktor resiko DM dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang
dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
yang
efektif
untuk
memberikan
pengertian
ataupun
Rumusan Masalah
Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan pasien program Prolanis
mengenai Diabetes Mellitus sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah
Puskesmas Kaliwates?
1.3
Tujuan Kegiatan
1.3.2.2
1.3.2.3
Meningkatkan
pemahaman
pasien
mengenai
bahaya
serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
trimester kedua yang bersifat sementara selama masa kehamilan (Depkes RI,
2005).
4) DM tipe khusus lain
DM tipe ini ditandai dengan gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak
ada resistensi insulin. Biasanya pasien menunjukkan hiperglikemia ringan pada
usia dini. Beberapa mutasi genetik telah menunjukkan dalam reseptor insulin dan
berkaitan dengan resistensi insulin. Resistensi insulin A mengacu pada sindrom
klinis acanthosis nigricans, virilisasi pada wanita, ovarium polikistik, dan
hiperinsulinemia. Sebaliknya, tipe B resistensi insulin disebabkan oleh
autoantibodi ke reseptor insulin. Leprechaunism adalah sindrom anak dengan
spesifik fitur wajah dan resistensi insulin yang parah karena cacat pada gen
reseptor insulin. Diabetes Lipoatrophic merupakan hasil dari cacat postreseptor
dalam signaling insulin (Triplit et al., 2008).
2.1.3 Faktor Resiko
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes
mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin
bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).
b. Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di
Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada lakilaki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan
kejadian diabetes mellitus belum jelas.
c. Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia
lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari
penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat
terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif.
Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes.
Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa
dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat
melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg
atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai
penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,
mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih
belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab
utama peningkatan kadar glukosa darah.
d. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi
efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu
banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
e. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat
badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang
gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan
sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan
kerja insulin. f. Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik.
g. Alkohol
hemoglobin AIC 6,5%, GDP < 110 mg/dL dan GDPP < 140 mg/dL (AACE,
2007). Pengobatan non farmakologis terdiri dari intervensi gaya hidup
menggunakan latihan fisik dan modifikasi asupan gizi. Terapi ini efisien dalam
mencegah gangguan toleransi glukosa pada pasien diabetes tipe 2 (Martin & Kolb,
2008).
1) Edukasi (Penyuluhan)
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan edukasi yang
komprehensif serta upaya peningkatan motivasi. Oleh karena itu partisipasi
pasien, keluarga, dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
terapi.
2) Terapi gizi medis
Terapi Gizi Medis (TGM) adalah pengaturan pola makan dan pemahaman
tentang jenis serta jumlah makanan berdasarkan kebutuhan individu. Terapi
gizi medis bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan
darah, profil lipid, dan berat badan dalam batas normal sehingga kualitas
hidup pasien meningkat.
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL, sehingga dapat memperbaiki atau mengendalikan glukosa
darah. Terbukti dalam observasi pengukuran kadar glukosa sebelum dan
sesudah latihan fisik pada senam aerobik mempengaruhi penurunan kadar
glukosa darah ( PERKENI,2006).
4) Insulin
Pada orang normal produksi insulin tiap hari 20-60 unit. Apabila produksi
insulin lebih dari 60 unit perhari berarti terjadi resistensi insulin. Hal ini bisa
disebabkan karena jumlah reseptor insulin menurun, adanya anti-insulin, dan
kerusakan insulin di jaringan yang membutuhkannya
Jenis insulin (ADA, 2013) :
10
11
Suatu keadaan dimana kadar gula darah sangat tinggi. Faktor penyebabnya
meliputi makan secara berlebih, stres emosional serta penghentian obat DM
secara mendadak.
c) Hipoglikemi
Ditandai dengan tekanan darah turun, terasa lapar, mual, lemah, lesu, keringat
dingin, tangan gemetar sampai koma. Hal ini disebabkan karena kadar gula
darah rendah (Anies, 2006).
2) Komplikasi kronis
Komplikasi kronis ada dua jenis yaitu Makroangiopati (pembuluh darah jantung;
pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak) dan Mikroangiopati (retinopati
diabetik; nefropati diabetik dan neuropati) (Perkeni, 2006).
2.2. Program Prolanis
2.2.1 Definisi
Prolanis atau Program Pengelolaan Penyakit Kronis adalah suatu sistem
pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara
terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan
biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
2.2.2 Tujuan
Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup
optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes
Tingkat Pertama memiliki hasil baik pada pemeriksaan spesifik terhadap
penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
12
13
HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera
dilakukan pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per
Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-masing Faskes
Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola
b. Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat.
2.2.5 Kegiatan Kegiatan PROLANIS
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara
peserta dengan Faskes Pengelola
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta
PROLANIS
Langkah - langkah:
a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar sesuai
tingkat severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang
b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan Organisasi
Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya
c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub
d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari peserta.
Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis
(membantu Faskes Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub)
e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas Klub minimal 3 bulan
pertama
14
15
16
BAB III
METODE KEGIATAN
No
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Tanggal
.
1
Tempat
Metode
Kegiatan
PERENCANAA
N
Memperoleh
Petugas
10/7/201
Puskesma
Diskusi
Survey di
data dan
Kesehatan
dan
Puskesmas
informasi
di
Kaliwates
survey
Kaliwates
tentang
Puskesma
Puskesmas
Kaliwates
Merencanaka
Kaliwates
Penyusunan
15/7/201
Puskesma
Diskusi
Kegiatan
n kegiatan
s
Kaliwates
PELAKSANAAN
Pemberian Pre-
Mengetahui
Pasien
22/7/201
Puskesma
Test kepada
tingkat
Program
responden
pengetahuan
Prolanis
Tulisan
Kaliwates
sebelum
diadakan
Penyuluhan
penyuluhan
Meningkatkan
Peserta
27/7/201
Puskesma
Presentasi
mengenai
pengetahuan
Program
dengan
Diabetes Mellitus
peserta
Prolanis
Kaliwates
power
Diskusi Peserta
Berbagi
Peserta
22/7/201
Puskesma
point
Tanya
pengalaman
Program
jawab dan
dan hal-hal
Prolanis
Kaliwates
diskusi
yang belum
dimengerti
17
Pemberian Post-
Mengetahui
Peserta
22/7/201
Puskesma
Test
tingkat
Program
pengetahuan
Prolanis
Tulisan
Kaliwates
sesudah
diadakan
penyuluhan
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Komunitas Umum
Kecamatan Kaliwates merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
Jember. Kaliwates terdiri dari 3 Kelurahan yaitu : Kebonagung, Kaliwates, dan Tegal Besar.
Data Wiayah dan Fasilitas Pelayanan Puskesmas Kaliwaes :
URAIAN
KELURAHA
N TEGAL
BESAR
KELURAHA
N
KALIWATES
KELURAHA
N KEBON
AGUNG
Luas Wilayah
JUMLAH
14,85 km2
Jarak ke Puskesmas
5km>
5 km
12 km
Waktu Tempuh ke
Puskesmas
5 mnit
15 mnt
30 menit
Jumlah RT/ RW
140/
51/
26/9
217/
Jumlah Rumah
7036
2799
1592
11427
Jumlah KK
7082
2841
1643
11566
Jumlah Sekolah TK
15
22
14
Jumlah SekolahSMP/
MTS
Jumlah SLTA
Jumlah Pustu
Jumlah Polindes
Jumlah Poskesdes
Jumlah Postren
19
20
KELURAHAN
KELURAHAN
KELURAHAN
SARARAN PROGRAM
TEGAL
KALIWATES
KEBON
BESAR
JUMLAH
AGUNG
14.439
14.945
6.840
7.079
4.053
4.195
25.332
26.220
Perempuan
KK Miskin
Bayi
0
6.439
437
3.050
207
1.808
123
11.297
766
11bln
Balita
1.820
862
511
3.193
3th
APRAS
56
942
446
264
1.652
5.981
496
473
473
65
477
7.036
2.883
235
224
224
31
226
3.333
1.679
139
133
133
18
134
1.975
10.493
870
830
830
115
837
12.343
20.122
9.532
5.648
35.302
1.670
1.910
791
905
469
536
2.930
3.350
Status
Ket.
th
PUS
BUMIL
BULIN
BUFAS
NEONATAL
Anak SD Klas 1
Usia blm Produktif
< 15
Usia Produktif 15
64 th
NO
Jenis Ketenagaan
Yang Ada
Kekuranga
21
Sekarang
Kepegawaian
Dokter
Dokter gigi
PNS
Sarjana /D3
11
PNS /Magang
1/10
PNS/PTT/Magan
g
1/3/8
a.SKM
b.Akper
c.Akbid
12
d.Akademi Gizi
e.Lain Lain
4
Bidan
PNS
Perawat (SPK)
PNS
Perawat Gigi
Sanitarian
PNS
SPAG
PNS
Asisten Apoteker
PNS
10
Tenaga laboratorium
Magang
11
Tenaga Administrasi
PNS/Magang
12
Sopir , penjaga
Magang
Lain lain
13
3/5
Magang
Puskesmas Pembantu
1.
Perawat Kesehatan
2
3
Bidan
PNS/PTT/Magan
g
Magang
1/1/2
22
Jumlah
rusak
ringan
Sarana Kesehatan
1.Puskesmas
Pembantu
2.Polindes
3.Rumah Dinas
Dokter
4.Rumah Dinas
Perawat
5.Rumah Dinas Bidan
6.Puskesmas Keliling
Roda 4
7.Ambulance
8.Sepeda Motor
II
Sarana Penunjang
1.Komputer
2.Mesin Tik
3.Telepon
4.Televisi
5.Tape Warlest
6.Meja tulis
7.Kursi
8.Lemari Obat
9.Rak Obat
kondisi
rusak
sedang
rusak
berat
1
1
1
9
1
1
2
1
24
32
4
2
1
1
1
2
1
17
29
3
2
7
3
1
4.6.2. Tingkat pengetahuan pasien program Prolanis sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
Penelitian dilakukan terhadap 14 responden yaitu warga yang mengikuti program
Prolanis di Puskesmas Kaliwates. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 22 Juli 2015.
Kuesioner pengetahuan pasien tentang Diabetes Mellitus terdiri atas 10 pertanyaan. Pemberian
skor dilakukan berdasarkan ketentuan, jawaban paling benar bernilai 2, jawaban kurang tepat
bernilai 1, dan jawaban salah dinilai 0. Sehingga skor total yang tertinggi adalah 20. Skor yang
diperoleh masing-masing responden kemudian dijumlahkan.
Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986), yaitu:
1. Baik, bila jawaban responden benar >75% dari total nilai angket pengetahuan.
2. Sedang, bila jawaban responden benar 40%-75% dari total nilai angket pengetahuan.
3. Kurang, bila jawaban responden benar <40% dari total nilai angket pengetahuan.
Maka penilaian terhadap pengetahuan responden, yaitu:
1. Skor 16-20 = baik.
2. Skor 8-15 = sedang.
3. Skor <8 = kurang.
4.7.
Hasil Kegiatan
24
Umur
51-60
14%
36%
61-70
50%
>70
Berdasarkan data yang ada dari 14 responden, umur responden terbanyak adalah 51-60
dengan jumlah 7 orang (43%), yang berumur 61-70 sebanyak 5 orang (35,7%) dan yang berumur
>70 yaitu 2 orang (14,3%)
4.7.1.2 Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD
SD
36%
14%
7%
43%
SMP
SMA
Diploma
25
Riwayat DM
Diabetes
43%
tidak
57%
Tingkat Pengetahuan
Baik
40%
20%
Sedang
Kurang
40%
Dari data diperoleh rata-rata skor pengetahuan responden terendah sebesar 5 dan tertinggi
20. Data menunjukkan proporsi pasien umum yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 orang
(20%) dan pasien yang memiliki pengetahuan sedang sebanyak 6 orang (40%) sedangkan yang
berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (40 %). Berikut hubungan tingkat pengetahuan
berdasarkan karakteristik responden sebelum intervensi.
Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Saat Pretest
No.
Kelompok
Umur
Kategori Pengetahuan
Baik
Sedang
Kurang
n
%
n
%
n
%
Jumlah
n
%
26
1
2
3
51-60
61-70
>70
2
-
Pendidikan
Tidak Tamat
n
-
2
3
4
5
SD
SD
SMP
SMA
Diploma
1
2
Riwayat DM
Ada
Tidak
n
1
1
28,5
Total
%
40
Total
%
16,7
11,1
Total
2
3
1
28,5
60
50
3
2
1
43
40
50
7
5
2
n
-
%
-
n
2
%
100
n
2
100
100
100
100
%
100
4
2
66,7
40
1
2
1
100
33,3
20
n
3
3
%
50
33,3
n
2
4
%
33.4
50
1
6
5
14
n
6
8
14
100
100
100
100
%
100
100
100
27
100.00%
79%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
40%
40%
22%
20%
pre test
baik
post test
sedang
0%
kurang
Dari hasil data yang didapatkan pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan
kesehatan berupa penyuluhan terbukti meningkat lebih tinggi. Pada post test didapatkan 11
(79%) responden menjadi berpengetahuan baik dan 3 orang (22%) menjadi berpengetahuan
sedang. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan ini tidak ada responden yang berpengetahuan
kurang.
28
BAB V
DISKUSI
Dari hasil kuisioner sebelum intervensi menunjukkan proporsi responden yang memiliki
pengetahuan baik sebesar 20%, responden yang memiliki pengetahuan sedang sebanyak 40%
sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 40%. Pada responden yang berpengetahuan
baik mengenai pemahaman dan penanganan Diabetes Mellitus adalah yang berada di rentang
usia paling rendah yaitu 51-70 tahun dan berpendidikan tinggi (diploma). Sedangkan yang
berpengetahuan sedang terbanyak pada usia 61-70 tahun, berpendidikan SMA dan sebagian
memiliki riwayat DM. Pada responden yang menempati pengetahuan kurang tersebar rata pada
berbagai tingkat pendidikan dan lebih dari sebagian besar tidak memiliki riwayat DM. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan serta usia pada tingkat pengetahuan
responden mengenai Diabetes Mellitus. Tingkat
menentukan sikap orang dalam berperilaku sehat. Pendidikan lebih tinggi akan memberikan
pengetahuan lebih besar, sehingga menghasilkan kebiasaan mempertahankan kesehatan lebih
baik. Adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan bila
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat Diabetes Mellitus.
Dari hasil post-test yang diberikan setelah intervensi, didapatkan bahwa terdapat
peningkatan pengetahuan dibandingkan sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada post test
didapatkan 78,5% menjadi berpengetahuan baik dan 21,5% menjadi berpengetahuan sedang.
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan ini tidak ada responden yang berpengetahuan kurang.
Penyuluhan ini dapat digunakan untuk menunjang tercapainya tujuan yang lebih optimal
yaitu mengurangi tingginya angka penyakit Diabetes Mellitus. Pengetahuan warga tentang
definisi diabetes mellitus, bahaya komplikasi diabetes mellitus , tata laksana diabetes mellitus
termasuk pemilihan diet, aktivitas fisik, serta pencegahannya meningkat signifikan setelah
diberikan penyuluhan.
29
Berdasar kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan baik berupa
penyuluhan atau media-media (leaflet,booklet dll) efektif meningkatkan pengetahuan warga. Hal
ini diharapkan dapat dilakukan secara berkesinambungan dan meluas di wilayah Kaliwates
sehingga dapat menurukan angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan karena Diabetes
Mellitus mengingat penelitian yang dilakukan ini hanya mencakup sebagian kecil wilayah
Kaliwates.
Edukasi mengenai Diabetes Mellitus merupakan salah satu sumber informasi untuk
responden sehingga mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus (penyebab, bahaya,
pencegahan, tata laksana). Pengetahuan ini akan membuat warga berpikir dan diharapkan dapat
mengubah pola hidup untuk pencegahan dan terapi.
Edukasi kesehatan merupakan aktifitas pembelajaran yang dirancang oleh tenaga
kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat. Pencapaian tujuan pendidikan kesehatan akan lebih
mudah dengan penggunaan alat bantu dan peraga yang sesuai dan dapat meningkatkan
kemudahan penerimaan informasi, dan juga penggunaan alat bantu berupa tulisan akan lebih
menghasilkan peningkatan pengetahuan daripada dengan kata-kata.
30
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Mini Project ini berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan dan sasaran
penyuluhan yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana materi dapat disampaikan dan diterima
dengan baik oleh peserta. Tidak ditemukan kendala yang berarti sejak persiapan hingga
pelaksanaan penyuluhan, hal ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari pihak Puskesmas
Kaliwates dan Pemegang Program Prolanis. Peserta dengan serius menerima informasi yang
diberikan dan berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan peserta sendiri, berupa pertanyaan
yang berasal dari pengalaman hidup peserta, bahkan tidak jarang menyiapkan catatan kecil dan
mencatat keterangan-keterangan yang diberikan oleh penyuluh.
Berdasarkan hasil kuisioner yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perubahan tingkat pengetahuan pasien program Prolanis jika dibandingkan antara sebelum dan
sesudah penyuluhan.
6.2 Saran
1. Membuat kelompok edukasi atau paguyuban mengenai penyakit kronis di tiap kelurahan
yang tercakup oleh Puskesmas Kaliwates.
2. Membuat dan menambah kelompok edukasi untuk pasien non-BPJS dengan penyakit
kronis seperti Diabetes Mellitus yang berobat di Puskesmas Kaliwates.
3. Membuat buku data register di Balai Pengobatan Puskesmas Kaliwates khusus pasien
dengan penyakit kronis untuk menjaring anggota baru kelompok edukasi.
4. Penggalakan program Prolanis untuk menjaring anggota-anggota baru dengan cara
memberi promosi dan informasi mengenai Prolanis kepada warga yang datang berobat di
Puskesmas Kaliwates melalu leaflet atau banner.
5. Membuat buku aktivitas harian untuk pasien dengan penyakit kronis mencakup diet,
olahraga, konsumsi obat sebagai pemantauan dan evaluasi keberhasilan terapi.
31
6. Melanjutkan program serupa, yaitu pemberian edukasi per individu pada pasien Diabetes
Mellitus dengan media yang praktis, seperti leaflet.
7. Menyediakan pojok gizi untuk pasien-pasien dengan penyakit kronis, seperti Diabetes
Mellitus sehingga pasien dengan penyakit kronis dapat berkonsultasi dengan leluasa
mengenai gizi dan diet yang berkenaan dengan penyakit yang diderita.
8. Penyuluhan rutin mengenai gaya hidup dan diet sehat di wilayah kerja Posyandu di
Puskesmas Kaliwates.
9. Kegiatan selanjutnya diharapkan dilakukan dengan metode kegiatan yang lebih tepat, dan
juga waktu yang lebih lama dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kejadian DM, seperti pola makan, gaya hidup, pengobatan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
AACE, 2007, Medical Guidelines for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus,
13, America, American Assosiation of Clinical Endocrinologists ADA, 2013, Insulin Basic,
American Diabetes Associatin http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/treatment-and
care/medication/insulin/insulin-basics.html (diakses tangal 12 September 2015)
Anies, 2006, Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular: Solusi Pencegahan dari Aspek
Perilaku dan Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta
32
Therapy,
PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia 2006;
Available From : http://www.kedokteran.info/downloads/Konsensus%20Pengelolaaln%20dan
%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe%202%20di%20Indonesia
%202006.PDF;
diakses tanggal 13 September 2015.
Pratita, N.D., 2012, Hubungan Dukungan Pasangan dan Health Locus of Control dengan
Kepatuhan dalam Menjalani Proses Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, Jurnal
Ilmiah Mahasiswa, Universitas Surabaya, 1(1)
Setiawan, D., dan Tri, M.A., Distribusi Penggunaan Antibiotik Oral di Rumah Sakit, Pharmacy,
05(01)
Siregar, Charles J.P. dan Endang Kumolosasi. 2006. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
33
Sustrani, L., S. Alam., dan I. Hadibroto. Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2004.
Triplitt, C.L., Charles, A.R., & William, L.I., 2008, Diabetes Mellitus, dalam Dipiro, J.T., Robert,
L.T, Gary, C.Y., Barbara, G.W., L. Michael Posey, Pharmacotherapy A Phatophysiologic
Aproach, 7, Newyork, McGraw Hill
WDF, 2009, Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1, UKK Endokrinologi
Anak dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia, World Diabetes Foundation
WHO. 2015. Prevalence of Diabetes Mellitus. Diakses pada 12 September 2015.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
34