You are on page 1of 6

Karakterisasi kitosan

Berat molekul murni kitosan dapat dihitung dari viskosita interinsik yang didapat dari
perhitungan viskositas pada konsentrasi yang berbeda(0,1-1mg/ml) perhitungan ini diusulkan
oleh Rinaudo et al. ( 0,3 M asam asetat/ 0,2 M natrium asetat) pada 25OC. Dengan viskometer
kapiler ubbelohde yang memiliki diameter kapiler dalam 0,53 mm. Dalam metode ini, plot
menunjukkan berkurangnya viskositas, / c banding c untuk c=0 menghasilkan viskositas
intrinsik [], merupakan viskositas rata-rata berat molekul Mv, dapat dihutung dengan
persamaan Mark-Houwink:

Parameter Mark-Houwink, K dan a dapat dilihat di literatur. Viskositas interinsik diukur


dalam 4 kali pengulangan.
Derajat deasitilasi (DD) dari kitosan ditentukan dengan spektroskopi H-NMR
berdasarkan menggunakan standar ASTM F2260-03. Khususnya 10 mg kitosan yang sudah
kering dan telah dimurnikan dilarutkan dalam campuran 1,96mL D2O dan 0,04mL DCL.
Sebanyak 1 ml larutan dipindahkan dalam kuvet NMR diameter 5mm. Spektrum yang
diperoleh pada spektromer NMR varian unity 400MHz pada 90+ 1 oC. DD dapat dihitung
dengan

Dimana HID merupakan integral dari puncak H1 GLcN dan Hac adalah integral dari puncak
yang berhubungan dengan tiga proton dari gugus asetil GlcN-Ac.
Rata-rata diameter hidrodinamik z dan mobilitas elektroforetik kitosan diukur dengan
Malvern Zetasizer Nano ZS dengan Malvern penutup sel kapiler DTS1060 dan 0.001% (w/v)
larutan kitosan tanpa pencocokan pH atau kekuatan ionik. Perhitungan diulangi 3 kali pada
25oC.
Kerapatan gugus amino dari kitosan yang dimurnikan dapat dihitung dalam 3 kali
pengulangan menggunakan titrasi konduktometri dengan Mettler Toledo SevenMulti S47
pH/conductivity meter with an InLab 730 conductivity probe. Larutan standar NaOH (0,1 N)
ditambahkan tetes demi tetes dan distrirer sampai 25mL dari 0,1 %(w/v) larutan kitosan yang
memiliki kekuatan ion 0,1 M. Setiap penambahan 10 tetes, konduktivita kitosan dicatat.
Kerapatan gugus amino dapat dihitung dari volume titran antara 2 titik ekivalen.

Hasil dan pembahasan


Sifat masing-masing komponen. Pemurian kitosan memiliki DD 88% dan viskositas
interinsik 93753 mL/g, dimana menurut to Rinaudo et al. and Brugnerotto et al., sesuai
dengan viskositas - rata-rata berat molekul yaitu 2,4x10 5 g/mol. Bentuk plot dari / c vs c
ditunjukkan pada Gambar S1. Viskositas-rata-rata berat molekul dapat digunakan sebagai
pendekatan dari jumlah rata-rata berat molekul dan dapat diasumsikan panjang monomer
0,517nm, berdasarkan dimensi satuan lapisan kristal kitosan yang terhidrasi, dapat dihitung
untuk molekul kitosan bahwa tingkat polimerisasinya ~1,4x103 dan rata-rata panjang kontur
~0,7pM. Sebagai perbandingan, CNCs memiliki panjang sekitar beberapa puluhan hingga
beberapa ratus nanometer, yang ditunjukkan pada gambar 1. Panjang CNC rata-rata yaitu
sekitar 120nm, maka dapat diassumsikan bahwa rasio panjang rata-rata dari 2 komponn PMC
yaitu 6:1. Percobaan hamburan dinamis menghasilkan diameter hidrodinamik z-rata-rata
masing-masing yaitu 265 dan 104 nm, untuk kitosan dan CNCs. Perlu dicatat, bahwa
diameter hidrodinamik tidak mewakili ukuran sebenarnya dari partikel atau molekul tetapi
hanya merupakan ukuran untuk perbandingan.
Kerapatan gugus amino dari koitosan dan kerapatan gugus sulfat dari CNCs dapat
dideteksi dengan titrasi konduktometri.gambar 2 menunjukan kurva titrasi konduktometri.
Kurva titrasi untuk kitosan (gambar 2a) memiliki 3 bagian. Awalnya terjadi pengurangan
linearitas pada konduktivitas yang diakibatkan dari netralisasi HCl dan mobilitas yang leih
rendah dan konduktivitas molar Na+ terhadap H+. Pada titik ekivalen pertama, konduktivitas
berkurang secara perlahan. Pada bagian tengah, kurva konduktivitas menunjukkan titrasi
gugus amino kitosan. Pada titik ekivalen yang kedua, konduktivitas mulai naik pada saat
penambahan NaOH karena ion hidroksi dan sodium mengalami peningkatan.

Gambar 2. Kurva titrasi konduktometri yang menentukan (a) kerapatan gugus amino dari
kitosan dan(b) kerapatan gugus sulfat dari CNcS

Gambar 3. Kurva titrasi turbiimetri untuk titrasi dari 0,0001%(w/v) larutan kitosan dengan
suspensi CNC yang konsetrasinya berbeda.
Kurva titrasi dari CNCs(gambar 2) memiliki dua cabang yang sama pada netralisasi
pendekatan parsial permukaan gugus sufat (-SO3H dan-SO3- H+)

dan penambahan NaOH

berlebih secara berturut-turut. Kerapatan gugus amino dari kitosan yaitu 5,83 mol/kg dan
kerapatan gugus sulfat CNCs yaitu 0,18 mol/kg. Dengan kata lain,kerapatan gugus amino 33
kali lebih besar dibandingkan dengan kerapatan gugus sulfa pada CNCs.

Gambar 4. Kurva titrasi turbidimetri dari 0,001%(w/v) larutan kitosan dengan 0,02 (w/v)
suspensi CNC dan arah sebaliknya.
Oleh karena itu, kerapatan gugus ion dari dua komponen PMC memiliki kekuatan yang tidak
sebanding.
Bentuk PMC. Ketika suspensi CNC ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
larutan kitosan yang memiliki pH dan kekuatan ion yang sama, reaksi pencampuran seketika
berubah menjadi keruh, karena bentuk kompleksnya tidak dapat dilarutkan. Gambar 3

menunjukkan kurva titrasi turbidimetri pada titrasi 0,0001%(w/v) larutan kitosan dengan
suspensi CNC yang konsentrasinya berbeda. Mula-mula, larutan kitosan terlihat transparan.
Setelah ditetesi suspensi CNC , tingkat linearitas kekeruhannya meningkat pada konsentrasi
CNC 0,02%(w/v), dan mengalami peningkatan sampai konsentrasi tertinggi.

Pada

konsentrasi 0,02% (w/v) , kenaikan kekeruhannya melebihi garis linear.


Pada penambahan konsentrasi CNC lebih dari 0,02% (w/v), terjadi flokulasi relatif selama
proses titrasi, menghasilkan kompleks sedimentasi. Besarnya flok menganggu pengukuran
turbiditas dan karena kekuatan fluktuasi pada data turbidimetri. Konsentrasi CNC terendah
(0,001 dan 0,01% (w /v) memberikan nilai kekeruhan sedikit di atas batas deteksi Instrumen
(~ 2), itulah sebabnya mengapa kita memilih sebuah CNC menengah dengan konsentrasi
(0,02% (w/ v)) untuk percobaan berikutnya. Hasil kami sesuai dengan penelitian dari
Dautzenberg et al., yang mengamati level yang lebih tinggi dari agrerasi konsentrasi
polielektrolit yang tinggi untuk pembentukan PEC antara natrium poli (styrene sulfonat) dan
poli (diallyldimethylammonium klorida).
Profil kekeruhan pada pencampuran tambahan larutan kitosan dengan suspensi CNC
tergantung pada pencampuran yang berurutan. Gambar 4 menunjukkan kurva titrasi untuk
titrasi dari larutan kitosan dan suspensi CNC (tipe 1) dan arah sebaliknya (tipe 2).
Dalam titrasi tipe 1, kekeruhan meningkat pesat dengan rasio molar gugus sulfat / amino (S /
N ratio) dari ~0.5. Peningkatan berkelanjutan dalam rasio S / N, menyebabkan kekeruhan
mengalami keadaan stabil dan pendekatan asimtotik menunjukkan tingkat kekeruhan
maksimal. Pada titrasi tipe 2, awalnya kekeruhan juga meningkat pesat hingga N /S rasio ari
~0.5. Peningkatan kekeruhan yang terjadi mirip dengan yang diamati pada tipe titrasi 1.
Namun, setelah peningkatan lebih lanjut dalam rasio N / S, kekeruhan menurun.
Tabel 1. Sifat partikel PMC perbedaan pada rasio pencampuran dan urutan

Shybaila et al juga membuat pengamatan yang serupa dalam studi tentang kompleksasi
kitosan dan kitosan sulfat asetat (CSA). Tingkat kekeruhan mencapai puncak tertinggi pada
titrasi larutan kitosan dengan larutan CSA tetapi menurun setelah mencapai titik maksimum
pada titrasi dari arah sebaliknya. Penurunan kekeruhan terkait dengan adanya molekul kecil
dan berat yaitu elektrolit (CH3COONa). Dengan tidak adanya elektrolit, kekeruhan tetap
konstan setelah mencapai titik maksimum. Kekuatan ionik dalam titrasi 1 mM menunjukkan
fakta bahwa penurunan kekeruhan diamati jika ada elektrolit.
Sebuah studi berikutnya menunjukkan pengaruh pH pada pembentukan kitosan -CNC PMC,
yang akan dilaporkan secara terpisah, pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 2,6,
yang merupakan pH titrasi turbidimetri, memiliki derajat ionisasi dari CNCs sebesar 0,5,
hanya 50% dari gugus sulfat yang dapat dipisahkan dan bermuatan negatif. Nilai pH untuk
titrasi turbidimetri dipilih atas dasar percobaan screaning awal sebagai pH terendah di mana
Suspensi CNC dalam keadaan jernih. Akibatnya, rasio N / S dari 0,5 pada pH 2,6 merupakan
NH3+/ SO3+ . Rasio muatan pada umumnya menunjukkan agregasi PECs maksimum pada
rasio muatan stokiometri karena muatan total PECs adalah nol. Pada rasio muatan
nonstoikiometrik, PECs mengandung muatan bersih nol dan oleh karena itu muatannya stabil.
Agregasi dari kitosan-CNC PMC disebabkan oleh rasio muatan stoikiometri dapat
menjelaskan kekeruhan maksimum pada rasio N / S dari 0,5 di titrasi tipe 2.

Setelah

peningkatan rasio N / S lebih lanjut, Penambahan molekul kitosan ke dalam PMC akan
menyebabkan muatan totalnya positif dan stabilisasi muatan PMC, membalikkan agregasi
PMC. Penggabungan tambahan molekul kitosan ke dalam PMC yang mengandung NaCl
(1mM) karena ion Na+ dan Cl- memiliki kemampuan untuk mengurangi kekuatan gaya tarik
antara komponen PMC melalui screening muatan. Adanya elektrolit selama pembentukan
PMC dapat diketahui dengan meramalkan penyusun strukturnya.

Dalam titrasi tipe 1, muatan stoikiometri berhubungan dengan rasio S / N pada pH 2,6, yang
bertepatan dengan kekeruhan maksimum. Peningkatan pesat dalam kekeruhan pada rasio S/
N rendah kemungkinan berkaitan dengan sifat partikel dari salah satu komponen PMC.
Setelah penambahan CNCs pada larutan kitosan, molekul chitosan kemungkinan membentuk
flokulasi. Muatan bersih dari flok akan bermuatan positif karena kelebihan gugus amonium.
Setelah peningkatan lebih lanjut dalam rasio S / N, muatan total dari partikel PMC akan
menurun.
Untuk mengkonfirmasi penafsiran ini, kami memantau ukuran dan muatan total partikel PMC
selama titrasi tipe 1 dan tipe 2 titrasi. Titrasi untuk analisis ini dilakukan secara berbeda dari
yang lain. Dari gambar 4, yang mengapa rentang untuk S / N dan rasio N / S
berbeda. Tabel 1 mencantumkan diameter hidrodinamik dan
mobilitas elektroforesis partikel PMC diperoleh pada berbeda
pencampuran rasio dan urutan.

You might also like