You are on page 1of 10

54

BAB IV
SISTEM PENYANGGAAN HYDRAULIC PROP DAN LINK BAR
PADA PERMUKA KERJA SEAM 10 NO. 4 B UTARA
TAMBANG BAWAH TANAH II

4.1. Kondisi Permuka Kerja Seam 10 No. 4 B Utara


4.1.1. Ketebalan Batubara dan Dimensi Panel Penambangan Pada Permuka Kerja
Ketebalan batubara rata-rata yang juga merupakan ketinggian penambangan
(mining height) pada permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara Tambang Bawah Tanah II
di PT. Kitadin berkisar antara 1,1 meter hingga 1,4 meter. Hal tesebut diakibatkan
ketebalan batubara yang bervariasi pada permuka kerja. Namun dengan
menggunakan teori statistik berdasarkan metode T-Student (Lampiran A), diperoleh
ketinggian rata-rata pada permuka kerja adalah 1,25 meter (Lampiran B). Kemudian
untuk memperkirakan apakah data tersebut cukup akurat sehingga dapat
dipergunakan dalam perhitungan selanjutnya, maka digunakan teori convidence level
90 %. Panjang panel penambangan yang direncanakan adalah 250 meter. Pada saat
penelitian dilakukan, panjang panel penambangan telah mencapai 57,90 meter.
Sedangkan lebar panel penambangan batubara berkisar antara 115 meter hingga
117 meter dengan kemiringan (dip) batubara adalah 230.
4.1.2. Ketebalan Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Berdasarkan peta rencana tata letak (lay out) dan realisasi kemajuan lubang
bukaan tambang bawah tanah yang diperoleh pada unit Underground Design
PT. Kitadin, diperoleh data sebagai berikut :
Elevasi Permukaan (x)

+40 meter dpal

Elevasi Lantai Batubara Seam 10 No. 4 B (y)

-146,858 meter dpal

Ketebalan Batubara Seam 10 No. 4 B (z)

1,25 meter

55

Sehingga diperoleh ketebalan lapisan tanah penutup (H) sebagai berikut :


H = x y z
= 40 (-146,858) 1,25
= 185,61 meter
4.1.3. Lapisan Batuan Atap Langsung dan Lantai Permuka Kerja
Pada seam 10 No. 4 B Utara Tambang Bawah Tanah II, terdapat variasi
lapisan batuan atap langsung (immediate roof). Umumnya batuan atap langsung pada
permuka kerja seam 10 No. 4 B Utara terdiri atas lapisan tipis carbonaceous shale
dengan ketebalan rata-rata 15 cm hingga 20 cm. Selanjutnya di atas lapisan
carbonaceous shale terdapat lapisan batulanau dan batupasir dengan ketebalan yang
berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, diperoleh data bahwa lapisan
atap batupasir terdapat di sepanjang 42 meter dari gallery produksi (bawah)
kemudian selanjutnya hingga gallery material (atas) sejauh 75 meter terdapat lapisan
atap batulanau (Gambar 4.1). Berbeda dengan batuan atap, batuan lantai pada
permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara didominasi oleh lapisan batulanau, namun
batuan carbonaceous shale masih dapat dijumpai dengan ketebalan 20 cm.

75 m
batulanau

42 m
batupasir

Sumber : Underground Design PT. Kitadin-Embalut

Gambar 4.1
Batuan Atap Langsung Pada Permuka Kerja Seam 10 No. 4 B Utara

56

4.1.4 Penambangan Menggunakan Coal Pick


Penambangan batubara

di permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara

menggunakan coal pick yang sasaran produksinya berdasarkan pada meter batubara
tergali per coal pick. Kecepatan penggalian batubara di permuka kerja dipengaruhi
oleh kekerasan batubara, ketebalan batubara, kemahiran operator coal pick maupun
gejala geologi yang ada pada permuka kerja tersebut. Dalam proses penambangan di
permuka kerja, coal pick memperoleh pasokan angin bertekanan dari kompresor
sebesar 4,5 kg/cm2 hingga 4,6 kg/cm2. Namun dalam distribusinya guna berbagai
kebutuhan pekerjaan di dalam tambang, pasokan tersebut mengalami pengurangan
hingga 0,9 kg/cm2 pada saat digunakan oleh coal pick di permuka kerja.
Pada umumnya di dalam lapisan batubara terdapat banyak retakan yang
disebut juga kekar batubara (cleat). Cleat tersebut terbentuk akibat tekanan atau
tarikan dari pergerakan kerak bumi, selain itu terdapat juga cleat yang terbentuk
akibat tekanan sekunder dari batuan atap dimana cleat ini sejajar terhadap permuka
kerja.
Sistem operasional coal pick yang umumnya dilakukan pada permuka kerja
tambang dalam PT. Kitadin adalah dengan membuat guratan ke dalam tegak lurus
permuka kerja (face) sedalam 1,2 meter dan lebar 0,6 meter. Setelah selesai,
dilakukan pemasangan sambungan link bar dan pin kotak untuk menahan atap secara
sementara agar tidak runtuh. Selanjutnya setelah atap terpasang link bar, kemudian
dilakukan pengeboran bagian bawah untuk persiapan pemasangan penyangga
hydraulic prop dan papan peluncur PVC Through yang berfungsi sebagai alat
transportasi batubara di dalam permuka kerja.
Kondisi perlapisan batubara yang sangat efektif untuk penggalian
menggunakan coal pick adalah batubara dengan ketebalan perlapisan 1,6 meter
hingga 2,0 meter. Dimana apabila ketebalan lapisan batubara mempunyai ketebalan
lebih besar dari 2,0 meter, maka kemajuan permuka kerja umumnya menjadi lebih
lambat sehingga akan mempengaruhi kontrol terhadap atap.

57

4.1.5. Kemajuan Penambangan


Seperti telah diuraikan sebelumnya, penambangan di permuka kerja
seam 10 no. 4 B Utara menggunakan alat bor perkusif yang lebih dikenal dengan
coal pick. Penggalian permuka kerja tersebut akan menentukan kemajuan
penambangan dan sasaran produksi yang telah ditetapkan. Kecepatan maju
penambangan tersebut ditentukan sepanjang 1,2 meter dalam satu kali maju agar
kondisi permuka kerja selalu stabil. Semakin cepat kemajuan dilakukan, maka
akumulasi beban dari atap akan semakin cepat diarahkan untuk meruntuhkan atap
permuka kerja menuju area gob. Sistem kerja pada Tambang Bawah Tanah I dan
Tambang Bawah Tanah II di PT. Kitadin menerapkan 3 shift kerja dengan waktu
kerja efektif sebanyak 7 jam dan waktu istirahat 1 jam di tiap shiftnya, kecuali pada
hari Sabtu dengan waktu kerja efektif 5 jam tanpa waktu istirahat (Tabel 4.1).
Tabel 4.1
Perincian Waktu Kerja
di Tambang Bawah Tanah I dan Tambang Bawah Tanah II PT. Kitadin
Hari Kerja
Senin - Jumat
Sabtu

Shift
I
II
III
I
II
III

Waktu Kerja
(WIB)
08.00 - 16.00
16.00 - 24.00
24.00 - 08.00
08.00 - 13.00
13.00 - 18.00
18.00 - 23.00

Waktu
Istirahat
(WIB)
12.00 - 13.00
18.00 - 19.00
04.00 - 05.00
-

Berdasarkan hasil pengamatan di permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara,


penggalian batubara dalam proses penambangan menggunakan rata-rata 8 coal
pick dalam 1 shift, sedangkan kemajuan rata-rata penambangan yang dicapai pada
hari normal (Senin Jumat) mencapai lebar 26 27 meter dengan panjang
kemajuan 1,2 meter. Pada hari Sabtu dengan 5 jam kerja, rata-rata kemajuan yang
dicapai hanya dalam kisaran 70 % hingga 80 % dari pencapaian yang diperoleh
pada hari normal. Dari kemajuan penambangan dan berdasarkan pengamatan di
lapangan diketahui bahwa rata-rata 1 unit hydraulic prop bertahan untuk
menyangga pada satu posisi selama 70 jam. Gambar 4.2 menunjukkan prosedur

58

kemajuan penambangan terhadap penyangga hydraulic prop dan link bar pada
permuka kerja.

Kappe

Papan 5 x 20 x 120

Hydroulic prop

Face

Tirai bambu

MOA

Sepatu HP

PVC trough

(a) Sebelum Penggalian Batubara


Tirai bambu
Link Bar

Papan 5 x 20 x 120

Hydraulic prop

MOA

Face

PVC Trough

Sepatu HP

(b) Setelah Penggalian Batubara, Memperpanjang Link Bar


Tirai bambu
Link Bar

Papan 5 cm x 20 cm x 120cm

Hydraulic prop

Face

MOA

Sepatu HP

PVC Trough

(c) Pemindahan Hydraulic Prop dari Baris Belakang ke Baris Depan


Kappe

Face

PVC trough

Hydroulic prop

Papan 5 x 20 x 120

Tirai bambu

MOA

Sepatu HP

(d) Pengambilan Hydraulic Prop dan Link Bar di Baris Terakhir,


Terjadi Runtuhan di Area Gob, Siap Melakukan Penggalian
Batubara Kembali
Gambar 4.2
Prosedur Kemajuan Penambangan di Permuka Kerja
Terhadap Penyangga Hydraulic Prop dan Link Bar

59

4.1.6. Penyanggaan Hydraulic Prop dan Link Bar


Hydraulic prop yang digunakan pada permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara
Tambang Bawah Tanah II adalah hydraulic prop dengan jenis yang bervariasi, yaitu
jenis PDZA 2.0 dan PDZA 2.2 dimana ketinggian optimum dari hydraulic prop
tersebut berkisar antara 2 meter hingga 2,24 meter. Namun kedua jenis penyangga
tersebut memiliki kekuatan dan karakteristik operasional yang sama (Lampiran D).
Dari hasil pengamatan di lapangan, hydraulic prop dan link bar yang beroperasi ratarata berjumlah 590 unit. Namun akibat kondisi permuka kerja yang sulit ditambah
ketidakdisiplinan dalam pemasangannya,

jumlah hydraulic prop yang tidak

beroperasi dari keseluruhan unit rata-rata sebanyak 40 unit. Sedangkan link bar yang
tidak digunakan rata-rata sebanyak 100 unit. Hal ini umumnya terjadi karena jarak
antar penyangga yang sesuai dengan prosedur operasional standar sebesar 60 cm
tidak diterapkan secara tepat.
Link bar yang digunakan pada permuka kerja tambang bawah tanah di

PT.

Kitadin adalah jenis Becorit K80 yang memiliki panjang 1,2 m (Lampiran E).
Dengan memperhatikan panjang link bar tersebut, maka kemajuan penambangan
pada permuka kerja dilakukan setiap 1,2 m.
4.1.7. Sudut Runtuhan Batuan Atap Langsung di Area Gob
Sudut keruntuhan batuan atap langsung di area gob digunakan sebagai salah
satu parameter dalam perhitungan tekanan batuan atap langsung (immediate roof).
Pada pengukuran kemiringan runtuhan batuan atap langsung batupasir diperoleh
sudut keruntuhan sebesar 600 sedangkan pada batuan atap langsung batulanau
diperoleh sudut kemiringan runtuh sebesar 370 dimana sudut-sudut tersebut diukur
terhadap garis vertikal.
1.9.8.

Dimensi Barrier Pillar Pada Akhir Penambangan


Berdasarkan pengalaman pada penambangan batubara bawah tanah di dunia,

maka pada akhir penambangan, batubara harus disisakan sebagai barrier pillar untuk
melindungi cross cut di depan panel penambangan guna kelancaran aktifitas
penambangan lainnya. Pada penambangan batubara bawah tanah di PT. Kitadin,
seluruh permuka kerjanya menerapkan dimensi barrier pillar dengan panjang

60

30 meter. Sedangkan lebar dan tingginya menyesuaikan terhadap dimensi batubara


pada panel penambangan. Lapisan batubara di permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara
memiliki lebar 117 meter dan ketinggian 1,25 meter.
4.2. Karakteristik Massa Batuan
4.2.1. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan
Massa batuan mempunyai sifat fisik dan mekanik, dimana kedua sifat
tersebut berpengaruh terhadap kestabilan massa batuan di lokasi penambangan.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap batuan atap langsung di daerah
penelitian permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara, diperoleh data sifat fisik dan
mekanik batuan sebagai berikut :
Tabel 4.2
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Atap Permuka Kerja Seam 10 No. 4 B Utara
Sifat Fisik
Batuan

Kadar
Air
(%)

Sifat Mekanik

Bobot Isi (t/m3)


Batuan Insitu

Batuan Broken

Jenuh
Air

Kering

Jenuh
Air

Kering

Berat
Jenis

Kuat
Tekan
(MPa)

Kohesi
(MPa)

Sudut
Geser
Dalam
(o)

Batupasir

10,41

2,39

2,18

1,98

1,87

2,52

20,94

0,437

40,21

Batulanau

8,6

2,25

2,07

1,92

1,79

2,51

8,61

0,155

24,81

Batubara

11,48

1,35

1,21

1,23

1,15

1,35

0,82

0,267

33

4.2.2. Stand-Up Time Batuan Atap Permuka Kerja


Berdasarkan hasil pengukuran pada kemajuan penambangan di permuka kerja
seam 10 no. 4 B Utara, diperoleh durasi rata-rata batuan atap terbuka tanpa
mengalami penyanggaan selama 5 jam. Waktu ini didasarkan pada mulai
dilakukannya pemboran pada lapisan batubara hingga mencapai kedalaman 1,2 meter
dan selanjutnya cukup memadai untuk dilakukannya penyambungan link bar (link
bar memiliki panjang 1,2 meter). Sedangkan pada batuan atap langsung di area gob
(mined out area), hasil pengamatan menunjukkan bahwa lapisan atap batupasir
terkadang sulit mengalami keruntuhan. Waktu yang pernah tercatat pada saat
penelitian dilakukan, lapisan atap batupasir baru mengalami keruntuhan pada span

61

3 meter dengan waktu stand-up time 74 jam. Namun terkadang juga ditemukan pada
span 1 meter dengan stand-up time 25 jam Lapisan atap batupasir sudah mengalami
keruntuhan.

Sedangkan untuk lapisan atap batulanau tidak mengalami masalah

dalam keruntuhannya, pada saat penyangga dicabut, maka lapisan atap batulanau
umumnya

akan

runtuh

dengan

cepat

dan

langsung

mengisi

area

gob

(mined out area).


4.3. Rancangan Sistem Penyanggaan Pada Permuka Kerja
4.3.1. Tekanan Penyangga Hydraulic Prop
Hydraulic prop memperoleh pasokan fluida bertekanan yang berasal dari
emulsion pump. Fluida yang dipasok menuju hydraulic prop tersebut merupakan
campuran antara air dan oli (emulsi) dengan perbandingan 100 : 3, yaitu di dalam
satu bak penampungan emulsion pump, volume oli mencapai 3 % dari volume air.
Tekanan yang diberikan emulsion pump sebagai pemasok utama fluida bertekanan
terhadap hydraulic prop terukur sebesar 20 MPa. Namun berdasarkan hasil
pengukuran di lapangan dengan menggunakan alat pressure gauge, diperoleh tekanan
rata-rata yang diterima oleh hydraulic prop sebesar 15 MPa. Tekanan awal ini
selanjutnya disebut setting pressure pada hydraulic prop. Tekanan ini akan semakin
membesar seiring dengan pembebanan yang diterima oleh hydraulic prop dari atap
langsung (immediate roof). Tekanan tersebut selanjutnya dinamakan yield pressure.
Guna mengantisipasi beban yang melebihi kemampuan penyangga, maka hydraulic
prop dilengkapi dengan safety valve yang akan mengamankan hydraulic prop dari
kerusakan akibat pembebanan yang berlebih dari atap. Safety valve akan secara
otomatis mengeluarkan emulsi dari silinder sehingga akan menurunkan secara
otomatis inner tube dari hydraulic prop jika beban atap semakin besar.
Selain pada hydraulic prop itu sendiri, pengamatan juga dilakukan pada
sepatu hydraulic prop yang berfungsi sebagai media untuk memperlebar bidang
kontak antara hydraulic prop dan lantai. Pengamatan di lapangan menunjukkan ratarata sepatu hydraulic prop yang digunakan pecah pada saat menerima beban yang
diteruskan hydraulic prop dari atap. Kondisi ini mengakibatkan hydraulic prop
tenggelam kedalam batuan lantai. Sepatu hydraulic prop yang digunakan merupakan
material kayu putih dengan dimensi panjang 40 cm, lebar 18 cm dan tinggi 11 cm.

62

4.3.2. Jarak Antar Baris Hydraulic Prop


Jumlah baris yang ada pada permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara rata-rata
sebanyak 195 baris dimana tiap barisnya terdiri atas 3 unit hydraulic prop dan
link bar. Jarak antar baris merupakan variabel penting dalam mengontrol kondisi
atap, karena dengan semakin besarnya jarak antar baris hydraulic prop, maka
pembebanan yang diterima oleh penyangga hydraulic prop akan semakin besar, hal
ini akan memperburuk kondisi atap, penurunan hydraulic prop, amblasnya hydraulic
prop hingga kerusakan hydraulic prop. Namun jika jarak antar hydraulic prop terlalu
rapat juga dapat mengakibatkan dampak negatif, yaitu kesulitan dalam mobilitas
pekerja di dalam permuka kerja. Jarak antar baris penyangga yang tercatat pada
permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara berdasarkan SOP (Standard Operational
Procedure) di PT. Kitadin adalah sebesar 60 cm untuk semua jenis batuan atap
(Gmbar 4.3).
4.3.3. Kerapatan Penyangga Hydraulic Prop
Kerapatan penyangga (density prop) perlu diketahui untuk menghitung
jumlah pemakaian hydraulic prop di permuka kerja dalam tiap luasannya. Hal ini
dapat ditentukan dengan mengetahui jumlah pemakaian hydraulic prop tiap baris,
jarak antar baris hydraulic prop serta lebar permuka kerja yang perlu disangga.
Berdasarkan perhitungan pada permuka kerja seam 10 no. 4 B Utara, rata-rata
kerapatan penyangga bernilai 1,3 HP/m2 hingga 1,60 HP/m2. Tingkat keragaman dari
kerapatan penyangga hydraulic prop tersebut dipengaruhi oleh kondisi permuka
kerja dan kedisiplinan dari tim pemasangan penyangga.

Batubara

Arah Penambangan

Gallery Material

Gob (Mined Out Area)

63

}60 cm
}60 cm

Keterangan :
Rangkaian Hydraulic

= Prop dan Link Bar

Gallery Produksi
Sumber : Underground Design PT. Kitadin-Embalut

Gambar 4.3
Bentuk Penampang Atas Permuka Kerja

You might also like