You are on page 1of 2

b.

Pancasila sebagai Dasar Cita-Cita Reformasi


Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah
nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Pada masa
orde baru Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga
kedudukan pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan
pelaksana penguasa negara. Misalnya setiap kebijaksanaan penguasa negara senantiasa
berlindung dibalik ideologi Pancasila, sehingga setiap tindakan dan kebijaksanaan
penguasa negara senantiasa dilegitimasi oleh ideologi Pancasila. Sehingga konsekuensinya
setiap warga negara yang tidak mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan
dengan Pancasila. Asas kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila
disalahgunakan menjadi praktek nepotisme, sehingga merajalela kolusi dan korupsi.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif
Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi. Maka reformasi dalam perspektif
Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai sebagai berikut:
1) Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti bahwa suatu gerakan ke
arah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan
manusia sebagai makhluk Tuhan. Maka dari itu, reformasi harus berlandaskan moral
religius, dan hasil reformasi harus meningkatkan kehidupan keagamaan. Reformasi
yang dijiwai nilai-nilai religius tidak membenarkan pengrusakan, penganiayaan,
merugikan orang lain serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
2) Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti bahwa reformasi
harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab. Reformasi
harus dilandasi oleh moral kemanusiaan yang luhur, yang menghargai nilai-nilai
kemanusiaan,

menjunjung

tinggi

nilai-nilai

kemanusiaan

bahkan

reformasi

mentargetkan kea rah penataan kembali suatu kehidupan Negara yang menghargai
harkat dan martabat manusia, yang secara konkrit menghargai hak-hak asasi manusia.
Untuk bangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia maka semangat reformasi yang
berdasar pada kemanusiaan menentang praktek-praktek yang mengarah pada
diskriminasi dan dominasi social, baik alas an perbedaan suku, ras, asal-usul maupun
agama. Reformasi yang berkemanusiaan harus membrantas sampai tuntas korupsi,
kolusi dan nepotisme yang telah sedemikian mengakar pada kehidupan kenegaraan
pemerintahan orde baru.
3) Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus
menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia. Reformasi harus menghindarkan
diri dari praktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya separatisme

baik atas dasar kedaerahan, suku maupun agama. Reformasi memiliki makna menata
kembali kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi justru harus mengarah
pada lebih kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa. Demikian juga reformasi harus
senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa Indonesia.
4) Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan sebab permasalahan
dasar gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan kembali secara
menyeluruh dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan
kerakyatan sebagai paradigmanya. Reformasi harus mengembalikan pada tatanan
pemerintahan negara yang benar-benar bersifat demokratis, artinya rakyatlah sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara. Semangat reformasi menentang segala
bentuk penyimpangan demokratis seperti kediktatoran baik bersifat langsung maupun
tidak langsung. Asas kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan menghendaki
terwujudnya masyarakat demokratis. Oleh karena itu penataan kembali mekanisme
demokrasi seperti pemilihan anggota DPR, MPR, pelaksanaan Pemilu beserta perangkat
perundang-undangannya pada hakikatnya untuk mengembalikan tatanan negara pada
asas demokrasi yang bersumber pada kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila
keempat Pancasila.
5) Visi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia. Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali
pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, namun perubahan
dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak
asasi, peradilan yang benar-benar bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum
harus benar-benar dapat terwujudkan sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta
kewajibannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial.
Dalam perspektif Pancasila gerakan reformasi sebagai suatu upaya untuk menata
ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan
keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Pancasila
sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan
yang senantiasa mempu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat dalam
mengantisipasi perkembangan jaman, yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaankebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat akan tetapi nilai-nilai esensialnya
bersifat tetap yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.

You might also like