You are on page 1of 34
Media Riset Bisnis & Manajemen, Vol.11, No.2, Agustus 2011 : pp. 140-173 ANALISIS KINERJA DOSEN PADA PROGRAM STUDI TERAKREDITASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI SULAWESI] SELATAN Baso Amang* Abstract The aims of the study were to discover the effect of (1) ability on working motivation and lecturer's performance directly and indirectly, (2) compensation on satisfaction, motivation and lecturer's performances directly and indirectly, (3) facilities on satisfaction, motivation and lecturer's performances directly and indirectly, (4) working environment on satisfaction, motivation and lecturer's performances directly and indirectly, (5) leadership on satisfaction, motivation and lecturer's performances directly and indirectly, (6) satisfaction on motivation and lecturer's performances directly and indirectly, (7) motivation on lecturer's performances at accredited field of study at private institution in South Sulawesi. The used data are primary data which was collected from 218 respondents. The analysis steps consist of first, confirmed factor analysis to investigate apropriate measurement and second step was the use Structure Equation Modelleing (SEM) to varify the model. The results of the study indicate that : (1) Ability, compensation, working environment, and leadership simultaneously have a positive and significant effect on lecturer's performances. (2) Compensation is the effected most dominantly to variable satisfaction. (3) Satisfaction is the effected most dominantly to motivation. (4) Motivation is the effected most dominantly to lecturer's performances at accredited field of study at private institution in South Sulawesi. Keywords: Ability, Compensation, Facilities, Working environment, Leadership, Satisfaction, Motivation, Lecturer’s performance *Sekolah Tinggi Iimu Manajemen Indonesia Makassar, JI. Perintis Kemerdekaan Km 9, Tamalan Rea, Biringkanaya, Makassar, 90245.(E-mail : baso.amang@yahoo.com) 140 Analisis Kinerja Dosen Pada Program Studi Terakreditasi 141 Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu institusi yang paling bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia adalah perguruan tinggi. Dengan demikian perguruan tinggi mutlak melakukan penyesuaian terhadap perkembangan lingkungan yang sangat dinamis. Salah satu bentuk penyesuaian perguruan tinggi adalah dicanangkannya kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang (HELTS- Higher Education Long Term Strategy) 2003-2010 dengan tiga pilar, yaitu; (1) Peningkatan daya saing bangsa, (2) Otonomi institusi pendidikan tinggi, dan (3) Kesehatan organisasi. Pilar pertama ( peningkatan daya saing bangsa) mengisyaratkan bagaimana peran sumberdaya manusia (SDM) Indonesia dapat berkontribusi pada pasar dunia melalui produk dan atau jasa yang dihasilkan berdasarkan kemampuan SDM Indonesia dari penguasaan teknologi, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Berkaitan hal ini maka peranan perguruan tinggi sangat besar untuk menciptakan SDM Indonesia yang dibutuhkan tersebut. Oleh karena itu, perguruan tinggi di Indonesia tidak hanya memperhatikan aspek lokal saja tetapi juga aspek global. Di antara semua sumberdaya yang dimiliki Indonesia, kemampuan manusia (manpower) yang paling strategis memainkan peranan yang krusial dan sangat penting dalam menjalankan seluruh aspek pembangunan. Manusia-manusia terpelajarlah yang menentukan di dunia sekarang ini. Orang-orang terpelajar tersebut di negara manapun adalah hasil dari proses pendidikan (Nugroho, 2002) Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, maka peran pemerintah dan perguruan tinggi termasuk perguruan tinggi swasta (PTS) mendapatkan peran yang sangat besar. Bentuk perhatian pemerintah dalam dunia pendidikan tinggi adalah penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta seluruh karyawan dan dosen diadakan dan dibiayai langsung oleh pemerintah melalui Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sedangkan bentuk partisipasi masyarakat adalah membangun perguruan tinggi swasta (PTS) yang hingga saat ini (tahun 2007) sudah mencapai 2.672 buah dimana sarana dan prasarana serta umumnya karyawan dan dosen diadakan dan dibiayai oleh Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi atau Yayasan (Direktori PTS, 2007). PTS dan PTN mengemban fungsi membina dan mendidik mahasiswa untuk menjadi sumberdaya manusia yang cerdas agar berperan dan berkontribusi terhadap pembangunan sesuai posisi dan kemampuannya masing-masing (Said, 2002). Namun demikian, maju mundumya lembaga pendidikan tinggi sangat ditentukan oleh sumberdaya manusianya dan manajemen pengelolaan.Tentu saja tenaga edukatif (dosen) sebagai titik sentral di samping staf administrasi dan lembaga-lembaga kemahasiswaan. Kualitas dan komitmen tenaga edukatif (dosen) yang ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan yang, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173, 142 Media Riset Bisnis & Manajemen kondusif akan memberikan kepuasan tersendiri bagi dosen dan ini merupakan kunci utama keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tinggi (Burki,1999; Angrist, 2001; Betts, 2001; Misnawati, 2004). Dosen sebagai tenaga edukatif pada perguruan tinggi, merupakan kelompok pekerja yang wajib mengemban tugas yang tidak ringan karena ia harus meningkatkan kinerjanya melalui empat aspek, yakni (1) melaksanakan pendidikan dan pengajaran, (2) melaksanakan penelitian, (3) melaksanakan pengabdian pada masyarakat, dan (4) unsur penunjang kegiatan dosen (SK Menkowaspan No.38/Kep/MK.Waspan/8/1999). Di samping itu menurut Madris (2007) dosen juga dituntut mengemban tanggung jawab, kerjasama, loyalitas, kepemimpinan dan lain-lain. Sebagai organisasi menurut Nugroho (2002), pendidikan tinggi perlu menjaga kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, perguruan tinggi harus dikelola menurut asas-asas ekonomi perusahaan. Memang benar bahwa perguruan tinggi bukanlah perusahaan yang semata-mata hanya mengejar keuntungan (profit oriented) tetapi bukan pula badan amal yang nirlaba, melainkan sebuah industri vital yang harus dikelola secara efektif dan efisien. Oleh karena itu pengelolaannya harus memperhatikan manajemen bisnis. Dengan demikian, dilihat dari segi pertanggung jawaban sosialnya maka penerapan manajemen seperti itu menjadi semakin penting, apalagi jika perguruan tinggi yang bersangkutan dalam hal keuangannya, banyak bergantung dari kontribusi masyarakat. Penerapan sistem pemberian kompensasi tidaklah harus berdasarkan atas hasil prestasi dosen, tetapi dapat juga sistem kompensasi sudah diciptakan pada saat individu tersebut masuk dalam jajaran perguruan tinggi. Penerapan sistem kompensasi bisa berwujud kompensasi intrinsik dan kompensasi ekstrinsik. Organisasi menggunakan berbagai sistem kompensasi untuk menarik dan mempertahankan manusia dan memotivasi mereka guna mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi (Haryono, 2003). Kalau sistem pemb kompensasi kepada dosen secara efektif berdasarkan kinerja, maka kompensasi tersebut akan membuat pekerjaan lebih menantang dan memuaskan. Semakin tinggi kinerja yang, diperlihatkan maka semakin tinggi pula kompensasi yang diterima. Mengkalkulasi darma pendidikan dan pengajaran dapat dilihat dari sejauhmana dosen yang bersangkutan dapat atau memenuhi kewajibannya sesuai standar minimal yang diwajibkan oleh peraturan perundangan yang. berlaku. Misalnya, dosen wajib mengemban minimal 12 satuan kredit semester (sks) setiap semester. Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran ini sekaligus melaksanakan kewajiban-kewajiban ikutannya. Selanjutnya melaksanakan darma_penelitian. Dosen dalam melaksanakan darma kedua tersebut dituntut minimal melakukan penelitian satu buah dalam satu semester dengan bobot dan jenis berdasarkan kualifikasi pendidikan yang dimiliki oleh dosen (Suharsono, 1991). Sedangkan darma ketiga yaitu pengabdian pada masyarakat, dosen juga dituntut_melaksanakan kegiatan ini minimal dua kali dalam setiap semester. Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 Analisis Kinerja Dosen Pada Program Studi Terakreditasi * 143 Pelaksanaan darma pengabdian ini ada yang terstruktur yaitu dilaksanakan secara melembaga dan secara individu yang dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Dari ketiga darma tersebut, dosen masih banyak melaksanakannya di bawah atau jauh dari standar minimal. Misalnya bidang pengajaran seorang dosen hanya mengajar 6 sampai 9 sks, di bidang penelitian dilakukan hanya sekali dan bahkan ada yang sama sekali tidak pernah melakukan penelitian. Di bidang pengabdian juga hampir tidak pemah melaksanakan (Sunuharyo, 1995) Kenyataan seperti ini, dapat dikatakan bahwa kinerja dosen dalam hal ini dosen perguruan tinggi swasta sangat rendah dengan melihat apa yang seharusnya wajib dilakukan dengan kenyataan (yang telah dilakukan) masih terdapat selisih yang cukup jauh (Karseno, 2002). Hal ini berarti tugas yang harus diemban oleh perguruan tinggi semakin rumit dan kompleks, karena tugas perguruan tinggi tidak hanya bagaimana menyiapkan sarana-prasarana yang memadai dan memenuhi kebutuhan finansial dosen akan tetapi lebih dari itu bagaimana perguruan tinggi dapat memotivasi dosen dalam melaksanakan tridarma perguruan tinggi yang berdampak pada peningkatan kinerja perguruan tinggi secara simultan. Dari sisi dimensi yang diukur dalam sistem akreditasi, menunjukkan bahwa pada umumnya Program Studi di Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan khususnya pada dimensi mutu. Gambaran secara umum terhadap kinerja program studi untuk setiap dimensi dan indikatornya, menunjukkan hasil bahwa pencapaian nilai kurang terjadi pada mutu ketenagaan (dosen), di samping mutu sarana/prasarana, mutu pengelolaan lembaga, mutu _ pengelolaan pembelajaran dan relevansi hasil kinerja (Suhardi & Dharmaputra, 2000). Mengingat pentingnya —perguruan tinggi dalam berperan serta menyelenggarakan pendidikan nasional maka perlu dilakukan penelaahan secara mendalam tentang kinerja dosen di perguruan tinggi khususnya di perguruan tinggi swasta. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bagi dosen pada program studi terakreditasi di perguruan tinggi swasta di Sulawesi Selatan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa: (1) pengaruh kemampuan terhadap motivasi kerja dan kinerja, (2) pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja dan kinerja, (3) pengaruh sarana prasarana terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja dan kinerja, (4) pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja dan kinerja, (5) pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja dan kinerja, (6) pengaruh kepuasan kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja, dan (7) pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : (1) Manfaat Teoritis - (a) Memberikan kontribusi dalam bidang manajemen, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 °144° Media Riset Bisnis & Manajemen khususnya disiplin ilmu manajemen sumberdaya manusia, (b) Memberikan kontribusi dalam studi manajemen sumberdaya manusia khususnya pengujian secara empirik, dan (c)Memberikan kontribusi bagi agenda penelitian yang akan datang pada bangunan model teoritik yang secara keseluruhan belum diuji secara empirik. (2) Manfaat Praktis - (a) Memberikan kontribusi bagi Badan Penyelenggara dan pengelola perguruan tinggi swasta untuk dapat menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dosen yang konsekuensinya dapat berpengaruh pada kinerja program studi terakreditasi di perguruan tinggi swasta di Sulawesi Selatan, dan (b) Memberikan kontribusi bagi penyusunan perencanaan stratejik perguruan tinggi swasta dalam menghadapi globalisasi pendidikan tinggi serta menetapkan berbagai kebijakan operasional yang berhubungan dengan sumber daya manusia terutama peningkatkan kinerja dosen. Tinjauan Pustaka Kemampuan Kemampuan sumber daya manusia dalam menjalankan tugas sangat ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari mengikuti pendidikan dan pelatihan. Menurut Nadler (1990) ada perbedaan antara pendidikan dan pelatihan. Pendidikan bisa dikatakan sebagai proses belajar mempersiapkan diri untuk pekerjaan yang berbeda di masa yang akan datang. Pendidikan dirancang untuk memungkinkan pekerja belajar tentang perbedaan pekerjaan dalam organisasi yang sama, sedang pelatihan dikaitkan dengan pekerjaan sekarang. Melalui suatu pelatihan proses produksi dapat dilakukan sesuai dengan rencana dan produk dapat diterima (Schechter, 1974). Sementara itu Fortunato (1981) menyatakan bahwa pendidikan dan pengalaman kerja merupakan langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. Mereka yang mengenyam pendidikan tinggi akan memiliki kemampuan profesi yang lebih baik bila dibandingkan dengan mereka yang hanya mengenyam pendidikan rendah. Selanjutnya dikatakan bahwa pengalaman kerja yang dilihat dari masa kerja pekerja merupakan status yang diberikan kepada mereka yang telah berhasil bekerja selama masa percobaan. Sedangkan Nimran, (1989) menjelaskan bahwa masa kerja merupakan salah satu faktor individu yang berhubungan dengan perilaku dan prestasi individu. Artinya, dalam memandang suatu situasi yang berkaitan dengan pekerjaan, mereka yang telah bekerja selama sepuluh tahun (misal) akan memiliki pandangan yang berbeda dengan mereka yang baru satu tahun bekerja untuk satu kasus yang sama. Kedua faktor di atas (pendidikan dan pelatihan dan pengalaman kerja) akan mempengaruhi kemampuan sumber daya manusia dalam melaksanakan pekerjaan sehari-harinya. ‘Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 Analisis Kinerja Dosen Pada Program Studi Terakreditasi 145 Kompensasi Nitisemito (1996) memberikan pengertian kompensasi (kompensasi) adalah merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada para karyawan yang dapat dinilai dengan uang yang mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa kompensasi bukan saja upah, meskipun upah merupakan bagian dari kompensasi yang sangat besar. Kompensasi dalam bentuk tunjangan-tunjangan in-natura, fasilitas, perumahan, kendaraan, jaminan sosial dan lain-lain yang dinilai dengan uang dan cenderung diterima secara tetap. Kompensasi secara umum tidak lain adalah suatu metode pengadaan dan pemberian jasa yang layak kepada karyawan guna tercapainya tujuan perusahaan. Untuk menentukan besarnya balas jasa yang diberikan kepada karyawan biasanya didasarkan pada kondisi dimana perusahaan tersebut berada dan kemampuan keuangan perusahaan. Dengan adanya pemberian balas jasa yang adil terhadap karyawan maka kecenderungan untuk selalu giat bekerja senantiasa tersirat dalam diri setiap pekerja untuk memperbaiki tuntutan hidupnya sehingga perusahaan akan memperoleh umpan balik dari para karyawan berupa produktivitas kerja yang tinggi schingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Dalam pemberian kompensasi kepada karyawan, maka perusahaan mengharapkan adanya pengaruh positif terhadap karyawan yang meliputi: 1) Mendorong semangat dan kegairahan kerja para karyawan, 2) Meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja karyawan, 3) Sebagai motivasi kerja karyawan. Sarana Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia sangat menunjang kelancaran proses belajar mengajar bagi para dosen. Sckaitan dengan itu Wispandono (1998) mengatakan bahwa; sarana dan prasarana, motivasi berprestasi, kemampuan akademik dan kemampuan meneliti mempunyai pengaruh yang kuat terhadap peningkatan kinerja. Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah : angkatan kerja, biaya energi, keadaan fasilitas peralatan, tingkat pengeluaran, penelitian dan pengembangan, perubahan struktur keluarga, inflasi dan kebijakan pajak oleh Stoner (1986) disebut berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Rivera & Rice (2006) mengatakan bahwa kenyamanan tempat atau kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan akan memberikan tingkat kepuasan yang tinggi bagi siswa. Sedangkan Haryanto & Wahyuddin (2008) mengatakan bahwa sarana dan prasarana berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 146 Media Riset Bisnis & Manajemen siswa. Selanjutnya, dikatakan jika sarana prasarana lengkap maka akan mendorong motivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Lingkungan Kerja Faktor lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari. Faktor yang sulit dikendalikan tersebut harus mampu disiasati agar tujuan yang ingin dicapai tetap dapat diwujudkan. Herzberg dalam Adair (2008) menjelaskan bahwa lingkungan dan pengawasan memiliki kekuatan untuk mematahkan motivasi atau membuat orang tidak puas. McClelland ef al, (1953) dan McClelland (1955) menyatakan bahwa isyarat-isyarat lingkungan (environmental cues) dapat memotivasi manusia karena isyarat-isyarat tersebut berhubungan dengan kesuksesan atau kegagalan di masa lampau. Lingkungan yang memiliki sejumlah isyarat yang berkaitan dengan kesuksesan atau kegagalan yang dimaksud meliputi lingkungan tugas dan sosial, seperti : keadaan ekonomi rumah tangga, sosial, persaingan, dan pemerintah. Lingkungan ini perlu diperhatikan dalam menjaga eksistensi_keberhasilan mencapai kinerja. Artinya, kesuksesan atau kegagalan dalam berusaha juga diwarnai oleh bagaimana orang/organisasi dapat mengatasi pengaruh lingkungan. Terhadap lingkungan yang demikian ini khususnya lingkungan tugas yang berupa persaingan akan dapat memacu atau memotivasi seseorang untuk berprestasi lebih baik lagi agar lebih unggul dari yang lainnya. Hal ini bisa tercipta kalau dalam diri seseorang juga memiliki dan menyadari perlunya pengembangan wawasan keunggulan. Herzberg dalam Adair (2008) menjelaskan bahwa faktor yang membuat orang mengalami kepuasan di lingkungan kerjanya bukanlah kebalikan dari faktor yang membuatnya tidak puas. Ketidakpuasan di lingkungan kerja disebabkan oleh tidak memadainya lingkungan atau konteks pekerjaan. Mengingat bahwa kinerja sebenarnya juga merupakan perilaku dalam berusaha, dan perilaku adalah fungsi hubungan antara organisma dan stimuli yang berupa lingkungan baik fisik maupun sosial budaya menuju suatu penyempurnaan “accomplishment” (Maier,1965), maka kinerja terbentuk dari fungsi hubungan seperti itu. Jadi, ada ciri individual dan ciri lingkungan yang membentuk kinerja. Oleh karena itu, kinerja bukan suatu kejadian (suatu kata benda) tetapi suatu aksi (suatu kata kerja), yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling terkait dalam suatu proses dan dalam suatu skala waktu (Baird, 1986). Kepemimpinan Banyak orang berpendapat bahwa memimpin itu sama saja dengan me- manage. Sesungguhnya me-manage mempunyai arti yang lebih luas daripada memimpin. Seorang manajer harus mampu melakukan kegiatan perencanaan, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 Analisis Kinerja Dosen Pada Program Studi Terakreditasi_ 147 mengorganisir, dan pengawasan. Seorang pemimpin hanya diminta untuk membujuk bawahannya melakukan tindakan sesuai dengan keinginan si pemimpin. Jadi kepemimpinan merupakan kemampuan membujuk orang lain agar mau melakukan apa yang diinginkan oleh si pemimpin dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Cahayani,2003). Rivai, (2006) mengatakan bahwa kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan menurut Michael Svadova & Silke (2001) kepemimpinan juga mempengaruhi interpretasi mengenai perilaku para _ pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau di luar organisasi. Bothwell (1988) dalam Rivai (2006) mengatakan bahwa kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Artinya, kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Karena itu menurut Wright dan David (1994); Kirpatrick & Locke (1996) beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang, yaitu: karena ancaman, penghargaan, otoritas dan bujukan. Alan, Geoffrey & James (1990); Steers (1996) mengatakan kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok, maka implikasi penting yang terkandung di dalamnya adalah bahwa: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain, baik itu bawahan maupun pengikut; (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pimpinan dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya; dan (3) adanya kemampuan menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempegaruhi tingah laku pengikutnya melalui berbagai cara menjadi bahagian dari strategi manajer atau pimpinan yang sangat penting. Kepuasan Kepuasan menurut Oliver dalam Supranto (2001) adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Kepuasan berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni: (a) kepribadian seperti aktualisasi diri, kemampuan menghadapi tantangan, kemampuan menghadapi tekanan; (b) status dan senioritas, artinya makin tinggi Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 148 Media Riset Bisnis & Manajemen hierarkis di dalam perusahaan, maka akan lebih mudah individu tersebut untuk puas; (c) kecocokan dengan minat, artinya semakin cocok minat individu, semakin tinggi kepuasan kerjanya; dan (d) kepuasan individu dalam hidupnya, artinya individu yang mempunyai kepuasan yang tinggi terhadap elemen-elemen kehidupannya yang tidak berhubungan dengan kerja, biasanya akan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi. Individu yang memandang bahwa tempat ia bekerja menyediakan peluang karir dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia akan berupaya untuk menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab agar dapat mencapai hasil sesuai standar kerja yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, individu yang memiliki kebutuhan yang kuat akan mengembangkan karir, akan memberikan dampak pada motivasinya untuk senantiasa bekerja lebih baik dibanding dengan individu lainnya, den tentu saja akan berimplikasi pada kinerjanya. Namun, sebaliknya walaupun ada harapan memperoleh peluang karir, tetapi baginya karir bukan sesuatu yang terpenting, maka motivasi kerjanya akan tetap rendah. Karena itu, menurut Luthans (1998) tingkat motivasi kerja yang rendah akan berdampak pada kinerja yang rendah. Motivasi Istilah motivasi bermula dari bahasa latin yaitu Movere yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi arah dan memelihara tingkah laku. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi (motivation) antara lain adalah kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish) dan dorongan (drive). Demikian pula dengan pengertian motivasi banyak ditafsirkan sesuai dengan tempat dan keadaan masing-masing. Dalam kehidupan kita sehari-hari, motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan atau rangsangan kepada karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Josumidjo (1992) mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang. Malayu (2001) mengatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Koontz (1972) mengatakan bahwa motive to the drive effort to satisfy a want or good (motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan). Stephen (1986) menerangkan bahwa motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 Analisis Kinerja Dosen Pada Program Studi Terakreditasi_ 149 dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Menurut Maehrany (1989), motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi dorongan, kegiatan atau gerakan dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa motivasi bukanlah suatu substansional yang ada dalam diri seseorang. Motivasi tidak sama dengan bakat atau kemampuan yang ada pada diri seseorang. Artinya motivasi adalah keadaan psikologis tertentu dalam diri seseorang yang menyebabkan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, dan motivasi ini kemudian akan menimbulkan tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan tadi sehingga motivasi merupakan suatu proses. Kinerja Dosen Kinerja berasal dari kata “Job Performance atau Actual Performance” yang diartikan sebagai prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang (Sikula,1981 & Megginson,1981 dalam Madris, 2007). Untuk itu kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja, yakni hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) menurut Mc Clelland (1976) menyatakan bahwa prestasi kerja (kinerja) mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu (1) menyukai pengambilan resiko dan tantangan, (2) mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan, (3) mempunyai kebutuhan yang kuat akan pekerjaannya dan (4) mempunyai keterampilan dalam perencanaan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel eksogen terhadap kinerja karyawan atau perusahaan. Suharsono (1991) mengemukakan bahwa kemampuan atau kecakapan (ability) merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kinerja seseorang dalam artian sejauh mana seseorang dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kecakapan atau kemampuannya. Selanjutnya menurut Troena (1996) diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsug kinerja tenaga kerja adalah motivasi kerja, pendidikan dan pengalaman, sarana kerja, lingkungan kerja serta sosial ekonomi. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kerja adalah upah dan tanggungan keluarga. Snell &Youndt (1995) meneliti tentang hubungan antara pengawasan manajemen sumber daya manusia yang dipergunakan oleh para eksekutif dengan perubahan dalam kinerja keuangan perusahaan (ROA dan peningkatan penjualan). Hasil-hasil yang diperoleh dari 102 perusahaan menunjukkan bahwa manajemen Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173 150 Media Riset Bisnis & Manajemen sumber daya manusia yang didasarkan pada pengawasan perilaku secara positif berkaitan dengan kinerja apabila pengetahuan yang dimiliki tentang hubungan sebab akibat telah lengkap, namun berkaitan secara negatif dengan kinerja apabila pengetahuan tersebut tidak lengkap. Sedangkan menurut Widodo (1996), kinerja seorang karyawan ditentukan oleh besamya gaji yang diterima oleh karyawan, tingkat kesejahteraan, pengembangan serta promosi yang diperolehnya. Begitu pula Zulkifli (1996) menemukan bahwa gaji memilki kontribusi yang cukup besar terhadap kinerja buruh pemetik teh. Pekerja yang memiliki harapan untuk meraih penghasilan yang lebih tinggi akan lebih termotivasi, berkomitmen tinggi serta loyal terhadap tempat mereka bekerja sehingga akan berdampak pada prestasi kerja atau kinerja yang lebh tinggi (Gaetner, 1988). Terdapat tiga faktor dasar yang mempengaruhi kinerja. Pertama, kemampuan, kepribadian, dan minat kerja, Kedua; kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peran seorang karyawan yang merupakan pengertian dan penerimaan seorang individu atas tugas yang dibebankan kepadanya, Ketiga; tingkat motivasi kerja (Steers,1985). Rerangka Konseptual Berdasarkan tinjauan pustaka yang diuraikan sebelumnya maka dapatlah dibuat suatu rerangka konseptual dari penelitian ini. Dari kajian pustaka tersebut, dapat diperoleh dinyatakan bahwa motivasi, kompensasi, kemampuan, dan pengalaman mempengaruhi kinerja. Motivasi berusaha tidak cukup menjadi sebab atas prestasi sampai pada tingkat yang diterima. Prestasi dihasilkan dari gabungan usaha individu dan kemampuan, keterampilan dan pengalaman yang bersangkutan. Manajemen mengevaluasi masing-masing prestasi baik formal maupun informal. Sebagai akibat evaluasi, memberikan kompensasi ekstrinsik. Kompensasi akan dinilai oleh individu. Selanjutnya individu akan menerima atau memperoleh kompensasi intrinsik dari pekerjaannya. Besarnya kompensasi yang sesuai dan sepatutnya, maka individu akan meningkatkan kinerjanya. Beberapa pekerja, meskipun mempunyai motivasi tinggi, akan tetapi tidak mempunyai kemampuan atau keterampilan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan keterampilan memegang peranan penting dalam perilaku dan kenerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengizinkan seseorang mengerjakan sesuai mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas, seperti keterampilan mengoperasikan komputer, atau keterampilan berkomunikasi dengan baik untuk tujuan dan motivasi kelompok. Satu dari pengaruh kinerja individu yang sangat kuat adalah sistem balas jasa (kompensasi) organisasi. Organisasi dapat menggunakan balas jasa untuk meningkatkan kinerja karyawan saat ini. Juga untuk menarik karyawan yang Volume 11, Nomor 2, Agustus 2011, hal.140-173

You might also like