You are on page 1of 4

KEBERAGAMAN SUKU, AGAMA, RAS, SOSIAL BUDAYA, GENDER DALAM REALITA

KEHIDUPAN DI INDONESIA

1; Keragaman Suku Bangsa di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Pulau-pulau di Indonesia berjumlah 13.


667 pulau besar dan kecil. Pulau pulau itu membentang dari Sabang sampai Merauke. Dahulu,
orang Indonesia berasal dari nenek moyang yang sama yaitu bangsa Yunan. Kemudian mereka
berpencar. Karena berada di tempat yang letaknya terpisah-pisah oleh alam baik gunung,
hutan, laut maupun sungai, maka terbentuklah berbagai suku bangsa. Suku bangsa tersebut
memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda satu dengan yang lain.
Suku bangsa merupakan sekumpulan masyarakat yang memiliki kebiasaan dan
budaya yang sama. Perlu diketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri lebih dari 300 suku
bangsa. Sebagai contoh suku di Indonesia antara lain Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Aceh,
Suku Batak, Suku Dayak, Suku Bali, dan lain sebagainya. Suku-suku tersebut ada yang belum
banyak mendapat pengaruh budaya lain. Mereka sering dikenal sebagai suku terasing.
a; Suku Jawa
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan
bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei pada awal dasawarsa 1990an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara
campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja. Bahasa Jawa memiliki
aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan
lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki
pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat
sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga
yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan.
Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada
pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini
terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat.
Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar
diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang
kadangkala menjadi kabur.
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama
Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian
besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh
Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi
masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting
dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
Dalam kesusasteraan suku Dayak Kalimantan Tengah ,di mana orang Dayak sangat
percaya bahwa suku-suku yang dikalimantan itu dicipta langsung oleh Tuhan Yang Maha
Esa yang dalam bahasa Sangiang orang Dayak yang masih mempertahankan keyakinan
leluhurnya dengan ketat yaitu agama Kaharingan; dan sang pencipta itu di kenal dengan
nama Ranying Hattala Langit Panganteran Bulan Raja Tuntung Matanandau (Raja
dari segala Raja yang berkuasa atas Bulan dan Matahari) yang tinggal di lewu tatau
habaras bulau habusung hintan(kampong kebahagiaan yang berlimpahkan emas
permata ;kampong yang kekal tanpa ada penderitaan);Marko Mahin ;menyelami
Kaharingan.
Dari manusia-manusia yang mendalami pulau Kalimantan saat ini ,di yakini bahwa
orang Dayak itu keturunan raja telu yaitu keturunan Maharaja Bunu,Maharaja Sangen

dan MaharajaSangiang yang mana dalam penitisan langsung dari Tuhan Yang Maha Esa.
Asal-usul Suku Dayak, meskipun masih terlihat adanya perbedaan-perbedaan pendapat.
Akan tetapi, bagi penganut Agama Hindu Kaharingan yang dikemukakan oleh Riwut
(1993; 2003), sesuai Tetek Tatum, orang Dayak berasal dari langit ketujuh yang diturunkan
ke bumi dengan menggunakan Palangka Bulau oleh Ranying Hatalla langit di empat
tempat, yaitu:
(1) di Tantan Puruk Pamatuan, yang terletak di hulu Sungai Kahayan dan Barito,
(2) di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting, yang terletak di sekitar Bukit Raya,
(3) di Datah Tangkasing hulu Sungai Malahui, yang terletak di daerah Kalimantan
Barat, dan
(4) di Puruk Kambang Tanah Siang, yang terletak di hulu Sungai Barito.
Bagi orang Dayak, makna hidup tidak terletak dalam kesejahteraan, realitas, atau
objektivitas seperti dipahami oleh manusia modern, tetapi dalam keseimbangan kosmos.
Kehidupan itu baik apabila kosmos tetap berada dalam keseimbangan dan keserasian.
Setiap bagian dari kosmos itu, termasuk manusia dan makhluk lainnya, mempunyai
kewajiban memelihara keseimbangan semesta. Peristiwa-peristiwa mistis bagi orang
Dayak adalah realitas transcendental, artinya objektivitas mistis jelas ada pada lingkungan
hidup, flora, fauna, air, bumi, udara dan sebagainya, dimana makna religi dari lingkungan
sekitar ini dilihat baik dari segi objektif maupun subjektifnya.
Kehidupan suku-suku Dayak sejak jaman dulu telah diwariskan kepada generasi ke
generasi dengan memelihara suatu hubungan pertalian kekeluargaan yang menggambarkan
adanya hubungan yang tidak terputus tentang asal usul seseorang dengan alam, dimana
dalam pergaulan kehidupan sehari-harinya bersikap dan bertindak sebagai satu kesatuan
baik dalam hubungannya dengan alam kebendaan (natural) maupun alam sekeliling yang
tidak kelihatan (supra natural). Di sekitar dan di dalam Kawasan wilayah atau daerah yang
di tetapkan sebagai wilayah orang Dayak Siang diyakini masih terdapat banyak daerahdaerah yang dapat menopang kehidupan mereka baik secara fisik dan rohani, oleh karena
itu sering dijumpai ekspresi permohonan keselamatan dan kesejahteraan hidup yang
diwujudkan dengan sesaji-sesaji di sekitar pohon-pohon besar dan lingkungan yang agak
spesifik yang merupakan simbol-simbol kehidupan masyarakat Dayak. Dalam sejarahnya
manusia pertama bernama Antang Bajela Bulau, seiring masa dan waktu dari sejarah tetek
tatum (zaman masa ratap tangis) yaitu zaman manusia sekarang yang hidup tidak pernah
jujur pada dirinya sendiri apa lagi pada alam ,lingkungan yang menopang kehidupanya,
dan karena pengaruh budaya-budaya luar yang tidak semestinya diterima malah membuat
jebakan sendiri atas budaya uang tunai yang menyebabkan hilangnya memori social
mereka di mana zaman dulu. Identitas Masyarakat Adat Dayak yang terkoyak ,hingga
budaya itu menjadi sebuah budaya baru yang sulit di hilangkan lagi.
Dayak siang adalah sub etnis suku dayak yang sebarannya di Kalimantan tengah
yaitu antara kecamatan Laung Tuhup, Barito Tuhup Raya, Murung dan Tanah Siang atau di
daerah Puruk Cahu dan sungai Laung dan sungai Bomban juga di sungai Babuat. Menurut
sejarah Dayak siang merupakan salah satu suku yang di turunkan oleh Ranying Hattala
Langit di Puruk Kambang Tanah Siang sekitar wilayah desa Oreng Kecamatan Tanah Siang
Selatan, kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah yang diturunkan dengan
Palangka Bulau. Dayak siang sebenarnya ada dua yaitu Siang dan Murung dimana yang

Murung kebanyakan yang mendiami daerah pinggiran sungai Berito dan sungai Bomban,
dan Yang siang nya tersebar di tanah Siang,sungai Laung, dan sungai Babuat.
Dayak Siang pertmana kali lahir di lowu Korong Pinang dari pasangan suami
istri Langkit (suami) dan Mongei (istri) lama kelamaan Orang Siang dan Murung juga
berkembang di Lowu Tomolum (sekarang desa Tamorum)yang juga merupakan tempat
atau perkampungan para Sangiang atau para dewa yang luhur dan suci. Lowu Korong
pinang dan lowu Tamolum adalah dua lowu yang bergaul sangat akrap dan mempunyai
komonikasi budaya dan adat istiadat yang sangat berkembang dan beragam. Dan ada
seorang Turunan dari Langkit dan Mongai yang bernama Tingang Ontah yang diambil
oleh Dewa Dalung serta dibawa kelangit untuk belajar hukum adat,yang sekarang
diberlakukan dan ditaati oleh seluruh turunan Dayak Siang, yang mana inti dari ajaran nya
yang terutama bagai mana hubungan manusia dengan sesama dan alam sekitarnya untuk
menyelamatkan tempat-tempat yang secara adat dilindungi atau tidak boleh diganggu,
seperti: Tajahan/Pahewan, Kaleka, Sepan dan lain sebagainya, serta konservasi kawasan ini
juga akan dapat membantu masyarakat untuk mempertahankan prinsip-prinsip
predikat Manusia Garing dan Manusia Tingang, dimana Manusia Garing dan manusia
Tingang tersebut menurut (Ilon, 1990/1991) merupakan manusia yang bertugas selaku
pengurus lingkungan dalam Garis-garis Besar Belom Bahadat (Norma Kesopanan)
terhadap unsur flora, seperti: Ma`ancak, Manumbal/Manyanggar, dan sebagainya, serta
terhadap unsur fauna, seperti:Mampun/Mahanjean, Ngariau/Ngaruhei, dan lain-lain
yang menyangkut ritual budaya seperti Tiwah dan lain sebagainya. Dijelaskan lebih jauh,
selaku pengurus lingkungan hidup (bukan penguasa), maka manusia mengurusi 5 (lima)
unsur yang terdiri dari: unsur flora, fauna, sesama manusia, para arwah dan roh-roh
gaib, dimana makhluk manusia, terdiri dari tiga unsur, yaitu: (jiwa/sukma bereng
(jasad), hambaruan) dan salumpuk (roh). Oleh karena manusia mengurus ke-ima unsur
tersebut, maka prinsip pelayanan sebagai wujud kesopanan, memerlukan ruang dan waktu
yang tepat dan sesuai
Dan ada seorang tokoh yang bernama Cahawung terjatuh Ponyangnya (Jimat)diatas yang
berada di hulu sungai Tingon (anak sugai Bantian) yang mana bukit tersebut di
namakan Puruk Batun Ponyang.Ditempat yang sama ada kejadian yang menimpa seorang
Dewa bernama Oling,ia terluka tangannya terkena Mandau (senjata khas Dayak/ besi buatan
manusia) dan darahnya tak bisa berhenti keluar,lalu genangan darahnya berubah menjadi Lawang
(danau) yang sekarang disebutLawang Kelami,yang letaknya antara Desa Tomolum dan
desa Mongkolisoi.Hal tersebut menyebabkan para dewadewi yang yang mendiami desa
Tomolum pindah k eke lowu Uut Sungoiyang di namakan Sungoi Cahai Langit.Smpai
sekarang masih adabukti yaitu sebuah bukit yang dinamakan Keleng Lunjan yang dapat
dilihat di Lowu Tokung di bukit Tokung ini bila di gali tanahnya akan ditemukan pecahan
pecahan guci.
Lowu Korong Pinang kemudian berkembang dan berpindah ke Lowu Dirung Jumpun,dari sini
berpindah lagi ke LOwu Pina Lunuk atau Lowu Olung Owuh,pindah lagi ke Lowu Olung
Mohoikemudian pindah lagi ke lowu Bangan Tawan, Adapun lowu Tomolum juga mengalami
beberapa kali perpindahan yaitu ke Lowu Lawang Ulit Bakoi,Siwo,lalu ke Lowu Haju,lalu ke
Datah Lahung,lowu Kalang Sisu,lowu Kuhung Apat,dan likun Puan dan kembali lagi
ke Datah lahung.

Kata-kata
Dayak SIANG berasal
dari
sejarah
yang
berawal
di
Sungai Mantiat .Dihulusungai ini ada sebuah pohon yang dibri nama SIANG dan kayu ini
kemudian tua rebah dan lapuk dan bekas tumbangnya pohon ini kemudian menjadi aliran sungai
yang mengalir kesungai Mantiat Pari di desa Mantiat Pari sekarang. Orang yang hidup di Lowu
Korong Pinang menggunakan air sungai yang berasal dari pohon siang ini,mereka ini kemudian
di sebut Dayak Siang.Suku Dayak Siang ini kemudian berkembang membentuk beberapa
perkampungan baru dan berpencar di beberapa tempat hingga sekarang ini.sedangkan kampong
atau Lowu sejarah asal usul mereka adalah Lowu Tomolum yang ada sampai sekarang atau desa
Tambelum ,Desa ini ada jauh sebelum zaman Belanda dan sebelum adanya Negara Republik
Indonesia ini. Tapi apa yang sebenarnya kita anggap sebagai Tanah Keabadian sejak masuknya
investasi atas nama pembangunan, daerah-daerah ini yang kita anggap sacral dan lambang jiwa
manusia Dayak telah di hancurkan oleh kapitalis yang mana kawasan tersebut yang melimpah
akan emas nya telah menjadi kubangan-kubangan raksasa dan tempat pembuangan tailing zat-zat
beracun oleh PT.INDOMORO KENCANA STRAIT , PT.ANTANG MURA PERKASA dan
para Pengusaha Group Broken Hill Property Billiton , yang juga Grup Gunung Bayan Reseurcys
yang perlahan tapi pasti akan membunuh orang orang dayak Siang selain Tanah dan sumbersumber kehidupan yang bergantung pada alam dan hutan di rampas atas nama kebijakan
investasi pembangunan.

You might also like