Professional Documents
Culture Documents
ULKUS DIABETIKUM
Disusun Oleh :
Alfiana C U
G4A015045
G4A015117
Pembimbing :
dr. Mamun, Sp. PD
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS KECIL
ULKUS DIABETIKUM
Disusun oleh :
Alfiana C U
G4A015045
Aulia Tri P W
G4A015046
Farissa Utami
G4A015117
September 2016
Purwokerto,
September 2016
Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus diabetikum adalah penyakit pada pasien diabetes mellitus yang
mengenai ekstremitas bawah, dan dipengaruhi oleh ulserasi terkait neuropati atau
penyakit arteri perifer. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi serius
penyakit diabetes mellitus yang memperburuk kondisi pasien.. Penyakit ini
merupakan komplikasi menahun dari diabetes, yang dapat diikuti oleh invasi
bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan.
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan
ulkus diabetika. Pasien diabetes memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami
ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah,
keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Hal
ini disebabkan karena sekali pasien terkena ulkus, maka ulkus tersebut akan
berkembang dan ditangani dengan baik maupun kurang, ulkus tetap akan meluas
dan tentunya jika hal tersebut terjadi maka harus dilakukan amputasi. Sebesar
85% kasus ulkus diabetikum pada akhirnya dilakukan amputasi pada pasien
tersebut.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
: Tn. K
: 39 Tahun
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS
: Laki-laki
: Pondok Benda 01/04 Jatirasa, Bekasi
: Karyawan
: Islam
: 21 Agustus 2016
Tgl. Periksa
: 22 Agustus 2016
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Luka pada kedua kaki
2. Keluhan Tambahan :
Luka terasa nyeri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan luka pada kedua kaki. Luka
tersebut terasa nyeri. Pasien mengatakan tidak terpapar trauma apapun
sebelumnya dan luka sudah muncul sejak 1 minggu yang lalu
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan serupa
b. Riwayat trauma
c. Riwayat tekanan darah tinggi
d. Riwayat kencing manis
e. Riwayat stroke
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal
III. OBYEKTIF
a.
b.
Kesadaran
c.
Tanda Vital
: Compos mentis
1)
2)
Nadi
: 114 x/menit
3)
Pernapasan
: 30 x/menit
4)
Suhu (Peraksiller)
: 35.9 C
Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
2) Rambut
3) Venektasi temporal
b.
Pemeriksaan mata
1)
2)
3)
4)
c.
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Palpebra
: Oedem (-/-)
Reflek cahaya langsung/ tidak langsung : (+/+) / (+/+)
Pemeriksaan telinga
1) Simetris
2) Kelainan bentuk
3) Discharge
d.
: (-)
: (-)
Pemeriksaan Hidung
1) Discharge
2) Nafas Cuping Hidung
e.
: Simetris, mesocephal
: Distribusi merata
: tidak ada
: (-)
: (-)
Pemeriksaan mulut
1)
2)
3)
Bibir sianosis
Lidah sianosis
Lidah kotor
b.
: (-)
: (-)
: (-)
Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+ 2cm H2O
c.
Pemeriksaan Toraks
Pulmo
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi
epigastrium (-).
2) Palpasi
: Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra dan tidak kuat
angkat
3) Perkusi :
Batas atas kanan
Batas atas kiri
Batas bawah kanan
Batas bawah kiri
4) Auskultasi
: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
: SIC IV LPSD
: SIC V, 2 jari medial LMCS
: S1>S2, ireguler, takikardia murmur (-),
gallop (-).
d. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi : Datar, jaringan parut (-)
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal.
3) Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-)
4) Perkusi
: Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
5) Hepar/Lien : tidak teraba
e.
Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan
Gerakan
kekuatan
Tonus
Ekstremitas
superior
Dextra
Sinistra
dan -
Ekstremitas
inferior
Dextra
Sinistra
-
Edema (pitting)
Sianosis
Kuku
kuning
(ikterik)
Akral
Hangat
Hangat
Hangat
hangat
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 22 Agustus 2016
1. Darah lengkap
Hemoglobin
: 14.7 g/dL
Leukosit
Hematorkit
: 44 %
Eritrosit
: 5.2 juta/uL
Trombosit
: 232000/uL
SGOT
: 62 u/L (H)
SGPT
: 34 U/L
Ureum
Kreatinin
: 1.17 mg/dL
GDS
Natrium
Kalium
Klorida
: 94 mmol/L (L)
Calsium
: 8.9 mg/dL
GD2PP
: 106 mg/dL
GDS
: 177 mg/dL
Kultur/Biakan
: Eschericia coli
Non Farmakologis
1) Bed rest
2) Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi
penyakit, prognosis penyakit
3) Rawat ruang
b.
1)
2)
3)
4)
5)
Farmakologi
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1x2 gram
Inj. Metilprednisolon 3x500 mg
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Novorapid 14 Unit per SC
IV. PROGNOSIS
a. Ad vitam
: dubia ad bonam
b. Ad functionam
: dubia ad bonam
c. Ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ulkus diabetikum dapat didefinisikan sebagai kaki pada pasien
diabetes yang mengalami ulserasi atau perusakan jaringan yang disertai
dengan neuropati atau penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah
(Alexiadou et Doupis, 2012).
B. ETIOLOGI
Ulkus Diabetikum disebabkan oleh neuropati, penyakit arteri perifer,
tekanan, maupun kelainan bentuk kaki (Jeffcoat et Harding, 2003). Neuropati
diabetikum terjadi pada 60% pasien diabetes dan 80% pasien diabetes dengan
ulkus pada kakinya. Penyakit mikrovaskular dan peran kontrol glikemik
suboptimal sangat berpengaruh pada penyakit ini. Studi oleh Naemi et al
menunjukkan bahwa mekanisme ulkus pada pasien berhubungan dengan
neuropati diabetes. Pada pengamatan tersebut sebanyak 39% pasien dengan
kaki tanpa ulserasi lebih kaku dibandingkan pada kaki yang sudah mengalami
ulserasi. Anatomi kaki perlu dipertimbangkan dalam risiko terjadinya
ulserasi. Seseorang dengan bentuk kaki yang datar akan lebih berisiko
mengalami inflamasi pada daerah kaki yang sering menjadi tumpuan atau
tekanan (Naemi, 2016).
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska
amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi
(Waspadji, 2006).
D. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki
diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang
tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Waspadji,
2009; Tambunan, 2011).
1.
2.
Obesitas
Pada obesitas dengan index massa tubuh 23 kg/m 2 (wanita)
dan IMT (index massa tubuh) 25 kg/m2 (pria) atau berat badan
ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila
kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan
hiperinsulinemia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang
berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus/ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes
c.
Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes
mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat
menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain
itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat
merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada
endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses
adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi
sehingga
dapat
terjadi
hipoksia
pada
jaringan
yang
akan
sirkulasi
sistemik
dengan
protein
plasma
termasuk
Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok 12 batang
per hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes
dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak
merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di
dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian
terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi
kebocoran
sehingga
lipoprotein
lipase
akan
memperlambat
fisik
(olah
raga)
sangat
bermanfaat
untuk
sensitivitas
terhadap
insulin,
sehingga
akan
j.
k.
E. PATOMEKANISME
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab
ulkus diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut
disamping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses
penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan sehingga kekurang oksigen.(White, 2007). Gangguan tersebut
terjadi melalui dua proses yaitu :
1. Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan
ulkus. Dengan adanya DM proses aterosklerosis berlangsung cepat dan
lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. Aterosklerosis
biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal
pada lutut, terutama arteri tibialis posterior dan anterior peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis. (White, 2007)
2. Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki
diabetic. Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada
arteri dorsalis pedis tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi dan
kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.(Price,
2006).
Lesi
Grade I
Grade II
Grade III
Ulkus
lebih
dalam
sudah
mengenai
tulang
sering
Grade V
Lesi
: Luka bersih
: Luka iskemik
diabetes
mempunyai
kecenderungan
terjadi
pada
kaki, kulit pucat, tipis, licin, dan dingin merupakan pemeriksaan fisik
yang dicurigai sebagai iskemia (Singh, 2005; Clayton & Elasy, 2009).
b. Insufisiensi arteri perifer
Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya
nadi perifer dibawah level tertentu. Palpasi denyut nadi arteri dorsalis
pedis menurun atau hilang. Penemuan lain yang berhubungan dengan
penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada
arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki,
sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada
saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit (Frykberg, 2002;
Singh, 2005).
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen
transkutan, anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI
merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan
dengan menggunakan alat Doppler. Ankle brachial index (ABI) dapat
digunakan pada pasien rawat jalan untuk menentukan tingkat penyakit
vaskular dan kebutuhan untuk rujukan ke spesialis. Cuff tekanan
dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis
tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan
sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan
yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf
distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri
tibialis posterior. ABI didapatkan dari rasio tekanan darah sistolik di
pergelangan kaki (a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior) dan lengan
(a. brachialis). Rasio dibawah 0.91 dicurigai terdapat obstruksi
(Clayton & Elasy, 2009).
c. Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar
dan posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop,
atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada
daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat
dengan
tekanan
yang
cukup
sampai
monofilamen
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,
biasanya pada tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus, antara lain adanya trauma,
hygiene yang kurang, gizi yang kurang dan infeksi oleh Bacillus
I.
TATALAKSANA
Manajemen ulkus kaki diabetes yaitu offloading luka dengan
menggunakan terapi alas kaki yang sesuai, larutan saline perhari atau
sejenisnya untuk membentuk lingkungan yang lembab, debridemen jika
dibutuhkan, terapi antibiotik jika terdapat osteomielitis atau selulitis, kontrol
glukosa yang optimal, dan evaluasi serta koreksi insufisiensi arteri perifer
(Rowe, 2016).
1. Offloading
diabetes
memungkinkan
masuknya
bakteri,
serta
menimbulkan infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi
pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian
yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis
seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka
(Doupis & Veves, 2008).
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The
Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3
kategori, yaitu (Doupis & Veves, 2008):
a. Infeksi ringan
: apabila didapatkan eritema < 2 cm
b. Infeksi sedang : apabila didapatkan eritema > 2 cm
c. Infeksi berat
: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Non-limb threatening
: selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai
tulang atau sendi.
b.
Limb threatening
berat
staphylokokus,
biasanya
karena
streptokokus,
infeksi
polimikroba,
enterobacteriaceae,
seperti
pseudomonas,
inhibitor
(ampisilin-sulbactam
dan
revisional
dilakukan
pada
tulang
untuk
neovaskularisasi
dan
reprilkasi
fibroblas,
dan
PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
Alexiadou K, Doupis J. 2012. Review: Management of Diabetic Foot Ulcers.
Diabetes
Therapy.
Springerlink.
Vol.
3:4.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3508111/pdf/13300_2012_
Article_4.pdf
Begum, Sheule, Wipawee Kong-in, Jaruwan Manasurakan, 2010. Knowledge and
Practice of Prevention of Foot Ulcer Among Patients with Diabetes
Mellitus. Diakses pada 28 April 2012
Bernard, L. (Chairman Working Group). 2007. Clinical practice guidelines:
Management of diabetic foot infections. Medicine et maladies
infectieuses. Vol. 37:14-25
Christian N Kirman, MD. 2016. Pressure Ulcers and Wound Care Treatment &
Management.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/190115-treatment
Clayton, W., Elasy, T.A. 2009. A review of the Pathophysiology, classification,
and treatment of foot ulcers in Diabetic Patients. CliniCal Diabetes. Vol.
27(2): 52-58
Doupis, J., Veves, A. 2008. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic
Foot Ulcers. Wound.Vol. 20: 117-126
Frykberg, R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am
Fam Physician.Vol 66(9): 1655-1662
Jeffcoat WJ, Harding KG. 2003. Diabetic Foot Ulcers. Lancet. Vol. 26 (9368):
1545-51
Jones, R. 2007. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA
Kruse dan Edelman S. 2006. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Clinical Diabetes. Vol 24:91-3
Lipsky,B.A.,. Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong,
D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur,
M.S., Senneville, E. 2012. IDSA GUIDELINES 2012 - Infectious
Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious
Diseases. Vol. 54(12):132-173
Misnadiarly. 2006. Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Mellitus Edisi 1. Jakarta:
Pustaka Populer
Naemi R, Chatzistergos P, Sundar L, Chockalingam N, Ramachandran A. 2016.
Differences in the Mechanical Characteristics of Plantar Soft Tissue
Between Ulcerated and Non-Ulcerated Foot. J Diabetes Complications
Oyibo, S.O., Jude, E.B., Tarawneh, I., Nguyen, H.C., Harkless, L.B., Boulton,
A.J.M. 2001. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcer Classification
Systems The Wagner and the University of Texas wound classification
systems . Diabetes, 24(1): 84-89
Price dan Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Rowe, V.L. 2016. Diabetic Ulcers Treatment & Management. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/460282-treatment
(diakses
tanggal 11 September 2016)
Singh, N., Amstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing Foot Ulcers in Patients
with Diabetes. J Am Med Ass 293: 217-228
Tambunan, M. 2011. Perawatan Kaki Diabetes. Dalam : Soegondo, S.,
Soewondo,P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Waspadji, S. 2009. Diabetes mellitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Ilmu Penyakit
Dalam, jilid III, edisi 5. Jakarta: FK UI
White C. 2007. Intermittent claudation. New Eng J Med. Vol 356:1241-50
WHO.
2016.
Diabetes.
Available
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
at
Widatalla, A.H., Mahadi, S., Shawer, M.A., Elsayem, H.A., Ahmed, M.E. 2009.
Implementation of diabetic foot ulcer classification system for research
purposes to predict lower extremity amputation. Int J Diabetes Dev
Ctries. Vol. 29:15
Zgonis, T., Stapleton, J.J.,Girard-Powel, V.A., Hanigo, R.T. 2008. Surgical
Management of Diabetic Foot Infections and Amputations. AORN J. Vol.
87: 935-940