You are on page 1of 29

PRESENTASI KASUS KECIL

ULKUS DIABETIKUM

Disusun Oleh :
Alfiana C U

G4A015045

Aulia Tri P WG4A015046


Farissa Utami

G4A015117

Pembimbing :
dr. Mamun, Sp. PD

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS KECIL
ULKUS DIABETIKUM

Disusun oleh :
Alfiana C U

G4A015045

Aulia Tri P W

G4A015046

Farissa Utami

G4A015117

Diajukan untuk memenuhi syarat


mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal:

September 2016

Purwokerto,

September 2016

Pembimbing,

dr. Mamun, Sp. PD

BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus diabetikum adalah penyakit pada pasien diabetes mellitus yang
mengenai ekstremitas bawah, dan dipengaruhi oleh ulserasi terkait neuropati atau
penyakit arteri perifer. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi serius
penyakit diabetes mellitus yang memperburuk kondisi pasien.. Penyakit ini
merupakan komplikasi menahun dari diabetes, yang dapat diikuti oleh invasi
bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan.
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan
ulkus diabetika. Pasien diabetes memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami
ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah,
keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Hal
ini disebabkan karena sekali pasien terkena ulkus, maka ulkus tersebut akan
berkembang dan ditangani dengan baik maupun kurang, ulkus tetap akan meluas
dan tentunya jika hal tersebut terjadi maka harus dilakukan amputasi. Sebesar
85% kasus ulkus diabetikum pada akhirnya dilakukan amputasi pada pasien
tersebut.

BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur

: Tn. K
: 39 Tahun

Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS

: Laki-laki
: Pondok Benda 01/04 Jatirasa, Bekasi
: Karyawan
: Islam
: 21 Agustus 2016

Tgl. Periksa

: 22 Agustus 2016

II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Luka pada kedua kaki
2. Keluhan Tambahan :
Luka terasa nyeri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan luka pada kedua kaki. Luka
tersebut terasa nyeri. Pasien mengatakan tidak terpapar trauma apapun
sebelumnya dan luka sudah muncul sejak 1 minggu yang lalu
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan serupa
b. Riwayat trauma
c. Riwayat tekanan darah tinggi
d. Riwayat kencing manis
e. Riwayat stroke

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal

5. Riwayat penyakit keluarga


a. Riwayat keluhan serupa di keluarga
b. Riwayat tekanan darah tinggi
c. Riwayat kencing manis
d. Riwayat penyakit stroke

: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal

6. Riwayat social dan exposure


a. Community
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Rumah satu
dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga
dan keluarga dekat baik.
b. Home
Pasien tinggal satu rumah bersama keluarga inti.
c. Occupational

Pasien bekerja sebagai karyawan.


d. Personal habit
Pasien setiap harinya makan secara teratur 3 kali sehari dengan lauk dan
sayur.

III. OBYEKTIF
a.

Keadaan Umum : Baik

b.

Kesadaran

c.

Tanda Vital

: Compos mentis

1)

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

2)

Nadi

: 114 x/menit

3)

Pernapasan

: 30 x/menit

4)

Suhu (Peraksiller)

: 35.9 C

IV. PEMERIKSAAN FISIK


a.

Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
2) Rambut
3) Venektasi temporal

b.

Pemeriksaan mata
1)
2)
3)
4)

c.

Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Palpebra
: Oedem (-/-)
Reflek cahaya langsung/ tidak langsung : (+/+) / (+/+)
Pemeriksaan telinga

1) Simetris
2) Kelainan bentuk
3) Discharge
d.

: (-)
: (-)

Pemeriksaan Hidung
1) Discharge
2) Nafas Cuping Hidung

e.

: Simetris, mesocephal
: Distribusi merata
: tidak ada

: (-)
: (-)

Pemeriksaan mulut

1)
2)
3)

Bibir sianosis
Lidah sianosis
Lidah kotor

b.

: (-)
: (-)
: (-)

Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+ 2cm H2O

c.

Pemeriksaan Toraks
Pulmo
1) Inspeksi

: Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-).

2) Palpasi

: Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan kiri

3) Perkusi

Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan kiri.


: Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar di SIC V

linea midclavikula dekstra.


4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan wheezing
(-/-), RBH (-/-), RBK(-/-)
Jantung
1) Inspeksi

: Ictus cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS, pulsasi

epigastrium (-).
2) Palpasi
: Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra dan tidak kuat
angkat
3) Perkusi :
Batas atas kanan
Batas atas kiri
Batas bawah kanan
Batas bawah kiri
4) Auskultasi

: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
: SIC IV LPSD
: SIC V, 2 jari medial LMCS
: S1>S2, ireguler, takikardia murmur (-),

gallop (-).
d. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi : Datar, jaringan parut (-)
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal.
3) Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-)
4) Perkusi
: Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
5) Hepar/Lien : tidak teraba
e.
Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan

Gerakan
kekuatan
Tonus

Ekstremitas
superior
Dextra
Sinistra
dan -

Ekstremitas
inferior
Dextra
Sinistra
-

Edema (pitting)
Sianosis
Kuku
kuning
(ikterik)
Akral

Hangat

Hangat

Hangat

hangat

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 22 Agustus 2016
1. Darah lengkap
Hemoglobin

: 14.7 g/dL

Leukosit

: 25720 U/L (H)

Hematorkit

: 44 %

Eritrosit

: 5.2 juta/uL

Trombosit

: 232000/uL

SGOT

: 62 u/L (H)

SGPT

: 34 U/L

Ureum

: 39.8 mg/dL (H)

Kreatinin

: 1.17 mg/dL

GDS

: 456 mg/dL (H)

Natrium

: 129 mmol/L (L)

Kalium

: 5.5 mmol/L (H)

Klorida

: 94 mmol/L (L)

Calsium

: 8.9 mg/dL

2. Gula Darah Berkala


a. Tanggal 23 Agustus 2016
GDS

: 288 mg/dL (H)

b. Tanggal 24 Agustus 2016


GDP

: 256 mg/dL (H)

GD2PP

: 234 mg/dL (H)

c. Tanggal 26 Agustus 2016


GDP

: 125 mg/dL (H)

d. Tanggal 28 Agustus 2016


GDS

: 106 mg/dL

e. Tanggal 29 Agustus 2016

GDS

: 281 mg/dL (H)

f. Tanggal 30 Agustus 2016


GDS

: 177 mg/dL

3. Kultur dan Mikrobiologi Pus


Pewarnaan Gram

: Bakteri gram negative

Kultur/Biakan

: Eschericia coli

II. DIAGNOSIS KERJA


Ulkus Diabetikum
III. TERAPI
a.

Non Farmakologis
1) Bed rest
2) Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi
penyakit, prognosis penyakit
3) Rawat ruang

b.
1)
2)
3)
4)
5)

Farmakologi
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1x2 gram
Inj. Metilprednisolon 3x500 mg
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Novorapid 14 Unit per SC

IV. PROGNOSIS
a. Ad vitam

: dubia ad bonam

b. Ad functionam

: dubia ad bonam

c. Ad sanationam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ulkus diabetikum dapat didefinisikan sebagai kaki pada pasien
diabetes yang mengalami ulserasi atau perusakan jaringan yang disertai
dengan neuropati atau penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah
(Alexiadou et Doupis, 2012).
B. ETIOLOGI
Ulkus Diabetikum disebabkan oleh neuropati, penyakit arteri perifer,
tekanan, maupun kelainan bentuk kaki (Jeffcoat et Harding, 2003). Neuropati
diabetikum terjadi pada 60% pasien diabetes dan 80% pasien diabetes dengan
ulkus pada kakinya. Penyakit mikrovaskular dan peran kontrol glikemik
suboptimal sangat berpengaruh pada penyakit ini. Studi oleh Naemi et al
menunjukkan bahwa mekanisme ulkus pada pasien berhubungan dengan
neuropati diabetes. Pada pengamatan tersebut sebanyak 39% pasien dengan
kaki tanpa ulserasi lebih kaku dibandingkan pada kaki yang sudah mengalami
ulserasi. Anatomi kaki perlu dipertimbangkan dalam risiko terjadinya
ulserasi. Seseorang dengan bentuk kaki yang datar akan lebih berisiko
mengalami inflamasi pada daerah kaki yang sering menjadi tumpuan atau
tekanan (Naemi, 2016).
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska
amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi
(Waspadji, 2006).
D. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki
diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang
tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Waspadji,
2009; Tambunan, 2011).
1.

Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah :


a. Umur
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena
proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin
sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa
darah yang tinggi kurang optimal sehingga terjadi makroangiopati,
yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya
pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah
terjadi ulkus kaki diabetes.
b.

Lama Menderita Diabetes Mellitus 10 tahun.


Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar
glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang
berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati
dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka
pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan
karena terjadinya gangguan neuropati perifer.

2.

Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :


a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi
gangguan mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada
serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang
rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga
penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar
keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi

menjadi penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang


menjadi ulkus kaki diabetes.
b.

Obesitas
Pada obesitas dengan index massa tubuh 23 kg/m 2 (wanita)
dan IMT (index massa tubuh) 25 kg/m2 (pria) atau berat badan
ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila
kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan
hiperinsulinemia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang
berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus/ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes

c.

Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes
mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat
menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain
itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat
merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada
endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses
adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi
sehingga

dapat

terjadi

hipoksia

pada

jaringan

yang

akan

mengakibatkan terjadinya ulkus.


d.

Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.


Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk
dalam

sirkulasi

sistemik

dengan

protein

plasma

termasuk

hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin


(HbA1c) 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen
oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel
e.

Kadar Kolesterol Darah Tidak Terkontrol.


Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya
peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan
konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak

biasanya rendah ( 45 mg/dl). Kadar trigliserida 150 mg/dl,


kolesterol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan
mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan
menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke
pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai
f.

Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok 12 batang
per hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes
dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak
merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di
dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian
terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi
kebocoran

sehingga

lipoprotein

lipase

akan

memperlambat

clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.


Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah
ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun
g.

Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus.


Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang
sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol,
dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah
komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet
penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting
yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,

memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin


dan memperbaiki sistem koagulasi darah
h.

Kurangnya Aktivitas Fisik.


Aktivitas

fisik

(olah

raga)

sangat

bermanfaat

untuk

meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan


memperbaiki

sensitivitas

terhadap

insulin,

sehingga

akan

memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah


terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus.
Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan
memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki
dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
(deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan
otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga
mengatasi keterbatasan gerak sendi.
i.

Pengobatan Tidak Teratur.


Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat
mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti
ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat
dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada
penderita Diabetes Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian
tentang kelainan akibat arterosklerosis ditempat lain seperti jantung
dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat
digunakan pada pasien Diabetes Mellitus meskipun belum ada bukti
yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara rutin.

j.

Perawatan Kaki Tidak Teratur.


Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan
mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki.

k.

Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat


Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki
karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi
trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari
timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati
yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan
dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan
nyaman untuk penderita diabetes mellitus.

E. PATOMEKANISME
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab
ulkus diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut
disamping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses
penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan sehingga kekurang oksigen.(White, 2007). Gangguan tersebut
terjadi melalui dua proses yaitu :
1. Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan
ulkus. Dengan adanya DM proses aterosklerosis berlangsung cepat dan
lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. Aterosklerosis
biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal
pada lutut, terutama arteri tibialis posterior dan anterior peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis. (White, 2007)
2. Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki
diabetic. Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada
arteri dorsalis pedis tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi dan
kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.(Price,
2006).

Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c


eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus. Peningkatan kadar
fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya
agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu sirkulasi darah. Patofisiologi pada tingkat biomolekuler
menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer da penurunan sistem
imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.(Kruse,
2006; White, 2007) .
Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada
serabut motorik sensoris dan autonom. Kerusakan serbaut motoris dapat
menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes,
pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama
dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya ulkus. Kerusakan serabut
sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan
sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Selain itu, pada
hiperglikemia terjadi defek metabolisme pada sel schwan sehingga konduksi
impuls terganggu. Kaki yang tidak dapat merasakan sakit atau nyeri,
berbahaya, karena bila menginjak benda tajam tidak akan terasa padahal telah
timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadinya infeksi. Kerusakan serabut
autonom yang terjadi akibat denervasi simpati menimbulkan kulit kering
(anhidrosis) da terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.( Price, 2006;
Waspadji, 2006; White, 2007; Christian, 2016) .

Gambar 1. Proses Terbentuknnya Ulkus

Gambar 2. Patogenesis Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar


dibandingkan pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik,
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan di bawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaa kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal menghalang resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi di daerah ini. Kadar gula dalam darah yang meningkat menjadikan
tempat perkembangan bakteri ditambah dengan gangguan pada fungsi imun
sehingga bakteri sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitar.
(WHO, 2016).
F. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik yang dikenal saat
ini

seperti, klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification

system (UT), dan PEDIS (Perfusion, Extent/size, Depth/tissue loss, Infection,


Sensation). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan
derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia
dan progres pengobatan (Oyibo et al., 2001; Widatalla et al., 2009).Kriteria
diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tandatanda berikut: Bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba
hangat lokal, adanya pus (Bernard, 2007; Lipsky et al.,2012).
Infeksi dibagi menjadi infeksi ringan (superfisial, ukuran dan dalam
terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda sistemik
atau gangguan metabolik) (Lipsky et al., 2012). Keadaan yang termasuk
dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis asenden,
terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau
instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis et al.,
2008).

Klasifikasi Wagner (Oyibo et al., 2001):


Grade

Lesi

Grade I

Ulkus superfisial terlokalisir.

Grade II

Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot, sendi,


belum mengenai tulang, tanpa osteomielitis, selulitis atau
abses

Grade III

Ulkus

lebih

dalam

sudah

mengenai

tulang

sering

komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis


Grade IV

Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.

Grade V

Gangren seluruh kaki

University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan


membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem
Texas ini meliputi:
Grade

Lesi

Pre atau post ulserasi

Luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau


keduanya, tapi belum menembus tendon, kapsul sendi, atau
tulang

Luka menembus tendon atau tulang tetapi belum mencapai


tulang atau sendi

Luka menembus tulang atau sendi

Setiap tingkatan dibagi menjadi 4 stadium, meliputi:


A

: Luka bersih

: Luka iskemik

: Luka terinfeksi non iskemik

: Luka terinfeksi dan iskemik

Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and Denervation)


mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus
(ukuran, kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi).The International
Working Group on the Diabetic Foot telah mengusulkan Klasifikasi PEDIS
dimana membagi luka berdasarkan 5 ciri berdasarkan: Perfusion, Extent,
Depth, Infection dan Sensation.
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Tanda dan gejala ulkus kaki diabetes secara umum seperti sering
kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan
jaringan (nekrosis), bengkak, nyeri, mengeluarkan sekret, berbau tidak sedap.
Penurunandenyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering (Misnadiarly, 2006;
Waspadji, 2009).
Diagnosis ulkus kaki diabetes meliputi (Frykberg, 2002; Singh, 2005):
1. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi
menjadi 3 bagian yaitu:
a.
b.
c.

Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas


Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
Penilaian kemungkinan neuropati perifer

Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu


pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk
dilakukan
a. Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus

diabetes

mempunyai

kecenderungan

terjadi

pada

beberapa daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit,


area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari
pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada
daerah ini sering mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik yaitu callus hipertropik, kuku yang
rapuh/pecah, hammer toes, fissure, klaudikasio, rontoknya rambut

kaki, kulit pucat, tipis, licin, dan dingin merupakan pemeriksaan fisik
yang dicurigai sebagai iskemia (Singh, 2005; Clayton & Elasy, 2009).
b. Insufisiensi arteri perifer
Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya
nadi perifer dibawah level tertentu. Palpasi denyut nadi arteri dorsalis
pedis menurun atau hilang. Penemuan lain yang berhubungan dengan
penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada
arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki,
sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada
saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit (Frykberg, 2002;
Singh, 2005).
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen
transkutan, anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI
merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan
dengan menggunakan alat Doppler. Ankle brachial index (ABI) dapat
digunakan pada pasien rawat jalan untuk menentukan tingkat penyakit
vaskular dan kebutuhan untuk rujukan ke spesialis. Cuff tekanan
dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis
tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan
sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan
yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf
distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri
tibialis posterior. ABI didapatkan dari rasio tekanan darah sistolik di
pergelangan kaki (a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior) dan lengan
(a. brachialis). Rasio dibawah 0.91 dicurigai terdapat obstruksi
(Clayton & Elasy, 2009).
c. Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar
dan posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop,
atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada
daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat

diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten


untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki "sensasi
protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita
tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada
kaki

dengan

tekanan

yang

cukup

sampai

monofilamen

bengkok(Frykberg, 2002; Singh, 2005).


Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128Hz, dimana dapat
digunakan untuk rnengetahui sensasi getar penderita dengan
memeriksanya pada pergelangan kaki dan sendi metatarsophalangeal
pertama. Pada neuropati metabolik terdapat gradien intensitas dan
paling parah pada daerah distal. Jadi pada pasien yang tidak dapat
merasakan getaran pada pergelangan ketika garputala dipindahkan
dari ibu jari kaki ke pergelangan menunjukkan gardien intensitas
karena neuropati metabolik. Pada umumnya, seseorang tidak dapat
merasakan getaran garputala pada jari tangan lebih dari 10 detik
setelah pasien tidak dapat merasakan getaran pada ibu jari kaki.
Beberapa penderita dengan sensasi normal hanya menunjukkan
perbedaan antara sensasi pada jari kaki dengan tangan pemeriksa
kurang dari 3 detik (Frykberg, 2002; Singh, 2005).
2. Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan
menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2009)

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,
biasanya pada tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus, antara lain adanya trauma,
hygiene yang kurang, gizi yang kurang dan infeksi oleh Bacillus

fusiformis. Pada trauma sekecil apapun sangat memudahkan masuknya


kuman apalagi denga status gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma
yang kecil dapat berkembang menjadi suatu ulkus. Biasanya dimulai
dengan luka kecil, kemudian terbentuk papul yang dengan cepat meluas
menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan terbentuk ulkus kecil.
Setelah ulkus kecil diinfeksi oleh kuman meluas ke samping dank e dalam
2.

dan memberi bentuk khas ulkus tropikum.(Frykberg, 2002)


Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan
aliran darah vena pada tungkai bawah. Gangguan pada aliran vena dapat
disebabkan karena kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan
vena dan bendungan pada pembuluh vena proksimal tungkai bawah.
Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung
timbul di sekitar maleolus medialis, dapat juga meluas sampai tungkai
atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang telah
berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh
menonjol dan berbenjol-benjol. Tanda yang khas dari ekstremitas dengan
insufisiensi vena menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh
bengkak pada kaki yang semakin meningkat saat berdiri dan diam.
Bengkak akan berkurang jika melakukan elevasi tungkai. Ulkus biasanya
memilki tepi yang tidak tertaur, ukurannya bervariasi dan dapat meluas.
Pada dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa atau bahkan
terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitar tampak merah kecoklatan
akibat hemosiderin (Frykberg, 2002)

I.

TATALAKSANA
Manajemen ulkus kaki diabetes yaitu offloading luka dengan
menggunakan terapi alas kaki yang sesuai, larutan saline perhari atau
sejenisnya untuk membentuk lingkungan yang lembab, debridemen jika
dibutuhkan, terapi antibiotik jika terdapat osteomielitis atau selulitis, kontrol
glukosa yang optimal, dan evaluasi serta koreksi insufisiensi arteri perifer
(Rowe, 2016).
1. Offloading

Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah


satu komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada
area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu
cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling
efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk
menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini
memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat
untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan
luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka
dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara
lain membutuhkan keterampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat
menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan cam
Walker,removable cast walker, half shoes, kursi roda, dan crutches
(tongkat yang dipakai di ketiak) sehingga memungkinkan untuk inspeksi
luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini(Clayton &
Elasy, 2009).
2. Penanganan Infeksi
Ulkus

diabetes

memungkinkan

masuknya

bakteri,

serta

menimbulkan infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi
pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian
yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis
seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka
(Doupis & Veves, 2008).
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The
Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3
kategori, yaitu (Doupis & Veves, 2008):
a. Infeksi ringan
: apabila didapatkan eritema < 2 cm
b. Infeksi sedang : apabila didapatkan eritema > 2 cm
c. Infeksi berat
: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Non-limb threatening
: selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai
tulang atau sendi.

b.

Limb threatening

: selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang

atau sendi, serta adanya infeksi sistemik.


a. Antibiotik
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening)
biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi
ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian
antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin
atau clindamycin (Frykberg, 2002; Jones, 2007). Sedangkan pada
infeksi

berat

staphylokokus,

biasanya

karena

streptokokus,

infeksi

polimikroba,

enterobacteriaceae,

seperti

pseudomonas,

enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,


peptostreptokokus. Pada infeksi berat harusdirawat dirumah sakit,
dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram
negatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena
untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, penicillin/Blactamase

inhibitor

(ampisilin-sulbactam

dan

piperacilintazobactam),dan cephalosporin spektrum luas (Jones,


2007;Clayton & Elasy, 2009)
Pemilihan terapi antibiotik yang tepat, yaitu agen, rute
pemberian, dan kebutuhan rawat inap atau rawat jalan akan ditentukan
oleh kepalrahan infeksi. Gejala klinis dari drainase purulen discharge,
tanda inflamasi seperti peningkatan rasa hangat, eritema, nyeri, dan
indurasi, atau gejala sistemik seperti demam atau leukositosis harus
diperhatikan. Pasien dengan gejala sistemik infeksi berat harus
mendapatkan terapi suportif dan terapi antibiotik intravena(Clayton &
Elasy, 2009).Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai
terapi ulkus diabetes masih sedikit, sehingga sebagian besar
didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan
pada hasil kultur bakteri dan kemampuan toksisitas antibiotika
tersebut (Doupis & Veves, 2008).
b. Debridemen

Ulkus kaki diabetes yang terbuka membutuhkan debridemen


jika terdapat jaringan nekrotik atau jaringan tidak sehat. Debridemen
luka termasuk di dalamnya pembuangan callus, akan membantu
menurunkan titik tekanan pada bagian calus di kaki. Selain itu,
membuang jaringan nekrotik juga dapat membantu membuang koloni
bakteri di luka dan memfasilitasi pengumpulan spesimen yang tepat
untuk kultus dan pemeriksaan untuk menentukan kedalaman dan
adanya tulang atau sendi yang terinfeksi (Clayton & Elasy, 2009).
c. Pembedahan Revisional
Pembedahan

revisional

dilakukan

pada

tulang

untuk

memindahkan titik beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi


metatarsal atau ostektomi.
d. Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala
dari kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak
sembuh, adanya gangren.
3. Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang
penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal.
Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah
diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi
jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan
interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang
menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian
infeksi tidak pernah ditemukan (Doupdis& Veves, 2008).
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku
perawatan luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth
Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan luka, PDGF
telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis
neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.
Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan
biologis, dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan

komponen matrik esktraseluler. Recombinant Human Platelet Derived


Growth Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor
pertumbuhan yang disetujui oleh US Food and Drug Administration
(FDA). Living skin equivalen (LSE) merupakan pengganti kulit biologis
yang disetujui FDA untuk penggunaan pada ulkus diabetes.
Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka
pada kaki diabetik. Tindakan yang harus dilakukan pada perawatan kaki
untuk mengetahui adanya kelainan kaki secara dini, memotong kuku yang
benar, pemakain alas kaki yang baik, menjaga kebersihan kaki dan senam
kaki. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengatasi sendiri bila ada
masalah pada kaki atau dengan penggunaan alat-alat atau benda yang
tajam. Pasien perlu mengetahui perawatan kaki diabetik dengan baik
sehingga kejadian ulkus gangren dan amputasi dapat dihindarkan
(Tambunan, 2011). Perawatan kaki merupakan hal yang paling penting
untuk pencegahan terjadinya ulkus kaki. Strategi pencegahan akan
mengurangi terjadinya masalah pada kaki pasien yang menderita diabetes.
Praktek perawatan kaki yang dapat mencegah kaki ulkus adalah dengan
menjaga kebersihan kaki, melakukan perawatan pada kuku, perawatan
kulit, pemeriksaan kaki dan penggunaan alas kaki (Begum et al., 2010).
4. Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik
Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan ulkus
DM karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri dan
mendekatkan tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka.
Hyperbaric Oxygen Terapy (HBOT) adalah pemberian oksigen ke
pasien pada tekanan atmosfer yang lebih tinggi dari normal, hasilnya
adalah peningkatan oksigen di darah dan peningkatan kapasitas difusi
ke jaringan. Tekanan parsial oksigen di jaringan meningkat sehingga
menstimulasi

neovaskularisasi

dan

reprilkasi

fibroblas,

dan

meningkatkan fagositosis dan memediasi leukosit untuk membunuh


bakteri patogen pada luka (Clayton & Elasy, 2009)
J.

PROGNOSIS

Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena


semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya
menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedic (Umami, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Alexiadou K, Doupis J. 2012. Review: Management of Diabetic Foot Ulcers.
Diabetes
Therapy.
Springerlink.
Vol.
3:4.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3508111/pdf/13300_2012_
Article_4.pdf
Begum, Sheule, Wipawee Kong-in, Jaruwan Manasurakan, 2010. Knowledge and
Practice of Prevention of Foot Ulcer Among Patients with Diabetes
Mellitus. Diakses pada 28 April 2012
Bernard, L. (Chairman Working Group). 2007. Clinical practice guidelines:
Management of diabetic foot infections. Medicine et maladies
infectieuses. Vol. 37:14-25
Christian N Kirman, MD. 2016. Pressure Ulcers and Wound Care Treatment &
Management.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/190115-treatment
Clayton, W., Elasy, T.A. 2009. A review of the Pathophysiology, classification,
and treatment of foot ulcers in Diabetic Patients. CliniCal Diabetes. Vol.
27(2): 52-58
Doupis, J., Veves, A. 2008. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic
Foot Ulcers. Wound.Vol. 20: 117-126
Frykberg, R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am
Fam Physician.Vol 66(9): 1655-1662
Jeffcoat WJ, Harding KG. 2003. Diabetic Foot Ulcers. Lancet. Vol. 26 (9368):
1545-51
Jones, R. 2007. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA
Kruse dan Edelman S. 2006. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Clinical Diabetes. Vol 24:91-3
Lipsky,B.A.,. Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong,
D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur,
M.S., Senneville, E. 2012. IDSA GUIDELINES 2012 - Infectious
Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious
Diseases. Vol. 54(12):132-173
Misnadiarly. 2006. Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Mellitus Edisi 1. Jakarta:
Pustaka Populer
Naemi R, Chatzistergos P, Sundar L, Chockalingam N, Ramachandran A. 2016.
Differences in the Mechanical Characteristics of Plantar Soft Tissue
Between Ulcerated and Non-Ulcerated Foot. J Diabetes Complications

Oyibo, S.O., Jude, E.B., Tarawneh, I., Nguyen, H.C., Harkless, L.B., Boulton,
A.J.M. 2001. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcer Classification
Systems The Wagner and the University of Texas wound classification
systems . Diabetes, 24(1): 84-89
Price dan Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Rowe, V.L. 2016. Diabetic Ulcers Treatment & Management. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/460282-treatment
(diakses
tanggal 11 September 2016)
Singh, N., Amstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing Foot Ulcers in Patients
with Diabetes. J Am Med Ass 293: 217-228
Tambunan, M. 2011. Perawatan Kaki Diabetes. Dalam : Soegondo, S.,
Soewondo,P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Waspadji, S. 2009. Diabetes mellitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Ilmu Penyakit
Dalam, jilid III, edisi 5. Jakarta: FK UI
White C. 2007. Intermittent claudation. New Eng J Med. Vol 356:1241-50
WHO.

2016.
Diabetes.
Available
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

at

Widatalla, A.H., Mahadi, S., Shawer, M.A., Elsayem, H.A., Ahmed, M.E. 2009.
Implementation of diabetic foot ulcer classification system for research
purposes to predict lower extremity amputation. Int J Diabetes Dev
Ctries. Vol. 29:15
Zgonis, T., Stapleton, J.J.,Girard-Powel, V.A., Hanigo, R.T. 2008. Surgical
Management of Diabetic Foot Infections and Amputations. AORN J. Vol.
87: 935-940

You might also like