You are on page 1of 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk pada perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta

II.

gagasan bunuh diri. (ilmu kedokteran jiwa darurat kaplan)


Epidemiologi
1. Insiden dan prevalensi
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25 persen.
Sekitar 10 persen di perawatan primer dan 15 persen dirawat rumah
sakit.
2. Jenis kelamin
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki laki. Diduga
adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor
psikososial antara laki laki dan perempua.
3. Usia
Rata rata usia sekitar 40 tahunan, hampir 50 persen awitan diantara
usia 20 50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi
berat diusia kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan
meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam
kelompok usia tersebut.
4. Status perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau pisah.
Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah
untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun
hal ini berbanding terbalik untuk laki laki.

III.

Etiologi

Menurut Kaplan, faktor faktor yang dihubungkan dengan penyebab


depresi dapat dibagi atas:
1. Faktor Biologi
Data penelitian biopsikologi menyatakan yang paling berperan dalam
patofisologi gangguan mood adalah disregulasi pada amin biogenik
(norepinefrin, serotonin dan dopamin). Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi, dan pada beberapa pasien yang bunuh diri
memiliki

konsentrasi

metabolik

serotonin

di

dalam

cairan

serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin


yang rendah di trombosit. Beberapa pasien depresi juga memiliki
respon neuroendokrin yng abnormal. Walaupun norepinefrin dan
serotonin adalah amin biogenik yan paling sering dihubungkan dengan
patofisologi depresi, dopamin juga telah diperkirakan memiliki
peranan dalam depresi. Data menyatakan bahwa aktivitas dopamin
mungkin menurun pada depresi dan meningkat pada mania.
Faktor

neurokimiawi

lain

seperti

adenylate

cyclase,

phospotidylinositol dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki


relevansi penyebab. Kelainan pada neuroendokrin utama yang menarik
perhatian

dalam

adalah

sumbu

adrenal,

tiroid

dan

hormon

pertumbuhan. Neuroendokrin yang lain yakni penurunan sekresi


nokturnal

melantonin,

penurunan

pelepasan

prolaktin

karena

pemberian tryptopan, penurunan kadar dasar folikel stimulating


hormon (FSH), luteinizing hormon (LH) dan penurunan kadar
testoteron pada laki-laki.
2. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di
dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks,
bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial tetapi
faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.

Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemugkinan menderita


suatu gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekelurgaa
melebar. Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih
kecil kemungkinannya menderita daripada sanak saudara derajat
pertama (kakak).
Peneltian adopsi juga telah menunjukkan bahwa orang tua biologis
dari anak adopsi dengan gangguan mood mempunyai suatu prevalensi
gangguan mood yang serupa dengan orang tua anak penderita
gangguan mood yang tidak diadopsi.
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis
yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah
dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah
kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang
paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah
kehilangan pasangan. Beberapa artikel teoritik dan dari banyak
laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi keluarga dan onset
dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat
psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan
pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca pemulihan.
IV.

Klasfikasi
Berikut adalah pembagian dari episode depresif :
1) Episode depresif ringan (F32.0)
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat
dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang
sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari
ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada

untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat
di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurangkurangnya sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah
tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan
pekerjaan biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan
berhenti berfungsi sama sekali (Depkes RI, 1993).
2) Episode depresif sedang (F32.1)
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling
khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah
sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya.
Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak
esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi
gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2
minggu (Depkes RI, 1993).
Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya
menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga (Depkes RI, 1993).
3) Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
Pada episode depresif berat, penderita

biasanya

menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali


apabila retardasi merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan
perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri
merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat.
Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada
episode dpresif berat.
Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode
depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya
empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas
berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi)
menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk
melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian,
penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat

dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung


sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan
beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin
penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode
depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode
selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan depresif
berulang.
4) Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.2 tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan

V.

sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).


5) Episode depresif lainnya (F32.8)
6) Episode depresif YTT (F32.9)
Gejala Klinis
Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami
depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka
menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik
bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97 persen) mengeluh tentang
penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesaikan
tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya
motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien
mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia)
dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang

dihadapi. Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang


90 persen pasien depresi. (buku psikiatri UI)
Berikut merupakan beberapa gejala depresi (ringan, sedang dan
berat) berdasarkan PPDGJ III :
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
- Afek depresi (sedih, murung, lesu, menangis)
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Konsentrasi dan perhatian berkurang


Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan suram dan pesimis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan terganggu

Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan


masa sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang.
VI.

Diagnosis Banding
1) Gangguan Skizofrenia
Terutama katatonik, tetapi tiap jenis skizofrenia dapat terlihat atau
menjadi depresi selama atau setelah satu episode. Adanya penyesuaian
premorbid yang buruk, gangguan proses pikir formal dengan waham
yang tersusun baik dan halusinasi yang komplek, tidak ada riwayat
siklik, dan tidak ada riwayat keluarga yang mengalami gangguan
afektif, menyokong dugaan suatu skizofrenia.
2) Gangguan Skizoafektif

Suatu gangguan psikotik yang memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi


beberapa saat bertumpang tindih dengan gejala gejala mood mayor.
3) Gangguan Cemas Menyeluruh
Pertama terlihat ansietas yang sangat menonjol. Pasien dengan cemas

VII.

hendaknya selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya depresi.


(buku saku psikiatri ed.6)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan mood harus diarahkan
kepada beberapa tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin.
Kedua, kelengkapan evaluasi diagnostik pasien harus dilaksanakan.
Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi kesehatan jwa
pasien kedepan juga harus diperhatikan. (buku psikiatri UI)
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan
beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus
bergantung pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap
terap sebelumnya. (buku saku psikiatri ed.6)

You might also like