You are on page 1of 22

DESAIN SALURAN IRIGASI

ABSTRAK

Air merupakan benda yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk hidup di
permukaan bumi ini. Oleh manusia, air digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti untuk
memasak dan minum, mencuci, pembersihan, pengairan dan irigasi, industri, sarana
transportasi dan lain-lain. Oleh karena itu perlu pengelolaan sumber daya air, agar
bermanfaat yang sebesar besarnya serta tidak membawa dampak yang merugikan bagi
kepentingan mahluk hidup lainnya. Salah satu bentuk pengelolaan sumber daya air adalah
pemanfaatannya secara teknis untuk keperluan pengairan atau irigasi, yaitu dengan suatu
usaha untuk mendatangkan air dengan membuat bangunan-bangunan dan saluran-saluran
untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi-bagi air ke sawah-sawah atau
ladang-ladang dengan cara teratur dan jumlah yang cukup, kemudian membuang air yang
tidak diperlukan lagi. Pekerjaan yang harus dilakukan untuk usaha tersebut di atas adalah
perencanaan saluran irigasi yang meliputi perencanaan saluran induk atau saluran primer,
saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kuarter. Perencanaan saluran yang dimaksud
antara lain untuk mendimensi saluran dan kemiringan dasar saluran dengan model
pendekatan-pendekatan. Dalam tulisan ini, untuk merencanakan saluran yang dimaksud
digunakan standar dari Direktorat Jenderal Pengairan Kementerian Pekerjaan Umum dalam
buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi, Edisi Agustus 1980. Kata kunci: disain,
saluran, debit, irigasi, Manning.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu sampai sekarang bahkan sampai mendatang kebutuhan
makhluk hidup yang paling utama adalah air. Air oleh manusia digunakan untuk keperluan
sehari-hari seperti untuk memasak dan minum, mencuci, pembersihan, pengairan dan
irigasi, industri, sarana transportasi dan lain-lain. Oleh karena itu perlu pengelolaan sumber
daya air yang baik agar tidak membawa dampak yang merugikan bagi kepentingan makhluk
hidup lainnya.
Dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di era globalisasi ini
yang diikuti dengan pertambahan penduduk yang sangat pesat, maka kebutuhan akan
pangan, sandang dan papan semakin meningkat. Untuk itu perlu adanya usahausaha untuk
meningkatkan hasil-hasil pertanian terutama hasil pangan serta perluasan lahan pertanian
tanaman pangan. Namun kadang-kadang jumlah lahan yang layak untuk pertanian,
ketersediaan airnya terbatas. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha untuk memenuhi
kebutuhan air secara efisien, sehingga tidak akan merugikan bagi kepentingan itu sendiri.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah guna pemenuhan kebutuhan
pangan yaitu dengan usaha peningkatan produksi pangan di bidang pertanian. Usaha
pertanian yang paling produktif adalah usaha untuk pemanfaatan air untuk irigasi guna
meningkatkan produktifitas di sektor pertanian. Untuk itu pengelolaan dan pengadaan air
secara tepat, teratur dan cukup merupakan keharusan.
Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mendatangkan air dengan
membuat bangunan bangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air guna keperluan
pertanian, membagi-bagi air ke sawahsawah atau ladang-ladang dengan cara yang teratur
dan jumlah yang cukup, kemudian membuang air yang tidak diperlukan lagi.
Salah satu pekerjaan yang dilakukan untuk usaha-usaha tersebut di atas adalah
perencanan saluran irigasi. Saluran irigasi terdiri dari saluran induk atau saluran primer,
saluran cabang induk yang disebut saluran skunder, saluran cabang sekunder yang disebut
saluran tersier dan saluran sawah yang disebut saluran kuarter.
1.2 Tujuan
Mengetahui jenis-jenis irigasi, sistem irigasi dan bangunan-bangunannya
Mengetahui cara mendesain saluran irigasi
Mengetahui cara menghitung dimensi saluran irigasi

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Irigasi


Menurut Erman Mawardi dalam bukunya Desain Hidraulik Bangunan Irigasi
dijelaskan bahwa irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan
dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Kata Irigasi berasal dari
kata irrigate dalam bahasa Belanda dan irrigation dalam bahasa Inggris. Menurut Abdullah
Angoedi dalam sejarah Irigasi di Indonesia disebutkan bahwa dalam laporan Pemerintahan
Belanda Irigasi didefinisikan sebagai berikut : secara teknis menyalurkan air melalui
saluran-saluran pembawa ke tanah pertanian dan setelah air tersebut diambil manfaat
sebesar-besarnya menyalurkan ke saluran-saluran pembuangan terus ke sungai.
2.2 Sistem Irigasi
Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai
komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air
dalam rangka meningkatkan produksi pertanian ataupun perikanan. Ditinjau dari proses
penyediaan,

pemberian,

pengelolaan

dan

pengaturan

air,

sistem

irigasi

dapat

dikelompokkan menjadi 4, yaitu :


a.
b.
c.
d.

sistem irigasi permukaan (surface irrigation system),


sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system),
sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system),
sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation / drip irrigation system).

2.3 Klasifikasi Jaringan Irigasi


Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran
aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :
a. Jaringan Irigasi Sederhana
Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga
air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah
dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh karena itu hampir-hampir
tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan irigasi ini walaupun
mudah diorganisir namun memiliki kelemahan- kelemahan serius yakni :
-

Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah
yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang

subur.
Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari

penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri.


Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen, maka

umurya pendek.
b. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai lengkap
dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya. Beberapa
bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di jaringan saluran. Sistim
pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Bangunan pengambilan
dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan
jaringan sederhana.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran
irigasi/pembawa dan saluran pembuangan. Ini berarti bahwa baik saluran pembawa
maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang
mengalirkan kelebihan air dari sawah- sawah ke saluran pembuang. Petak tersier
menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri
dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 100 ha kadang-kadang sampai 150 ha. Jaringan saluran tersier dan kuarter
mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran
pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang
sekunder dan kuarter.
Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsi di atas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu- waktu merosotnya
persediaan air serta kebutuhan petani. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya
pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien.Jika petak
tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan utama, hal ini akan
memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, ekspoitasi yang lebih baik
dan pemeliharaan yang lebih murah. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak
tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama.
2.4 Saluran Irigasi
Saluran irigasi teknis dibangun ditunjukkan dengan adanya sekat sebagai saluran
tempat mengalirnya air. Untuk mengatur volume dan kecepatan air, saluran harus dibagibagi. Saluran irigasi terbagi atas 3 jenis yaitu :
a. Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak tersier adalah kumpulan
petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki memiliki luas kurang lebih 8 s.d. 15
ha. Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50 s.d. 150 ha.

b. Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran primer ke petakpetak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
c. Saluran Tersier
Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari
jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter. Saluran kuarter membawa air
dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petakpetak sawah. (Herliyani at al, 2012)
Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi
terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah
tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya lahan sawah irigasi
teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier serta
bangunannya dibangun dan dipelihara oleh pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat
diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya. Lahan
sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan
jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh
masyarakat.
2.5 Jenis-Jenis Bangunan Irigasi
A. Bangunan Utama
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk
dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya,
bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, (1) bendung, (2)
pengambilan bebas, (3) pengambilan dari waduk, dan (4) stasiun pompa.
a. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk
meninggikan elevasi muka air sungai. Terdapat beberapa jenis bendung,
diantaranya adalah bendung tetap (weir), bendung gerak (barrage) dan bendung
karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan
bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan
pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.
b. Pengambilan Bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang
mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air
di sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus lebih

tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang dibelokkan harus dapat dijamin
cukup.
c. Pengambilan Dari Waduk
Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi
surplus air di sungai agar dapat dipakai sewaktuwaktu terjadi kekurangan air. Jadi,
fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai.
d. Stasiun Pompa
lrigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi
tenyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis.

B. Bangunan Pembawa
Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari
surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer, saluran
sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pernbawa
adalah talang, gorong gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer
biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan
saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada
petak sekunder tersebut.
-

Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan
ke Petak petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada

bangunan bagi yang terakhir.


Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer
menuju petakpetak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir

dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir.


Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder
menuju petak petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas

akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir,


Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier
menuju petak petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir.

C. Bangunan Bagi Sadap


Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer,
sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran
yang bersangkutan. Bangunan bagi pada saluransaluran besar pada umumnya
mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaitu :

a. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan
tinggi pelayanan yang direncanakan
b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran
cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun goronggorong.
Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk
salurandapat diatur.
c. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur
besarnya debit yang mengalir.
D. Bangunan Bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan
primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dapat
dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan
ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai
untuk mengatur aliran air.
E. Bangunan Lindung
Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar.Dari luar
bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang
berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan
eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar saluran. Beberapa bangunan yang
termasuk bangunan lindung adalah Bangunan Pembuang Silang, Pelimpah (Spillway),
Bangunan

Penggelontor

Sedimen

(Sediment

Excluder),

Bangunan

Penguras

(Wasteway), Saluran Pembuang Samping dan Saluran Gendong.


F. Bangunan Drainase
Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah
maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang,
sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat
beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran
pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer.
Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :
a. Mengeringkan sawah
b. Mernbuang kelebihan air hujan
c. Mernbuang kelebihan air irigasi
G. Bangunan Pelengkap

Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap


bangunan bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap
berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan
pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum.
Jenis jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jernbatan
penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya

BAB III
PERENCANAAN
1. Perencanaan Saluran
Di dalam perencanaan saluran-saluran irigasi, akan dijumpai perhitungan dimensi
dan kemiringan dasar saluran dengan cara pendekatan-pendekatan. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan bentuk saluran yang stabil, murah dan memenuhi persyaratan hidrolis.
Rumus-rumus pendekatan didasarkan atas percobaan ataupun penelitian dalam jangka
waktu yang lama. Sebagai contoh, salah satu penelitian untuk mendapatkan kecepatan
aliran yang optimum, telah dilakukan oleh Steevensz dengan rumus V = 0,45 Q 0,225, dimana
Q = debit aliran dalam m3/detik (Chouw, 1992). Fortier dan Scobey juga membuat daftar
kecepatan maksimal untuk berbagai jenis tanah / lahan dengan debit yang direncanakan.
Ada lagi pendekatan lain, dengan membatasi kecepatan aliran tidak lebih dari 0,75
m/detik agar rumput-rumput tidak tumbuh, atau kecepatan aliran tidak lebih dari 0,40 m/detik
agar nyamuk-nyamuk tidak berkembang (Robert Ch., 1992). Di Indonesia pendekatanpendekatan telah dibuat sebagai standar perencanaan yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pengairan, Kementerian Pekerjaan Umum dalam buku Pedoman Kriteria
Perencanaan Teknis Irigasi, 1980.
2. Standar Perencanaan
Standar perencanaan yang digunakan dalam merencanakan saluran irigasi adalah
standar irigasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengairan Kementerian Pekerjaan
Umum, dalam buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi, edisi Agustus 1980.
Selain dari pada itu juga digunakan kriteria dari sumber-sumber lain yang terdapat dalam
literaturliteratur. Berikut ini kriteria perencanaan untuk saluran primer, skunder, tersier dan
kuarter berdasarkan buku standar diatas.
A. Saluran Primer dan Sekunder
a) Bentuk Penampang

Pada prinsipnya bentuk penampang saluran direncanakan sebagai saluran


terbuka (open channel) yang berbentuk trapesium, tanpa lapisan pelindung. Bentuk
penampang melintang saluran dipilih sebagai berikut.

Untuk daerah timbunan

Gambar 1. Bentuk penampang saluran di daerah timbunan

Untuk daerah galian

Gambar 2. Bentuk penampang saluran di daerah galian


Keterangan:
b

= lebar dasar saluran, m.

= tinggi air, m.

fb

= tinggi jagaan (freeboard), m.

= tinggi total saluran, m.

= perbandingan sudut dalam saluran

Ne = perbandingan sudut sebelah luar


Nc = perbandingan sudut sebelah dalam
Wr = lebar jalan inspeksi, m
W = lebar atas tanggul, m.
b) Perbandingan lebar saluran dan tinggi air (b/h)
Menurut buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi, 1980; lebar dasar
saluran min 30 cm. Perbandingan lebar dasar saluran dan tingi air (b/h) sangat
tergantung dari besar debit yang akan mengalir, seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan (b/h)

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.

c) Kemiringan lereng atau talud (m, Nc, Ne)


Kemiringan lereng atau talud adalah perbandingan antara panjang garis
vertikal yang melalui puncak saluran dan panjang garis horisontal yang melalui
tumit saluran. Kemiringan lereng atau talud juga tergantung dari jenis bahan atau
materialsaluran yang digunakan. Dalam hal ini besar kohesi tanah c dan sudut
geser dalam tanah (f) yang dapat menjaga kesetabilan lereng saluran. Tinggi
timbunan juga mempengaruhi terhadap stabilitas saluran, sehingga dalam
menentukan

besar

kemiringan

talud

perlu

dievaluasi

terhadap

stabilitas

kelongsoran lereng. Untuk kondisi normal, standar irigasi memberikan harga


kemiringan lereng seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Harga kemiringan lereng, m

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi.

Bila kedalaman galian lebih dalam dari tinggi saluran, maka diperlukan
kemiringan dalam (Nc) dan kemiringan lereng luar (Ne).
Tabel 3. Harga kemiringan lereng dalam, Nc

10

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.

Tabel 4. Harga kemiringan lereng luar, Ne

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.


d) Tinggi jagaan (freeboard),
fb Tinggi jagaan (freboard), fb yaitu jarak vertikal tanggul saluran dengan tinggi
muka air saat debit maksimum. Tinggi jagaan sebuah saluran, ditetapkan
berdasarkan debit saat banjir. Tinggi jagaan minimum untuk saluran menurut
standar irigasi seperti pada Tabel 5.
Table 5. Tinggi jagaan, fb

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.

11

e) Lebar atas tanggul Wr dan lebar berm W


Bila tanggul saluran digunakan sebagai jalan inspeksi, maka lebar dan ukuran
tanggul tersebut direncanakan sebagai jalan inspeksi. Namun bila jalan inspeksi
tidak dibuat diatas tanggul, maka tanggul dibuat sama seperti pada berm, seperti
pada Tabel 6.
Table 6. Lebar atas tanggul dan berm

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.


B. Perhitungan Saluran Primer dan Sekunder
a) Rumus Pengaliran
Aliran yang terjadi di dalam saluran dianggap sebagai aliran seragam (uniform
flow). Untuk menghitung kecepatan aliran dan kemiringan saluran (gradien hidrolis),
dipakai rumus Manning.

V=

1 2 /3 1/ 2
R S
n

Dimana :
V = kecepatan rata-rata aliran, m/det
n = nilai koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis, m
S = kemiringan atau gradien hidrolis

Debit yang mengalir di dalam saluran, dapat dihitung menurut rumus kontinuitas.
Q = A.V
Dimana:
Q = debit air yang mengalir, m3/det.
A = luas penampang basah saluran, m2.
V = kecepatan rata-rata aliran, m/det.
b) Nilai koefisien kekasaran dasar saluran menurut Manning dan Strickler

12

Nilai koefisien kekasaran dasar saluran (n) menurut Manning tergantung dari
kondisi saluran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran tersebut,
baik untuk saluran alam maupun saluran buatan, antara lain:
1. Kekasaran permukaan saluran,
2. Ada tidaknya tanaman/tumbuhan dalam saluran,
3. Ketidakteraturan saluran,
4. Trase saluran,
5. Pengendapan dan penggerusan,
6. Hambatan di dalam saluran, misalnya adanya balok, pilar jembatan dan lain-lain.

Sedang menurut Strickler besarnya nilai kekasaran dasar saluran (Kst)


tergantung dari ukuran butiran sedimen atau ukuran butiran-butiran tanah saluran.
Menurut standar irigasi, harga n atau Kst dilihat dari Tabel 7.

Tabel 7. Nilai koefisien kekasaran dasar saluran

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.


c) Kecepatan aliran di dalam saluran
Untuk saluran yang tidak dilapisi, maka perlu dibatasi kecepatan aliran, baik
kecepatan maksimum maupun minimum. Kecepatan minimum yang diijinkan, atau
kecepatan tanpa pengendapan (non settling velocity) yaitu kecepatan aliran yang
tidak menimbulkan pengendapan atau sedimentasi dan mendorong pertumbuhan
tanaman air. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran.
Sedangkan kecepatan maksimum yang diijinkan atau kecepatan tahan erosi
(non erodible velocity) adalah kecepatan rata-rata terbesar yang tidak menimbulkan

13

erosi pada tubuh saluran. Kecepatan minimum dan maksimum yang diijinkan
menurut standar irigasi seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Kecepatan aliran yang diijinkan

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.

Untuk mendimensi saluran yang digunakan kecepatan standar irigasi, sejauh


hal ini masih memungkinkan dan layak. Namun jika kecepatan standar ini
menghasilkan gradien hidrolis yang tidak mungkin karena kondisi topografi yang
terlalu datar, maka dapat ditentukan kecepatan aliran yang memenuhi kecepatan
minimum dan maksimum seperti di atas. Kecepatan standar yang disarankan dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kecepatan aliran standar

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.

d) Dimensi saluran
Saluran direncanakan sebagai saluran terbuka yang berbentuk trapesium.

14

Gambar 3. Penampang saluran primer dan sekunder


Unsur-unsur geografis dari penampang saluran yang berbentuk trapesium adalah:
A = luas penampang basah, m2
= h(B + m.h)
P = keliling basah, m
= B + 2h 1 + m 2
R = jari-jari hidrolis, m
=A: P
= {h (B + m.h)} : {(B + 2h 1 + m2 )}
Q = debit saluran, m3/det
= V.A

Langkah-langkah untuk mendimensi saluran:


(1) Bila debit rencana sudah ditetapkan, dengan rumus :

Q=

C . NFR . A
e

(2) Pilih nilai kekasaran Manning (n), perbandingan (b/h), talud (m) dan kecepatan
standar, lihat Tabel 7, Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 9.
(3) Menghitung luas penampang basah, A.

Dari rumus Q = V.A, maka: V standar Q rencana A =

Q Rencana
V Standar

(4) Dari hubungan (b/h) seperti pada Tabel 1 dan luas penampang basah
A=h(b+m.h), maka tinggi air (h) dapat ditentukan dan dilihat pula nilai lebar
dasar saluran (b).
(5) Tentukan nilai lebar dasar saluran baru (bb) yang sesuai, agar praktis. Hal ini
dilakukan karena sering didapat nilai B dalam bentuk bilangan yang tidak bulat,
sehingga susah nantinya dilaksanakan di lapangan. Dengan nilai lebar dasar

15

saluran baru Bb, maka dari persamaan A = h(Bb + m.h) di dapat nilai tinggi air
yang baru, hb.
(6) Dari rumus Manning, dapat ditentukan gradient hidraulik saluran.
V=

k .R

2/ 3

.I

1/ 2

Dimana:
I = gradien hidrolis / kemiringan.
V = kecepatan aliran standar, m/det.
k = nilai koefisien kekasaran Manning.
R = jari-jari hidrolis, m.
(7) Tambahkan tinggi jagaan dari Tabel 5 yang sesuai dengan debit rencana, maka
diperoleh tinggi total saluran.
(8) Untuk tujuan praktis, maka dibuat dimensi dimensi standar sehingga dimensi
saluran yang direncanakan tidak terlalu banyak tipe.

BAB IV
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah perhitungan-perhitungan dalam merencanakan saluran irigasi,
meliputi saluran primer, sekunder dan tersier.
1. Saluran Primer
Luas Area : A = 783 Ha
Kita tentukan NFR = 1,75 ltr/dtk/ha
Maka :
Debit rencana,

Q =

C . NFR . A
e
1 . x 1,75 x 783
0,65

= 2.108,07 ltr/dtk
Q = 2,1080 m3/det.
Kecepatan standar, V = 0,60 m/det (lihat Tabel 9).
Perbandingan, b/h = 2,5 (lihat Tabel 1).
Talud = 1,5 ; k = 40 (lihat Tabel 2),
Luas penampang basah perkiraan
A = Q / V

16

= 1,7338 / 0,60
= 2,8897 m2.
Dari nilai b/h = 2,5, maka b = 2,5h, dan m = 1,5. Dicari tinggi muka air perkiraan
Sehingga A

= h(b + m.h)

2,8897

= h(2,5h +1,5h)
= 4.h2

h'

(2,8897/4)

= 0,8500 m.
b'

= 2,5h
= (2,5)(0,8500) = 2,1249 m.

Ambil lebar dasar saluran baru untuk mendimesi saluran rencana dengan pembulatan
keatas, b = 2,13 m, dan h = 0,85 maka luas penampang basah rencana Adalah
A

= h(b + m.h)
= 0,85 (2,13 +(1,5).(0,85))
= 2,8943 m2

Tinggi jagaan, fb = 0,50 m (lihat Tabel 5).


Tinggi saluran H

= h +fb
= 0,85 + 0,50
= 1,35 m.

Keliling basah (p) :


P

= b + 2h

(1+m)

= 2,13 + 2(0,85)

(1+1,5)

= 5,1947 m
Kecepatan rencana :

=Q/A
= 1,7338 / 2,8943
= 0,5991 m/dtk

Jari-jari hidrolika :

= A/ p
= 2,8943 / 5,1947
= 0,5572 m

17

Kemiringan saluran atau gradien hidrolis:


V

I 1 /2

k .R

2/ 3

1/ 2

V
k . R2 /3 .

=[

=[

.I

0,5991
40 . 0,55722 /3 . ]

= 0,000493
= 0,0493 %.

2. Saluran Sekunder
Luas Area : A = 213 Ha
Kita tentukan NFR = 1,75 ltr/dtk/ha
Maka :
Debit rencana,

C . NFR . A
e

Q =

1 . x 1,75 x 213
0,72

= 517,7 ltr/dtk
Q = 0,5177 m3/det.
Kecepatan standar, V = 0,50 m/det (lihat Tabel 9).
Perbandingan, b/h = 2 (lihat Tabel 1).
Talud = 1 ; k = 35 (lihat Tabel 2),
Luas penampang basah perkiraan
A = Q / V
= 0,5177 / 0,50
= 1,0354 m2.
Dari nilai b/h = 2, maka b = 2h, dan m = 1
Dicari tinggi muka air perkiraan
Sehingga A
1,0354

= h(b + m.h)
= h(2h +1h)
= 3.h2

h'

(1,0354 /3)

18

= 0,5875 m.
b'

= 2h
= (2) (0,5875) = 1,1750 m.

Ambil lebar dasar saluran baru untuk mendimesi saluran rencana dengan pembulatan
keatas, b = 1,18 m, dan h = 0,59 maka luas penampang basah rencana Adalah
A

= h(b + m.h)
= 0,59 (1,18 +(1).(0,59))
= 1,0443 m2

Tinggi jagaan, fb = 0,50 m (lihat Tabel 5).


Tinggi saluran H

= h +fb
= 0,59 + 0,50
= 1,09 m.

Keliling basah (p) :

p = b + 2h

(1+m)

= 1,18 + 2(0,59)

(1+1)

= 2,8488 m
Kecepatan rencana :

V =Q/A
= 0,5177 / 1,0443
= 0,4957 m/dtk

Jari-jari hidrolika :
R

=A/ p
= 1,0443 / 2,8488
= 0,3666 m

Kemiringan saluran atau gradien hidrolis:


V

I 1 /2

k . R 2/ 3 . I 1/ 2

V
k . R2 /3 .

0,4957
2 /3
35 . 0,3666 .

19

= 0,000765
= 0,0765 %.

PETA LOKASI

PETA LOKASI
SKEMA JARINGAN IRIGASI

KESIMPULAN

Dari uraian-uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

20

1. Air oleh manusia digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti untuk memasak dan
minum, mencuci, pembersihan, irigasi, industri, sarana transportasi dan lain-lain.
2. Salah satu usaha dari pemerintah untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian adalah
pemanfaatan air untuk irigasi guna peningkatan produksi pangan.
3. Pada umumnya bentuk saluran irigasi (saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter)
adalah saluran terbuka (open channel) berbentuk trapesium tanpa lapisan pelindung
(lining).
4. Dalam merencanakan saluran irigasi, yaitu dalam menentukan dimensi saluran,
kemiringan dasar saluran, kecepatan aliran, serta menghitung debit aliran pada saluran,
dilakukan dengan pendekatan pendekatan.
5. Di Indonesia untuk merencanakan saluran irigasi, digunakan standar dari Direktorat
Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, dalam buku Pedoman Kriteria
Pernencanaan Teknis Irigasi, Agustus 1980.

DAFTAR PUSTAKA

1984. Buletin Pengairan, No.4 April 1984. Direktorat Jenderal Pengairan,


Departemen Pekerjaan Umum.

21

1980. Pedoman Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi. Direktorat Jenderal Pengairan,


Departemen Pekerjaan Umum.

1986. Standar Perencanaan Irigasi. Sub Direktorat Perencanaan Teknik, Direktorat


Irigasi, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum.

Chouw, V.T. & Nensi Rosalina, 1992. Hidrolika Saluran Terbuka. Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Robert Ch., 1992. Konstruksi Saluran Irigasi pada Tanah Gambut. Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Anonim, 2006. Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2006 Tentang Irigasi. Direktorat
Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 0105).

22

You might also like