Professional Documents
Culture Documents
discussions, stats, and author profiles for this publication at: http://www.researchgate.net/publication/266564846
READS
209
1 AUTHOR:
Adi Purwandana
Research Centre for Oceanography Indonesi
8 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Abstrak. Perbedaan properti fisik massa air laut antara satu tempat dengan tempat lain
menghasilkan gaya gradien tekanan yang memicu aliran massa air laut. Kehadiran rotasi bumi
menghasilkan gaya Gaya Coriolis yang berkontribusi ketika terjadi perpindahan massa air ini.
Kombinasi kedua hal tersebut dikenal sebagai faktor utama pembentuk arus geostropik yang
berperan pada transpor massa air. Penelitian arus geostropik dan transpornya dilakukan
berdasarkan data hasil observasi Kapal Riset Baruna Jaya I pada bulan Desember 1990-Januari
1991. Terdapat lima stasiun hidrografi yang dianalisis dalam kajian ini, yakni transek utara-selatan
yang membentang dari ~57 km lepas pantai Papua hingga 220 km ke arah utara (laut lepas). Dikaji
pada awal Musim Barat Laut, terjadi pengangkatan lapisan termoklin seiring mendekati pesisir.
Fenomena tersebut diduga terjadi akibat perpindahan massa air karena arus terpicu angin Muson
Barat Laut yang mengarah ke Timur Laut (di belahan bumi utara), sehingga trasnspor Ekman
meninggalkan pesisir. Peristiwa ini memicu pengangkatan massa air dari lapisan dalam untuk
mengisi lapisan atas, dan diduga merupakan tahap awal fenomena upwelling musiman di perairan
pesisir utara Papua. Berdasarkan hasil analisis arus geostropik dan transpor diperoleh adanya
aliran intensif pada lapisan termoklin. Secara umum, kecepatan arus relatif terhadap tekanan 900
dbar memiliki rentang -29,2 hingga 29,0 cm s-1. Kecepatan arus meningkat seiring mendekati
pesisir. Identifikasi arus-arus yang terjadi didasarkan pada dua kategori aliran, yakni aliran ke
barat dan aliran ke timur. Arus-arus yang mengarah ke barat yakni SEC (utara) dan SEC (selatan),
dan EIC, dengan besar kecepatan 24,8; 14,2; dan 22,9 cm s-1. Arus yang mengarah ke timur yakni
NECC, NSCC, dan EUC; dengan besar kecepatan maksimum berturut-turut 20,3; 6,1; dan 29,0 cm
s-1. Estimasi net transpor dari keseluruhan penampang menghasilkan aliran massa air sebesar 0,58
0,18 Sv (1 Sv=106 m3/s).
Kata kunci: Data hidrografi, arus geostropik, transpor geostropik, perairan utara Papua.
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan utama penelitian di
bidang oseanografi fisika adalah untuk
mendapatkan penjelasan mengenai sirkulasi
massa air lautan dalam skala luas, sebagai kajian
awal untuk memahami sistem iklim global,
distribusi sedimen lautan, dan pergerakan
lainnya. Jika dibandingkan dengan penelitian
atmosfer, pengukuran untuk mendapatkan arus
lautan secara langsung lebih sulit dilakukan dan
membutuhkan banyak biaya [1].
FB1
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Pengolahan
dilakukan
dengan
menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel,
ODV 4 (Ocean Data View), Surfer 9, dan Origin
6. Analisis data yang dilakukan dalam kajian ini
hanya dilakukan dengan memilih papar acuan
level of no motion pada kedalaman 900 dBar.
Meskipun kedalaman pengukuran hingga 1000
meter, perangkat lunak yang digunakan (ODV)
FB2
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
10 [ D 2 - D1 ]
2 L sin
(1)
FB3
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
GAMBAR 3. Profil menegak dan melintang temperatur pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 16 merupakan
stasiun paling selatan, berada di dekat pesisir utara Papua.
TABEL 1. Laju penurunan temperatur per 100 meter kedalaman pada lapisan tercampur, lapisan termoklin atas,
lapisan termoklin bawah, dan lapisan dalam.
Station
12
13
14
Layer
Thickness
(m)
Mixed
Upper Thermocline
Lower Thermocline
Deep
Mixed
Upper Thermocline
Lower Thermocline
Deep
Mixed
Upper Thermocline
Lower Thermocline
Deep
43
153
232
>572
38
88
262
>612
37
91
250
>622
Decreasing Rate of
Temperature
(oC/100 m)
0.00
-9.78
-2.01
-0.65
0.00
-14.47
-3.15
-0.65
0.00
-15.78
-3.02
-0.68
FB4
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
15
16
Mixed
Upper Thermocline
Lower Thermocline
Deep
Mixed
Upper Thermocline
Lower Thermocline
Deep
Bersesuaian
dengan
karakteristik
temperatur,
teridentifikasi
pula
adanya
penaikan/desakan lapisan massa air dengan
salinitas minimum dari lapisan dalam (Gambar
4). Proses ini berdampak pada penipisan lapisan
ini (core layer) lapisan salinitas maksimum
menuju
pesisir
Papua.
Dimungkinkan,
sebagaimana indikasi sebelumnya, pengaruh
angin muson barat daya pada perairan sebelah
selatan ekuator memindahkan massa air
permukaan
menjauhi
pesisir,
sehingga
mengangkat lapisan massa air pada lapisan
bawah.
36
152
121
>691
231
84
>685
0.00
-10.43
-3.30
-0.67
-3.02
-0.72
GAMBAR 4. Profil menegak dan melintang salinitas pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 16 merupakan
stasiun paling selatan, berada di dekat pesisir utara Papua.
Penipisan
lapisan
inti
salinitas
maksimum pada stasiun 16 sebagaimana pada
Gambar 5 diikuti oleh fenomena penurunan
lapisan haloklin. Derajat kenaikan salinitas
terhadap kedalaman untuk stasiun 12, 13, 14,
15, dan 16 berturut-turut adalah 0,0009; 0,0018;
0,0013; 0,0014; dan 0,0011 PSU/meter atau
rata-rata 0,0013 PSU/meter. Terjadi pula
penurunan lapisan haloklin pada stasiun 16,
dengan
penurunan
sebesar
70
meter
FB5
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Adapun
terdeteksinya
penurunan
salinitas massa air hingga kedalaman ~70 meter
pada stasiun 16 dimungkinkan merupakan
kontribusi dari daratan yang berasal dari sungai
di daratan Papua. Dengan pertimbangan pula
bahwa nilai salinitas maksimum terpantau tidak
lebih rendah daripada rendahnya nilai salinitas
rendah tersebut, maka tidak mungkin hanya
merupakan kontribusi dari penaikan massa air
salinitas maksimum lapisan bawah.
Berdasarkan analisis identifikasi massa
air dari diagram T-S sebagaimana pada Gambar
6, mengacu pada kisaran sebagaimana Wyrtki
[9], terpantau adanya massa air subtropis atas
FB6
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
TABEL 2. Karakteristik massa air di bagian barat Samudera Pasifik yang teridentifikasi dalam kajian ini.
Water Type
T,
C
S,
S Minimum
7-11
34.10 34.50
S Minimum
5-7
34.45 34.60
S Maximum
1524
34.50 34.90
Characteristics
Nortern
Intermediate Water,
NIW
Southern
Intermediate Water,
SIW
Subtropical Lower
Water, SLW
0o
GAMBAR 7. Profil menegak dan melintang salinitas pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 16 merupakan
stasiun paling selatan, berada di dekat pesisir utara Papua.
FB7
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
FB8
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
current), arus bawah ekuator (equatorial under
current), dan arus pertengahan ekuator (equatorial
intermediate current). Pembagian arus-arus dalam
zona arah yang sama (NECC dan NSCC serta SEC
dan EIC) dilakukan berdasarkan kedalaman menurut
Wyrtki dan Kilonsky [11].
FB9
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV Tahun 2013, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
REFERENSI
1. Wang G., L. Rongfeng, Y. Changxiang.
2003. Advances in Studying Oceanic
Circulation from Hydrographic Data with
Applications in the South China Sea.
Advances in Atmospheric Sciences Vol. 20
No. 6. 914-920.
2. Reid, J. L., Jr. 1961. On the geostrophic flow
at the surface of the Pacific Ocean with
respect to the 1,000-decibar surface. Tellus,
13:489-502.
3. Wyrtki, K. 1975. Fluctuations of dynamic
topography in the Pacific Ocean. Journal of
Physical Oceanography Vol. 5: 450-459.
4. Reid, R. O. 1959. Influence of some errors in
the equation of state or in observations on
geostrophic currents. Physical and Chemical
Properties of Sea Water, Nat. Acad. Sci.
Publ. No. 600: 367-385.
5. Stommel, H. S. 1947. Note on use of the T-S
correlation for dynamic height anomaly
computations. Journal of Marine Research,
5: 85-92.
6. Rebert, J. P., J. R. Donguy, and G. Eldin.
1985. Relation between sea level,
thermocline depth, heat content, and
FB10