You are on page 1of 34

Case Report Session

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh:
Ikrima Ainal Qalbi

1210312087

Nesha Pratiwi

1210313018

Preseptor:
Dr. dr. Yusrawati, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklamsia dan eklamsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan setelah umur kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu
bila terjadi penyakit trofoblastik. Preeklamsi terjadi karena adanya mekanisme
imunologi yang kompleks, aliran darah ke plasenta kurang, akibatnya suplai zat
makanan yang dibutuhkan janin berkurang.
Diseluruh dunia, insiden dan kejadian preeklamsia berkisar antara 2% dan
10% dari kehamilan. Insiden dari preeklamsia awal bervariasi di seluruh dunia.
WHO (World Health Organizasion) mengestimasi insiden preeklamsia hingga
tujuh kali lebih tinggi di negara-negara berkembang (2,8 dari kelahiran hidup)
dibandingkan dengan negara maju (0,4%).
Angka kejadian preeklamsia di beberapa rumah sakit di Indonesia cenderung
mengalami peningkatan sekitar 1,0%-1,5% pada sekitar 1970-2000. Di RSUP
M.Djamil Padang didapatkan 2,38% kasus preeklamsia terjadi pada tahun 2003,
3,69% terjadi pada tahun 2004, dan 3,43% terjadi pada tahun 2005. Sedangkan
pada tahun 2012 terdapat 10,3% kasus (RSUP M.Djamil Padang, 2013) dan tahun
2013 terdapat 13,6% (RSUP M.Djamil, 2014)
1.2 Batasan Masalah
Clinical Report Session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari
preeklampsia berat.

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari preeklamsia berat.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah pengetahuan tentang preeklampsia berat serta menjadi tambahan
ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan Clinical Report Session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria12. Preeklampsia ringan adalah sindrom spesifik
kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi
endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih
dari 5 gr/24 jam12. Preeklampsia jarang timbul sebelum 20 minggu kehamilan
kecuali jika terdapat penyakit ginjal ataupun penyakit trofoblastik30.
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah istirahat mencapai 140/90
mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff (titik di mana suara
denyut menghilang) untuk menentukan tekanan diastolik12. Pengukuran tekanan
darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selama 4-6 jam12. Kenaikan tekanan
darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah 15 mmHg sebagai
parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi 12. Kriteria ini tidak lagi dianjurkan
karena bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil
kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan, namun perlu
diawasi dengan ketat16.
Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, apabila tidak terdapat
proteinuria,

diagnosis

dipertanyakan.

Proteinuria

didefinisikan

sebagai

terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau sama dengan
pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ dipstick secara menetap pada sampel acak
urin, menggunakan urin midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam12. Proteinuria menunjukkan bahwa kerusakan telah mencapai tingkat
glomerulus ginjal sehingga fungsinya mulai menurun atau bersifat patologis21.
Dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi
sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka).
Perlu dipertimbangkan faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila
didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu 12.

Jenis edema pada ibu hamil adalah pitting edema, yaitu jika ditekan akan
meninggalkan bekas.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang yang
bukan disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat tonik dan klonik16.

2.2 Epidemiologi
Menurut Manurung dan Wiknjosastro (2007) antara tahun 2003 2005
tercatat 9437 persalinan di RSCM. Kasus preeklampsia berat dan eklampsia
secara keseluruhan tercatat 1453 kasus (15,3 %), sebanyak 221 (2,3 %)
diantaranya merupakan kasus eklampsia22. Sehingga rata-rata tiap bulan terdapat
34 pasien preeklampsia berat dan 6 pasien eklampsia.
2.3 Etiologi
Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori yang menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang
memuaskan oleh karena itu penyakit ini disebut disease of theory. Adapun teoriteori tersebut antara lain12:
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan
menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis12.

Pada PE terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi


kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi.
Sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta12.
2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a) Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta
mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu
radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan
merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.

Gambar 2. Kerusakan Pembuluh Darah pada Preeklampsia16


b) Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel 20. Keadaan ini disebut disfungsi
endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2), yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi

trombosit

memproduksi

tromboksan

(TXA2),

yaitu

suatu

vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak dari
pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih banyak
dari prostasiklin, sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).


- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun, sedangkan endotelin meningkat18.
- Peningkatan faktor koagulasi.
3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu12.
Pada plasenta ibu yang mengalami PE, terjadi penurunan ekspresi HLA-G,
yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia12.
4) Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Refkrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel
endotel.
Pada PE terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor,
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor
sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan
hipertensi dalam kehamilan12.
5) Teori genetik
Wanita yang mengalami PE pada kehamilan pertama akan meningkat
mendapatkan PE pada kehamilan berikutnya. Odegard dkk di Norwegia
menemukan risiko 13,1% pada kehamilan kedua bila dengan partner yang sama
dan sebesar 11,8% jika berganti pasangan. Mostello mengatakan kejadian PE akan
meningkat pada kehamilan kedua bila ada kehamilan dengan jarak anak yang
terlalu jauh. Cincotta menemukan bahwa bila dalam keluarga ada riwayat pernah

PE maka kemungkinan mendapat PE pada primigravida tersebut akan meningkat


empat kali19.
6) Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian
pemberian berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan magnesium untuk
mencegah preeklampsia. Pada populasi umum yang melakukan diet tinggi buahbuahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel,
brokoli, apel, jeruk, alpukat, mengalami penurunan tekanan darah16
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat
mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah12.
7) Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada
PE, dimana pada PE terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris
trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan
respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel
dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi
inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala-gejala PE pada ibu12.
2.5 Patofisiologi
Dalam perjalanannya faktor-faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang
saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi trofoblas dan terjadinya iskemia
plasenta25
Pada PE ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama
adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam
arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding
arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga

arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan
aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia
plasenta25
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis
seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah
ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yaitu suatu keadaan di mana
radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan25.
Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar
dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang
disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel
pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia25.
Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboksan, dan angiotensin II
sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi25.

Gambar 3. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan21.


Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem
koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara
keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ
seperti:

Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.

Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.

Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan edema paru dan

edema menyeluruh.

Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.

Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.

Pada susunan saraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,

pelepasan retina, dan pendarahan.

Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia

janin, dan solusio plasenta.


2.6 Klasifikasi
Menurut The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
Working Group (2000), ia dibagi ke 4 tipe : 1,4
1. Gestational hipertensi
2. Preeklampsia dan eklampsia
3. Superimposed pada hipertensi kronik
4. Hipertensi kronik.
Penjelasan Diagnosis hipertensi pada kehamilan:
1) Gestational Hipertensi

Sistolik TD 140 atau diastolik TD 90 mmHg untuk pertama kalinya selama

kehamilan

Tidak ada proteinuria

TD kembali normal sebelum 12 minggu postpartum

Diagnosis Akhir setelah postpartum

Mungkin memiliki tanda-tanda lain atau gejala preeklamsia, misalnya,

epigastrium ketidaknyamanan atau trombositopenia.


2) Preeklampsia :
Kriteria minimum
TD 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu
Proteinuria 300 mg / 24 jam atau 1 dipstick.
Kemungkinan terjadi preeklamsia berat dan disertai HELLP sindrom
TD 160/110 mmHg
Proteinuria 2,0 g / 24 jam atau 2 dipstick
Serum kreatinin 1,2 mg / dL kecuali diketahui sebelumnya ditinggikan
Trombosit 100.000 /L
Mikroangiopati hemolisis - meningkat LDH
Peningkatan transaminase serum tingkat - ALT atau AST
Sakit kepala persisten atau gangguan otak atau visual lainnya
Nyeri epigastrium Persistent
3) Eklampsia :

Kejang yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab lain pada wanita dengan

preeklamsia.
4) Superimposed Preeklampsia :
Baru - onset proteinuria 300 mg / 24 jam pada wanita hipertensi tetapi tidak ada
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu

Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau trombosit

<100.000 /L pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan


20 minggu
5) Hipertensi kronis : 1

TD 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum usia

kehamilan 20 minggu tidak disebabkan penyakit trofoblas gestasional atau

Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan

terus-menerus setelah 12 minggu postpartum.


2.7 Diagnosis
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1965)
menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya
proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24
jam, atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick)
secara persisten.1,8
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsia adalah
hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang abnormal
dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi hematologi meningkatkan kepastian
diagnosis preeklamsia Selain itu, pemantauan secara terus-menerus gejala
eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan
kepastian tersebut.1,8
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat nekrosis
hepatocellular, iskemia, dan oedem yang meregangkan kapsul Glissoni. Nyeri ini
sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang tinggi dan
biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.1
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsia yang memburuk, dan
hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti
adanya

hemolisisyang

luas

dengan

ditemukannya

hemoglobinemia,

hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang

berat.1
Kriteria diagnosis pada preeklamsia terdiri dari :
Kriteria minimal, yaitu :
TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.
Kemungkinan terjadinya preeklamsia berat dan HELLP sindrom: 1
TD 160/110 mmHg.
Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
Trombosit <100.000/mm3.
Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
Peningkatan ALT atau AST.
Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.
Nyeri epigastrium p ersisten.

2.8 Tatalaksana
Pada dasarnya penanganan penderita preeklamsia yang definitif adalah segera
melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaannya kita
harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara lain umur kehamilan,
proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ. Tujuan
penatalaksanaan preeklamsia adalah: 25

Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu

mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.

Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu

hamil.

Mencegah perdarahan intrakranial dan mencegah gangguan fungsi organ vital.

Preeklamsia ringan :
1) Kehamilan kurang dari 37 minggu27.
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.
Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia
dan eklampsia.
Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan pada vena
cava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik dan menambah curah
jnatung.
Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
Tidak perlu diberi obat-obatan.
Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- Diet biasa
- Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari.
- Tidak perlu diberi obat-obatan.
- Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis,
atau gagal ginjal akut.
- Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan :
- Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat.
- Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin,
serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;
Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan
observasi kesehatan janin.
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan. Jika tidak rawat sampai aterm.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklamsia berat.
2) Kehamilan lebih dari 37 minggu
- Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostaglandin.
- Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin
atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.
Preeklamsia Berat :
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,
pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk
persalinan. 27
1) Sikap tehadap penyakit: pengobatan medikamentosa
- Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

- Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.


- Pemberian obat antikejang.
Obat anti kejang yang digunakan MgSO4, diazepam, fenitoin. Pemberian
MgSO4 sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin. Obat antikejang yang
banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat.
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya kejang (Suparman & Sembiring 2004). Di samping itu juga
untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Cara kerja
magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja
sebagai N-methyl D Aspartate (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat
masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro
musculer junction) ataupun pada susunan syaraf pusat. Dengan menurunnya
kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan kontraksi otot
yang berupa kejang dapat dicegah25.
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada PE berat dan eklampsia. Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan
diazepam, dengan risiko terjadinya depresi pernapasan neonatal. Diuretikum tidak
diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung.
Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang
dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU Soetomo
Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan
sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipin; 10 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg
dalam 24 jam.
- Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside; 0,25 g i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 g i.v./kg/5
menit.
Pemberian glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.


Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
2) Sikap terhadap kehamilannya
a) Perawatan aktif (agresif) : sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
Ibu
- Umur kehamilan 37 minggu.
- Adanya tanda-tanda impending eclampsia.
- Kegagalan terapi pada perawatan konserfatif, yaitu : keadaan klinik dan
laboratorik memburuk.
- Diduga terjadi solusio plasenta.
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
- Laboratorik
- Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khusunya menurunnya trombosit dengan
cepat.
Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasar keadaan obstetrik pada waktu
itu, apakah sudah inpartu atau belum.
b)
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.

BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Ny. Indriani Cempaka Sari

No. MR

: 957213

Umur

: 28 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Pasia Putiah, Tabiang, Kec. Padang

Agama

: Islam

Status Menikah

: Menikah

Tanggal Masuk RS

: 23 September 2016

Jam Masuk RS

: 22.00 WIB

Anamnesis

Seorang pasien wanita umur 28 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang tanggal 23 September 2016 pukul 22.00 WIB rujukan RS Siti Hawa
dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu + PEB.
Keluhan Utama
Ditemukan tekanan darah tinggi (190/110 mmHg) sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang

2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien kontrol ke RS Siti Hawa dan
didapatkan tekanan darah 190/110 mmHg, kemudian pasien dirawat selama
2 hari dengan mendapat regimen MgSO4, Metildopa 3x500 mg, dan
pematangan paru dengan dexametason 2 ampul. Setelah 2 hari, tekanan darah
pasien masih tidak stabil sehingga harus dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang dengan terpasang infus dan kateter.
Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-)
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada.
Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada.
Keluar air-air banyak dari kemaluan (-)
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
Tidak haid sejak 8,5 bulan yang lalu.
HPHT: 27 Januari 2016
TP: 3 Oktober 2016
Gerakan janin dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
Riwayat hamil muda: mual (+), muntah (+), perdarahan (-)
Riwayat ANC: kontrol teratur ke bidan dan Sp.OG satu kali sebulan sejak usia
kehamilan 2 bulan , terakhir control pada usia kehamilan 8,5 bulan dikatakan
pasien tekanan darahnya tinggi sehingga harus minum obat antihipertensi
secara teratur.
Riwayat makan obat: sedang mengkonsumsi obat antihipertensi Metildopa 3x
500 mg selama 2 hari ini.

Riwayat Kehamilan/ Abortus/ Persalinan: 1/0/0


Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-)


Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes
mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan
kejiwaan.

Riwayat Haid
Menarche usia 13 tahun, siklus teratur 1x28 hari, lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3
kali ganti duk per hari, nyeri haid (-).

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan

Riwayat Perkawinan
Riwayat Imunisasi
Riwayat Kontrasepsi
Riwayat Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
Riwayat Kebiasaan
narkoba.

: 1x tahun 2015
: TT 2x pada usia kehamilan 6, 7 bulan
:: SMA
: Wiraswasta
: Tidak pernah mengkonsumsi alcohol, rokok, dan

Riwayat Keluhan Medis selama kehamilan

Riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan ada sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit.


Riwayat bengkak seluruh tubuh ada sejak satu bulan sebelum masuk rumah
sakit.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: CMC

Tinggi Badan

: 155 cm

Berat Badan

: 60 kg

Berat Badan sebelum hamil : 48 kg


Tekanan Darah

: 190/110 mmHg

Nadi

: 98 x/menit

Nafas

: 22x/menit

Suhu

: 37C

Sianosis

: tidak ada

Edema

: anasarka

Anemis

: (-/-)

Ikterik

: (-/-)

STATUS GENERALISATA
Kulit

: tidak tampak kelainan

KGB

: tidak tampak dan tidak teraba pembesaran KGB

Kepala

: normocepali

Rambut

: tidak mudah rontok

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: pembesaran kelenjar tiroid tidak ada

Dada
Paru :
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor kanan dan kiri

Auskultasi

: vesikuler normal, rhonki-/-, wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba 2 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen

: status obstetrikus

Punggung

: tidak tampak kelainan

Genitalia

: status obstetrikus

Anus

: RT tidak dilakukan

Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2detik, reflek patella + normal, udem


anasarka (+).

STATUS OBSTETRI
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm, sikatrik (-),
striae gravidarum (-), linea mediana hiperpigmentasi (+).
Palpasi :
Leopold I

: TFU setinggi pertengahan pusat dengan prosessus xypoideus,


teraba massa besar, bulat, noduler

Leopold II

: teraba tahanan terbesar janin di kanan dan bagian-bagian kecil


janin di kiri ibu

Leopold III

: teraba masa bulat, keras, tidak terfiksir

Leopold IV

: konvergen

Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal

TFU : 30 cm
Genitalia

His: -

DJJ: 120-140x/menit

Inspeksi: V/U tenang, PPV (-)


VT : pembukaan (-), ketuban (+), presentasi kepala

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (23 September 2016)
Hb

: 11,2 gr/dl

Leukosit

: 8300/mm3

Eritrosit

: 4,2 juta

Trombosit

: 157000/mm3

Ht

: 34%

MCV/ MCH/ MCHC

: 81 fL/ 27 pg/ 33%

PT/APTT

: 8,5/30,9

GDS

: 102 mg/dl

Total Protein

: 5,4 g/dl

Alb/Glob

: 2,7 g/dl/ 2,7 g/dl

Bilirubin total

: 0,14 g/dl

Bil direk/ bil indirek

: 0,07 g/dl/ 0,07 g/dl

SGOT/SGPT

: 26 mikro/l/ 21 mikro/l

LDH

: 353 mikro/l

Ur/ Cr

: 19/ 0,8 mg/dl

Ca/ Na/ K/ Cl

: 7,4 mg/dl/ 138 mmol/l/ 3,9 mmol/l/ 111 mmol/l

Kesan: PT memendek, hipoalbuminemia, hipokalsemia


B. EKG: SR, 60 x/ menit, axis N, gel P N, PR 0,12, QRS 0,04, ST (T changes

(-),

LVH (-), RVH (-))


C. CTG: Non reaktif
D. USG: Kesan gravid preterm 34-35 minggu, EFW= 1771 gram.
D. DIAGNOSIS
G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu janin hidup intrauterine presentasi
kepala + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance.
E. DIAGNOSIS BANDING
Preeklampsia ringan
Preeklampsia sedang
Eklampsia
F. TATALAKSANA
- Kontrol KU, VS, DJJ, His, dan perdarahan pervaginam
- Inform consent pada pasien
- Terminasi SCTPP
- Konsul mata, jantung
Hasil konsul
Konsul Mata

A/ saat ini ditemukan tanda-tanda fundus eklampsia ringan

Konsul

P/ terapi sesuai tatalaksana obgyn


A/ PEB + G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu

jantung

P/ Metildopa 3x250 mg , Odalatoros 1x 30 mg (tunda)


Target TDS 140 mmHg

Bantu kala II

Follow up
Tanggal
23/9/16

Follow up
S/ tanda-tanda impending (-), tanda inpartu (-), gerak anak (+), BAK (+)

22.00 WIB

kateter, BAB (-), PPV (-)


O/
KU

Kes

TD

Nd Nfs

Sdg CMC 180/100 84

20

T
37

Abdomen : His (-) DJJ (+)


Genitalia : I V/U tenang, PPV(-)
A/ G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu janin hidup intrauterine
presentasi kepala + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance.
P/ Kontrol KU, VS, His,DJJ, reflek patella, balance cairan
Informed consent
IVFD RL+ drip MgSO4 dosis maintenance
Metildopa 3x500 mg
Nifedipine 10 mg
Inj Cefoperazone 2x 1 gr IV
Cek darah lengkap
Lapor DPJP
24/9/16

Stabilisasi 4 jam
S/ tanda-tanda impending (-), tanda inpartu (-), gerak anak (+), BAK (+)

05.00 WIB

kateter, BAB (-), PPV (-)


O/

KU

Kes

TD

Nd Nfs

Sdg CMC 160/100 92

20

T
aff

Abdomen : His (-) DJJ (130-140x/menit)


Genitalia : I V/U tenang, PPV(-)
A/ G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu janin hidup intrauterine
presentasi kepala + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance.
P/ Kontrol KU, VS, His,DJJ, reflek patella, balance cairan
Informed consent
IVFD RL+ drip MgSO4 dosis maintenance
Metildopa 3x500 mg
Lapor DPJP
Lapor anestesi dan OK
06.10 WIB

Terminasi kehamilan
Dilakukan SCTPP
Lahir seorang bayi perempuan, dengan
BB : 1700 gr, PB: 42 cm, A/S: 6/7
Plasenta lahir dengan sedikit tarikan pada tali pusat
Lengkap, 1 buah ukuran 15x12x1 cm, berat 400 gram
Panjang tali pusat 40cm, insersi parasentralis, perdarahan selama
tindakan 250cc
A/ P1A0H1 post SCTPP ai PEB
Anak dan ibu dalam perawatan
P/ Awasi KU, VS, His, PPV, balance cairan, reflek patella
IVFD RL+ drip MgSO4 dosis maintenance
IVFD RL+ drip okitosin 2 ampul
Inj Cefoperazone 2 x 1 gr IV
Metildopa 3 x 500 mg
Sulfa Ferosus 1x 300 mg
Vit C 2x1 tab
Pronalges supp

26/9/16

Cek Hb post op
S/ tanda impending (-), PPV(-), Demam (-)

08.00 WIB

O/

KU

Kes

TD

84

aff

Sdg CMC 160/80

Nd Nfs
21

Abdomen : TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi baik


Genitalia : I V/U tenang, PPV(-)
A/ P1A0H1 gravid preterm 34-35 minggu janin hidup intrauterine
presentasi kepala + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance+
hipokalsemia NH-3
P/ Kontrol KU, VS
MgSO4 aff
Inj Cefoperazone 2 x 1 gr IV
Metildopa 3x250 mg
Vit C 3x1
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Sulfa Ferosus 1x300 mg
15.00 WIB

Acc Rawat KR
S/ tanda impending (-), PPV(-), Demam (-)
O/
KU

Kes

Sdg CMC

TD

Nd

Nfs

130/100

72

28

af

Abdomen : TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi baik


Genitalia : I V/U tenang, PPV(-)
A/ P1A0H1 gravid preterm 34-35 minggu janin hidup intrauterine
presentasi kepala + PEB
P/ Kontrol KU, VS
Inj Cefoperazone 2 x 1 gr IV
Metildopa 3x250 mg
Vit C 3x1
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Sulfa Ferosus 1x300 mg

HASIL LABORATORIUM (25 SEPTEMBER 2016, 08.00)


Hb

: 10,8 gr/dl

Leukosit

: 11900/mm3

Trombosit

: 148000/mm3

Ht

: 33%

PT/APTT

: 8,0/36,0

GDS

: 50 mg/dl

Total Protein

: 4,8 g/dl

Alb/Glob

: 2,6 g/dl/ 2,2 g/dl

Bilirubin total

: 0,30g/dl

Bil direk/ bil indirek

: 0,06 g/dl/ 0,24 g/dl

SGOT/SGPT

: 47mikro/l/ 45 mikro/l

LDH

: 684 mikro/l

Ur/Cr

: 23/0,7 mg/dl

Ca/ Na/ K/ Cl

: 6 mg/dl/ 133 mmol/l/ 4.3 mmol/l/ 103 mmol/l

Kesan

: anemia ringan, leukositosis, GDS , Kalsium total , Natrium ,

total protein , Albumin , SGOT, SGPT . LDH

BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien wanita umur 28 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang tanggal 24 September 2016 pukul 02.00 WIB rujukan RS Siti Hawa
dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu + PEB. Berdasarkan
anamnesis diketahui bahwa pasien datang ke IGD tidak dalam keadaan inpartu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status obstetri yaitu
Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm, sikatrik (-),
striae gravidarum (-), linea mediana hiperpigmentasi (+).
Palpasi :
Leopold I

: TFU setinggi prosessus xypoideus, teraba massa besar, bulat,


noduler

Leopold II

: teraba tahanan terbesar janin di kanan dan bagian-bagian kecil


janin di kiri ibu

Leopold III

: teraba masa bulat, keras, tidak terfiksir

Leopold IV

: konvergen

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

TFU : 30 cm
Genitalia

His: :

DJJ: 120-140x/menit

Inspeksi: V/U tenang, PPV (-)


VT : pembukaan (-), ketuban (+), presentasi kepala
Pada pasien didapatkan adanya hipertensi dengan tekanan darah 170/110
mmHg. Pasien belum pernah sebelumnya mempunyai penyakit hipertensi.
Berdasarkan literatur hal ini merupakan hipertensi gestational karena terjadi lebih
dari usia kehamilan 20 minggu. Pada pemeriksaan penunjang telah didaptkan
adanya proteinuria (++) pada pemeriksaan urin. Adanya hipertensi gestational
yang disertai proteinuria menegakkan adanya diagnosis preeklamsia berat. Pada
PEB cenderung diikuti dengan terjadinya ekslamsia yang ditandai dengan kejang.
Komplikasi PEB terutama terjadi pada otak, ginjal, hati, dan mata sehingga perlu
adanya anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut mengenai gejala yang mungkin
terjadi pada organ tersebut. Pada anamnesis pasien tidak didapatkan adanya nyeri
ulu hati dan tidak mengarahkan kepada impending preeklamsia. Pemeriksaan
penunjang seperti elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, perlu disertakan
dalam pemeriksaan pasien dengan PEB untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
komplikasi.
Menurut literatur tatalaksana PEB adalah dengan calcium channel bloker
dengan obat pilihan yaitu MgSO4 dengan regimen dosis inisial

dan dosis

pemeliharaan, serta terminasi kehamilan.


Regimen MgSO4 yang dipakai adalah dosis inisial 4 mg yang diberikan iv.
Untuk melanjutkan dosis maintenece, perlu dilakukan balance cairan dan reflek
patella.
Pemberian obat anti hipertensi dibutuhkan perawatan untuk menurunkan
tekanan darah. Pemberian analgetik, antibiotik, vit c perlu diberikan pada seorang
wanita setelah melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,
New York: McGraw-Hill, 2010 : 706-747
2. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan, edisi
ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
3. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhursts textbook of Obstetrics
& Gynaecology, edisi ke-7, USA : Blackwell Publishing, 2007 : 227-234
4. Carson M, Hypertension and Pregnancy, 25/5/2015, diakses tanggal 27 Maret
2015,

dari

http ://emedicine.medscape.com/article/261435overview#aw2aab6c11
5. Health Service Executive, The Diagnosis And Management Of Pre-Eclampsia
And Eclampsia Clinical Practice Guideline, September 2013, Institute Of
Obstetricians And Gynaecologists, Royal College Of Physicians Of Ireland
6. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforths
Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-`10, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy
W, penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2008: 258-275
7. Chandiramani M, Management Of Hypertension & Preeclampsia In
Pregnancy, May/June 2007, Trends in Urology Gynaecology & Sexual Health,
dari http : //www.tugsh.com

8. Magee L.A, Pels A, Helewa M, Diagnosis, Evaluation, and Management of


the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive Summary. May 2014,
dari J Obstet Gynaecol Can 2014;36(5):416438
9. WHO Recommendations for Prevention and Treatment Of Pre-Eclampsia and
Eclampsia, WHO Handbook for guideline development. Geneva, World
Health Organization, 2010
10.

Nafrialdi, Antihipertensi. dalam Farmakologi dan Terapi edisi ke-

5.Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 2007. Hal:341-360
11. Angka
Kematian
Ibu,

dilihat

29

Desember

2010,

<http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=290&Itemid=111>.
12. Angsar, MD 2009, Hipertensi dalam kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi & Wiknjosastro GH, Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
13. Artikasari, K 2009, Hubungan antara primigravida dengan angka kejadian
preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode 1 Januari
31 Desember 2008, skripsi S.Ked, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
dilihat 27 Januari 2011, < http://etd.eprints.ums.ac.id/4063/>
14. Basuki, B 2000, Aplikasi metode kasus-kontrol, FKUI, Jakarta.
15. Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi,
EGC, Jakarta.
16. Cunningham, FG, Leveno, KJ, Bloom, SL, Hauth, JC, Gilstrap, L &
Wenstrom, KD 2005, Williams Obstetrics, 22th edn, McGraw-Hill, New
York.
17. DeCherney, AH & Pernoll, ML 2006, Obstetric & Gynecologic Diagnosis
& Treatment, 10th edn, McGraw-Hill, New York.
18. Farid, Mose, JC, Sabarudin, U & Purwara, BH 2001, Perbandingan Kadar
Nitrik Oksida Serum Penderita Preeklampsia dengan Hamil Normal,
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 25, no. 2, hh. 69 79.
19. Karkata, MK 2006, Faktor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 30, no. 1, hh. 55-57.
20. Kartha, IBM, Sudira, N & Gunung, K 2000, Hubungan kadar trigliserida
serum pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu dengan risiko terjadinya

preeklampsia pada primigravida, Indonesian Journal of Obstetrics and


Gynecology, vol. 24, hh. 88 92.
21. Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah
obstetri, EGC, Jakarta.
22. Manurung, RT & Wiknjosastro 2007, Mortalitas maternal pada
preeklampsia berat dan eklampsia di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto
Mangunkusumo

tahun

2003

2005

dan

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya, Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, vol.


31, no. 1, hh. 33 - 41.
23. Medicine Blog, 2011, Introduction to Preeclampsia, diunduh pada tanggal
5

April

2011,<

http://www.wanshee.com/2011/04/introduction-to-

preeclampsia.html>
24. Pangemanan, WT 2002, Komplikasi akut pada preklampsia. Universitas
Sriwijaya Palembang.
25. Roeshadi, RH 2007, Upaya menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian ibu pada penderita preeklampsia dan eklampsia, Indonesian
Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 31, no. 3, hh. 123-133.
26. Rozikhan 2007, Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia berat di
Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal, tesis M.Epid, Universitas Diponegoro
Semarang,

dilihat

13

Januari

2011,

<

eprints.undip.ac.id/18342/1/ROZIKHAN.pdf >.
27. Saifuddin, AB, Wiknjosastro, GH, Affandi, B & Waspodo, D 2002, Buku
panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
28. Sastroasmoro, S & Ismael, S 2008, Dasar-dasar metodologi penelitian
klinis, edk 3, Sagung Seto, Jakarta.
29. Sibai, BM 2010, Preeclampsia, dalam

Protocol For High-Risk

Pregnancies, 5th edn, eds. JT Queenan, JC Hobbins & CY Spong, BlackWell,


Singapore.
30. Sofoewan, S 2003, Preeklampsia-eklampsia di beberapa rumah sakit di
Indonesia, patogenesis dan kemungkinan pencegahannya,

Indonesian

Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 27, no. 3, hh. 141-151.


31. Statistics Indonesia (Badan Pusat StatistikBPS) and Macro International
2008, Indonesia Demographic and Health Survey 2007, Calverton, Maryland,
USA: BPS and Macro International.

32.

Suparman, E & Sembiring, E, 2004, Karakteristik penderita eklampsia

dan luaran perinatal akibat eklampsia di RSUP Manado, Indonesian Journal


of Obstetrics and Gynecology, vol. 28, hh. 96 102.

You might also like