Professional Documents
Culture Documents
[2][2]
Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1979, hal. 102.
[3][3] Lawrence M. Friedman, The Legal System : A Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York,
1975.
[5][5] Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, CV. Rajawali, Jakarta, 1986, Hal.
27.
[6][6] Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia, Disampaikan pada
acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 17
Februari 2006.
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya
guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan
adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak
dapat kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu
adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu
berguna bagi masyarakat.[7] Dalam kondisi yang demikian ini menurut Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, SH.[8], masyarakat hanya menginginkan adanya suatu kepastian hukum,
yaitu adanya suatu peraturan yang dapat mengisi kekosongan hukum tanpa
menghiraukan apakah hukum itu adil atau tidak. Dalam pelaksanaan penegakan
hukum, keadilan harus diperhatikan, namun hukum itu tidak identik dengan keadilan,
hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Setiap
orang yang mencuri harus dihukum tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri.
Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. [9] Adil
bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang lain.
Berdasarkan anggapan tersebut masih menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.,
maka hukum tidak dapat kita tekankan pada suatu nilai tertentu saja, tetapi harus
berisikan berbagai nilai. Radbruch mengatakan bahwa hukum itu harus memenuhi
berbagai karya disebut sebagai nilai dasar dari hukum. Nilai dasar hukum tersebut
adalah: keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. [10] Meskipun ketiga-tiganya itu
merupakan nilai dasar dari hukum, namun di antara terdapat suatu
Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena di antara ketiga nilai dasar hukum
tersebut masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lainnya,
sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan, untuk itulah proses
penegakan hukum oleh aparat penegak hukum diharapkan mampu menjembatani nilainilai dasar tersebut, tidak salah bila kita mengingat ahli hukum dari belanda Taverne
pernah mengatakan, "Geef me goede Rechters, goede Rechters Commissarissen,
goede Officieren Van Justitie en goede Politie Ambtenaren, en ik zal met een slecht
wetboek van strafprocesrecht goed bereiken Berikan saya hakim yang baik, hakim
pengawas yang baik, jaksa yang baik, dan polisi yang baik, maka penegakan hukum
akan berjalan walaupun dengan hukum pidana yang buruk.
KEJAKSAAN DAN PERAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENEGAKAN
HUKUM.
Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.[11]
[7][7] Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan
Masyarakat, Suatu Sumbangan Pemikiran, http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=3
[8][8] ibid
[9][9] Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Yoyakarta: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 2.
[10][10] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 21.
[11][11] Vide Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan.
Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan
dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan
negara khususnya di bidang penuntutan [12], dimana semuanya merupakan satu
kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan (en een ondelbaar)[13].
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut
untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan
umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. [14]
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan berada pada posisi
sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena
Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses
pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan putusan
pengadilan. Dengan begitu Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (dominus
litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu
kasus/perkara dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah
menurut Hukum Acara Pidana.
Bahwa selain dari melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (executive
ambtenaar). Kejaksaan juga memiliki tugas dan wewenang dalam bidang pidana
lainnya yakni melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; melakukan penyelidikan
terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.[15]
Dalam bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara
atau pemerintah[16], adapun yang dapat dilakukan jaksa dalam bidang ini antara lain
melakukan penegakan hukum; bantuan hukum sebagai jaksa pengacara negara;
melakukan pelayanan hukum kepada masyarakat; memberikan pertimbangan hukum
kepada lembaga pemerintah; dan melakukan tindakan hukum lain. Sedang dalam
bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan
[12][12] Vide Pasal 3 UU Kejaksaan.
[13][13] Vide Pasal 2 ayat (3) UU Kejaksaan.
[14][14] Vide Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan.
[15][15] Vide Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan.
[16][16] Vide Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan.
[21][21] Meskipun dalam KUHAP tidak dinyatakan demikian namun pembuktian atas kesalahan terdakwa menjadi
tanggung jawab penuntut umum karena penuntut umum-lah yang mebuat surat dakwaan, dimana dalam Pasal 66 KUHAP
disebutkan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
d. Bahwa bila atas tuntutan terhadap terdakwa dan berdasarkan alat bukti yang sah
majelis hakim berkeyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya[23], maka majelis hakim menjatuhkan
putusan, dimana bila terdakwa dan penuntut umum kemudian menerima, putusan
tersebut kemudian berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka berdasarkan Pasal 270
KUHAP[24], jaksa melaksanakan putusan (eksekusi) tersebut.
e. Terkait poin d tersebut di atas, apabila terdakwa maupun penuntut umum tidak
menerima putusan tersebut maka terdakwa maupun penuntut umum dapat melakukan
upaya hukum[25], upaya hukum banding berdasarkan Pasal 233 KUHAP, dan/atau upaya
hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP.
f. Bahwa selain hal tersebut, berdasarkan Pasal 140 ayat (2) KUHAP, penuntut umum
dapat memutuskan untuk menghentikan penuntutan dengan mengelarkan SKPP (Surat
Ketetapan Peghentian Penuntutan) dikarenakan alasan bahwa perkara tersebut tidak
terdapat cukup bukti, peristiwanya bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup
demi hukum[26], SKPP tersebut diberitahukan kepada tersangka dan apabila ditahan
tersangka harus segera dikeluarkan. Turunan surat tersebut wajib disampaikan kepada
tersangka atau keluarganya, penasehat hukum, pejabat RUTAN, penyidik dan hakim.
Bila kemudian ditemukan alasan baru, penuntut umum dapat menuntut tersangka,
alasan baru tersebut adalah novum (bukti baru).
Bahwa selain tindakan-tindakan tersebut, Jaksa Agung secara khusus
mempunyai tugas dan wewenang menetapkan serta mengendalikan kebijakan
penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; mengajukan kasasi demi
kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata
usaha negara.[27]
[22][22] Surat Tuntutan (requisitoir) dapat dikatakan sebagai kesimpulan atas pemeriksaan perkara yang diajukannya
dalam surat dakwaan, yakni hasil dari penilaian, penelaahan yang menghasilkan keyakinan atas perkara tersebut..
[26][26] Adapun yang dimaksud dengan penuntutan dihentikan dengan alasan hukum yakni : perkara tersebut nebis in
idem, artinya perkara tersebut sudah pernah diputus oleh hakim; tersangka/terdakwa meninggal dunia; perkara tersebut
daluwarsa; mempertangguhkan penuntutan untuk sementara waktu karena ada perselisihan tentang hukum yang harus
diputuskan terlebih dahulu oleh pengadilan lain, dalam hal ini penuntutan hanya dihentikan sementara waktu. (vide Pasal
76, 77, 78, dan Pasal 81 KUHP).
[28][28] Pasal 8 ayat (3) UU Kejaksaan menyatakan Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah