You are on page 1of 11

DIKSI DAN NADA DALAM PUISI

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


STILISTIKA
Dosen: Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum.
Prof. Dr. Teguh Supriyanto, M. Hum.

Oleh:
Indika Dwimukti 0202515021
Zidni Ilman Elfikri 0202515060
ROMBEL 3 (KHUSUS)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA S-2
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan wujud dari hasil pemikiran manusia. Karya
sastra diciptakan untuk dinikmati dan diapresiasi. Dalam hal ini setiap
penulis memiliki cara dalam mengemukakn gagasan dan gambarannya
untuk

menghasilkan

efek-efek

tertentu

bagi

pembacanya.

Secara

menyeluruh kajian stilistik berperan untuk membantu menganalisis dan


memberikan gambaran secara lengkap bagaimana nilai sebuah karya
sastra.
Karya sastra sebagai kajian dari stilistik yang menggunakan gaya
bahasa

sastra

sebagai

media

untuk

menemukan

nilai

estetisnya.

Aminuddin (199767) mengemukakan terdapat jenis karya sastra yaitu


puisi dan prosa fiksi. Dalam hal ini perbedaan karakteristik karya sastra
mengakibatkan perbedaan dalam tahapan pemaknaan dan penafsiran ciri
dan penggambarannya. Pengarang memiliki kreativitas masing-masing
dan setiap karya yang dihasilkan memperhatikan kebaharuan dan
perkembangan sosial budaya. Misalnya puisi sebagai objek kajian yang
dianalisis. Setiap orang tentunya pada umumnya memiliki pendapat dan
penafsiran terhadap suatu puisi. Perbedaan itu muncul pula pada
pemahaman seseorang, stilistika akan muncul dengan kekhasan bahasa
yang digunakan dan akan sangat berbeda dengan penggunaan bahasa
sehari-hari.
Sastra terbagi atas dua jenis yaitu sastra lama dan modern. Sastra
ini menjadi objek yang diamati dalam penelitian sastra, sastra modern
dapat meliputi puisi, prosa maupun drama. Berdasarkan hal tersebut
menurut Ratna (2009:19) dari ketiga jenis sastra modern dan sastra lama,
puisilah yang paling sering digunakan dalam penelitian stilistika. Puisi
memiliki ciri khas yaitu kepadatan pemakaian bahasa sehingga paling
besar

kemungkinannya

untuk

menampilkan

ciri-ciri

stilistika.

Dibandingkan dengan prosa yang memiliki ciri khas pada cerita (plot)
sedangkan ciri khas drama pada dialog.

Pada
melukiskan

lingkupnya
dan

puisi

diciptakan

mengekspresikan

oleh

watak-watak

seseorang
yang

dengan

penting

si

pengarang, bukan hanya menciptakan keindahan. Aminuddin (199765)


menyatakan dalam puisi misalnya membutuhkan efek-efek emotif yang
mempengaruhi karya sastra. Memperoleh efek-efek tersebut dapat
melalui kebahasaan, paduan bunyi, penggunaan tanda baca, cara
penulisan dan lain sebagainya. Dengan kriteria tersebut membantu dalam
menganalisis sebuah puisi.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Puisi
Puisi adalah salah satu karya sastra yang tersusun atas bahasa
yang indah dan padat makna. Puisi terdiri atas beberapa baris yang
membentuk bait. Namun demikian Puisi tersusun atas struktur batin dan
struktur fisik. Struktur batin puisi adalah struktur yang membangun puisi
secara implisit atau tidak terlihat. Struktur batin disebut juga hakikat
puisi. Struktur fisik adalah struktur yang membangun puisi secara
eksplisit, yaitu terlihat melalui susunan kata.
Struktur batin meliputi nada dan suasana, sedangkan struktur fisik
meliputi irama dan diksi. Keempat unsur tersebut merupakan unsur yang
penting dalam sebuah puisi. Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut perlu
dipahami untuk merefleksi atau memaknai sebuah puisi.
Nada
Nada adalah sikap seorang penyair dalam puisinya sehingga
efeknya terasa oleh pembaca. Nada adalah cara penyair menyampaikan
puisinya sesuai dengan pilihan kata-katanya. Misalnya, puisi yang bernada
protes, sinis, marah, serius, bahagia, haru, sedih, semangat, hingga
bersenda gurau.
Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh penyair untuk
menyatakan

maksud

yang

ingin

diungkapkannya.

Pemilihan

kata

dilakukan untuk mencari kata yang paling tepat untuk mewakili perasaan
dan gagasan yang ingin dikemukakan penyair dalam puisinya. Pemilihan
kata tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan bentuk kata,
pencarian persamaan kata (sinonim), dan pemilihan kata-kata kiasan.
Kata-kata kiasan disebut juga dengan majas. Majas yang biasanya
muncul di dalam puisi adalah sebagai berikut.

Personifikasi, yaitu majas yang menggunakan benda-benda mati yang


seolah-olah

memiliki

ciri-ciri

sifat

manusia.

Misalnya:

angin menyentuh lembut.


Metafora, yaitu majas yang membandingkan sesuatu dengan benda lain
secara langsung tanpa kata-kata perbandingan seperti, ibarat, bagaikan,
atau bak. Misalnya: dirimu adalahdewi malam.
Simile, yaitu majas yang membandingkan sesuatu dengan benda lain
dengan menggunakan kata-kata perbandingan seperti, ibarat, bagaikan,
bak, atau laksana. Misalnya: kamu dan dia bagaikan air dan minyak.
Telaah Nada dan Diksi Puisi
Perhatikan Contoh 1

Puisi tersebut berisi tentang kerinduan seorang manusia pada


sesuatu yang dapat memberikannya pelita atau cahaya karena dirinya
merasa gelap. Puisi tersebut banyak menggunakan kata-kata kiasan dan
harus dibaca secara saksama untuk dapat menangkap nada, suasana,
irama, dan diksinya. Berikut penjelasan lengkapnya!
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa puisi tersebut berisi tentang
pertemuan seseorang dengan seseorang atau sesuatu yang selama ini
dirindukannya. Selama ini, dia merasa berjalan dalam kegelapan dan
akhirnya menemukan lagi zat yang memberinya cahaya namun zat itu
tidak berupa. Nada yang dibangun penyair dalam puisi tersebut adalah
rasa pasrah dan penuh harap. Dengan nada yang dibangun penyair,
suasana yang timbul dari puisi tersebut adalah perasaan khidmat.
Dalam puisi tersebut terdapat banyak bahasa kiasan yang tidak
sama dengan bahasa sehari-hari. Beberapa kata di dalamnya juga
diulang-ulang untuk memberikan efek penegasan, seperti katarindu pada
ungkapan rindu rasa, rindu rupa. Selain itu, ada juga kata-kata
berawalan huruf

yang

sama

dan

diulang-ulang,

seperti

ungkapan

kaulah kandil kemerlap dan sabar setia selalu yang masing-masing


mengulang huruf k dan s. Dengan demikian, irama dalam puisi ini
dibentuk dengan perulangan kata dan huruf.
Diksi yang dipilih oleh penyair adalah kata-kata bahasa Indonesia
lama yang sulit dimengerti, seperti kaulah kandil kemerlap. Padahal, di
baris

berikutnya

digunakan

katapelita.

Kata kandildan pelita memiliki

makna yang sama (sinonim), yaitu cahaya atau lampu. Penggunaan kata
yang bersinonim tersebut adalah untuk memperindah makna.
Contoh 2
Kepada Peminta-Minta
1 Baik, baik aku akan menghadap Dia
2 Menyerahkan diri dan segala dosa

3 Tapi jangan lagi tentang aku


4 Nanti darahku jadi beku
5 Jangan lagi kau bercerita
6 Sudah tercacar semua di muka
7 Nanah meleleh dari luka
8 Sambil berjalan kau usap juga
9 Bersuara tiap kau melangkah
10 Mengerang tiap kau menendang
11 Menetes dari suasana kau datang
12 Sembarang kau merebah
13 Mengganggu dalam mimpiku
14 Menghempas aku di bumi keras
15 Di bibirku terasa pedas
16 Mengaum di telingaku
17 Baik, baik aku akan menghadap Dia
18 Menyerahkan diri dan segala dosa
19 Tapi jangan tentang lagi aku
20 Nanti darahku jadi beku
(Chairil Anwar, 2010:78)

Diksi
Kata-kata dalam puisi Kepada Peminta-minta memiliki makna
kiasan yang harus dipahami secara seksama. Tokoh aku dan dia

memerlukan interprestasi sendiri untuk menentukannya. Hal ini dalam


setiap maksudnya memerlukan pemahaman yang menyeluruh. Secara
umum puisi juga sulit untuk dipahami, terdapat penafsiran tertentu.
Dengan demikian penggunaan kata konotatif dalam puisi tersebut cukup
menjadi perhatian. Penyair menggunakan kata-kata tersebut untuk
mengungkapkan

sesuatu.

Sesuatu

itulah

yang

dinamakan

makna

konotatif. Jadi, penggunaan kata konotatif dilakukan untuk menyatakan


sesuatu secara tidak langsung. Penggunaan kata konotatif juga untuk
menciptakan efek estetis.
Sesuai dengan judulnya, puisi tersebut banyak menggunakan kata
konotasi. Misalnya pada baris ke empat Nanti darahku jadi beku. Hal ini
merupakan makna konotasi yang memerlukan penafsiran.Terdapat pula
makna konotasi pada baris 6 Sudah tercacar semua di muka. Secara
keseluruhan baris dalam puisi ini memiliki makna kiasan yang perlu untuk
ditelaah sebelumnya. Bukan jenis citraan yang mengandung makna
denotasi yang secara umum mudah untuk langsung dipahami.
Pemilihan kata pada baris genap tidak terlepas dari kata yang
digunakan pada 2 baris pertama. Misalnya pada baris pertama penyair
mengatakan dia akan menghadap Dia, maka pada baris kedua kata
menyerahkan diri dan segala dosa dirasa sangat cocok konteksnya. Pada
baris ketiga dan keempat penyair meminta untuk jangan menentang
dirinya lagi, maka darahnya akan menjadi beku, hal ini sesuai konteksnya.
Pada baris kelima dan keenam penyair meminta untuk jangan bercerita
lagi, semua sudah tercacar dimuka. Baris ketujuh dan kedelapan penyair
nanah meleleh dari luka sambil berjalan kau usap juga. Dari hal itu terlihat
pemilihan kata yang tepat sekali yang digunakan oleh penyair.
Pilihan kata (diksi) dalam puisi Kepada Peminta-minta mempunyai
efek kecewa, menyerah, letih, terluka, sedih, berat, dan risau. Hal itu
dapat terlihat dari penggunaan kata: menyerahkan diri, tentang, luka,
tercacar,

meleleh,

menghempas,

mengerang,

merebah,

menetas. Sedangkan adanya risau terlihat dari apa yang di ungkap oleh
penyair yaitu: mengganggu, menghempas, merasa pedas dan mengaum

di telinga. Selain itu, penyair juga menggunakan pilihan kata yang


menciptakan efek letih, menyerah, kecewa, terluka, dan risau. Kesimpulan
dari analisis gaya kata adalah puisi Kepada Peminta-minta selain
menggunakan kata konotatif untuk mengungkapkan gagasan dan untuk
mencapai efek estetis.
Nada (tone), nada yang ditunjukan dalam puisi adalah sinis. Nada
sinis muncul akibat dari kebencian pengarang kepada peminta-minta. Hal
tersebut salah satunya muncul pada baris puisi berikut jangan lagi kau
becerita sudah tercacar semua dimuka nanah meleleh dari muka sambil
di jalan kau usap juga. Muncul nada sinis akibat dari tekanan yang
didasarkan oleh rasa benci dari sikap si peminta-minta.Selain itu, terlihat
terdapat nada menyindir dari makna puisi Chairil Anwar. Menyindir pada
tingkah

si

peminta-minta

penderitaannya.

yang

terlalu

melebih-lebihkan

rasa

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Puisi adalah jenis karya sastra yang tersusun atas bahasa yang indah
dan padat makna. Struktur batin puisi adalah struktur yang membangun
puisi secara implisit atau tidak terlihat. Struktur batin disebut juga hakikat
puisi. Struktur fisik adalah struktur yang membangun puisi secara
eksplisit, yaitu terlihat melalui susunan kata-katanya.
Struktur batin meliputi nada dan suasana, sedangkan struktur fisik
meliputi irama dan diksi. Unsur-unsur tersebut perlu dipahami untuk
merefleksi atau memaknai sebuah puisi.

DAFTAR PUSTAKA

Aminnuddin.

1997. Stilistika,

Pengantar

Memahami

Karya

Sastra. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.


Anwar, Chairil. 2010. Aku ini Binatang Jalang. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
CAPS.
Nurhayati. 2008. Teori dan Aplikasi Stilistik. Penerbit Unsri.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika, Kajian Puitika Bahasa, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. \
Supriyanto, Teguh. 2014. Kajian Stilistika dalam Prosa. Yogyakarta:
Elmatera Publishing.
Tarigan, HG. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Wellek, R dan Warren, A. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utamaof Leksikografi 10, 1: 1-45.

You might also like