Professional Documents
Culture Documents
The term goiter simply refers to the abnormal enlargement of the thyroid
gland. It is important to know that the presence of a goiter does not
necessarily mean that the thyroid gland is malfunctioning. A goiter can occur
in a gland that is producing too much hormone (hyperthyroidism), too little
hormone (hypothyroidism), or the correct amount of hormone (euthyroidism).
A goiter indicates there is a condition present which is causing the thyroid to
grow abnormally.
One of the most common causes of goiter formation worldwide is iodine
deficiency. While this was a very frequent cause of goiter in the United States
many years ago, it is no longer commonly observed. The primary activity of
the thyroid gland is to concentrate iodine from the blood to make thyroid
hormone. The gland cannot make enough thyroid hormone if it does not have
enough iodine. Therefore, with iodine deficiency the individual will become
hypothyroid. Consequently, the pituitary gland in the brain senses the thyroid
hormone level is too low and sends a signal to the thyroid. This signal is
called thyroid stimulating hormone (TSH). As the name implies, this hormone
stimulates the thyroid to produce thyroid hormone and to grow in size. This
abnormal growth in size produces what is termed a goiter. Thus, iodine
deficiency is one cause of goiter development. Wherever iodine deficiency is
common, goiter will be common. It remains a common cause of goiters in
other parts of the world.
Hashimotos thyroiditis is a more common cause of goiter formation in the
US. This is an autoimmune condition in which there is destruction of the
thyroid gland by ones own immune system. As the gland becomes more
damaged, it is less able to make adequate supplies of thyroid hormone. The
pituitary gland senses a low thyroid hormone level and secretes more TSH to
stimulate the thyroid. This stimulation causes the thyroid to grow, which may
produce a goiter.
Another common cause of goiter is Graves disease. In this case, ones
immune system produces a protein, called thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI). As with TSH, TSI stimulates the thyroid gland to
enlarge producing a goiter. However, TSI also stimulates the thyroid to make
too much thyroid hormone (causes hyperthyroidism). Since the pituitary
senses too much thyroid hormone, it stops secreting TSH. In spite of this the
thyroid gland continues to grow and make thyroid hormone. Therefore,
Graves disease produces a goiter and hyperthyroidism.
Multinodular goiters are another common cause of goiters. Individuals with
this disorder have one or more nodules within the gland which cause thyroid
enlargement. This is often detected as a nodular feeling gland on physical
exam. Patients can present with a single large nodule or with multiple smaller
nodules in the gland when first detected (see Thyroid Nodule brochure). Thus,
in early stages of a multinodular goiter with many small nodules, the overall
size of the thyroid may not be enlarged yet. Unlike the other goiters
discussed, the cause of this type of goiter is not well understood.
In addition to the common causes of goiter, there are many other less
common causes. Some of these are due to genetic defects, others are related
to injury or infections in the thyroid, and some are due to tumors (both
cancerous and benign tumors).
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang timbul dari sel folikel.
Kebanyakan keganasan dikelompokkan sebagai jenis karsinoma tiroid
terdifferensiasi, yang manifest sebagai bentuk papiler, follikuler, atau
campuran.
Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan
pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid
bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kelenjar thyroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulkus
pharyngeus pertama dan kedua pada garis tengah. Tempat pembentukan
kelenjar thyroid menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Jaringan
endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga
yang kemudian membentuk kedua lobi. Kelenjar thyroid janin secara
fungsional mulai mandiri pada minggu ke 12 masa kehidupan intrauterine.
Permukaan medial tiap lobus dibentuk di atas larynx dan trakea. Secara
superficial, kelenjar ini ditutupi oleh muskulus sternokleidomastoideus,
muskulus sternohyoideus, dan di bawah oleh batas anterior muskulus
sternokleidomastoideus. Di superior kelenjar ini dalam hubungan dengan
muskulus cricothyroideus.
Thyroidea (dari Yunani thyreos, pelindung) merupakan suatu kelanjar
endokrin sangat vascular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dexter
dan sinister yang berhubungan melintasi garis tengah oleh istmus. Tiap lobus
mencapai superior sejauh linea oblique sejauh cartilago thyroidea; istmus
terletak di atas cincin iga kedua dan ketiga. Ujung terbawah lobus biasanya di
atas cincin trakea keempat atau kelima. Kelenjar ini tertanam dalam lapisan
pretrachealis fascia cervicalis profunda. Biasanya beratnya sekitar 25 gram
pada dewasa, sedikit lebih berat pada wanita dan membesar secara fisiologis
pada pubertas serta selama menstruasi dan kehamilan.
Kelenjar thyroid terletak di leher, antara fascia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama antara trakhea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar thyroid melekat pada trakea dan
fascia pretrakhealis, dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga
perempat lingkaran.
Kelenjar thyroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat sumber,
yaitu a. karotis superior kanan dan kiri, cabang a. karotis eksterna kanan dan
kiri, dan kedua a. thyroidea inferior kanan dan kiri, cabang a. brakhialis.
Sistem venanya terdiri atas v. Thyroidea superior berjalan bersama arterinya;
v. Thyroidea media berada di lateral, berdekatan dengan a. thyroidea inferior,
dan v. thyroidea inferior.
Vena thyroidea mulai dibentuk pada permukaan kelenjar dan dapat mudah
dirusak pada eksplorasi. Vena thyroidea superior berjalan bersama arteria
thyroidea superior dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna.
Vena thyroidea media terpisah dan berdrainase langsung ke dalam vena
jugularis interna. Vena thyroidea inferior mendrainase darah dari kutub
bawah tiap lobus dan berjalan ke vena brachicephalica dextra.
Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker
menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
B. FISIOLOGI THIROID
Sintesis Hormon tiroid :
Disintesis dari iodine dan asam amino tirosin. Sebagian besar iodine masuk
melalui traktus digestivus sebagai iodid, tapi juga melalui paru dan kulit.
Iodine yg masuk tubuh 1/3 bagian masuk tiroid dan 2/3 bagian sisa-nya
meninggalkan tubuh melalui urine.
Metabolisme hormon tiroid :
Ensim mengoksidase iodid iodine orga-nik, diikat ke dalam monoiodotirosin
dan diio-dotirosin. Senyawa ini mengandung hormon tiroid aktive tiroksin (T4)
yang mempunyai 4 molekul iodine, dan triiodotironin (T3) yang punya 3
molekul iodine. Dlm serum T4>T3, tapi T3 fisiologik lebih bermakna.
C. ETIOLOGI
Penyebab kanker tiroid sampai saat ini masih belum jelas. Beberapa faktor
resiko yang telah diidentifikasi meliputi :
Radiasi eksternal pada leher atau kepala khususnya selama masa kanakkanak.
Predisposisi genetik (melibatkan faktor herediter), khususnya pada kanker
tiroid type medullar.
Jenis kelamin (laki-laki lebih sering terkena kanker tiroid dibandingkan
wanita).
D. KLASIFIKASI
Pada dasarnya neoplasma thyroid dapat bersifat benigna maupun maligna.
Benigna
Penampilan sebagai nodule soliter dari thyroid dengan sisa jaringan palpabel.
Secara Teoritis ada adenoma papiller tetapi kebanyakan adenoma follikuler.
Sangat sukar dibedakan dengan karsinoma. Oleh karena itu tindakan selalu
pembedahan karena berdasar morphologi sendiri.
Adenoma selalu tidak dapat dibedakan dengan karsinoma, diagnosis hanya
dikonformasikan histologi yang dapat menunjukkan invasi ke kapsula atau ke
pembuluh darah.
Karsinoma Thyroidea :
Karsinoma Thyroid sering hormone dependent misalnya pada TSH dimana
mengatur sekresi normal dari thyroid. Hormone dependens maximal pada Ca
Papiller dan praktis nol pada type anaplastik dan Follikuler bervariasi
responsinya.
Terdapat 5 jenis type karsinoma thyroid yang diketahui, yaitu :
1. Carcinoma Papiller.
Biasanya penderita terbanyak umur muda
Kira kira 1/3 penderita menunjukkan metastase intraglandule lymphatik
(yang sebelumnya dikira multicentrik).
Terutama metastasis ke lnn. Cervical dan relative kurang ganas
Cel cel lapisan banyak dan irregular, type collumner atau cuboid
Sering menonjol ke dalam permukaan.
Histologi - pertumbuhan hanya papiller sedikit dan kebanyakan gambaran
bercampur elemen papiller dan follikuler (type mixed). Secara histologis
harus dilaporkan adanya elemen follikuler dalam type mixed karena ini
penting / relevant lebih jauh iodine up take menunjukkan tiap I 123 up take,
sedang type mixed take up.Dengan semua tujuan type mixed lain dari
pertumbuhan papiller.
2. Carcinoma Folliculer.
Biasa penderita lebih tua dan tumor lebih ganas dari pada type
papiller sering komplikasi dari adenoma benigna soliter atau
struma multinoduler.
Metastasis terutama dengan hematogen melalui venulae setelah
cel tumor melalui capsule.
Histologi - Cel ukuran medium teratur dalam berkas atau
trabeculae dengan daerah daerah folliculer teratur.
Karena mikroskopik cel teratur dalam bentuk aciner (cel columner
rendah atau cuboid) sewaktu waktu digambarkan sebagai juga
Carcinoma alveolar.
- Biasa komplikasi dari struma multinoduler.
3. Carcinoma Anaplastik.
- Biasanya penderita sudah tua
- Timbul dari kelenjar normal
- Penyebaran baik daengan lymphgen ataupun hematogen relative
pada stad. awa.
- Histologi - ada 2 type - type small cell dan giant cell. Kedua type
menunjukkan gambaran pleomorphi tetapi type giant cell lebih
ganas.
4. Carcinoma Meduller.
Ini berasal dari cel parafolliculer C (derivat dari corpus ultim
obranchial). dan beberapa ragu ragu bahwa ini berasal dari jar. thyroid.
Ada 2 type - familial dan sporadis.
Type familial sering melibatkan dua lobs dan dapat berasal
keluhan nyeri. Keluhan lain pada keganasan tiroid yang mungkin timbul
adalah suara serak.
B. Pemeriksaan fisik.
Perlu dibedakan antara nodul tiroid jinak dan ganas. Yang jinak, dari riwayat
keluarga: nodul jinak, strumadifus, multinoduler. Pertumbuhannya relatif
besarnya tetap. Konsistensinya lunak, rata dan tidak terfiksir. Gejala
penekanan dan penyebarannya tidak ada.
Sedangkan yang ganas, dari riwayat keluarga: karsinoma medulare, nodul
soliter, Usia kurang dari 20 tahun atau di atas 60 tahun. Pria berisiko dua kali
daripada wanita dan riwayat terekspos radiasi leher. Pertumbuhannya cepat
membesar. Konsistensi, padat, keras, tidak rata dan terfiksir. Gejala
penekanan, ada gangguan menelan dan suara serak. Penyebarannya terjadi
pembesaran kelenjar limfe leher.
C. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat
berupa pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan
memeriksa kadar TSHs dan hormon tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi, sidik
tiroid, CT scan atau MRI, serta biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi
Tiroksin untuk diagnostik.
Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh hasil
pemeriksaan fungsi tiroid baik hipertiroid maupun hipotiroid tidak
menyingkirkan kemungkinan keganasan. Pemeriksaan TSH yang meningkat
berguna untuk tiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase
dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik
Hashimoto yang sering timbul nodul uni/bilateral. Sehingga masih mungkin
terdapat keganasan.
Pemeriksaan calcitonin merupakan pertanda untuk kanker tiroid jenis
medulare, sedangkan pemeriksaan kadar tiroglobulin cukup sensitif untuk
keganasan tiroid tetapi tidak spesifik. Karena bisa ditemukan pada keadaan
lain seperti tiroiditis dan adenoma tiroid.
1.Pemeriksaan Ultrasonografi.
Pemeriksaan dengan menggunakan USG merupakan pemeriksaan noninvasif
dan ideal. Khususnya dengan menggunakan ''high frequency real-time''
(generasi baru USG). Dengan alat ini akan diperoleh gambaran anatomik
secara detail dari nodul tiroid, baik volume (isi), perdarahan intra-noduler,
serta membedakan nodul solid/kistik/campuran solid-kistik. Gambaran yang
mengarah keganasan seperti massa solid yang hiperkoik, irregularitas,
sementara gambaran neovaskularisasi dapat dijumpai pada pemeriksaan
dengan USG.
Dari satu penelitian USG nodul tiroid didapatkan 69% solid, 12% campuran
dan 19% kista. Dari kista tersebut hanya 7% yang ganas, sedangkan dari
nodul yang solid atau campuran berkisar 20%.
2.Pemeriksaan dengan foto Rontgen
Pemeriksaan dengan foto rontgen berguna untuk melihat dorongan dan
tekanan pada trakhea serta klasifikasi didalam jaringan thiroid dan foto
thorax dibuat untuk melihat kemungkinan penyebaran ke mediastinum
Pathogenesis
Most thyroid nodules are adenomatous. Most are multiple and that is usually
shown on ultrasound, scintigraphy and at surgery. The nodules are usually
non-functioning (cold at scintigraphy), although a few may be hyperfunctioning toxic adenomas (hot on scintigrams). They may also be a hyperfunctioning adenoma in a multinodular goitre. When solid, the nodules are
poorly encapsulated, not well defined and merge into the surrounding tissue.
Cystic adenomatous nodules are haemorrhagic, with irregular internal walls
and particulate fluid content. Intratumoral calcification is occasionally seen.
Follicular adenomas are the most common and arise from follicular
epithelium. They are usually single, well-encapsulated lesions. On ultrasound,
adenomas may be hyperechoic or hypoechoic solid nodules with a regular
hypoechoic area surrounding ring called the halo sign. Rarely, a parathyroid
adenoma has an ectopic intrathyroid location. Whether solitary adenomas
transform into follicular carcinoma is uncertain. Follicular adenomas are
further classified according to their cellular architecture and relative amounts
of cellularity and colloid into fetal (microfollicular), colloid (macrofollicular),
embryonal (atypical) and Hrthle (oxyphil) cell types.
Epidemiology
About 40% of the general adult population have a single nodule or multiple
ones. They are more common in women. Most nodules are benign. In most
series, 8-65% of patients with clinically normal thyroid glands had one or
more grossly visible nodules, whereas the incidence of malignancy was 2-4%.
[2]
Presentation
Most patients with thyroid nodules are asymptomatic and most nodules
are found on clinical examination or self-palpation.
They may sometimes cause pain and (rarely) present with features of
compression of the trachea.
Signs
Ask the patient to drink some water and note the thyroid move as they
swallow.
Note enlargement or asymmetry.
Stand behind a seated patient and use the second and third fingers of
both hands to examine the gland as they swallow again.
Note lumps, asymmetry, size and tenderness.
Firmness to palpation.
Cervical lymphadenopathy.
Differential diagnosis
Thyroid cancer.
Lumps
Investigations
TFTs will show most patients to be euthyroid - refer those which are
abnormal for endocrine opinion.[1]
Ultrasound is useful to detect and characterise most thyroid nodules.
It can show cystic lesions 2 mm wide and solid lesions 3 mm wide.
Ultrasound examination is far more sensitive than clinical examination
and only 4-7% of nodules detected by ultrasound are clinically palpable.
[3]
CT scans and MRI scans are valuable to detect local and mediastinal
spread and regional lymph nodes.
Referral[1]
Management
Solitary thyroid nodules which are malignant, suspicious, or indeterminate on
FNA require removal (see the separate Thyroid Cancer article).
Most benign thyroid nodules do not require any specific intervention, unless
there are local compressive symptoms from significant enlargement, such as
dysphagia, choking, shortness of breath, hoarseness, or pain, in which case
thyroidectomy should be performed. Other indications for surgery in benign
nodules include the presence of a single toxic nodule, or a toxic multinodular
goitre. Aspiration is the treatment of choice for thyroid cysts but the
recurrence rate is high.[6]
Associated hyperthyroidism needs to be treated in the usual way.
Complications
Both surgery and alcohol injection can cause recurrent laryngeal nerve palsy,
which should occur in fewer than 5% of procedures. [1] The primary disease
can cause nerve damage in both benign and malignant conditions.
Prognosis
After exclusion of malignancy, prognosis for thyroid disease is excellent.
1.
2.
3.
4.
Mehanna HM, Jain A, Morton RP, et al; Investigating the thyroid nodule.
BMJ. 2009 Mar 13;338:b733. doi: 10.1136/bmj.b733.
5.
Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, et al; Revised American Thyroid
Association management guidelines for patients with thyroid nodules and
differentiated thyroid cancer. Thyroid. 2009 Nov;19(11):1167-214.
6.
TORTIKOLIS
1.1 Latar Belakang
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otototot leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis dapat terjadi sejak
lahir, congenital
Muscular
Torticollis (CMT),
atau
didapat
saat
dewasa, acquired torticollis. Congenital muscular torticollis (CMT) merupakan
kelainan musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah dislokasi
panggul dan clubfoot.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan
otot sternokleidomastoideus unilateral.4
Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma
lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya
pada persalinan dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu
dengan forceps. Sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau
trauma tulang servikal bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor
(tegangan/regangan), fraktur, dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan
spasme dari otot leher.2
Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring
ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali
tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada
bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata
dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka
dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang
melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus. 4,6
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya.
Pada usia anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif
menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan, waktu yang optimal untuk
operasi adalah antara 1-4 tahun. 4,7Mengingat pentingnya diagnosa sedini
mungkin pada pasien dengan tortikolis, maka penting bagi para calon dokter
umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini lebih jauh. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas mengenai tortikolis.
2.1 Definisi
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otototot leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis bisa juga diartikan
sebagai istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang
menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic )
ditandai dengan arah gerakan (horizontal , seolah-olah mengatakan " tidak" ,
atau vertikal , seolah-olah mengatakan " iya "). Tortikolis berasal dari bahasa
Latin , tortus , berarti memutar dan collum , berarti leher . 2
2.2 Anatomi Otot Leher
Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak
melekat pada tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu :
(1) Musculus Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan
clavicula (1/3 medial) serta insersio di processus mastoideus os temporalis.
Adapun aksinya yakni bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala,
memalingkan wajah ke sisi sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus
accessorius (N XI); (2) Musculus scalenus anterior dan scalenus medius, origo
di processus transverses vertebra cervicalis bagian atas dan insersio di costa
1. Aksinya adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh
ramus ventralis nervus cervicalis (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2). 3
Gambar 2.2 Otot leher ( Tampak anterior)3
Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu
suprahyoid dan infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus
Omohyoid (otot ini memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon
intermediet), origo untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular
notch (tendon intermediet dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya
pada tulang hyoid. Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid
dipersarafi oleh ansa cervicalis; (2) Musculus Sternohyoid , origonya berasal
dari sternum-manubrium klavikula dan insersionya di tulang hyoid. Aksinya
untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa cervicalis; (3)
Musculus Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan insersionya di
kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea, depresi
tulang hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa
cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio
di tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring.
Thyrohyoid dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar 2.3
dan Gambar 2.4).3
Etiologi kompensasi
Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau
symptom lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus
kongenital, dan tumor fossa posterior.
c.
Etiologi sentral
Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder
terhadap obat-obatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol,
carbamazepine, phenytoin, and terapi L-dopa. Pada wamita usia 30-60 tahun
idiopatik spasmodic tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak
etiologinya torsion dystonia, drug-induced dystonia, dan cerebral palsy.
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Congenital Torticollis