You are on page 1of 21

GOITER

The term goiter simply refers to the abnormal enlargement of the thyroid
gland. It is important to know that the presence of a goiter does not
necessarily mean that the thyroid gland is malfunctioning. A goiter can occur
in a gland that is producing too much hormone (hyperthyroidism), too little
hormone (hypothyroidism), or the correct amount of hormone (euthyroidism).
A goiter indicates there is a condition present which is causing the thyroid to
grow abnormally.
One of the most common causes of goiter formation worldwide is iodine
deficiency. While this was a very frequent cause of goiter in the United States
many years ago, it is no longer commonly observed. The primary activity of
the thyroid gland is to concentrate iodine from the blood to make thyroid
hormone. The gland cannot make enough thyroid hormone if it does not have
enough iodine. Therefore, with iodine deficiency the individual will become
hypothyroid. Consequently, the pituitary gland in the brain senses the thyroid
hormone level is too low and sends a signal to the thyroid. This signal is
called thyroid stimulating hormone (TSH). As the name implies, this hormone
stimulates the thyroid to produce thyroid hormone and to grow in size. This
abnormal growth in size produces what is termed a goiter. Thus, iodine
deficiency is one cause of goiter development. Wherever iodine deficiency is
common, goiter will be common. It remains a common cause of goiters in
other parts of the world.
Hashimotos thyroiditis is a more common cause of goiter formation in the
US. This is an autoimmune condition in which there is destruction of the
thyroid gland by ones own immune system. As the gland becomes more
damaged, it is less able to make adequate supplies of thyroid hormone. The
pituitary gland senses a low thyroid hormone level and secretes more TSH to
stimulate the thyroid. This stimulation causes the thyroid to grow, which may
produce a goiter.
Another common cause of goiter is Graves disease. In this case, ones
immune system produces a protein, called thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI). As with TSH, TSI stimulates the thyroid gland to
enlarge producing a goiter. However, TSI also stimulates the thyroid to make
too much thyroid hormone (causes hyperthyroidism). Since the pituitary
senses too much thyroid hormone, it stops secreting TSH. In spite of this the
thyroid gland continues to grow and make thyroid hormone. Therefore,
Graves disease produces a goiter and hyperthyroidism.
Multinodular goiters are another common cause of goiters. Individuals with
this disorder have one or more nodules within the gland which cause thyroid
enlargement. This is often detected as a nodular feeling gland on physical
exam. Patients can present with a single large nodule or with multiple smaller
nodules in the gland when first detected (see Thyroid Nodule brochure). Thus,
in early stages of a multinodular goiter with many small nodules, the overall
size of the thyroid may not be enlarged yet. Unlike the other goiters
discussed, the cause of this type of goiter is not well understood.
In addition to the common causes of goiter, there are many other less
common causes. Some of these are due to genetic defects, others are related
to injury or infections in the thyroid, and some are due to tumors (both
cancerous and benign tumors).

Karsinoma Tiroid, Grading dan Staging

Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang timbul dari sel folikel.
Kebanyakan keganasan dikelompokkan sebagai jenis karsinoma tiroid
terdifferensiasi, yang manifest sebagai bentuk papiler, follikuler, atau
campuran.
Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan
pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid
bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kelenjar thyroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulkus
pharyngeus pertama dan kedua pada garis tengah. Tempat pembentukan
kelenjar thyroid menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Jaringan
endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga
yang kemudian membentuk kedua lobi. Kelenjar thyroid janin secara
fungsional mulai mandiri pada minggu ke 12 masa kehidupan intrauterine.
Permukaan medial tiap lobus dibentuk di atas larynx dan trakea. Secara
superficial, kelenjar ini ditutupi oleh muskulus sternokleidomastoideus,
muskulus sternohyoideus, dan di bawah oleh batas anterior muskulus
sternokleidomastoideus. Di superior kelenjar ini dalam hubungan dengan
muskulus cricothyroideus.
Thyroidea (dari Yunani thyreos, pelindung) merupakan suatu kelanjar
endokrin sangat vascular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dexter
dan sinister yang berhubungan melintasi garis tengah oleh istmus. Tiap lobus
mencapai superior sejauh linea oblique sejauh cartilago thyroidea; istmus
terletak di atas cincin iga kedua dan ketiga. Ujung terbawah lobus biasanya di
atas cincin trakea keempat atau kelima. Kelenjar ini tertanam dalam lapisan
pretrachealis fascia cervicalis profunda. Biasanya beratnya sekitar 25 gram
pada dewasa, sedikit lebih berat pada wanita dan membesar secara fisiologis
pada pubertas serta selama menstruasi dan kehamilan.

Kelenjar thyroid terletak di leher, antara fascia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama antara trakhea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar thyroid melekat pada trakea dan
fascia pretrakhealis, dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga
perempat lingkaran.
Kelenjar thyroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat sumber,
yaitu a. karotis superior kanan dan kiri, cabang a. karotis eksterna kanan dan
kiri, dan kedua a. thyroidea inferior kanan dan kiri, cabang a. brakhialis.
Sistem venanya terdiri atas v. Thyroidea superior berjalan bersama arterinya;
v. Thyroidea media berada di lateral, berdekatan dengan a. thyroidea inferior,
dan v. thyroidea inferior.
Vena thyroidea mulai dibentuk pada permukaan kelenjar dan dapat mudah
dirusak pada eksplorasi. Vena thyroidea superior berjalan bersama arteria
thyroidea superior dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna.
Vena thyroidea media terpisah dan berdrainase langsung ke dalam vena
jugularis interna. Vena thyroidea inferior mendrainase darah dari kutub
bawah tiap lobus dan berjalan ke vena brachicephalica dextra.
Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker
menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
B. FISIOLOGI THIROID
Sintesis Hormon tiroid :
Disintesis dari iodine dan asam amino tirosin. Sebagian besar iodine masuk
melalui traktus digestivus sebagai iodid, tapi juga melalui paru dan kulit.
Iodine yg masuk tubuh 1/3 bagian masuk tiroid dan 2/3 bagian sisa-nya
meninggalkan tubuh melalui urine.
Metabolisme hormon tiroid :
Ensim mengoksidase iodid iodine orga-nik, diikat ke dalam monoiodotirosin
dan diio-dotirosin. Senyawa ini mengandung hormon tiroid aktive tiroksin (T4)
yang mempunyai 4 molekul iodine, dan triiodotironin (T3) yang punya 3
molekul iodine. Dlm serum T4>T3, tapi T3 fisiologik lebih bermakna.
C. ETIOLOGI
Penyebab kanker tiroid sampai saat ini masih belum jelas. Beberapa faktor
resiko yang telah diidentifikasi meliputi :
Radiasi eksternal pada leher atau kepala khususnya selama masa kanakkanak.
Predisposisi genetik (melibatkan faktor herediter), khususnya pada kanker
tiroid type medullar.
Jenis kelamin (laki-laki lebih sering terkena kanker tiroid dibandingkan
wanita).
D. KLASIFIKASI
Pada dasarnya neoplasma thyroid dapat bersifat benigna maupun maligna.
Benigna
Penampilan sebagai nodule soliter dari thyroid dengan sisa jaringan palpabel.
Secara Teoritis ada adenoma papiller tetapi kebanyakan adenoma follikuler.

Sangat sukar dibedakan dengan karsinoma. Oleh karena itu tindakan selalu
pembedahan karena berdasar morphologi sendiri.
Adenoma selalu tidak dapat dibedakan dengan karsinoma, diagnosis hanya
dikonformasikan histologi yang dapat menunjukkan invasi ke kapsula atau ke
pembuluh darah.
Karsinoma Thyroidea :
Karsinoma Thyroid sering hormone dependent misalnya pada TSH dimana
mengatur sekresi normal dari thyroid. Hormone dependens maximal pada Ca
Papiller dan praktis nol pada type anaplastik dan Follikuler bervariasi
responsinya.
Terdapat 5 jenis type karsinoma thyroid yang diketahui, yaitu :
1. Carcinoma Papiller.
Biasanya penderita terbanyak umur muda
Kira kira 1/3 penderita menunjukkan metastase intraglandule lymphatik
(yang sebelumnya dikira multicentrik).
Terutama metastasis ke lnn. Cervical dan relative kurang ganas
Cel cel lapisan banyak dan irregular, type collumner atau cuboid
Sering menonjol ke dalam permukaan.
Histologi - pertumbuhan hanya papiller sedikit dan kebanyakan gambaran
bercampur elemen papiller dan follikuler (type mixed). Secara histologis
harus dilaporkan adanya elemen follikuler dalam type mixed karena ini
penting / relevant lebih jauh iodine up take menunjukkan tiap I 123 up take,
sedang type mixed take up.Dengan semua tujuan type mixed lain dari
pertumbuhan papiller.
2. Carcinoma Folliculer.
Biasa penderita lebih tua dan tumor lebih ganas dari pada type
papiller sering komplikasi dari adenoma benigna soliter atau
struma multinoduler.
Metastasis terutama dengan hematogen melalui venulae setelah
cel tumor melalui capsule.
Histologi - Cel ukuran medium teratur dalam berkas atau
trabeculae dengan daerah daerah folliculer teratur.
Karena mikroskopik cel teratur dalam bentuk aciner (cel columner
rendah atau cuboid) sewaktu waktu digambarkan sebagai juga
Carcinoma alveolar.
- Biasa komplikasi dari struma multinoduler.
3. Carcinoma Anaplastik.
- Biasanya penderita sudah tua
- Timbul dari kelenjar normal
- Penyebaran baik daengan lymphgen ataupun hematogen relative
pada stad. awa.
- Histologi - ada 2 type - type small cell dan giant cell. Kedua type
menunjukkan gambaran pleomorphi tetapi type giant cell lebih
ganas.
4. Carcinoma Meduller.
Ini berasal dari cel parafolliculer C (derivat dari corpus ultim
obranchial). dan beberapa ragu ragu bahwa ini berasal dari jar. thyroid.
Ada 2 type - familial dan sporadis.
Type familial sering melibatkan dua lobs dan dapat berasal

multifocal sebagai cel parafoliculer pada jar interstitiale dari kelenjar


thyroid.
Metastasis dengan lymphonodi dalam %-tage tinggi penderita dan
prognosis jelek. Type Sporadis biasanya unilobar dan kurang
malignant.
Histologi - menunjukkan karakter undiferentiated terdiri berkas berkas
cel bulat dan dapat menyerupai tumor carcinoid (dalam tract.
digestivus).
Karakteristik adanya amyloid baik makro dan mikroskopik.
Tumor juga menyebabkan kelainan biokhemis karena kenaikan
sekresi dari :
- Calcitonine (hypocalcaemia, osteoporosis , pembesaran
parathyroid, dan sakit tulang).
- 5-hydroxytryptamine seperti pada carcinoid (dengan
manifestasi diarrhoea).
- ACTH (nampak Cushingoid).
Tindakan :
Type sporadis - total lobectomi ipsilateral lobus dan subtotal lobectomy dari kontralteral lobus.
Type familial - Total thyroidectomy dan ipsilateral radical neck
dissection dari lymphonodi.
Prognosis terletak antara carcinoma folliculer dan anaplastik.
5. Carcinoma Epidermoid
Ini adalah : - Cancer sekunder berasal dari luar
- Biasanya dari perluasan sekunder dari cancer oesophagus
atau pharynx.
Dalam Klinik ada diketemukan kadang :
- Adenoma maligna - perubahan menjadi ganas dalam adenoma
- Carcinoma yang terjadi tadinya struma noduler soliter.
- Carcinoma timbul de novo dalam kelenjar yang tadinya sehat :
- dapat terjadi diffuse
- dapat penampilannya sebagai nodule soliter.
- Macam occult (tersembunyi) bila yang primer tidak palpabel tetapi
pasien menampilkan metastasis terbiasa dalam lymphonodi dekatnya
(Thyroid aberrant lateral).
E.PENDEKATAN DIAGNOSIS
A. Anamnesis.
Anamnesis (keterangan riwayat penyakit) merupakan bagian penting dalam
menegakkan diagnosis. Pasien dengan nodul tiroid nontoksik baik jinak
maupun ganas, biasanya datang dengan keluhan kosmetik atau takut
timbulnya keganasan. Sebagian besar keganasan tiroid tidak menimbulkan
keluhan, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat membesar dalam
beberapa minggu saja. Pasien biasanya mengeluh adanya gejala penekanan
pada jalan napas (sesak) atau pada jalan makanan (sulit menelan). Pada
nodul dengan adanya perdarahan atau disertai infeksi, bisa menimbul

keluhan nyeri. Keluhan lain pada keganasan tiroid yang mungkin timbul
adalah suara serak.
B. Pemeriksaan fisik.
Perlu dibedakan antara nodul tiroid jinak dan ganas. Yang jinak, dari riwayat
keluarga: nodul jinak, strumadifus, multinoduler. Pertumbuhannya relatif
besarnya tetap. Konsistensinya lunak, rata dan tidak terfiksir. Gejala
penekanan dan penyebarannya tidak ada.
Sedangkan yang ganas, dari riwayat keluarga: karsinoma medulare, nodul
soliter, Usia kurang dari 20 tahun atau di atas 60 tahun. Pria berisiko dua kali
daripada wanita dan riwayat terekspos radiasi leher. Pertumbuhannya cepat
membesar. Konsistensi, padat, keras, tidak rata dan terfiksir. Gejala
penekanan, ada gangguan menelan dan suara serak. Penyebarannya terjadi
pembesaran kelenjar limfe leher.
C. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat
berupa pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan
memeriksa kadar TSHs dan hormon tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi, sidik
tiroid, CT scan atau MRI, serta biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi
Tiroksin untuk diagnostik.
Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh hasil
pemeriksaan fungsi tiroid baik hipertiroid maupun hipotiroid tidak
menyingkirkan kemungkinan keganasan. Pemeriksaan TSH yang meningkat
berguna untuk tiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase
dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik
Hashimoto yang sering timbul nodul uni/bilateral. Sehingga masih mungkin
terdapat keganasan.
Pemeriksaan calcitonin merupakan pertanda untuk kanker tiroid jenis
medulare, sedangkan pemeriksaan kadar tiroglobulin cukup sensitif untuk
keganasan tiroid tetapi tidak spesifik. Karena bisa ditemukan pada keadaan
lain seperti tiroiditis dan adenoma tiroid.
1.Pemeriksaan Ultrasonografi.
Pemeriksaan dengan menggunakan USG merupakan pemeriksaan noninvasif
dan ideal. Khususnya dengan menggunakan ''high frequency real-time''
(generasi baru USG). Dengan alat ini akan diperoleh gambaran anatomik
secara detail dari nodul tiroid, baik volume (isi), perdarahan intra-noduler,
serta membedakan nodul solid/kistik/campuran solid-kistik. Gambaran yang
mengarah keganasan seperti massa solid yang hiperkoik, irregularitas,
sementara gambaran neovaskularisasi dapat dijumpai pada pemeriksaan
dengan USG.
Dari satu penelitian USG nodul tiroid didapatkan 69% solid, 12% campuran
dan 19% kista. Dari kista tersebut hanya 7% yang ganas, sedangkan dari
nodul yang solid atau campuran berkisar 20%.
2.Pemeriksaan dengan foto Rontgen
Pemeriksaan dengan foto rontgen berguna untuk melihat dorongan dan
tekanan pada trakhea serta klasifikasi didalam jaringan thiroid dan foto
thorax dibuat untuk melihat kemungkinan penyebaran ke mediastinum

bagian atas atau paru


3.Pemeriksaan sidik tiroid.
Pemeriksaan tersebut dapat memberikan gambaran morfologi fugsional,
berarti hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Bahan
radioaktif yang digunakan I-131 dan Tc-99m.
Pada sidik tiroid 80-85% nodul tiroid memberikan hasil dingin (cold),
sedangkan 10-15% mempunyai risiko ganas. Nodul panas (hot) dijumpai
sekitar 5% dengan risiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat (warm)
10-15% dari seluruh nodul dengan risiko ganas kurang dari 10%.
4.Pemeriksaan CT scan dan MRI.
Pemeriksaan CT scan (Computed Tomographic scanning) dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) tidak direkomendasikan untuk evaluasi keganasan tiroid.
Karena disamping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga
sangat mahal. CT scan atau MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui
adanya perluasan struma substernal atau terdapat kompresi/penekanan pada
jalan nafas.
5. Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus.
Pemeriksaan ini dianggap sebagai metode yang efektif untuk membedakan
nodul jinak atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun pada yang
multinoduler. Dilaporkan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus ini
mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 92%. Angka negatif
palsu sekitar 1-6% dan positif palsu sekitar 1%. Ini bisa karena kesalahan
pengambilan sampel (nodul kurang 1 cm atau lebih 4 cm). Hasil biopsi
aspirasi jarum halus dapat digolongkan dalam 4 kategori, yakni jinak,
mencurigakan, ganas dan tidak adekuat.
6.Terapi supresi Tiroksin (untuk diagnostik).
Rasionalisasi dari tindakan ini adalah bahwa TSH merupakan stimulator kuat
untuk fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhannya. Tes ini akan meminimalisasi
hasil negatif palsu pada biopsi aspirasi jarum halus. Dengan cara ini
diharapkan dapat memilah nodul yang memberi respon dan tidak. Kelompok
terakhir ini lebih besar kemungkinan ganasnya. Tetapi dengan adanya
reseptor TSH di sel kanker tiroid, terapi tersebut akan memberikan
pengecilan nodul pada 13-15% kasus.
F.PENANGANAN KANKER TIROID.
Operasi.
Pada Kanker Tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi
(operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat
sebanyak mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain
60-85% pasien dengan kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 510% kekambuhan terjadi pada lobus kontralateral, sesudah operasi unilateral.
Terapi ablasi iodium radioaktif menjadi lebih efektif.
Terapi Ablasi Iodium Radioaktif.
Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total
dengan maksud mematikan sisa sel kanker post operasi dan meningkatkan
spesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan atau penyebaran kanker.
Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameter
kurang 1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran.
Terapi Supresi L-Tiroksin.

Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan.


Karena adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan
merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga
dipertimbangkan segi untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka
panjang (7-15 tahun) bisa menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan
bisa meningkatkan risiko patah tulang.
Evaluasi.
Keberhasilan terapi yang dilakukan memerlukan evaluasi secara berkala,
agar dapat segera diketahui adanya kekambuhan atau penyebaran. Monitor
standar untuk hal ini adalah sintigrafi seluruh tubuh dan pemeriksaan
tiroglobulin serum. Pemeriksaan USG dan pencitraan lain seperti CT scan,
rontgen dada dan MRI tidak secara rutin diindikasikan.
Sintigrafi seluruh tubuh dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama.
Bila tidak ditemukan abnormalitas, angka bebas kekambuhan dalam 10 tahun
sebesar 90%. Sensitifitas pemeriksaan tiroglobulin untuk mendeteksi
kekambuhan atau penyebaran sebesar 85-95%
Daftar Pustaka
1.SABISTON, David C, Buku ajar bedah EGC, 1995.
2.WIM DE JONG, Buku ajar Ilmu bedah EGC 1997, R. Sjamsuhidayat, Wim De
Jong.
3.American Association of Clinical Endocrinologists 2005 (AACE),
T h y r o i d C a r c i n o m a, www.powerofprevention.com.
4.American Cancer Association 2002. do we know about thiroid cancer ? [onLine].
Avaible :// www.cancer.org/docroot/cri/content/asp.
5.Committee on Hormonally Active Agents in the Environment, National
Research
Council. Hormonally active agents in the environment. Washington: National
Academy Press; 1999. www.ec.gc.ca/eds/fact/index.htm.
6.Haines A, McMichael AJ, Epstein PR. Environment and
health: 2. Global climate change and health. CMAJ
2000;163(6):729-34. www.epa.gov/endocrine
7.Mayo Clinic (2002a). Graves disease [on-line]. Available:
http://www.mayoclinic.com/
invoke.cfm?objectid=61F402CE-55BE-4D8A-8467053CAD40B475.
8.American Foundation of Thyroid Patients (1994). Thyroid
www.thyroidfoundation.org/thyroidsymp.htm.
9.American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery (2002). Your
thyroid gland [on-line]. Available:
http://www.entnet.org/healthinfo/thyroid/thyroid_gland.cfm.
10.Thyroid Summary Sheet, Endocrine Module, Spring 2004, Jack DeRuiter,
Marine D: Etiology and prevention of simple goiter. Medicine 3:453,1924.
http://www.aace.com/pub/tam2003/index.php

Pathogenesis

Most thyroid nodules are adenomatous. Most are multiple and that is usually
shown on ultrasound, scintigraphy and at surgery. The nodules are usually
non-functioning (cold at scintigraphy), although a few may be hyperfunctioning toxic adenomas (hot on scintigrams). They may also be a hyperfunctioning adenoma in a multinodular goitre. When solid, the nodules are
poorly encapsulated, not well defined and merge into the surrounding tissue.
Cystic adenomatous nodules are haemorrhagic, with irregular internal walls
and particulate fluid content. Intratumoral calcification is occasionally seen.
Follicular adenomas are the most common and arise from follicular
epithelium. They are usually single, well-encapsulated lesions. On ultrasound,
adenomas may be hyperechoic or hypoechoic solid nodules with a regular
hypoechoic area surrounding ring called the halo sign. Rarely, a parathyroid
adenoma has an ectopic intrathyroid location. Whether solitary adenomas
transform into follicular carcinoma is uncertain. Follicular adenomas are
further classified according to their cellular architecture and relative amounts
of cellularity and colloid into fetal (microfollicular), colloid (macrofollicular),
embryonal (atypical) and Hrthle (oxyphil) cell types.
Epidemiology
About 40% of the general adult population have a single nodule or multiple
ones. They are more common in women. Most nodules are benign. In most
series, 8-65% of patients with clinically normal thyroid glands had one or
more grossly visible nodules, whereas the incidence of malignancy was 2-4%.
[2]

Presentation

Most patients with thyroid nodules are asymptomatic and most nodules
are found on clinical examination or self-palpation.

A single dominant or solitary nodule is more likely to represent


carcinoma (malignancy incidence 2.7-30%) than a single nodule within a
multinodular gland (malignancy incidence 1.4 to 10%). [3]

Thyroid lumps are often asymptomatic and are noticed by family


members or seen in the mirror.

They may sometimes cause pain and (rarely) present with features of
compression of the trachea.

Ask about previous radiation.

Signs

Ask the patient to drink some water and note the thyroid move as they
swallow.
Note enlargement or asymmetry.

Stand behind a seated patient and use the second and third fingers of
both hands to examine the gland as they swallow again.
Note lumps, asymmetry, size and tenderness.

Check for regional lymphadenopathy.


Examination findings that increase the concern for malignancy include: [3]

Nodules larger than 4 cm in size.

Firmness to palpation.

Fixation of the nodule to adjacent tissues.

Cervical lymphadenopathy.

Vocal fold immobility.

Differential diagnosis

Non-toxic goitre - non-functioning nodules.

Toxic nodular goitre - functioning nodules.

Graves' disease - diffuse overactive thyroid gland.

Hashimoto's disease - autoimmune destruction of the gland.

Solitary thyroid nodule - 15-25% are cysts and can be aspirated.

Thyroid cancer.

Medullary cell carcinoma.

Thyroid lymphoma - usually non-Hodgkin's.

De Quervain's thyroiditis - neck pain, fever and lethargy soon after an


upper respiratory infection or a viral illness.

Acute suppurative thyroiditis - results from bacterial or fungal infection


causing abscess.

Thyroid Lumps (including Goitre)

Neck Lumps and Bumps

Lumps
Investigations

TFTs will show most patients to be euthyroid - refer those which are
abnormal for endocrine opinion.[1]
Ultrasound is useful to detect and characterise most thyroid nodules.
It can show cystic lesions 2 mm wide and solid lesions 3 mm wide.
Ultrasound examination is far more sensitive than clinical examination
and only 4-7% of nodules detected by ultrasound are clinically palpable.
[3]

Fine-needle aspiration (FNA) gives tissue for cytology. It is


performed under ultrasound guidance (for maximum accuracy). [4] It is
safe, inexpensive and provides direct information. The false negative rate
varies with the experience of the person performing the procedure.
However, the false negative rate for cancer can vary from 1-6% (owing to
wrong diagnosis or sampling errors) even when the operator is
experienced and the sample is sufficient for diagnosis. These errors occur
more commonly in nodules smaller than 1 cm or larger than 4 cm.

Radionuclide isotope scanning looks at iodine uptake by the thyroid


and has a limited role in the diagnosis of thyroid cancer. The British
Thyroid Association (BTA) does not support its routine use - it is 'usually
non-diagnostic
of
cancer'.[1] The
American
Thyroid
Association
recommends its use only in specific situations. [5]

CT scans and MRI scans are valuable to detect local and mediastinal
spread and regional lymph nodes.

Referral[1]

Patients with thyroid nodules who may be managed in primary care:

Patients with a history of a nodule or goitre which has not


changed for several years and who have no other worrying features
(ie adult patient, no history of neck irradiation, no family history of
thyroid cancer, no palpable cervical lymphadenopathy, no stridor or
voice change).

Patients with a non-palpable asymptomatic nodule <1 cm in


diameter discovered incidentally on neck ultrasound/CT/MRI
scanning without other worrying features.
Patients who should be referred non-urgently:

Patients with nodules who have abnormal TFTs. These patients


should be referred to an endocrinologist because thyroid cancer is
very rare in this group.

Patients with a history of sudden onset of pain in a thyroid lump


(likely to have bled into a benign thyroid cyst).

Symptoms needing urgent referral (two-week rule):

Unexplained hoarseness or voice changes associated with a


goitre.
Thyroid nodule in a child.

Cervical lymphadenopathy associated with a thyroid mass


(usually deep cervical or supraclavicular region).

A rapidly enlarging, painless thyroid mass over a period of


weeks (a rare presentation of thyroid cancer and usually associated
with anaplastic thyroid cancer or thyroid lymphoma).

Symptoms needing immediate (same day) referral:

Stridor associated with a thyroid mass.

Management
Solitary thyroid nodules which are malignant, suspicious, or indeterminate on
FNA require removal (see the separate Thyroid Cancer article).
Most benign thyroid nodules do not require any specific intervention, unless
there are local compressive symptoms from significant enlargement, such as
dysphagia, choking, shortness of breath, hoarseness, or pain, in which case
thyroidectomy should be performed. Other indications for surgery in benign
nodules include the presence of a single toxic nodule, or a toxic multinodular
goitre. Aspiration is the treatment of choice for thyroid cysts but the
recurrence rate is high.[6]
Associated hyperthyroidism needs to be treated in the usual way.
Complications
Both surgery and alcohol injection can cause recurrent laryngeal nerve palsy,
which should occur in fewer than 5% of procedures. [1] The primary disease
can cause nerve damage in both benign and malignant conditions.
Prognosis
After exclusion of malignancy, prognosis for thyroid disease is excellent.
1.

British Thyroid Association Guidelines for the Management of Thyroid


Cancer; British Thyroid Association (July 2014)

2.

Dean DS, Gharib H; Epidemiology of thyroid nodules. Best Pract Res


Clin Endocrinol Metab. 2008 Dec;22(6):901-11.

3.

Bomeli SR, LeBeau SO, Ferris RL; Evaluation of a thyroid nodule.


Otolaryngol Clin North Am. 2010 Apr;43(2):229-38, vii.

4.

Mehanna HM, Jain A, Morton RP, et al; Investigating the thyroid nodule.
BMJ. 2009 Mar 13;338:b733. doi: 10.1136/bmj.b733.

5.

Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, et al; Revised American Thyroid
Association management guidelines for patients with thyroid nodules and
differentiated thyroid cancer. Thyroid. 2009 Nov;19(11):1167-214.

6.

Popoveniuc G, Jonklaas J; Thyroid nodules. Med Clin North Am. 2012


Mar;96(2):329-49. doi: 10.1016/j.mcna.2012.02.002.

TORTIKOLIS
1.1 Latar Belakang
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otototot leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis dapat terjadi sejak
lahir, congenital
Muscular
Torticollis (CMT),
atau
didapat
saat
dewasa, acquired torticollis. Congenital muscular torticollis (CMT) merupakan
kelainan musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah dislokasi
panggul dan clubfoot.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan
otot sternokleidomastoideus unilateral.4
Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma
lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya
pada persalinan dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu
dengan forceps. Sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau
trauma tulang servikal bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor
(tegangan/regangan), fraktur, dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan
spasme dari otot leher.2
Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring
ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali
tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada
bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata
dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka
dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang
melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus. 4,6
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya.
Pada usia anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif
menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan, waktu yang optimal untuk
operasi adalah antara 1-4 tahun. 4,7Mengingat pentingnya diagnosa sedini
mungkin pada pasien dengan tortikolis, maka penting bagi para calon dokter
umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini lebih jauh. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas mengenai tortikolis.
2.1 Definisi

Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otototot leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis bisa juga diartikan
sebagai istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang
menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic )
ditandai dengan arah gerakan (horizontal , seolah-olah mengatakan " tidak" ,
atau vertikal , seolah-olah mengatakan " iya "). Tortikolis berasal dari bahasa
Latin , tortus , berarti memutar dan collum , berarti leher . 2
2.2 Anatomi Otot Leher
Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak
melekat pada tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu :
(1) Musculus Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan
clavicula (1/3 medial) serta insersio di processus mastoideus os temporalis.
Adapun aksinya yakni bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala,
memalingkan wajah ke sisi sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus
accessorius (N XI); (2) Musculus scalenus anterior dan scalenus medius, origo
di processus transverses vertebra cervicalis bagian atas dan insersio di costa
1. Aksinya adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh
ramus ventralis nervus cervicalis (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2). 3
Gambar 2.2 Otot leher ( Tampak anterior)3
Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu
suprahyoid dan infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus
Omohyoid (otot ini memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon
intermediet), origo untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular
notch (tendon intermediet dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya
pada tulang hyoid. Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid
dipersarafi oleh ansa cervicalis; (2) Musculus Sternohyoid , origonya berasal
dari sternum-manubrium klavikula dan insersionya di tulang hyoid. Aksinya
untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa cervicalis; (3)
Musculus Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan insersionya di
kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea, depresi
tulang hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa
cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio
di tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring.
Thyrohyoid dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar 2.3
dan Gambar 2.4).3

Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus


(memiliki dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid
notch (medial terhadap processus mastoideus) sedangkan origo anterior
belly dari bagian dalam mandibula. Insersionya pada tulang hyoid melalui
tendon intermediet. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan depresi
mandibula. Posterior belly dipersarafi oleh nervus facialis ( N VII) dan anterior
belly dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus Stylohyoid, origo
di tulang temporal-processus styloideus dan insersio di tulang hyoid. Aksinya
untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N VII); (3)
Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar
mulut selama menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus trigeminus (N V3); (4)
Musculus Geniohyoid, origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke
depan. Otot ini dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus ( N XII) (Gambar 2.3
dan Gambar 2.4).3
2.3 Etiologi2
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi,
dan etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah ini.
a.
Etiologi lokal
Pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal
bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan),
fraktur, dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.
Penyebab lainnya yakni infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut. Selain itu,
infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi jaringan lunak di leher bisa
menyebabkan tortikolis sekunder terhadap kontraktur otot atau adenitis.
Pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh
abses retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang mengikuti
trauma atau infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher termasuk faringitis,
tonsillitis, epiglottitis, sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses nasofaring,
dan pneumonia lobus atas.
b.

Etiologi kompensasi
Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau
symptom lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus
kongenital, dan tumor fossa posterior.

c.

Etiologi sentral
Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder
terhadap obat-obatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol,
carbamazepine, phenytoin, and terapi L-dopa. Pada wamita usia 30-60 tahun
idiopatik spasmodic tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak
etiologinya torsion dystonia, drug-induced dystonia, dan cerebral palsy.
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Congenital Torticollis

Tortikolis kongenital jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini


disebabkan oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama
persalinan. Trauma otot sternokleidomastoideus saat proses persalinan
menyebabkan fibrosis atau malposisi intrauterine yang menyebabkan
pemendekan dari otot sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom
yang diikuti dengan kontraktur otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir
dengan persalinan sungsang atau menggunakan forseps. Penyebab lain yang
mungkin yakni herediter dan oklusi arteri atau vena yang menyebabkan
fibrosis jaringan didalam otot sternokleidomastoideus. 2,4,5
2.4.2 Acquired Torticollis
Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan
tortikolis merupakan hasil dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau
nervus kranialis dari proses penyakit yang berbeda. 2
Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan
leher atau dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan
sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah
menghentikan obat pada tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan
seperti
dopamine
reseptor
blocker,
metoclopramide,
phenytoin,
carbamazepin.2
Atlantoaxial rotary subluxation (AARS) C1 pada C2 memiliki gejala
klinis yang sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak dan
setelah trauma minor, operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi saluran
nafas bagian atas. Hal ini diduga dipicu oleh edema retropharyngeal
menyebabkan kelemahan ligamen dan struktur di tingkat atlantoaxial,
memungkinkan deformitas rotasi. Berbeda dengan tortikolis otot kongenital,
kepala miring jauh dari otot sternokleidomastoideus yang terkena. Dikenal
sebagai posisi "cock robin", kepala rotasi ke sisi yang berlawanan dengan
dislokasi dan lateral fleksi ke arah yang berlawanan. Pasien juga dapat
mengeluh sakit oksipital unilateral.2
Idiopatik spasmodik tortikolis (IST) adalah bentuk tortikolis yang dan
progresif , diklasifikasikan sebagai dystonia fokus. Etiologi tidak jelas,
meskipun diduga ada lesi thalamus. Hal ini ditandai dengan etiologi
nontraumatic terdiri dari episodik tonik dan / atau kontraksi involunter klonik
otot leher. Gejala berlangsung lebih dari 6 bulan dan menghasilkan cacat
somatic dan psikologis.2
Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang ditandai
dengan episode berulang dari kepala miring dengan muntah, pucat,
irritabilitas, ataksia, atau mengantuk dan biasanya terjadi dalam beberapa
bulan pertama kehidupan dan akan sembuh dengan sendirinya. 2
Sebagai penyakit neurodegeneratif, tortikolis, atau cervical dystonia
idiopatik, diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis yang berasal
dari kerentanan selektif struktur ini untuk proses biokimia abnormal yang
mengarah
ke
disfungsi
neuronal.
Beberapa
indikasi
keterlibatan
sirkuit dopamine-secretingberasal dari temuan rendahnya tingkat metabolit
dopamin dalam cairan serebrospinal (CSF).2
2.5 Diagnosis

Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus


berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant
(Gambar 2.5) . Didapati riwayat kelahiran sukar atau sungsang serta trauma
pada proses persalinan seperti fraktur klavikula pada tortikolis kongenital.
Selain itu, perinatal asfiksia, jaundice, kejang, penggunaan obat-obatan,
gastroesofageal reflux disease (GERD), atau sindrom Sandifer juga turut
menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu
kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain
seperti anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang
dan pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati
bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar),
perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan
berbatas
tegas
yang
melibatkan
satu
atau
kedua
caput
sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari
jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan migrasi fibroblast disekitar serat
sternokleidomastoideus yang atrofi.4,6
Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana
kombinasi dan fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau
fleksibel, dan apakah bisa sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi
kelainan musculoskeletal lainnya seperti hip dysplasia harus diperiksa. Selain
itu, pemeriksaan optalmologi perlu dilakukan karena dapat mengetahui
ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular yang merupakan faktor penyebab
dari tortikolis.4
Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang
penting dan untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan sensitivitas
(95.83%) dan spesifisitas (83.33%) dan dapat membedakan staging dari
tortikolis kongenital. Pemeriksaan penunjang yang lebih modern dan canggih
ialah dengan menggunakan magnetic resonance imaging(MRI). Pada
beberapa studi dilaporkan bahwa hasil temuan dari MRI memiliki korelasi
dengan hasil histopatologi.4
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi Fisik
Peregangan secara pasif dan manual pada otot sternokleidomastoideus
sebelum usia 12 bulan adalah terapi fisik yang paling efektif. Hal ini dapat
dilakukan oleh orang tua dengan cara satu tangan berada pada kepala anak
dan bahu ipsilateral, kemudian fleksi lateral dari kepala anak dilakukan
berbarengan dengan rotasi ke arah yang berlawanan. Cara ini dilakukan
setidaknya dua kali dalam satu hari, dilakukan 10-15 peregangan, dengan
waktu dilatasi mencapai 30 detik. Dengan latihan yang dilakukan secara
benar dan teratur setiap hari, didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih
dari 90%, dan rekurensi 2%. 4
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino dan
thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik yang
lain yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang kaku
dapat mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral. Pada anak
yang lebih besar dapat digunakan penyangga (torticollis brace) yang bersifat
membantu terapi.4
2.6.2 Toksin Botulinum

Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum


untuk segala jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak
dan remaja. Toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan
otot yang kaku secara manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil
diatasi dengan toksin botulinum ini. Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang
adekuat untuk keamanan dan efisiensi dari pengobatan modern ini. 4
2.6.3 Operasi
Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 1218 bulan yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif
atau dijumpai wajah yang asimetris dan plagiocephaly (Gambar 2.6). Operasi
untuk memanjangkan otot sternokleidomastoideus yang kontraktur dijumpai
pada 3% kasus. Operasi sangat direkomendasikan jika didapati keterbatasan
gerakan sampai 30 derajat serta pada kasus deformitas tulang wajah yang
kompleks.4
Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara
1-4 tahun. Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun
respon terhadap terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada
dewasa dengan tortikolis kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi
unipolar pada ujung distal dari otot sternikleidomastoideus. Hasilnya didapati
jarak dari gerakan leher dan kemiringan kepala meningkat dan secara
kosmetik tampilannya membaik (Gambar 2.7).7
Gambar 2.7 Gambaran preoperatif dan postoperatif
pada pasien tortikolis dewasa7
2.7 Prognosis
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya.
Hasil yang positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan
peregangan setiap hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diaras
2%. Faktor prognostik yang negatif didapati pada kasus yang terdapat massa
pada sternokleidomastoideus, rotasi awal dari posisi netral lebih dari 15
derajat, serta pengobatannya baru dimulai setelah usia satu tahun. 4,6
Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka
relapsnya mencapai 1.2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi
88.1% sangat baik, 8.3% baik, dan 3.6% cukup baik sampai kurang baik.
Hasil operasi ini dipengaruhi oleh usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang
optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun, meskipun hasil yang baik
juga didapati pada usia pasien di atas 10 tahun saat operasi. 7
3.1 Kesimpulan
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otototot leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis dapat terjadi sejak
lahir, congenital
muscular
torticollis (CMT),
atau
didapat
saat
dewasa, acquired torticollis.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan
pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral. 4

Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi,


dan etiologi sentral. Patofisiologinya dapat terjadi secara bawaan atau
didapat, tergantung dari penyakit yang mendasarinya. 2 Manifestasi klinisnya
berupa kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab
lain seperti anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak
seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga
mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya
sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan
berbatas
tegas
yang
melibatkan
satu
atau
kedua
caput
sternocledomastoideus. Selain dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi
USG dan MRI dapat digunakan sebagai penunjang. 4,6
Pengobatan tortikolis yang utama adalah terapi konservatif, pada
tortikolis kongenital. Terapi fisik berupa peregangan otot yang dilakukan
setiap hari memiliki dampak yang bagus. Sedangkan, untuk kasus yang gagal
dengan terapi konservatif dapat dilakukan tindakan operasi, tenotomi. Hasil
operasi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, akan tetapi hal ini sangat
dipengaruhi oleh usia pasien.4,7
What is Bezold's Abscess?
Bezold's abscess is a complication of acute mastoiditis when the disease
passes inferiorly through the medial aspect of the mastoid tip into the sheath
of the sternomastoid muscle.
What is the aetiology of Bezold's abscess?
Aetiology of Bezold's abscess:
Acute mastoiditis which usually follows an attack of acute suppurative otitis
media when:
1) Lowered resistance of patient due to measles, exanthematous fever, poor
nutrition and immune-compromising systemic disease
2) High virulence of organism. The most common organism infecting children
is pneumococci
What is the pathology of Bezold's abscess?
If an attack of acute suppurative is untreated or fails to respond, the
inflammatory process persists and there is accumulation of pus in the
mastoid air cells. The eustachian tube or a perforation in the tympanic
membrane is not sufficient to drain the pus produced. This results in necrosis
of the bony walls of the cells inferiorly producing Bezold's abscess.
What are the symptoms of Bezold's abscess?
1) Fever and malaise: Fever is persistent, in spite of adequate antibiotics. It
can be as high as 40oC
2) Pain: It is present in the upper part of the neck and the sternomastoid.
Neck movements are restricted
3) Ear discharge: The discharge is purulent, profuse and foul smelling
4) Mastoid tenderness is elicited by pressure over the Macewan's triangle
What are the signs on examination?
Following are the signs seen on examination of Bezold's abscess:

1) Sagging of the postero-superior canal wall


2) Perforation of the tympanic membrane
3) Mastoid tenderness elicited by pressure over the Macewan's triangle
4) Conductive type of hearing loss
5) There is usually no fluctuation felt
6) Generalized tender swelling below the pinna
7) This swelling often conceals the contours of the mastoid process.
What investigations are required for the diagnosis of Bezold's abscess?
1) Routine blood counts: Cells show polymorphonuclear leucocytosis with
raised
ESR
2) X-ray mastoid Schuller's view: It may show lysis and destruction of the
mastoid
air
cells.
3) HRCT temporal bone: This indicates the extent of the disease, status of the
middle ear, ossicles, and the facial nerve. It also gives an idea of any
impending complications.
What is the treatment for Bezold's abscess?
Surgical treatment is necessary when the abscess is well formed.
Surgical line:
1) Drainage of the abscess formed
2) Mastoidectomy is required to eradicate the disease in chronic mastoiditis.

You might also like