You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan
jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh (Guyton,
2002). Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di
Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat
(Baziad, 2003).
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%)
dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering
melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan
dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan
60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu
kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan
nullipara (Schorge et al., 2008).
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang efektif
belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu
sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun morbiditas yang ditimbulkan
oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan
perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan kesuburan rendah. (Bailliere,
2006). Beberapa teori menunjukkan bahwa mioma bertanggung jawab terhadap rendahnya
kesuburan. Adanya hubungan antara mioma dan rendahnya kesuburan ini telah dilaporkan
oleh dua survei observasional (Marshall et al., 1998). Dilaporkan sebesar 27 40 % wanita
dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan operasi yaitu
histerektomi ( pengangkatan rahim ) atau pada wanita yan ingin mempertahankan
kesuburannya, miomektomi ( pengangkatan mioma ) dapat menjadi pilihan (Djuwantono,
2004).

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
Nama
Usia
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
RM
MRS
Tanggal Pemeriksaan

II.

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. M
29 tahun ( 50 tahun dari Anamnesa)
IRT
Islam
Sasak
Sembalun Lawang
346936
29 Juli 2016
06 Agustus 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Adanya benjolan pada perut bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan pasien kiriman dari Puskesmas dengan diagnosa Perdarahan Uterus
Abnormal et causa mioma uteri dengan anemia. Pasien mengeluhkan terasa ada benjolan
diperut bagian bawah sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan tanpa disadari pasien terus
membesar sejak 2 tahun yang lalu, namun tanpa disertai rasa nyeri sehingga pasien tidak
merasa terganggu.
Pasien juga mengeluhkan keluar darah pervaginam yang banyak saat menstruasi sejak 1,5
bulan terakhir, nyeri selama menstruasi disangkal. Darah yang keluar bergumpal dan haid
yang dialami lama, 15 selama hari, pasien mengaku selama haid dalam sehari pasien
mengganti pembalut hingga 5x/hari. Pasien juga mengaku haidnya tidak teratur. Gangguan
keputihan sering dialami pasien sejak satu tahun yang lalu, keputihan bewarna putih, gatal
dan berbau amis. Selain itu pasien mengaku sering merasa lemas, timbul gatal gatal pada
seluruh badan, berat badan dan nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu. orangorang
disekitar pasien sering mengatakan pasien terlihat pucat. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga menyangkal
adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat
penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Alergi :

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.


Riwayat Kontrasepsi : Pasien menggunakan KB Implan 10 tahun yang lalu
Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama 31 tahun
Riwayat Obstetri :
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia

13 tahun. Pasien

memiliki siklus haid yang tidak teratur. Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Aterm; lahir dirumah; spontan; laki lakii; 30 tahun, dibantu dukun; BBL = tidak
diketahui
2. Aterm; lahir dirumah; spontan; perempuan; 27 tahun, dibantu dukun; BBL = tidak
diketahui
3. Aterm; lahir dirumah; spontan; laki laki; 25 tahun, dibantu dukun; BBL = tidak
diketahui
III.

STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah
: 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi
: 88 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu
: 36,8oC
Status Gizi
BB : 45 kg TB : 155 cm BMI : 18, 73
Pemeriksaan Fisik Umum
-

Mata
:
Jantung
:
Paru
:
Ekstremitas: edema

anemis (-/-), ikterus (-/-)


S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- akral teraba hangat + +
- -

IV.

+ +

STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :

Inspeksi abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda


peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi
teraba massa ukuran + 25x13cm, berbatas tegas, padat kenyal, terfiksasi,
permukaan rata, nyeri tekan (-). TFU : 16 cm
Pemeriksaan Inspekulo :
Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), fluksus (-), livide (-), OUE (-), fluor albus
(+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-).

Pemeriksaan Dalam (VT) :

Dinding vagina normal, massa (-)


Porsio licin, (-), nyeri goyang porsio (-)
Corpus uteri antefleksi ukuran lebih besar dari normal
Adneksa Parametrium dan Cavum Douglass dextra et sinistra dalam batas normal
Teraba benjolan pada arah jam 1 di uterus, dengan konsistensi padat kenyal, tidak
dapat degerakkan, nyeri tekan (-)

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi (USG) Abdomen :

Kesan Mioma uteri (Sub Mukosum)

Pemeriksaan Laboratorium (29/07/16):

Hb
RBC
WBC
PLT
HCT

:
:
:
:
:

4,0 g/dL
3,01 10^6/l
3,88 K/l
448 K/l
16,3 %

Pemeriksaan Laboratorium (05/08/16):

VI.
VII.

VIII.

IX.

Hb
: 9,8 g/dL
RBC : 4,55 M/l
WBC : 5,5 K/l
PLT : 440 K/l
HCT : 32,9 %
Albumin: 3,1 g/dL (Low)
SGOT : 57 U/L (High)
SGPT : 13,6 U/L

DIAGNOSIS PRE OPERATIF


Mioma Uteri dan anemia gravis
DIAGNOSIS BANDING
Adenomiosis
Leiomyosarcoma
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
RENCANA TINDAKAN
Rawat Inap
Infus RL 20 tpm
Observasi keadaan umum pasien dan vital sign
Pro tranfusi hingga HB 10 mgDl
5

X.

Konsultasi ke SPV, advice : persiapkan laparatomi (TAH)


KIE pasien dan keluarganya

LAPORAN OPERASI (10/8/2016)


KIE, Inform Concent, terpasang infus dan kateter, antibiotik profilaksis cefotaxime 2 gr
Pasien tidur terlentang dalam pengaruh anestesi
Disinfesksi lapangan operasi dengan povidone iodinen 10 %
Meist kulit 10 cm secara midline, diperdalam demi lapis
Pada eksplorasi didapatkan : uterus membesar, Tuba D/S dalam batas normal, ovarium

dekstra massa kistik 4 cm, ovarium sinistra dalam batas normal


Dilakukan TAH BSO
Luka operasi ditutup
Operasi selesai

Follow up patient

SUBJECTIVE

OBJECTIVE

ASSESSM

PLANNING

ENT

29/

Pusing (+), Lemas (+), Nafsu


makan , nyeri ulu hati (-),

07/

mual (-) nyeri perut (-)

16

06.
00

30/

Pusing (+), Lemas (+), Nafsu


makan , nyeri ulu hati (-),

07/

mual (-) nyeri perut (-)

16

06.

31/

Lemas (+), Nafsu makan ,

07/

nyeri ulu hati (-), mual (-) nyeri

16

perut (-)

06.
00

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 82

x/menit
RR : 20 x/men

36,0 0C
Konjungtiva Anemis (+)
Fluksus (+) sedikit

Keadaan umum : baik


Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 86

x/menit
RR : 18 x/menit

Mioma
Uteri

dengan

Anemia

37,0 C
Konjungtiva Anemis (+)
Fluksus (+) sedikit
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 110/80 mmHg HR : 84
x/ menit
RR : 18 x/menit

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
As. Tranexamat 3 x 500 mg
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

gravis

00

T : 36,5 0C

Mioma
Uteri

dengan
Anemia

gravis

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
As. Tranexamat 3 x 500 mg
Pro transfusi PRC HB 10

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
As. Tranexamat 3 x 500 mg
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

Mioma
Uteri
dengan
Anemia
gravis

Pro TAH BSO

01/

Lemas (+),

Nafsu makan ,

07/

nyeri ulu hati (-), mual (-) nyeri

16

perut (-)

06.

Konjungtiva Anemis (+)


Fluksus (+) sedikit
Post tranfusi 1 kolf
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 110/80 mmHg HR : 84
x/ menit

00

02/
Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu hati (-),
07/
16 mual (-) nyeri perut (-)
06.

RR : 18 x/menit
Konjungtiva Anemis (+)
Fluksus (+) sedikit
Post tranfusi 1 kolf
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 120/80 mmHg HR : 89
x/ menit

00

03/
07/
16

06.
00

Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu

T : 36,5 0C

mentis
TD : 120/80 mmHg HR : 90
x/ menit

T : 36,7 0C

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
As. Tranexamat 3 x 500 mg
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

Mioma
Uteri

dengan

Anemia

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
As. Tranexamat 3 x 500 mg
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

Mioma
Uteri
dengan
Anemia
gravis

T : 36,5 0C

RR : 20 x/menit
Konjungtiva Anemis (+)
Fluksus (+) sedikit
Post tranfusi 2 kolf
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

hati (-), mual (-) nyeri perut (-)

gravis

Mioma
Uteri

dengan

Anemia

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
As. Tranexamat 3 x 500 mg
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

04/
07/

mentis
TD : 110/80 mmHg HR : 91

hati (-), mual (-) nyeri perut (-)

16

Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu

RR : 20 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (+) sedikit
Post tranfusi 3 kolf
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

06.

x/ menit

00

05/
07/

Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu

16

hati (-), mual (-) nyeri perut

06.

(-),lemas (-)

RR : 18 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)
Post tranfusi 3 kolf
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 120/80 mmHg HR : 80

00

06/
07/
16

Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu

Mioma
Uteri

dengan

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

Anemia
gravis

Mioma
Uteri

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Pro transfusi PRC HB 10
Pro TAH BSO

Mioma
Uteri

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Pro TAH BSO

T : 36,8 0C

RR : 20 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)
Post tranfusi 4 kolf Hb : 9,8

gr/dL
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 120/80 mmHg HR : 83

hati (-), mual (-) nyeri perut (-)

T : 36,5 0C

x/ menit

gravis

06.

x/ menit

RR : 19 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)
Post tranfusi 4 kolf Hb : 9,8

gr/dL
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 120/80 mmHg HR : 85

00

07/
07/

hati (-), mual (-) nyeri perut (-)

16

Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu

06.

x/ menit

00

08/
07/
16

06 .

Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu

T : 36,8 0C

RR : 19 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)
Post tranfusi 4 kolf Hb : 9,8

gr/dL
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos

mentis
TD : 120/80 mmHg HR : 90
x/ menit

00

T : 36,8 0C

RR : 20 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)
Post tranfusi 4 kolf Hb : 9,8
gr/dL

Mioma
Uteri

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Pro TAH BSO

Mioma
Uteri

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Pro TAH BSO

T : 36,5 0C

hati (-), mual (-) nyeri perut (-)

09/
Keluhan (-)
Nafsu makan baik, nyeri ulu hati (-),
08/
16 mual (-) nyeri perut (-)
06.

Keadaan umum : baik


Kesadaran
: compos

mentis
TD : 120/70 mmHg HR : 87
x/ menit

00

10/

Telah dilakukan TAH BSO

08/

Keadaan umum : baik


TD : 130/90 mmHg HR : 84

11/

Keluhan (-)

x/ menit

16
06.
00

T : 36,7 0C

RR : 19 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)

08/

RR : 19 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)
Keadaan umum : cukup
TD : 130/90 mmHg HR : 84

12.

Post TAH
BSO a/i

Myoma

Uteri

Terapi Post Operasi


Puasa
Injeksi Alin F 3x1
Injeksi Ketorolac
Injeksi NTC 3x1
Cek DL post operasi

Post TAH
BSO a/i

Myoma

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Clindamicyn 3 x 1
Asam mefenamat 3x1

Myoma

T : 36,8 C

x/ menit

Uteri

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Pro TAH BSO (10/08/16)
Pre Operasi
Injeksi Cefotaxime
Pasang DC

BSO a/i

16
00

Post TAH

T : 36,7 0C

RR : 19 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)

Uteri Hari
ke-1

12/

Keluhan (-)

08/

x/ menit

16

06.
00

13/
08/

Keadaan umum : baik


TD : 140/80 mmHg HR : 88

Keluhan (-)
BPL

RR : 20 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)

Keadaan umum : baik


TD : 130/80 mmHg HR : 84
T : 36,5 0C

x/ menit

06.

RR : 19 x/menit
Konjungtiva Anemis (-)
Fluksus (-)

Post TAH
BSO a/i

Myoma

T : 36,7 0C

16
00

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Inj. Clindamicyn 3 x 1
Asam mefenamat 3x1

Uteri Hari
ke-2

Post TAH
BSO a/i

Myoma
Uteri Hari
ke-3

Observasi Tanda-tanda vital


Infus NaCl 20 tpm
Clindamicyn 3 x 300 mg
Asam mefenamat 3x1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos
jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya
dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan (Sozen, 2000).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada
semua penderita ginekologik yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang
lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun
(Joedosapoetra, 2005).

B. Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor
yang tidak diketahui dengan pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan pada 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini
paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada
wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih
sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak
pernah hamil atau hanya 1 kali hamill. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang
pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nulipara. (Bradley et al, 2001)

C. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : (Hart, 2000).
13

1.

Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering

2.

memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.


Paritas : lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini

3.

saling mempengaruhi.
Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini

tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.


4.
Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. (Bradley et al, 2001)

D. Patofisiologi
Penyebab mioma uteri menurut teori onkogenik dibagi menjadi 2 faktor, yaitu
inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih

14

belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian yang menggunakan glucose-6-phosphatase


dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler. Transformasi
neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium
normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi
somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. (sutoto, 2005)
Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari
reseptor estrogen dengan konsistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium
sekitarnya, namun konsentrasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda, namun
mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor.
Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks
ekstraseluler. (sutoto, 2005)
Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi
penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor pertumbuhan
miomatosa. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil
atau menghilang setelah menopause. (goodwin et al, 2007)

E. Klasifikasi Mioma Uteri

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah
dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain: jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%). (Baziad et all, 2003)

1. Mioma Submukosa

Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam

rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin
belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal
ini dapat menyebabkan dismenorrhea.

15

Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting

dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.

Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa

pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis mioma submukosa yang


mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, nekrosis, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma Intramural

Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat.
Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan
dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih

kecil dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak
memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa
tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).

Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus.

Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging
ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor
mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi
menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik
tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru
gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis

16

iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami
atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan
sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya
pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atrofi
postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
3. Mioma Subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada

permukaan uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,

dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium
di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan
terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma
jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
4. Mioma Intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke

ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.

17

Gambar 1. Jenis-Jenis Mioma Uteri

F. Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala klinis hanya ditemukan pada 35-50%
penderita mioma. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat
bervariasi, seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga infertilitas. Berbagai keluhan
penderita dapat berupa : (Schwartz, 2001)
1. Perdarahan Abnormal Uterus

pada

Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi
30%

penderita.

Gangguan

perdarahan

yang

terjadi

umumnya

berupa

18

hipermenorrhea, menorrhagia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Bila perdarahan terjadi
secara kronis, maka dapat terjadi anemia defisiensi besi.
Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan

pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena), atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali
menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dari infeksi.
Dismenorrhea dapat disebabkan oleh efek penekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal
miometrium.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain :
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.

2. Rasa Nyeri

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian

terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat
oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma, atau kontraksi uterus sebagai upaya
untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala akut abdomen dapat
terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang
mengiritasi selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang besar dapat
menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat
terjadi pada penderita mioma akibat penekanan pada persyarafan yang berjalan di atas
permukaan tulang pelvis. (Schwartz, 2001)
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.

19

Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang


menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorrhea.
3. Gejala dan Tanda Penekanan
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan perlekatannya dengan
omentum dapat menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan
terjadi penekanan ureter, kandung kemih, dan rektum. (Thomas EJ, 1992)
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di
panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4. Disfungsi Reproduksi

Abortus spontan dapat terjadi akibat efek penekanan langsung mioma terhadap

kavum uteri. Hubungan antara mioma uteri dengan infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma
yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi
gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri juga dapat
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk
motilitas sperma di dalam uterus.

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus


oleh karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma
dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi
pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor.

G. Diagnosis
1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,

faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa
menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat

20

pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan
kontak (Hart, 2000).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan
bebas, dan tidak nyeri. Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin
uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL)
terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium lainnya disesuaikan
dengan keluhan pasien. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan habisnya cadangan zat besi. Kadangkadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan
polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat
penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peningkatan tekanan balik ureter
dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi

USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan

adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus


yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran
uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan
akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
b. Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa,

jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Dapat
digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada
pasien infertil.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi

mioma tetapi jarang diperlukan dan biaya pemeriksaan lebih mahal. Pada MRI,
mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari

21

miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi
dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan. (Baziad, 2003)

H. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya
mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang
diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas
penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi.

1. Terapi Medisinalis (Hormonal)

Saat ini pemakaian Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) agonist


memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma
uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari penelitian didapatkan data bahwa
pemberian GnRH agonist selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri, didapatkan
adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH
agonist baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya, tidak terjadi pengurangan
volume mioma secara bermakna.

Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan


mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan.
Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak dapat mengurangi
ukuran mioma.

2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan
gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Menurut American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri
adalah :

22

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif


Dugaan adanya keganasan
Pertumbuhan mioma pada masa menopause
Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan

Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa
tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskopi, maupun
dengan laparoskopi.
Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum
pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi
ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi
kehamilan adalah 30-50%.
Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus.
Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan perabdominal
(laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi
pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus
sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masingmasing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan
untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak,
trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan
STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks
dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa
terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH

23

sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi
yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan
pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina,
dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada
perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya
merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat
minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Selain
itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa
penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat
dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis per
laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi
mioma sehingga mengurangi gejala yang terjadi.
.

Mioma

Besar < 14 mgg

Tanpa keluhan

Konservatif

Besar > 14 mgg

Dengan keluhan

Operatif

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri

I. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut, antara lain :
Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah persalinan, mioma uteri menjadi kecil.

24

Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Terjadi pada mioma yang telah matang
atau tua dimana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan
pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau melebur
menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin.
Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agaragar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut
dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum, atau
retroperitoneum.
Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita berusia
lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam
kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada
foto rontgen. Umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit
sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam
tumor.
Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan dan
nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah
berwarna merah yang disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi
merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit
demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan
klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
Degenerasi lemak (miksomatosa) : jarang terjadi dan umumnya asimtomatik,
merupakan kelanjutan degenerasi hialin dan kistik.
Septik : defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian
tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding
perut, dan demam akut. (Joedosapoetra, 2005).

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :


a) Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan

25

keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
b) Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika
torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
c) Nekrosis dan Infeksi
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.

J. Prognosis

Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi

yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus endometrium,
maka diharusken SC (Sectio caesaria) pada persalinan berikutnya. Myoma yang kambuh
kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan
tindakan lebih lanjut.
K. Diagnosis Banding

Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan


adenomyosis (Achadiat, 2004)

26

27

BAB IV
PEMBAHASAN

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari sel otot

polos uterus yang imatur dan jaringan ikat yang menumpangnya. Pada laporan
kasus berikut diagnosis mioma uteri ditegakan berdasarkan faktor resiko,
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (intramural, submukosa,
subserosa), besarnya tumor, serta perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejalagejala pada pasien tersebut, antara lain gangguan haid berupa menorrhagia
(perdarahan haid yang lebih banyak dari normal). Gejala yang lain berupa rasa
penuh dan berat pada perut bagian bawah.

Dari hasil anamnesis didapatkan Usia pasien 4050 tahunan, belum

menopause. 4050 tahunan dan belum menopause merupakan salah satu faktor
resiko timbulnya mioma uteri. Wanita kebanyakan didiagnosa dengan mioma uteri
dalam usia 40-an. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan
setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh.

Selain itu pasien mengalami Haid panjang sejak 1,5 bulan SMRS.

Lama haid 1.5 bulan, jumlah perdarahan awalnya sangat banyak namun makin
lama makin sedikit hanya berupa bercak-bercak darah dan lendir kental berwarna
putih kekuningan. Pada awal perdarahan, os mengaku menggunakan pembalut
ukuran besar 3 pembalut per hari. Darah berwarna merah dan ada yang kehitaman.
Konsistensi darah cair dan ada yang menggumpal. Os mengaku lama haidnya
panjang lebih dari 1 minggu

Gangguan perdarahan yang dapat terjadi pada mioma uteri

umumnya adalah hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.


Faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan keluhan tersebut pada pasien ini
ialah akibat dari permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya dan
endometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik.

Ukuran perut membesar,

hal ini menunjukkan adanya suatu massa

patologis di rongga abdomen. Kemudian Lemas, tidak nafsu makan dapat


disebabkan oleh rendahnya kadar Hb.
Pemeriksaan status generalis menunjukkan keadaan

umum serta vital sign pasien dalam batas normal sehingga menunjukkan
gangguan perdarahan sudah berlangsung lama dan tubuh telah melakukan
penyesuaian diri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan konjunctiva tampak
anemis. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital

yang baik, yang berarti hemodinamik pasien masih stabil. Pada palpasi abdomen,
teraba massa mioma berukuran 25 x 13 cm yang berkonsistensi padat, kenyal.
Konsistensi dari mioma bervariasi dari keras seperti batu hingga lembek,
walaupun sebagian besar memiliki konsistensi kenyal seperti karet. pemerikasaan
Inspekulo dan VT didapatkan terdapat benjolan diarah jam 1 menunjukkan bahwa
sarang mioma terdapat di intra uterine.

Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan


kesan mioma submukosa. Jadi dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut
adalah mioma uteri melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan.

Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan besar kecilnya tumor,

ada tidaknya keluhan, umur dan paritas penderita. Pada pasien ini dilakukan
tindakan operatif mengingat pada hasil pasien memiliki keluhan subjektif berupa
perdarahan pervaginam abnormal yang berat, terlihat dari hasil pemeriksaan Hb
yang rendah.

Pada

pasien

dilakukan

tindakan

histerektomi.

Tindakan

histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu


total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti

perrahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.

Penatalaksanaan pasien ini dilakukan konsul anastesi dan penyakit


dalam untuk mengevaluasi keadaan pasien pre-operatif. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servix
uteri.

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC,
pp: 94-97.

Bailliere. 2013. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176.

Bath RA, Kumar P. 2006. Experience with uterine leiomyoma at a teaching


referral hospital in India. Journal of Gynecologic Surgery 22: 143-150.

Baziad A. 2013. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius, pp:


151-157.

Cunningham, FG. 1995. Mioma uteri Obstetri William Edisi 18. Jakarta :
EGC, pp: 447-451.

Derek LJ. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta:


Hipokrates, pp: 263-266.

Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH agonis sebelum histerektomi. Mioma:


Farmacia 3:38-41.

Fradhan P, Acharya N, Kharel B. 2006. Uterine myoma: a profile of nepalese


women. NJ Obstet Gynaecol 1(2) : 47-50.

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta:


EGC.

Goodwin SC, Spies TB. 2009. Uterin fibroid embolization. 361: 690-697.

Guyton AC. 2002. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Gross K, Morton C. 2011. Genetic and development of fibroid. 44: 355349.

Hafiz R, Ali M, Ahmad M. 2003. Fibroids as a causative factor in


menorrhagia and its management. http://www. pmrc.org.pk/fibroid.htm. [Di
akses : 10 Agustus 2016].

Hart MD, McKay D. 2010. Fibroids in Gynecology Ilustrated. London :


Churchill
Livingstone.

Joedosapoetro MS. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka, pp: 38-41.

Jung JK, Ko MS, Jung BW. 1998. A clinical analysis of uterine myoma.
Koren J Obstet Gynecol.

Leone FP, Lanzani C, Ferrazzi E. 2013. Use of strict sonohysterographic methods for
preoperative assessment of submucous myomas. Fertility and Sterility 79(4) : 998-1002.

Manuaba B.G. 2013. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi Edisi
Kedua. Jakarta: EGC, pp: 309-312.

Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB. 1998. Sebuah studi prospektif faktor
reproduksi dan penggunaan kontrasepsi oral dalam kaitannya dengan risiko leiomyoma
rahim. 70: 432 439.

Ran Ok L, Gyung Il P, Jong Chul K. 2007. Clinic statistical observation of uterine.


Korean Medical Database.

Scott JR, Disala PJ, Hammond CB. 2012. Danforth Buku Saku Obstetric dan ginekologi.
Jakarta: Widya Medika, pp: 484-487.

Stewart AA, Faur AV, Wise LA. 2002. Predictors of subsequent surgery for uterin
leiomiomata after abdominal myomectomi. 99: 426-432

Swine, Smith. 2009. Uterine fibroids. http://www.emedicinehealth.com/uterine_


fibroids/article_em.htmFibroids%20overview. [Diakses tanggal 10 Agustus 2016].

Thomason, Philip. 2008. Leiomyoma uterus (fibroid).http://emedicine.medscape


com/article/405676-overview. [Diakses tanggal 10 Agustus 2016].

Verala J, Luo X, Xu J, William RS. 2003. Gen expression profile of leiomyoma. 10:
161-171.

Wiknjosastro H et al.,. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka, pp: 338-384.

You might also like