Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak
dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan
harta benda lainnya, anak sebagai amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan
dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak anak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat
dalam Undang Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang hak hak anak. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Dewasa ini masalah pengangkatan anak bukanlah suatu masalah baru di
indonesia. Meskipun eksistensi pengangkatan anak di indonesia sebagai suatu
lembaga hukum masih belum sinkron dan masih menimbulkan berbagai problema
dalam masyarakat, pengangkatan anak tersebut masih banyak dilakukan oleh
masyarakat. Sejak zaman dahulu sudah banyak dilakukan pengangkatan anak
yang disertai dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda yang dilakukan
diberbagai negara di dunia, termasuk salah satunya adalah Indonesia.
Pengangkatan anak sangat penting untuk dilakukan oleh setiap orang tua angkat
namun harus melalui prosedur hukum yang jelas. Hanya saja yang membedakan
dalam pengangkatan anak adalah apa yang menjadi penyebab dan motivasi atau
tujuan yang mendorong dilakukan pengangkatan anak
Adapun keinginan untuk memiliki anak adalah hal yang alami karena
manusia memiliki akal sehat dan keinginan. Dengan akal fikiran manusia dapat
menelaah serta mengkaji sesuatu agar terasa bermanfaat dan disisi lain keinginan
tersebut mendorong manusia berusaha untuk memperolehnya bahkan terkadang
menjurus kepada hal yang tidak mampu dan diluar kuasa manusia.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
tercantum dalam pasal 1 butir menytakan bahwa Anak adalah seorang yang
belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
Selanjutnya pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan
dalam pasal 1 butir 1 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi
anak, Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun). Dengan
demikian, setiap orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang
yang secara mental tidak cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang
dewasa. Dalam hal ini, tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah menikah atau
tidak .
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah
menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
dan tidak memutuskan hubungan darah anak angkat dengan orang tua
kandunganya.
Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yaitu
sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan
komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan
kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non
diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan
hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.
Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum
perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang
berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masingmasing daerah walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak belum diatur
secara khusus dalam undang-undang tersendiri.
Di dalam Ensiklopedia umum disebukan pengangkatan anak adalah suatu
cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. biasanya pengangkatan anak diadakan untuk
mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak
beranak/tidak mempunyai anak. Akibat dari pengangkatan yang demikian itu ialah
bahwa anak yang diangkat kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang
Sah dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan pengangkatan anak
pengangkatan
anak
dikalangan
masyarakat
Indonesia
Indonesia juga terdapat keanekaragaman hukum yang berbeda antara daerah yang
2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1
3 Ibid , Pasal 39
satu dengan daerah yang lainnya sesuai dengan lingkungan hukum adatnya
masing-masing yang berbeda pula pengaturan hukum masalah status anak angkat.
Selanjutnya seorang anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak yang
tergantung dari kemampuan orangtua angkat tersebut. Karena bisa saja adanya
pembiyaan pendidikan yang tidak adil antara anak kandung dan anak angkat
karena memandang anak angkat bukan dari darah daging orangtua tersebut. Hal
lain juga yaitu menyangkut tentang pemberian kasih sayang oleh kedua orang tua
kepada anak angkat tersebut. Walaupun telah menjadi anggota keluarga, namun
seorang anak angkat tidak boleh diperlakukan dengan kasar seperti mendapatkan
kekerasan dalm rumah tangga baik kekerasan yang disampaikan secara lisan
dengan kata-kata atapun melakukan pemukulan.
Hal ini tentunya membuat orang tua harus berurusan dengan hukum karena
setiap anak mendapatkan perlindungan hukum atau yang biasanya disebut dengan
perlindungan anak yang terkait dengan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002
yang dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat kemanusiaan, serta mendaptkan
perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.
Pengakuan adanya anak angkat dalam perundang-undangan telah lebih
konkrit dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak memuat beberapa syarat pengangkatan anak dimaksud dalam
Pasal 39 - 41.
Perlindungan Anak.
Untuk mengetahui akibat Hukum pengangkatan anak serta hak Dan
perundang
undangan
yang
berhubungan
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Pengangkatan Anak
Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat
adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan secara hukum
sebagai anak sendiri.7 Beberapa sarjana Hukum jga memberikan defenisi
mengenai anak angkat antara lain sebagai berikut, menurut Ensiklopedia Umum,
anak angkat adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan
anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sementara dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan
6Ibid., Hlm 167
7 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), Jakarta, Balai Pustaka,
1976, Hal.31
Anak: Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga, orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggunng
jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam
lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan
pengadilan.
Menurut Muderis Zaini, anak angkat adalah penyatuan seseorang anak yang
diketahui bahwa ia sebagai anak orang lain kedalam keluargannya. Ia sebagai
anak segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan danpelayanan dalam segala
kebutuhannya, dan bukan diperlakukan sebagai anak nashabnya sendiri8.
Beberapa definisi serta batasan dari beberapa sarjana yang telah disebut di atas
maka
mengalihkan hak serta kewajiban anak yang bukan asli dari keturunannya untuk
dimasukkan kedalam satu keluarga, sehingga hak dan kewajiban si anak menjadi
beralih kepada pihak yang mengangkatnya sebagai
kandung.
Di dalam Ensiklopedia umum disebutkan pengangkatan anak adalah suatu
cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Biasanya pengangkatan anak diadakan untuk
mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orangtua yang tidak
beranak/tidak mempunyai anak. Akibat dari pengangkatan yang demikian itu ialah
bahwa anak yang diangkat kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang
sah dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan pengangatan anak
8 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Segi Tiga Sistem Hukum, Jakarta,
Bina Akasara, 1985, Hal.85
10
11
kehidupan
masyarakat,
menyebabkan
tidak
kurangnya
mereka
yang
12
hukum
praktik
penerimaan,
memeriksa
dan
mengadili
serta
13
Islam.
Lahirnya Undang-Undang tersebut berarti Pengadilan Agama saat ini
memiliki kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili
perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana
produk hukum yang dikeluarkan Pengadilan Negeri tentang pengangkatan anak
yang berbentuk Penetapan, maka produk hukum Pengadilan Agama tentang
pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum Islam juga berbentuk
Penetapan.
Kemudian bagaimana tata cara penetapan pengangkatan anak versi Islam ini
diajukan ke Pengadilan Agama. Pertanyaan mengenai bagaimana tata cara dalam
dunia peradilan sudah tentu akan mengacu kepada Hukum Acara. Pertanyaan
berikut, hukum acara mana yang akan dipakai oleh Pemohon dan /atau Pengadilan
Agama.
Sebagaimana diketahui, bahwa tidak ada satu pasalpun baik dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 ataupun peraturan perundang-undangan lain yang
secara eksplisit menyebut hukum acara tentang penetapan pengangkatan anak ini
bagi Pengadilan Agama. Akan tetapi, yang demikian bukan berarti bahwa jika
Pengadilan Agama menangani kewenangan tersebut tidak bisa karena tidak ada
hukum acaranya.
Ketentantuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 pada pokoknya telah
menegaskan, bahwa hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Agama adalah
hukum acara yang berlaku bagi peradilan umum kecuali yang diatur secara khusus
14
15
pengangkatan anak di Pengadalin Agama perlu harus dibaca berlaku pula bagi
pengadilan Agama akan tetapi kehadirannya harus disikapi secara proporsional.
Hal ini disebabkan 2 hal : Pertama, SEMA tersebut terbit jauh sebelum
pengangkatan anak versi Islam ini secara yuridis formal belum diakui menjadi
kewenangan Pengadilan Agama. Kedua, SEMA tersebut terbit saat aturan-aturan
hukum yang berkaitan dengan Pengangkatan Anak belum ada. Oleh karena itu,
ketika kita membicarakan pengangkatan anak versi Islam ini, dalam rangka
menyikapi SEMA tersebut kita harus melakukan hal sebagai berikut:
a. Oleh karena aturan mengenai pengangkatan anak tersebut, tidak
disengaja untuk mengatur pengangkatan anak secara Islam, maka SEMA
tersebut atau bahkan semua aturan mengatur tentang pengangkatan anak
kita ikuti sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum
Islam tentang pengangkatan anak
b. Oleh karena SEMA tersebut terbit saat aturan yang berkaitan dengan
anak angkat belum ada, maka kita hurus pula melihat aturan hukum baru
mengenai hal serupa. Sebab, aturan hukum tersebut tampaknya saling
melengkapi (Asmui Syarkowi, 2007: 19-20).Selain peraturan-peraturan
diatas, dasar hukum pengangkatan anak dalam Hukum Islam yang dapat
dijadikan rujukan hakim dalam menetapkan perkara pengangkatan anak
adalah: Kompilasi Hukum Islam selanjutnya disebut KHI dan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia selanjutnya disebut Fatwa MUI tahun 1984
pada bulan Jumadil Akhir 1405 H./Maret 1984 tentang adopsi.
c. Hukum Acara Peradilan Agama
d. Kewenangan Pengadilan Agama
Secara bahasa, kata kekuasaan dapat pula disebut kompetensi atau
16
kewenangan (Djalinus Sjah, Azimar Enong, 1983: 76). Menurut Ridwan Halim
(1987: 31-33) dalam konteks kekuasaan kehakiman kata kekuasaan secara
yuridis berarti yuridiksi untuk mengadili perkara tertentu, yang dapat dibedakan
atas:
a. Kompetensi Absolut atau kompetensi mutlak, yaitu kewenangan atau
kekuasaan hakim untuk memeriksa suatu perkara ditinjau dari bidang
persoalan atau jenis perkara yang dihadapinya, misalnya perkaraperkara perdata yang berkenaan dengan Agama dan Hukum Islam
menjadi kompetensi Peradilan Agama, untuk perkara-perkara orangorang militer menjadi kompetensi Peradilan Militer, perkara-perkara
yang bersifat umum menjadi kompetensi peradilan umum, sedangkan
yang menyangkut keputusan tata usaha Negara merupakan kompetensi
Peradilan Tata Usaha Negara.
b. Kompetensi relatif atau nisbi, yaitu kewenangan atau kekuasaan hakim
untuk memeriksa suatu perkara dalam lingkungan peradilan yang sama
ditinjau dari domisili, daerah atau tempat benda terletak, serta domisili
pilihan yang telah ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo UndangUndang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Pokok- Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan Pengadilan Agama sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman, maka tugas pokoknya ialah menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya.
Berdasarkan pasal tersebut kita dapat mengetahui bahwa Pengadilan tidak
17
boleh menolak setiap perkara yang diajukan kepadanya selama masih dalam tugas
dan wewenang Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Menurut penjelasan Umum angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, kekuasaan kehakiman dilingkungan
Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Agama merupakan
pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sadaqah dan ekonomi syariah (Pasal 49
ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006), sedangkan Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang
mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
banding, dan mengadili tingkat pertama dan terakhir terhadap sengketa
kewenangan mengadili antara pengadilan Agama di daerah hukumnya (Pasal 51
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006).Berdasarkan uraian kewenangan Pengadilan Agama tersebut dapat
diketahui bahwa yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa
permasalahan hukum antara orang-orang Islam adalah perkara-perkara perdata di
bidang:
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Wakaf
e. Zakat
f. Infaq
g. Sadaqah
h. Ekonomi syariah (Amanawaty, 2009: 40).
18
Sering dipahami kurang jelas apa saja yang termasuk dalam bidang hukum
perkawinan sebagai kewenangan absolut Pengadilan Agama, maka diperlukan
adanya penjelasan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan perkawinan adalah
hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan
yang berlaku dan dilakukan menurut syariah, antara lain:
a. Izin beristri lebih dari seorang
b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis
lurus ada perbedaan pendapat
c. Dispensasi kawin
d. Pencegahan perkawinan
e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
f. Pembatalan perkawinan
g. Gugatan kelalaian atau kewajiban suami dan istri
h. Perceraian karena talak
i. Gugatan perceraian
j. Penyelesaian harta bersama
k. Penguasaan anak-anak
l. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya
m. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada istri
atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri
n. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak
o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
p. Pencabutan kekuasaan wali
q. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut
r. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
s. Pemberian kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya
t. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan Hukum Islam
19
20
21
5. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar, miskin, yatim piatu dan
sebagainya.
Djaja S. Meliala dalam bukunya Pengangkatan Anak (Adopsi) di
Indonesiabahwa seseorang melakukan pengangkatan anak karena latar belakang
sebagai berikut :
1. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya
tidak mampu memeliharanya atau alasan kemanusiaan.
2. Tidak mempunyai anak dan keinginan mempunyai anak untuk menjaga dan
memeliharanya kelak kemudian di hari tua.
3. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah, maka akan dapat
mempunyai anak sendiri.
4. Mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.
5. Menambah atau mendapatkan tenaga kerja.
6. Ingin mempertahankan ikatan perkawinan atau kebahagiaan keluarga. (Djaja
S.Meliala, 1982:4). Shanty Dellyana dalam bukunya Wanita dan Anak di
Mata
Hukum,menyebutkan
bahwa
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
22
anak kandung.
Menambah tenaga dalam keluarga.
Bermaksud agar anak yang diangkat mendapatkan pendidikan yang layak.
Adanya unsur kepercayaan.
Menyambung keturunan dan mendapatkan regenerasi bagi yang tidak
mempunyai anak kandung.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dalam hal ini dapat diperoleh
kesimpulan bahwa alasan pengangkatan anak yang dikemukakan oleh Muderis
Zaini yang lebih kompleks. Hal ini dikarenakan alasan pengangkatan anak
tersebut telah menggambarkan bentuk pengangkatan anak yang diuraikan dalam
Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu bentuk pengangkatan anak yang
sesuai dengan syariat Islam, pengangkatan anak dalam pengertian taawun yang
diperbolehkan dan dianjurkan dalam Islam yang bertujuan untuk saling tolong
menolong antara orang tua angkat dan anak angkat, karena Syariat Islam telah
23
24
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat Menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
25
26
atas
suatu
nama
sebagai
identitas
diri
dan
status
kewarganegaraan.
c. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang
tua.
d. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
27
masa
depan
anak
menyelamatkan masa depan bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu,
ketentuan yang mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab terhadap
pengelolaan dan perlindungan anak angkat di Indonesia menjadi sangat penting.
Komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah
ditindaklanjuti dengan disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
2003 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang diatur pada Bab
28
IV mulai pasal 20 sampai dengan pasal 26, menyangkut berbagai upaya yang
dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan
kesejahteraan anak.
Salah satu solusi untuk menangani permasalahan anak dimaksud yaitu
dengan memberi kesempatan bagi orang tua yang mampu untuk melaksanakan
pengangkatan anak. Namun dalam Undang-undang ini persoalan anak angkat
hanya dibahas dari segi definisi anak angkat dan tata cara pengangkatan anak serta
sanksi bagi pelanggaran prosedur pengangkatan anak dan tidak ada pembahasan
khusus mengenai persoalan pencatatan anak angkat.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak Tahun 1989, adalah hak anak untuk
mendapatkan nama, identitas, dan kewarganegaraan melalui pencatatan kelahiran.
Sama halnya dengan pencatatan kelahiran, maka pencatatan pengangkatan anak
dalam dimensi hukum, merupakan perlindungan untuk anak.
Negara
dan
pemerintah
berkewajiban
dan
bertanggung
jawab
menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik budaya dan bahasa, status hukum anak,
urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan atau mental. Selain itu Negara dan
pemerintah juga berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan
sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak serta melakukan
pengawasan terhadap kegiatan dimaksud.
Berkaitan dengan hal tersebut maka, pengangkatan anak merupakan salah
satu dari peristiwa penting untuk dicatat dalam register pencatatan sipil. Yang
dimaksudkan dengan Peristiwa Penting menurut pasal 1 angka 17 Undang-
29
30
31
Anak angkat merupakan seseorang yang bukan keturunan dari orang tua
yang mengangkatnya, tetapi ia dipelihara dan diperlakukan sebagai anak, baik
dalam segi kasih sayang, perhatian, nafkah, jaminan pendidikan, serta pelayanan
dalam segala kebutuhan hidupnya. Dengan sahnya suatu pengangkatan anak maka
akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi orang tua angkat dan anak angkat.
Berikut akan diuraikan tentang hak Anak Angkat serta kewajiban dan tanggung
jawab terhadap anak angkat.
1. Hak dan Kewajiban Anak Angkat
Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Anak angkat dan anak-anak lain pada umumnya adalah amanah
dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat hakhak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya,
melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang
tua angkatnya dan masyarakat pada umumnya, hak-hak anak angkat
yang dimaksud antara lain:
a. berhak untuk dapat
hidup,
tumbuh,
berkembang
dan
32
9 Andi Syamsu Alam, dan H. M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam,
Jakarta,2008, hal. 219
33
bantuan
sosial
dan
pemeliharaan
taraf
kesejahteraan sosial;
l. setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua wali, atau
pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan,
berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
1) diskriminasi;
2) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
3) penelantaran
4) kekejaman, kekerasan dan pengananiyaan
5) ketidakadilan dan
6) perlakuan salah lainnya.
Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala
bentuk perlakuan tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan
hukuman, setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan
bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir.
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
1)
2)
3)
4)
kekerasan dan
5) perlibatan dalam peperangan;
34
perlakuan
secara
manusiawi
dan
atau
berhadapan
dengan
hukum
berhak
dirahasiakan
5) setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Disamping hak-hak yang dijamin oleh undang undang tersebut,
anak-anak dan / atau termasuk anak angkat memiliki kewajibankewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh
seorang anak, yaitu bahwa setiap anak berkewajiban untuk:
a) menghormati orang tua, wali dan guru;
b) mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman;
c) mencintai tanah air, bangsa dan negara;
35
identitas
diri
dan
status
kewarganegaraan.
lain
sesuai
dengan
36
37
Ayat (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan
segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14 Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang
tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan /atau aturan hukum yang
sah
menunjukkan
bahwa
pemisahan
itu
adalah
demi
Penyalahgunaan
Pelibatan dalam
Pelibatan dalam
Pelibatan dalam
kekerasan; dan
e. Pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16 (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan
dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman
yang tidak manusiawi.
ayat (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasansesuai
dengan Hukum.(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai hukum yang berlaku
dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal17(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak u
nntuk
38
a. mendapatkan
perlakuan
secara
manusiawi
dan
anak
yang
objektif
seksual
atau
yang
berhadapan
dengan
Hukum berhak.
Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak
pidana berhak mendapatkan bantuan Hukum atau bantuan lainnya
2) Kewajiban anak angkat menurut undang undang nomor 23 tahun
2002
Kewajiban berasal dari kata dasar wajib yang artinya harus
melakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan). Mendapat
awalan ke- dan akhiran -an, menjadi kewajiban yang artinya sesuatu yang
harus dilaksanakan. Jadi, kewajiban anak adalah sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh seorang anak.
Setiap anak berkewajiban untuk:
a. Menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. Mencintai tanah air, bangsa, dan Negara;
d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
39
40
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Anak merupakan amanah Allah yang patut dijaga dan dilindungi
karena dalam diri anak melekat harkat dan martabat dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Karenanya perlindungan
terhadap hak hak anak angkat patut diutamakan demi kelangsungan
hidup yang layak dan masa depan yang baik bagi anak.
Upaya
41
harkat
dan
martabat
kemanusiaan,
serta
mendapat
42
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Andi Syamsu Alam, dan H. M. Fauzan,2008, Hukum Pengangkatan Anak
Perspektif Islam, Jakarta
Ahmad Kamil,2008,
43
44