You are on page 1of 15

Makalah Pleno PBL Blok X (Skenario 7)

Pengaruh Kerja Ginjal terhadap Metabolisme Air

Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ dari sistem urinaria, selain ureter, vesika urinaria
dan urethra. Ginjal berperan penting bagi kehidupan manusia guna menghasilkan urine yang
turun melewati ureter ke kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara
periodik dikeluarkan melalui urethra. Fungsi ginjal adalah membuang bahan sisa (terutama
senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin yang dihasilkan dari metabolisme makanan oleh
tubuh), bahan asing dan produk sisanya. 1 Ginjal juga mengatur keseimbangan air dan
elektrolit berupa eksresi kelebihan air dan elektolit dan juga mempertahankan keseimangan
asam basa, suatu proses osmoregulasi. Ginjal juga mensekresi renin yang turut dalam
pengaturan tekanan darah dan kadar ion natrium eritropoietin, yang bertalian dengan produksi
eritrosit oleh sumsum tulang. Ekskresi dan pembentukan urin meliputi ultrafiltrasi plasma
darah membentuk filtrat. Filtrat diubah oleh reabsorbsi selektif sebagian besar air yang
terfiltrasi dan molekul kecil lainnya dan oleh sekresi. Unit fungsional, nefron, terdapat dalam
ginjal, dan seperti yang dapat diperkirakan, ginjal mendapat pendarahan yang sangat banyak.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. 2 Ginjal juga
turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran
ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut
berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion
hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh. Melihat fungsi ginjal
sebagai homeostasis maka relasi antara ke dua hal tersebut sangat berkaitan erat sehingga
pada makalah ini akan disampaikan beberapa hal mengenai struktur makroskopis dan
mikroskopis ginjal, mekanisme kerja ginjal, counter current, dan keseimbangan cairan serta
asam basa.
Isi
Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak retroperitoneal dalam cavum abdomen dan juga berada pada kanan dan
kiri dari columna vertebralis. Di bagian kanan ginjal terletak di iga ke 12 atau os lumbal 3-4.
Di bagian kiri pula ginjal terletak pada iga 11 atau os lumbal 2-3. Jarak kutub atas kedu belah
ginjal adalah 7 cm manakala jarak kutub bawahnya pula adalah 11 cm. antara kutub bawah
hingga crista iliaca jaraknya adalah 3-5 cm.3

Gambar 1. Struktur makroskopis ginjal.3


Secara morfologisnya ginjal dibagikan kepada extremitas superior dan inferior, margo
medialis dan lateralis dan facies anterior dan posterior. Pembungkus ginjal terbagi kepada
tiga iaitu capsula fibrosa, capsula adiposa dan fascia renalis yang terdiri dari fascia prerenalis
dan fascia retrorenalis. Capsula fibrosa adalah yang paling tipis dan melekat pada ginjal.
Capsula ini hanya membungkus ginjal dan mudah untuk dilepas serta berfungsi untuk
mempertahankan ginjal pada tempatnya. Capsula adiposa adalah lebih tebal dengan
fungsinya sebagai pembungkus ren dan glandula suprarenalis. Capsula adiposa mengandungi
lemak yang banyak dengan bagian anterior yang lebih tipis berbanding posteriornya.4
Fascia renalis terletak di luar capsula fibrosa dan terdiri dari dua lembar. Lembar yang
di bagian dorsal disebut fascia prerenalis manakala yang dibagian ventral disebut sebagai
fascia retrorenalis. Ke bagian cranial lembar dorsal dan ventral bersatu dan ke bagian caudal
kedua lembar tetap terpisah. Disebabkan kantong ginjal terbuka ke bawah maka ascending
infection boleh berlaku.4
Ginjal terbagi menjadi dua bagian yang utama iaitu cortex dan medulla. Cortex renalis
terdiri dari glomerulus dan pembuluh-pembuluh darah. Medulla renalis pula terdiri dari
pyramid renalis. Pyramid ini mempunyai basis iaitu dasarnya dan papilla renalis iaitu bagian
ujung dari pyramid. Papilla renalis menonjol ke dalam calix minor. 2-4 calix minor akan
membentuk calix major. Beberapa calix major pula membentuk pyelum (pelvis renis) dan
ureter. Terdapat juga hillus renalis yang dalamnya ada pembuluh darah dan ureter. Di antara
pyramid renalis terdapat columna renalis Bertini.4
Pendarahan Ginjal

Gambar 2. Sistem pendarahan ginjal.5


Pendarahan ginjal dimulai dari A. renalis iaitu cabang dari aorta abdominalis setinggi
vertebral I-II. A. renalis berjalan ke dalam hilus dan mempercabang A. segmentalis yang
berjalan ke anterior dan posterior dari ginjal untuk memperdarahi ginjal bagian depan dan
belakang. Cabang yang di depan adalah lebih panjang daripada yang belakang. Kedua cabang
ini bertemu di lateral pada garis Broedel. Perdarahan minimal terjadi apabila pembedahan
dijalankan di bagian garis ini. Kemudian berjalan di antara lobus ginjal menjadi A.
interlobaris. Pada perbatasan cortex dan medulla bercabang menjadi A. arcuata yang
mengelilingi cortex dan medulla sehingga disebut A. arciformis. A. arcuata
mempercabangkan A. interlobularis yang berjalan di sepanjang tepi lateral ginjal di bagian
cortexnya.
Pembuluh baliknya mengikuti nadinya mulai permukaan ginjal sebagai kapiler
berkumpul dalam V. interlobularis atau Vv stellatae (Verheyeni). Dari V. interlobularis
berjalan ke V. arcuata ke V. interlobaris ke V. renalis dan terakhir ke vena cava inferior.
Struktur Mikroskopis Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, dimana setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.
sedangkan di dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional
terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, korpuskulus renal,
tubulus kontortus distalis, segmen tipis dan tebal ansa Henle, dan tubulus kolegens.5

Gambar 3. Nefron.6
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian ditubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi
dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap
hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2
liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises
ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.5, 6

Gambar 6. Glomerulus.6
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler, yang merupakan cabang
dari arteriol aferen. Setelah memasuki badan ginjal (korpus ginjal) korpuskula renalis, arteriol
aferen biasanya bercabang menjadi 2-5 cabang utama yang masing-masing bercabang lagi
menjadi jala jala kapiler. Tekanan hidrostatik darah arteri yang terdapat dalam kapiler-kapiler
ini. glomelurus diatur oleh arteriol eferen.
Kapsula Bowman. Berkas kapiler glomelurus dikelilingi oleh kapsula Bowman.
Glomerulus berfungsi sebagai penyaring darah. Kapsula Bowman merupakan epitel
berdinding ganda. Lapisan luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng, dan
lapisan dalam tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki) yang letaknya
meliputi kapiler glomerulus. Antara kedua lapisan tersebut terbentuk rongga kapsul Bowman.
Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel endotel kapiler membentuk lapisan (membran)
filtrasi yang berlubang-lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan
ruang kapsuler. Selsel endotel kapiler glomerulus mempunyai pori-pori sel lebih besar dan
4

lebih banyak daripada kapiler-kapiler pada organ lain. Hasil filtrasi cairan darah disebut
cairan ultrafiltrat (urin primer) selanjutnya ditampung pada rongga kapsul.
Korpuskulum renal adalah segmen awal setiap nefron. Di sini, darah disaring melalui
kapiler-kapiler glomerulus dan filtratnya ditampung didalam rongga kapsular yang terletak di
antara lapisan parietal dan visceral kapsul bowman. Setiap korpuskulum renal mempunyai
kutub vascular yamg merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah dari
glomerulus.Ukuran diameter korpuskel ginjal bervariasi dari 150 sampai 250 m. Lapisan
parietal kapsula bowman tersusun dari epitel selapis gepeng dengan inti agak menonjol ke
rongga kapsula. Organel sitoplasma kurang berkembang.
Aparatus jukstaglomerulus. Pada tunika media terdapat sel-sel otot polos. Sel ini
berdekatan dengan endotel dan berhubungan erat dengan makula densa. Makula densa tidak
mempunyai lamina basal. Berhubaungan dengan sel yang bergranula terdapat sel berwarna
pucat disebut sel lasic atau sel mesangial ekstraglomerular.
Tubulus Kontortus Prokimalis. Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang
bagian awal dari tubulus ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-60 m.
Tubulus konvulatus proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang kortek yang
dibatasi oleh epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak dijumpai mikrovilli
yang panjangnya bisa mencapai 1,2 m dengan jarak satu sama dengan yang lainnya 0,03 m.
Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang disebut Brush Border, dengan lumen yang
lebar dan sitoplasmanya epitel yang jernih.5-7
Ansa henle banyak dijumpai di daerah medula dengan diameter bisa mencapai
15 mm. Ansa henle berbentuk seperti huruf U yang mempunyai segmen tebal dan diikuti
oleh segmen tipis (kelanjutan dart tubulus kontorus proksimal). Pada bagian desenden
(berjalan turun)mempunyai lumen yang kecil dengan diameter 12m panjang 1-2 mm,
sedangkan bagian asenden (berjalan ke atas) mempunyai lumen yang agak besar dengan
panjang 9 mm dengan diameter 30 m.
Epitel dari Ansa Henle merupakan peralihan dari epithel silindris rendah / kubus
sampai squomus, biasanya pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal pada medula, tapi
bisa juga terjadi di daerah atas dari Ansa Henle.
Tubulus Kontortus Distalis. Perbedaan struktur histologi dengan tubulus kontortus
proksimalis antara lain, sel epitelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil, potongan
melintang pada tempat yang sama mempunyai epitel lebih sedikit, sedangkan Tubulus
Konvulatus distalis: sel epitel lebih kecil dan rendah, tidak mempunyai brush border, kurang
asidofil, lebih banyak epitel pada potongan melintang. Sepanjang perjalanan pada kortek,
tubulus ini mengadakan hubungan dengan katup vaskuler badan ginjal dari nefronnya sendiri
yakni dekat dengan anteriole aferent dan eferent. Pada tempat hubungan ini, tubulus distalis
mengadakan modifikasi bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan
modifikasi bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi ini pada
mikroskop cahaya tampak lebih gelap ini disebabkan dekatnya dengan inti disebu Makula
dense.5
Fungsi makula dense belum begitu jelas akan tetapi beberapa ahli mengatakan,
fungsinya adalah sebagai penghantar data osmolaritas cairan dalam tubulus distal ke
glomerulus. Pada makula dense yang dekat dengan arteriola aferent mengandung sel juksta
glomerulus yaitu sel yang mempunyai bentuk epiteloid dan bukan sel otot polos dan ini
5

mungkin merupakan modifikasi dari otot polos. Sel ini menghasilkan enzim renin. Hormon
ini mengubah hipertensinogen menjadi hipertensin (angiotensin). Angiotensin mempengaruhi
tunika media dari arteriola untuk berkontraksi, yang mengakibatkan tekanan darah menjadi
naik.5, 7
Tubulus kolektivus (Tubulus Koligens). Merupakan lanjutan dari nefron bagian
tubulus kontortus distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Tubulus kolektivus
bagian depan mempunyai lumen yang kecil berdiameter sekitar 40 m dengan panjang 20-22
mm. Lumennya dilapisi epitel kubis selapis, sedangkan tubulus kolektivus bagian
belakangnya sudah berubah menjadi bentuk silindris dengan diameter 200 m, panjangnya
mencapai 30-38 mm.
Pelvis Renalis. Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari
papila renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis
kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.
Lapisan mukosa memiliki epitel peralihan dengan sel payung, mulai dari kaliks renalis, tebal
epithel hanya 2 sampai 3 sel. Dengan mikroskop cahaya tidak tampak adanya membran basal
tetapi dengan EM tampak membrana basalis yang sangat tipis. Propria mukosa terdiri atas
jaringan ikat longgar dan pada kuda terdapat kelenjar yang agak mukus.
Bentuk kelenjar adalah tubulo-alveolar. Tunika muskularis terdiri atas oto polos. Lapisan
dalam tersusun longitudinal dan lapisan luar sirkuler. Tunika adventitia terdiri dari jaringan
ikat longgar dengan banyak sel lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf.7
Mekanisme Kerja Ginjal

Gambar 5. Mekanisma kerja ginjal.7


Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap protein plasma yang
lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit,
asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus mengalami kenaikan tekanan
darah (90 mmHg vs 10-30 mmHg). Kenaikan ini terjadi karena arteriole aferen yang
mengarah ke kapiler glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan
sedikit tahanan daripada kapiler yang lain. Secara proporsional arteriole aferen lebih besar
diameternya dari arteriole eferen. Berliter-liter darah didorong keruang yang lebih kecil ,
mendorong air dan partikel kecil terlarut dari plasma masuk kedalam kapsula
Bowmans. Tekanan
darah
terhadap
dinding
pembuluh
ini
disebut tekanan
hidrostatik (TH). Gerakan
masuk
kedalam
kapsula
Bowmans
disebut filtrasi
6

glomerulus dan materi yang masuk kedalam kapsula Bowmans disebut filtrat . Tiga faktor
lain yang ikut serta dalam filtrasi : TH dan tekanan osmotik (TO) dari filtrat dalam kapsula
Bowmans dan TO plasma. Tekanan osmotik adalah tekanan yang dikeluarkan oleh air
(pelarut lain) pada membran semipermeable sebagai usaha untuk menembus membran
kedalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang tidak dapat melewati membran
semipermeable.7
Terjadi diglomerulus, proses filtrasi terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari
permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh kapsula bowmens
yang terdiri dari glukosa, air, sodium,klorida, sulfat, bikarbonat dll kemudian diteruskan ke
tubulus ginjal.
Terjadi penyerapan kembali atau reabsorpsi sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat, prosesnya terjadi di tubulus
proximal. Penyerapan terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif. Sisa
penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke ginjal kemudian dialirkan
keluar dan proses ini disebut ekskresi.
Air yang terdapat dalam tubuh manusia dapat hilang melalui empat jalan iaitu melalui
kulit, melalui paru-paru, melalui ginjal dan melalui usus. Air yang hilang melalui kulit dapat
terjadi dalam dua cara iaitu keringat yang terlihat dan penguapan yang tidak terlihat. Dalam
keadaan normal kadar air yang hilang dari tubuh seharusnya sama dengan volume air yang
dikonsumsi. Apabila volume air yang hilang adalah lebih banyak dari volume air yang
dikonsumsi maka akan terjadi dehidrasi seperti pada kasus.
Dalam keadaan sakit air yang hilang dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal di
mana daya pemekatan urin dapat menurun. Sewaktu operasi atau demam, insensible loss
dapat meningkat. Kira-kira 2.5 L air dapat hilang sekiranya seseorang berada di tempat yang
panas dalam jangka waktu yang panjang dan lebih lama. Diare dan muntah-muntah juga
dapat menyebabkan dehidrasi sekiranya tiada usaha untuk menambah kembali volume cairan
yang telah hilang tadi. Cairan tersebut membawa bersama elektrolit-elektrolit yang
mempunyai sifat osmotik, maka air akan sama-sama dikeluarkan dengan cairan tersebut
sehingga seringnya muntah dan diare akan menyebabkan tubuh kehilangan air yang banyak.
Dehidrasi dapat mengakibatkan perubahan keseimbangan air dalam tubuh dan
perubahan keseimbangan elektrolit. Dehidrasi dapat dibahagikan kepada dehidrasi hipertonik,
hipotonik dan isotonik. Penyebab dari dehidrasi hipertonik adalah kehilangan air lebih
banyak dari elktrolit sehingga menyebabkan cairan ekstrasel hipertonik. Cairan intrasel akan
keluar sehingga menyebabkan dehidrasi intrasel. Gejala yang didapat dari dehidrasi jenis ini
adalah haus, mual, muntah, badan panas dan kering, urin sedikit dan pekat. Cara
mengkoreksinya adalah dengan pemberian air atau pemberian larutan dekstrosa berupa
glukosa secara intravena samapai gejala hilang.
Dehidrasi hipotonik dapat diakbatkan oleh kekurangan elektrolit. Terjadi karena
terlalu banyak minum air sedang fungsi ginjal terganggu atau karena pemberian larutan
intravena tanpa elektrolit. Akibatnya, cairan ekstrasel menjadi hipotonik manakala cairan
intrasel menjadi hipertonik. 0Maka air akan masuk ke dalam sel sehingga terjadinya oedem
intrasel. Akibat daripada dehidrasi hipotonik ini, maka volume cairan ekstrasel menurun,
volume darah menurun, tekanan darah menurun, Filtrat menurun sehingga terjadi gangguan
7

keseimbangan asam basa. Penderita akan cepat berasa lemah, tapi tidak merasa haus dan
volume urin tidak banyak berubah.
Pada dehidrasi isotonik pula, terjadinya kehilangan cairan gastrointestinal yang
berlebihan sehingga dapat menyebabkan berat badan berkurang dalam waktu singkat, turgor
kulit menurun, mata cekung, ubun-ubun cekung pada bayi, kulit kering dan badan panas. Bila
berat badan cepat menaik, hal tersebut memberikan indikasi oedem. Cara mengkoreksi
muntah-muntah yang asam adalah dengan memberikan NaCl 0.9% intravena. Ginjal akan
berusaha untuk menyetimbangkan. Kalium juga harus diberikan untuk menghilangkan
pengaruh alkalosisnya.7

Gambar 6. Sistem thermoregulatory manusia.5,7


Dalam keadaan yang panas, suhu tubuh akan meningkat melebihi normal. Heat-loss
center di hipotalamus akan diaktivasi sehingga menyebabkan kelenjar keringat menghasilkan
keringat untuk menurunkan semula suhu. Semakin lama seseorang berada dalam kedaan yang
panas maka akn semakin banyak keringat yang akan dikeluarkan. Jika air yang keluar tidak
diganti dalam jangka waktu yang panjang dan lama maka dehidrasi akan berlaku sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa tubuh yang akhirnya boleh
mneyebabkan seseorang pingsan.
Fungsi Sistem Sekresi Ion Organik
1) Dalam menambah sejenis ion organik tertentu ke jumlah yang sudah masuk ke cairan
tubulus untuk filtrasi glomerulus, jalur sekresi organik ini mempermudahkan ekresi
bahan-bahan ini. Diantara ion organik yang termasuk adalah sebagai pembawa pesan
kimiawi yang terdapat di darah seperti prostatglandin, histamin dan norepinefrinyang
setelah melaksanakan tugasnya, harus segera disingkirkan dari darah sehingga
aktivitinya mereka tidak berkepanjangan.7
2) Pada beberapa kasus penting, ion organik kurang larut dalam air. Untuk dapat
diangkut dalam darah, ion-ion itu terikat dalam jumlah yang besar tetapi ireversibal ke
8

protein plasma. Kerana melekat ke protein plasma maka bahan-bahan itu tidak dapat
difiltrasi melalui glomerulus. Sekresi tubulus mempermudah eliminasi ion-ion
organik yang tidak dapat difiltrasi ini melalui urin. Sesetengah dari ion yang tidak
terikat dengan plasma protein kemudian akan disekresi. Hal ini mendorong pelepasan
lebih banyak ion organik untuk disekresi.7
3) Yang utama, sistem sekresi ion organik tubulus proksimal berperan kunci dalam
eliminasi banyak senyawa asing dari tubuh. Sistem-sistem ini dapat mengeluarkan
berbagai ion organik dalam jumlah besar, baik yang diperoduksi secara endogen (di
dalam tubuh) maupun ion organik asing yang memperoleh ekses ke cairan tubuh.
Sifat non selektif ini memungkinkan sistem sekresi ion organik mempercepat banyak
bahan kimia organik asing, termasuk zat additivi makanan, polutan linkungan, obat
dan bahan organik yang non nutritif.7

Gambar 7. Bahan yang disekresi dan direabsornsi di Ginjal.8


Sistem renin-angiotensin berperan dalam mengatur tekanan darah dan metabolisma
elektrolit (melalui pembentukan aldosteron). Hormon primer yang terlibat dalam proses ini
adalah angiotensin l, suatu oktapeptida yang dibentuk dari angiotensinogen. Angiotensinogen
sebuah alfa globulin besar yang dibuat di hati, adalah substrat renin, yakni suatu enzim yang
dihasilkan di sel jukstaglomerulus arteriol aferen ginjal. Posisi sel-sel jukstaglomerulus
menyebabkan sel-sel ini sangat peka terhadap perubahan tekanan darah, dan banyak regulator
faali pelepasan renin yang bekerja melalui barireseptor ginjal. Sel jukstaglomerulus juga peka
terhadap perubahan konsentrasi sodium ion dan kloride ion, di cairan tubulus ginjal.
Jadi setiap kombinasi yang menurunkan volume cairan atau mengurangi konsentrasi
sodium klorida akan merangsang pelepasan renin. Saraf simpatis ginjal yang akan berakhir di
sel jukstaglomerulus memperantarai efek postural dan susunan saraf pusat pada pelepasan
9

renin tanpa bergantung kepada efek baroriseptor dan garam, yakni suatu mekanisma yang
melibatkan receptor beta endrinergik. Renin bekerja pada angiotensinogen untuk
menghasilkan dekapeptida yaitu angiotensin l. Angiotensin-cinverting enzyme (ACE), suatu
glikoprotein yang ditemukan di paru-paru, sel endotel dan plasma mengeluarkan dua asam
amino terminal karboksil dari dekapeptida angiotensin l untuk membentuk angiotensin ll
dalam suatu langkah yang dianggap tidak menentukan laju biosentesis. Berbagai analog
nanopeptida dari angiotensin l dan senyawa lain yang bekerja sebagai inhibitor ACE yang
digunakan untuk mengubati hypertensi. Angiotensi ll pula bertujuan meningkatkan tekanan
darah dan menghambat peran angiotensin l dengan menyekat pengeluaran renin oleh sel
jukstaglomerulus dan juga angiotensin ll merupakan peransang kuat untuk membentukkan
aldosteron. Angiotensin ll cepat diinaktifkan oleh angiotensinase.8
Fungsi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Di antara berbagai efeknya, aldosteron meningkatkan reabsorbsi sodium ion oleh
tubulus distal dan koligentes. Hormon ini melakukannya dengan mendorong penyisipan
saluran tambahan sodium ion ke dalam membran luminal dan penambahan pembawa sodiumkalium ATPase ke dalam membran basolateral tubulus distal dan koligentus. Hasil akhir
adalah peningkatan fluks pasif sodium ion mesuk ke dalam sel tubulus dari lumen dan
peningkatan pemompaan sodium ion keluar sel ke dalam plasma, yaitu peningkatan
reabsorbsi sodium ion dan diikuti oleh chloride ion secara pasif. Kerana itu, SRAA
mendorong retensi garam yang menyebabkan retensi air yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri. Melalui mekanisma umpan balik negatif sistem ini menghilangkan
faktor-faktor yang memicu pelepasan awal renin-yaitu, deplesi garam, penurunan volum
plasma, dan penurunan tekanan darah arteri.9
Skematik perjalanan kerja SRAA:
1) Garam sodium chlorida menurun dalam plasma, tekanan darah arteri turun dan laju
glomerulus filtration rate juga menurun.
2) Penurunan ini menyebabkan sel mukula densa mendeteksinya dan menyebabkan
angiotensinogen dari hati disekresi sementara sel jukstaglomerulus di ginjal pula
mensekresi renin.
3) Angiotensinogen akan diubah oleh renin menjadi angiotensin l. Angiotensin l pula
akan diubahmenjadi angiotensin ll oleh ACE yang diproduksi oleh paru-paru.
4) Angiotensin ll berperan meningkatkan rasa haus, meningkatkanreabsorbsi air di ginjal
oleh anti deuratik hormon, menyebabkan vasokonstriksi saluran arteriol aferan,
hipofisis melepaskan ADH (anti deuratic hormon) dan merangsang kortek adrenal
untuk memproduksi aldosteron.
5) Aldosteron akan menyebabkan ginjal mereabsorbsi sodium ion lebih banyak dan
chloride ion juga ikut turut serta direabsorbsi secara pasif.
6) Angiotensin ll 200 kali lebih kuat daripada noradrenalin dalam meningkatkan tekanan
darah.
ADH (Anti Diuretic Hormon)

10

ADH berfungsi untuk meningkatkan volume cairan tubuh dan menurunkan


osmolaritas cairan tubuh. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus koligen terhadap
reabsorbsi air dan reabsorbsi urea. Apabila sodium io meningkat dan deteksi dalam saluran
darah, pituitary gland akan diransang untuk melepaskan ADH ke dalam salur darah dan ADH
ini akan menuju ke ginjal. Ginjal akan meningkatkan reabsorbsi air melalui duktus koligent
dan tubulus distal. Jumlah urin akan berkurang.9
Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:
Transpor Aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+,
PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ionkhususnya ion Na+, melalui
sel tubulus kedalam pembuluh kapilerperitubuler disebabkan perbedaan potensial listrik
didalam epitel tubulus(-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical
gradientini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasiion
Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan prosesdifusi tersebut.
Meningkatnya difusi natrium disebabkan permiabilitassel tubuler terhadap ion natrium
relative tinggi.Keadaan inidimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang
memperluaspermukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapatberlangsung terusmenerus.9
Transpor Pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yangada pada lumen
tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zatyang terlarut dalam cairan filtrate dan
perbedaan muatan listrikpadadinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif,
misalnya ureum,sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis.Perbedaan
potensial listrikdidalam lumen tubulus dibandingkandiluar lumen tubulus menyebabkan
terjadinya proses dipusi ionNa+ dari lumentubulus kedalam sel epitel tubulus dan selanjutnya
menuju kedalam selperitubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti pula
terbawanya ionCl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan
pulaoleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan diluar lumen tubulus.9
Mekanisme Counter Current (Mekanisme Pemekatan dan Pengentalan urin)
Countercurrent multiplier system terdapat di lengkung Henle. Sistem Multiplikasi secara
dasarnya adalah suatu proses di mana H2O dan Na+ (secara transport aktif, diikuti Cl- secara
pasif) diekstrak dari cairan filtrate keluar pars ascenden lengkung. Sistem ini terdiri dari 2
pembuluh sejajar, berdekatan, cukup panjang (nefron juxtamedullare), aliran berlawanan dan
membentuk pipa U.
Counter Current Multiplier
Bermula di tubulus kontortus proksimal di mana air dan zat-zat tertentu di reabsorpsi
sehingga menyebabkan cairan filtrat memiliki osmolaritas yang sama dengan cairan
interstitial tubuh. Di ansa Henle pars descendens (concentrating segment), membran yang
11

permeabel terhadap air dan impermeable terhadap solute lain menjadikan osmolalitas tubular
meningkat terus menerus di bawah lengkung. Di ansa Henle pars ascendens(diluting segment)
yang impermeable terhadap air, dan permeabel terhadap NaCl dan urea (segmen tipis)
menjadikan cairan filtrat hipoosmotik sedangkan cairan interstitial medulla hipertonik. Secara
mendasar, mekanisme ini penting dalam membentuk osmotic concentration gradientterhadap
cairan interstitial di samping memekatkan urin melalui reabsorpsi air.
Counter Current Exchanger (vasa recta)
Mekanisme ini berfungsi di vasa recta, di mana aliran darah yang rendah di vasa recta dapat
mempertahankan konsentrasi NaCl dan urea yang tinggi di cairan interstitial medulla. 8,9

Gambar 8. Counter Current Mechanism.10


Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam
cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH
<7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama
diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan
ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Sisosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan
ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, 9, 10 antara
lain:
12

1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H
seperti nilai semula9,10 dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada empat sistem dapar:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika
dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH
akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H
dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal
mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.10,11
Ketidakseimbangan Asam-Basa
Ada empat kategori ketidakseimbangan asam-basa,10,11 yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan
H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare
akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal
akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam
non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena
kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H
akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga
kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi
pernapasan dan ginjal sangat penting.
13

Kesimpulan
Ginjal merupakan salah satu bagian terpenting dari sistem urinaria. Ginjal
berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan manusia dan fungsinya sebagai homeostasis
berperan besar dalam tugasnya. Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua
parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai
kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam
tersebut. Kekurangan cairan pada ruang ekstravaskular (interstisial dan intraselular)
menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh
kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam-basa di dalam tubuh. Kehilangan air
dan elektrolit, terutama kehilangan natrium, akan mengancam kehidupan manusia karena
natrium berperan untuk mempertahankan tekanan osmotik plasma dan volume cairan yang
bersirkulasi.
Daftar pustaka
1. Komalasari, editor. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Edisi 10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2002.
2. Kuntarti. Keseimbangan cairan, elektrolit asam dan basa. Disampaikan pada "Pelatihan
Perawat Ginjal Intensif" di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo 14 Juni-13 September
2005. Jakarta: Bagian Keperawatan dan Keperawatan Dasar FIK Universitas Indonesia.
3. Drake RL. Vogl AW. Mitchell AWM. Gray's anatomy for students. Kidney. Philadelphia:
Churcill Livingstone Elsevier; 2010. p.292-338.
4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004.h.318-28.
5. Snell RS. Anatomi klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
6. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi: Sistem perkemihan. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2002. h.650-7.
7. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun praktikum: kumpulan foto mikroskopik
histologi. Jakarta: Universitas Trisakti; 2007.h.148-57.
8. Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2003.h.247-60.
9. Guyton, Hall JE. Buku ajar fisiologi. editor bahasa Indonesia: Irawati Setyawan. Edisi
ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC; 2007.
10. Sherwood. The blood in Introduction to human physiology. 8th ed. United States:
Department of physiology and Pharmacology School of Medicine West Virginia
University; 2013. p.578-602.
11. Silverthorn. Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed. San Fransisco: Pearson
Education; 2004.

14

15

You might also like