You are on page 1of 110

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN


NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN
TAHUN 2009 2029
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANGKALAN,
Menimbang :

a.

bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bangkalan


dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil
guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);

b.

bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar


sektor, Daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.

c.

bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang


wilayah yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan;

d.

bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun


2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur, maka strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan;
e.

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a,


b, c dan d, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bangkalan dengan Peraturan Daerah.

Mengingat

1.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013).

2. Undang-Undang

Nomor

Tahun

1992

tentang

Perumahan

&

Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor


23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469).
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699).
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888).
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2004 Nomor 32,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377).


6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421).
7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4444).
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pengelolaaan Sampah
(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2008 Nomor 69,

Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4851);


9. Undang-Undang

Nomor

(Lembaran Negara

23

Republik

Tahun

2007

Indonesia

tentang

Tahun

Perkeretaapian

2007 Nomor

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

65,

10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).
11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2007 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).


12. UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4739).
13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4746).
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4849).
16. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batu
Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959).
17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan.
18. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat
dalam Kegiatan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996, Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3660).
19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1997 Nomor

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696).

59,

20. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian


Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3934).
21.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan


Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385).

22.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol


(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2005 Nomor

32,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489).


23.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengelolaan air


Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490).

24.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4624).

25.

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4655).

26.

Peraturan
Urusan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Pemerintahan

antara

Pemerintah

Daerah

Provinsi

dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737).
27.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan


Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2008 Nomor 16,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814).


28.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata


Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833).

29.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pengelolaan


Sumber Daya Air.

30.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan


Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2009 Nomor 88,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5019).


31.

Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan


Kawasan Lindung.

32.

Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi


Penataan Ruang Nasional;

33.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang
Daerah.

34.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2007 tentang


Pengelolaan Sistem Irigasi.

35.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 41/PRT/M/2007 Tentang


Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.

36.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor .11/PRT/M/2009 tentang


Pedoman Persetujuan Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya.

37.

Keputusan Menteri Dalam Negeri No.147 Tahun 2004 tentang Badan


Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

38.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis


Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai
dan Bekas Sungai.

39.

Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 2020.

40.

Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 4 Tahun 2008 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Bangkalan Tahun 2008 Nomor 3/D).
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN


dan
BUPATI BANGKALAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 -2029.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bangkalan;
2. Kepala Daerah adalah Bupati Bangkalan;
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bangkalan;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
kehidupannya;
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional;
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya;

9. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan


ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
10. Penyelenggaraan penataan ruang, adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;
11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan
ruang;
12. Pembinaan penataan ruang, adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat;
13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang;
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/ atau aspek fungsional;
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;
19. Sistem internal perkotaan struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan;
20. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat
RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
Kabupaten Bangkalan

yang mengatur struktur dan pola tata ruang

wilayah Kabupaten;
21. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya;

22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan;
23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumberdaya manusia dan sumber daya buatan;
24. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap;
25. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah;
26. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan;
27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain;
28. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
29. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau
dimasukan kedalamnya;
30. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup;
31. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air;
32. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan

sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang


berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian
mengalirkannya melalui sungai utama ke laut;
33. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai;
34. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan
situ

yang

mempunyai

manfaat

penting

untuk

mempertahankan

kelestarian fungsinya.
35. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
mata air;
36. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan;
37. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem

tertentu

yang

perlu

dilindungi

dan

perkembangannya

berlangsung secara alami;


38. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang
mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis
satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
dan perlindungan terhadap habitatnya;
39. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis
asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata
dan rekreasi;
40. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam;

10

41. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan


kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan
yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi;
42. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan
yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif
tinggi dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga
melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang
merugikan manusia;
43. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar
kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
44. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
45. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan
oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis;
46. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik diruang
darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan
di sekitarnya;
47. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi (KAPUK) adalah kawasan
ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah
kabupaten;
48. Kawasan pengembangan ekonomi terintegrasi adalah kawasan potensial
dengan berbagai komoditas komoditi yang saling terkait antar wilayah
kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru
khususnya komoditas olahan yang saling terkait;

11

49. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan


bagi kegiatan industri yang terdiri dari Kawasan Industri dan Zona
Industri;
50. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola secara terpadu oleh suatu lembaga atau
institusi tertentu;
51. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
52. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas
sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan
inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki
keterkaitan

fungsional

yang

dihubunkan

dengan

sistem

jaringan

prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara


keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa;
53. Kawasan megapolitan, adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau
lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan
bentuk sebuah sistem;
54. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan
yang diprioritaskan;
55. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari
kawasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan
Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNI Laut;
56. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah pusat
permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke
kawasan-kawasan
mendorong
pengolahan,

internasional

daerah
simpul

sekitarnya

dan
serta

transportasi

daerah/kabupaten dan nasional;

mempunyai
sebagai
yang

potensi

pusat
melayani

jasa,

untuk
pusat

beberapa

12

57. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kota
sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
melayani beberapa kabupaten;
58. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota
atau beberapa kecamatan;
59. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan kutub pertumbuhan yang berada diluar Pusat Kegiatan Lokal;
60. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
kawasan yang merupakan hinterland dari Pusat Pelayanan Kawasan;
61. Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera
dalam kurun waktu perencanaan;
62. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di
prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan;
63. Kawasan potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat
mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang;
64. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan
pengawasan secara khusus dan

dibatasi pemanfaatannya untuk

mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin


proses pembangunan yang berkelanjutan;
65. Sub Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SSWP
adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kecamatan/kotaperkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh
sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau
yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana
perhubungan air;
66. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumber daya
energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika
dikelola dengan baik;
67. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi
baru.

13

68. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya;.
69. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan
generasi mendatang;
70. Daya

dukung

mendukung

lingkungan
kehidupan

adalah

kemampuan

organisme

secara

ekosistem
sehat

untuk

sekaligus

mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan


memperbaruhi diri;
71. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan
yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda
atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya
bagi makhluk hidup;
72. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang jalur atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam;
73. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
74. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang;
75. Orang adalah orang persorangan dan/atau korporasi;
76. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum;
77. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang
timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

14

Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bangkalan

ini mencakup visi, misi, tujuan, sasaran,

kebijakan & strategi, struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan
perundang-undangan.
BAB II
ASAS , VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Pertama
Asas
Pasal 3
RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun
berdasarkan asas :
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f.

kebersamaan dan kemitraan;

g. perlindungan kepentingan umum;


h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i.

akuntabilitas.
Bagian Kedua
Visi dan Misi Penataan Ruang
Pasal 4

15

(1) Visi Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan adalah Terwujudnya


Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Sebagai Pintu Gerbang Madura
menuju Kota Industri, Pariwisata dan Jasa.
(2) Dalam upaya mencapai visi di atas maka misi penataan ruang antara lain
yaitu;
a. mewujudkan

keseimbangan

struktur

ruang

guna

mendorong

pertumbuhan wilayah;
b. mewujudkan pola ruang yang selaras dan berkelanjutan;
c. mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha
sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi
produktif;
d. mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara
berkeadilan dan proporsional untuk peningkatan sumber daya
manusia yang lebih produktif, mandiri, dan berdaya saing tinggi;
e. mengintegrasikan program pembangunan yang didukung seluruh
pemangku kepentingan
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 5
Penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Bangkalan bertujuan untuk :
a. mewujudkan penataan ruang wilayah yang sesuai dengan tatanan
kehidupan

masyarakat

Kabupaten

Bangkalan

yang

religius

dan

berbudaya terutama pada peranan Kabupaten Bangkalan sebagai pintu


gerbang menuju

Pulau

Madura

khususnya

pasca

pembangunan

Jembatan Suramadu;
b. optimalisasi potensi sumber daya hayati dan non hayati, pembangunan
dan pengembangan wilayah yang merata di seluruh Kabupaten
Bangkalan;
c. penetapan struktur dan pola ruang yang selaras berazaskan pada
pembangunan yang berkelanjutan (Suistainable Development) dengan
tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat
Kabupaten;

16

d. Bangkalan secara merata dan berbasis pada potensi sumber daya alam
dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, ekologis dan
konservasi sumber daya ala
Bagian Keempat
Sasaran
Pasal 6
Sasaran penataan ruang Kabupaten Bangkalan, adalah untuk :
a. merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang kabupaten;
b. merumuskan rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi
sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah kabupaten;
c. merumuskan rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung dan kawasan budidaya;
d. menetapkan kawasan strategis kabupaten;
e. merumuskan arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima Tahunan;
f.

merumuskan ketentuan pengendalian pemanfaatan

ruang wilayah

kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan


perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta ketentuan sanksi.
Bagian Kelima
Kebijakan dan Strategi
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
(1) Untuk mewujudkan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ditetapkan kebijakan dan strategi perencanaan ruang
wilayah; dan
(2) Kebijakan dan strategi perencanaan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: struktur ruang wilayah, pola ruang
wilayah dan penetapan kawasan strategis dan pesisir/pulau-pulau kecil.

17

Paragraf 2
Kebijakan dan Strategi Penetapan
Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 8
Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah daerah memuat :
a. kebijakan dan strategi sistem permukiman;
b. kebijakan dan strategi rencana prasarana wilayah.
Pasal 9
Kebijakan dan Strategi sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf (a), memuat :
a. mengendalikan perkembangan kawasan metropolitan pada wilayah
Kabupaten Bangkalan yang berada dalam lingkup wilayah Surabaya
Metropolitan Area yaitu ada wilayah Kecamatan Labang, Tragah, Kamal ,
Socah, Bangkalan dan Kecamatan Burneh yang merupakan kawasan
utama pengembangan perkotaan, dengan strategi; penentuan hirarki
perkotaan yang dibagi dalam hirarki PKN, PKL, PPK, PPL;
b. mengarahkan struktur permukiman secara berhirarki dan mengendalikan
perkembangan kawasan perkotaan agar tidak cenderung memusat
kearah kawasan metropolitan di Kabupaten Bangkalan, dengan strategi;
menata kawasan perkotaan sesuai dengan fungsi dan peran masing
masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan
dan distribusi hasil pertanian,

perdagangan, jasa, pemerintahan,

pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya


c. menata pusat permukiman perkotaan SSWP direncanakan berperan
sebagai pusat-pusat pertumbuhan, dengan strategi; pembentukan desa
sebagai pusat pertumbuhan melalui konsep Agropolitan;
d. distribusi pemanfaatan ruang terbangun kawasan permukiman secara
merata untuk mencegah kawasan permukiman padat, dengan strategi;
mendorong pertumbuhan wilayah dan pemerataan pembangunan di
seluruh wilayah permukiman serta melengkapi pusat permukiman dengan
pelayanan jasa pemerintahan , pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

18

e. membentuk ruang terbuka hijau dengan strategi; kawasan permukiman


perkotaan wajib menyediakan 30% wilayahnya sebagai Ruang Terbuka
Hijau atau yang terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik sebesar 20% dan
Ruang Terbuka Hijau Privat sebesar 10%.
Pasal 10
Kebijakan dan strategi pengembangan prasarana wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf (b) memuat :
a. pengembangan penataan sistem transportasi, dengan strategi sebagai
berikut :
1. pengembangan

prasarana

transportasi

darat

yang

meliputi

pengembangan akses suramadu, hirarki jalan, terminal penumpang,


angkutan kereta api, dan angkutan penyeberangan;
2. pengembangan

prasarana

transportasi

pengembangan

pelabuhan

internasional,

laut

yang

meliputi

pelabuhan

regional,

pelabuhan khusus dan pelabuhan lokal;


b. pengembangan telematika, dengan strategi sebagai berikut :
1. pengembangan jaringan telekomunikasi ke wilayah yang memiliki
potensi tumbuhnya kegiatan ekonomi baru;
2. pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan sebagai tanggung
jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan telekomunikasi
kepada seluruh lapisan masyarakat;
3. pengembangan teknologi modern untuk meningkatkan luas daerah
pelayanan khususnya wilayah yang secara geografis memiliki lokasi
yang sulit.
c. pengembangan sumber daya air, dengan strategi sebagai berikut :
1. Pembangunan dan meningkatan volume air waduk dan embung untuk
menyediakan air baku, dengan tujuan penyehatan lingkungan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi;
2. Pemanfaatan sumber air baku alternatif;
3. Pembangunan prasarana pengendali banjir;
4. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi;

19

5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya


melestarikan kawasan konservasi untuk menjaga ketersediaan air
tanah yang berpengaruh terhadap volume prasarana penampungan
air.
d. pengembangan sumber daya energi, dengan strategi sebagai berikut:
1. Pembangunan pembangkit listrik baru untuk memenuhi kebutuhan
energi bagi industri dan perumahan baru yang akan dikembangkan
pada kawasan kawasan pertumbuhan baru;
2. Meningkatkan upaya eksplorasi sebagai kegiatan yang bertujuan
memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan
dan memperoleh cadangan migas;
3. Peningkatan pengelolaan lingkungan akibat penambangan termasuk
pencegahan, penanggulangan pencemaran atas terjadinya kerusakan
lingkungan hidup;
e. pengembangan prasarana lingkungan, dengan strategi sebagai berikut :
1. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terpadu antar
kecamatan yang dikelola bersama, secara umum pembuangan
sampah yang tidak memenuhi syarat lingkungan maka diperlukan
tempat yang jauh dari pemukiman;
2. Meningkatkan teknologi pengomposan sampah organik teknologi daur
ulang sampah non organik, teknologi pembakar pembakaran sampah
dengan incenerator serta teknologi sanitary landfil ;
3. Pengelolaan lingkungan buatan ditekankan pada pengendalian
pencemaran baik di daerah perkotaan maupun perdesaan terutama
yang berkaitan dengan perlindungan mutu air tanah, laut dan udara
serta pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara
terpadu.

Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Penetapan Pola Ruang
Wilayah Kabupaten
Pasal 11

20

Kebijakan dan strategi penetapan pola ruang wilayah kabupaten memuat :


a. kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung;
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya.
Pasal 12
Kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf (a), memuat :
(1) Penetapan kawasan lindung setempat :
a. kawasan sempadan mata air
Kebijakan : melindungi kawasan mata air dari kegiatan manusia yang
dapat mengganggu kelestarian fungsi mata air, dengan strategi;
1. pencegahan kegiatan budidaya disekitar mata air yang dapat
merusak kualitas mata air ;
2. penetapan minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air
tersebut;
b. kawasan sempadan sekitar waduk/embung :
kebijakan : melindungi waduk dari kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi waduk, dengan strategi ;
1. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disekitar waduk
yang dapat mengganggu fungsi waduk;
2. Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar waduk;
3. Pengamanan daerah aliran sungai.
c. kawasan sempadan sungai :
Kebijakan

melindungi

dari

kegiatan

manusia

yang

dapat

mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik air sungai
serta mengamankan aliran sungai, dengan strategi;
1. Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disepanjang sungai
yang dapat menggangu atau merusak kualitas air kondisi fisik
dan dasar sungai serta alirannya;
2. Pengendalian kegiatan telah ada disekitar sungai;
3. Pengamanan daerah aliran sungai.
d. kawasan sempadan pantai :

21

Kebijakan : melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang dapat


mengganggu kelestarian fungsi pantai, dengan strategi;
1. pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi pantai;
2. pencegahan adanya kawasan terbangun di sepanjang garis
pantai;
3. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi
maka dilarang ada peralihan fungsi dan harus mempertahankan
serta mengembangkan fungsi lindung yang ada misalnya dengan
pembentukan hutan mangrove;
4. Pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami
kerusakan.
e. kawasan sempadan hutan bakau.
Kebijakan : melindungi kawasan tempat tumbuhnya hutan mangrove
diwilayah pesisir/laut yang berfungsi untuk melindungi habitat,
ekosistem dan aneka biota laut serta melindungi pantai dari
sendimentasi, abrasi dan proses akresi (penambahan pantai) untuk
mencegah terjadinya pencemaran pantai, dengan strategi;
1. kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakterisitik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;
2. untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu ada rekayasa
teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;
3. pengembangan kawasan berhutan bakau harus disertai dengan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Penetapan kawasan pelestarian alam dan cagar budaya.
Kebijakan : pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata serta
peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari
pencemaran, dengan strategi;
1. mengembangkan
pengembangan

zona-zona
ilmu

pemanfaatan

pengetahuan,

pariwisata,

ruang
rekreasi

untuk
dan

pendidikan;
2. pengelolaan taman wisata alam yang memadukan kepentingan
pelestarian dan pariwisata/rekreasi alam;
3. melindungi kawasan cagar budaya;

22

4. membuat peraturan pembangunan tidak boleh melebihi tinggi dari


bangunan yang bernilai tinggi/situs purbakala.
(3) Penetapan kawasan rawan bencana
Kebijakan : Perlindungan pada kawasan rawan bencana alam untuk
mengeleminasi dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa alam, dengan
strategi;
1. penetapan wilayah rawan banjir;
2. penyediaan sistem peringatan dini (early warning system);
3. pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana.
(4) Penetapan perlindungan bawahan
Kawasan Hutan Lindung
Kebijakan : sebagai keseimbangan hidrologis serta penyerapan air di
Kabupaten Bangkalan, dengan strategi :
1. Mengembalikan fungsi lindung bagi kawasan yang telah rusak.
2. Percepatan

Rehabilitasi hutan/reboisasi hutan

lindung dengan

tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung.


kawasan Karst 1
kebijakan : sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi di Kabupaten
Bangkalan, dengan strategi;
1. penetapan kawasan yang memiliki perbukitan karst mutlak tidak bisa
dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;
2. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya
masih tetap berfungsi;
3. peningkatan pengawasan kegiatan masyarakat yang berada di
kawasan tersebut.
Pasal 13
Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf (b), memuat :
(1) Penetapan pengembangan kawasan budidaya
a. Kawasan hutan produksi biasa

23

Kebijakan : memanfaatkan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan


baik dengan cara tebang pilih dan maupun tebang habis, dengan
strategi;
1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta
peladangan ilegal;
2. pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konservasi
untuk kegiatan pertanian (perkebunan dan tanaman pangan)
sesuai dengan fungsinya.
b. Kawasan hutan rakyat
Kebijakan :

memanfaatkan potensi hutan pada kawasan yang

pemanfaatannya dapat dialihkan untuk kegiatan lain, dengan strategi;


1. Pengembangan pola Hutan Tanaman Industri (HTI);
2. Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH;
3. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya
lain
(2) Kawasan pertanian
a. Pertanian lahan basah/sawah
Kebijakan : mempertahankan kawasan pertanian khususnya sawah
beriirigasi

teknis

dan

ditingkatkan

intensifikasinya,

dengan

strategi;
1. Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru
dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah
hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perluasan jaringan
irigasi dan pengembangan waduk/embung;
2. Perubahan kawasan pertanian menjadi non pertanian harus diikuti
oleh pengembangan kawasan pertanian baru dengan tetap
memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sebagai
kawasan pertanian;
3. Pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan
produksi

dan

produktifitas

tanaman

pangan

dengan

mengembangkan kawasan cooperative farming dan hortikultura


dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices.
b. Kawasan perkebunan dan kawasan pertanian pangan lahan kering

24

Kebijakan : mengembangkan areal produksi perkebunan terutama


untuk komoditas utama dengan memanfaatkan dengan potensi lahan,
serta mengembangkan kawasan pertanian tanaman pangan lahan
kering, dengan strategi;
1. peremajaan dan perluasan areal tanaman perkebunan;
2. pengembangan wilayah-wilayah tanaman perkebunan sesuai
dengan potensi lahannya secara optimal;
3. pengendalian perluasan tanaman perkebunan untuk memelihara
kelestarian lingkungan;
4. pengembangan kawasan-kawasan potensial untuk pertanian
pangan lahan kering;
5. bila tidak cukup air lahan basah dapat dimanfaatkan untuk lahan
kering.
c. Kawasan peternakan
Kebijakan : mengembangkan produksi usaha ternak terutama untuk
komoditas utama dengan mengembangkan ternak unggas dan hewan
yang menjadi sektor basis masyarakat Bangkalan, dengan strategi;
1. pengembangan ternak unggulan (ternak besar-ternak kecil) sesuai
dengan potensi yang ada;
2. pengembangan kawasan peternakan dengan bermitra antara
swasta dan masyarakat.
(3) Kawasan pertambangan
Kebijakan : mengembangkan kawasan yang mempunyai potensi bahan
galian

strategis/vital

untuk

kegiatan-kegiatan

penelitian

umum,

eksploitasi yang termasuk dalam wilayah kuasa pertambangan, dengan


strategi;
1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan
agar tidak mengganggu fungsi lindung;
2. pengendalian fungsi lindung pada kawasan bekas pertambangan.
(4) Kawasan peruntukan industri
Kebijakan : Pengelolaan kawasan industri yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya, dengan strategi;
pengembangan kawasan perindustrian di wilayah perkotaan dan

25

perdesaaan dalam bentuk peruntukan industri besar,

menengah dan

sentra industri kecil.


(5) Kawasan pariwisata
Kebijakan : mengembangkan kawasan prioritas yang memiliki objek
wisata terutama untuk wisatawan

lokal dan mancanegara yang

pengembangannya diharapkan akan berdampak positif bagi kawasankawasan lainnya, dengan strategi;
1. revitalisasi kawasan wisata;
2. pengembangan prasarana dan sarana kawasan wisata;
3. pembangunan kawasankawasan wisata baru untuk menunjang
keberadaan Suramadu.
(6) Kawasan permukiman
a. permukiman kota
Kebijakan : mengembangkan kawasan permukiman kota sebagai
tempat pemusatan penduduk yang ditunjang oleh penyediaan
prasarana dan sarana perkotaan yang memadai sesuai dengan
hierarki dan fungsinya, dengan strategi; penataan ruang kota
Kabupaten Bangkalan yang terdiri perkotaan Bangkalan, perkotaan
Labang dan perkotaan Tragah (Kawasan Kaki Jembatan Suramadu),
perkotaan Socah, perkotaan Burneh dan areal pengembangan
perkotaan di Kecamatan Arosbaya, Klampis dan Sepulu.
b. permukiman perdesaan
Kebijakan :

mengembangkan kawasan permukiman yang terkait

dengan kegiatan budidaya pertanian yang tersebar sesuai dengan


potensi pertanian, dengan strategi;
1. pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan;
2. penataan lingkungan permukiman desa, penyediaan fasilitas dan
utilitas desa.
Paragraf 4
Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis
Wilayah Kabupaten
Pasal 14

26

Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten


Bangkalan meliputi :
a. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer;
b. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis kawasan ekonomi;
c. kebijakan dan strategi dari kawasan sudut kepentingan sosial dan
budaya;
d. Kebijakan dan strategi dari kawasan pengendalian ketat/high control
zone;
e. Kebijakan dan strategi dari kawasan pesisir dan pulau pulau kecil.
Pasal 15
Kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 14 (a), memuat :
kebijakan : pengamanan dan melindungi tempat serta ruang disekitar
kawasan militer arsenal Batuporon di Kecamatan Kamal dan Laboratorium
senjata militer di Kecamatan Labang; dengan strategi :
a. penataan kawasan khusus militer berdasarkan karakteristik kawasan
diarahkan agar lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan dan
masyarakat umum;
b. penetapan jarak bebas aman kawasan khusus militer dengan guna lahan
lainnya, terutama permukiman.
Pasal 16
Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan Ketahanan
Ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (b), memuat :
kebijakan : peningkatan dan pemantapan kawasan agar dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendorong peran wilayah dalam
perkembangan wilayah Propinsi dan Nasional; dengan strategi :
a. pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS);
b. pengembangan Rencana Pelabuhan Petikemas Internasional di Tanjung
Bulupandan;

27

c. pengembangan kawasan akses koridor jalan poros Suramadu;


d. pengembangan Kawasan Jalan sirip Surabaya-Madura;
Pasal 17
Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan sosial
dan budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (c), memuat :
kebijakan : melakukan pengamanan terhadap kawasan atau melindungi
tempat serta ruang disekitar bangunan bersejarah, situs purbakala dan
kawasan dengan bentukan geologi; dengan strategi :
a. melestarikan kawasan sekitar serta memberikan gambaran berupa relief
atau sejarah yang menerangkan obyek/situs tersebut;
b. pembinaan masyarakat sekitar untuk ikut berperan menjaga peninggalan
sejarah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merata dan
adil;
c. meningkatkan nilai tambah kawasan melalui pengembangan sebagai
obyek wisata sejarah, menjaga dan melestarikan kearifan lokal

(local

indigenous);
d. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan
masyarakat; dan
e. melestarikan situs warisan budaya bangsa.
Pasal 18
Kebijakan dan strategi dari Kawasan Pengendalian Ketat/high Control
Zone (HCZ) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (d), memuat

kebijakan : Pengendalian terhadap kawasan yang memerlukan pengawasan


secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya
dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang
berkelanjutan; dengan strategi : pengendalian terhadap kawasan kawasan
yang

dianggap

mempunyai

kecenderungan

perkembangan

kegiatan

budidaya yang sangat tinggi, pengendalian tersebut digunakan untuk


menghindari terjadinya konflik dengan kawasan pengendalian ketat.

28

Paragraf 5
Kebijakan dan Strategi Penetapan
Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pasal 19
(1) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil, adalah meliputi ; Pengembangan kota-kota pesisir di Kabupaten
Bangkalan.
(2) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. Meningkatkan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi orientasi
utama di wilayah Kabupaten Bangkalan;
b. Mengembangkan

pelayanan

penunjang

kegiatan

perdagangan

internasional, berskala kecil hingga besar;


c. Meningkatkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan social
ekonomi masyarakat;
d. Meningkatkan

kegiatan

ekonomi

dengan

sebesar-besarnya

memanfaatkan sumber daya lokal (sumber daya manusia, sumber


daya alam dan sumber daya buatan);
e. Mempertahankan dan menjaga kelestariannya dengan membatasi
pembukaan areal tambak baru yang mengakibatkan terganggunya
ekosistem di kawasan pesisir dan pulau pulau kecil.

BAB III
STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum

29

Pasal 20
Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan
pengembangan:
a. sistem permukiman;
b. sistem prasarana wilayah.

Bagian Kedua
Sistem Permukiman
Pasal 21
Sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a,
meliputi:
a. Sistem pusat kegiatan;
b. pengembangan perkotaan Metropolitan;
c. Pengembangan kawasan Agropolitan.
Pasal 22
(1) Hirarki sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
a, meliputi :
a. Pusat Kegiatan Nasional ( PKN ) yang meliputi : Ibukota Bangkalan,
dan kawasan perkotaan Kaki Jembatan Suramadu yang meliputi
Kecamatan Labang;
b. Pusat Kegiatan Lokal ( PKL ) : meliputi perkotaan di Kecamatan
Klampis, Tanjung bumi, Blega dan Kecamatan Tanah Merah yang
merupakan pusat dari SSWP;
c.

Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK ) : meliputi kutub pertumbuhan


desa/kelurahan yang berada di PPK ini terletak pada kawasan
perkotaan pada masing-masing kecamatan (diluar perkotaan diatas)

30

di Kabupaten Bangkalan yang terletak di sepanjang jalan utama


(arteri/kolektor dan lokal primer), keberadaan guna lahan kawasan
perdagangan dan jasa serta fasilitas umum dengan skala pelayanan
kecamatan;
d. Pusat Pelayanan Lokal ( PPL ) meliputi desa-desa yang menjadi area
hinterland PPK serta desa-desa yang berada diluar pengaruh secara
langsung perkembangan wilayah kota di Ibukota Kecamatan.
(2) Pengembangan Perkotaan Metropolitan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 huruf b, yaitu :
a. Perkotaan Metropolitan Bangkalan merupakan bagian dari wilayah
perkotaan Gerbangkertosusila;

b. pengembangan Kota Metropolitan Bangkalan terdiri atas kota inti,


yaitu Kota Bangkalan dan Perkotaan sekitar Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu dan satelit utama adalah Perkotaan Socah, dan Perkotaan
Klampis;
c. perkembangan Metropolitan ini didukung oleh sistem angkutan
massal perkotaan, bus metro dan prasarana pendukung lainnya.
(3) Kawasan Agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c,
meliputi : Kecamatan Socah Burneh Bangkalan ( SOBURBANG ),
dengan penetapan Kecamatan Socah sebagai pusat kota tani dikawasan
agropolitan.
Bagian Ketiga
Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 23
Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b,
meliputi :
a. sistem prasarana transportasi meliputi:

31

1. hirarki jalan;
a. sistem jaringan jalan arteri primer;
b. sistem jaringan kolektor primer;
c. sistem jaringan lokal primer.
2. prasarana transportasi darat
a. terminal penumpang tipe A;
b. jaringan kereta api;
c. angkutan penyeberangan.
3. prasarana transportasi laut
a. pelabuhan petikemas internasional;
b. pelabuhan regional;
c. pelabuhan khusus;
d. pelabuhan lokal.
b. sistem prasarana telematika;
c. sistem prasarana sumber daya air;
d. sistem prasarana energi;
e. sistem pengelolaan prasarana lingkungan.

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Jalan
Pasal 24
(1) Rencana

pengembangan

sistem

prasarana

transportasi

jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a angka 1, terdiri dari


sistem jaringan jalan arteri primer yang dinyatakan dalam status dan
fungsi jalan, sistem jaringan kolektor primer, sistem jaringan lokal primer.
(2) Rencana pengembangan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud ayat
(1) dengan pengembangan ruas jalan yang melalui Surabaya Jembatan
Suramadu Labang Tragah Burneh Tanah Merah Galis Blega

32

Sampang dan terhubung langsung dari Kota Bangkalan pengembangan


jaringan jalan Interchange Burneh Arosbaya Pelabuhan Peti Kemas
Bulupandan ( Kecamatan Klampis ).
(3) Rencana Pengembangan Jalan Kolektor Primer sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), meliputi ruas :
a. jalan lintas selatan Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan yang
menghubungkan antara Kecamatan Kamal - Kecamatan Labang Kecamatan Kwanyar - Kecamatan Modung - Kabupaten Sampang;
b. jalan lintas utara Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan jalan yang
menghubungkan antara Kota Bangkalan - Kecamatan Arosbaya Kecamatan Klampis - Kecamatan Sepulu - Kecamatan Tanjungbumi
- Kabupaten Sampang;
c. jaringan jalan Modung Blega Konang Kokop Tanjung Bumi
yang menghubungkan wilayah pesisir selatan Kabupaten Bangkalan
dengan wilayah pesisir utara;
d. pengembangan jaringan jalan Bangkalan Burneh atau Bangkalan
Socah Morkepek Burneh sebagai jalan kolektor primer. Hal ini
sesuai dengan peran kawasan Perkotaan Bangkalan yang akan
dijadikan sebagai wilayah dengan fungsi primer perdagangan dan
jasa serta pemerintahan.
(4) Rencana Pengembangan Jalan Lokal Primer sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), meliputi ruas :
a. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Labang

Desa Parseh;
b. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Tanah Merah
Geger Sepulu;
c. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Socah- Desa Jaddih
(Kecamatan Socah);
d. jaringan jalan yang menghubungkan Kwanyar Barat Dasa Sumur
Koneng (Kecamatan Kwanyar);
e. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tanah Merah Laok Desa
Tanah Merah Dajjah (Kecamatan Tanah Merah);
f.

jaringan jalan yang menghubungkan Desa Karanganyar Desa


Pandanan (Kecamatan Kwanyar);

33

g. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandanan Desa


Duwekbuter Desa Alas Kokon (Kecamatan Kwanyar);
h. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis Desa Banyubunih
( Kecamatan Galis);
i.

jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Dajjah Desa


Lantek Barat Desa Lantek timur (Kecamatan Galis );

j.

jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Kranggan Timur


Galis Paterongan (Kecamatan Galis);

k. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandan Lajeng Karang


Duwek Arosbaya (Kecamatan Arosbaya );
l.

jaringan jalan yang menghubungkan Arosbaya Geger Kokop;

m. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Katol Barat Durin Barat


Konang;
n. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Sorpah Petong
Jangkar Tanahmerah Dajah;
o. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Landak Batangan
Binoh;
p. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Binoh Panggalangan
Tunjung;
q. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Dabung Lerpak Lantek
Timur;
r.

jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tlokoh Genteng


Konang;

s. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis Pekandan


Brangkasdajah Modung;
t.

jaringan jalan

yang menghubungkan Desa Tragah Tambin

Bajeman Katetang Kwanyar Barat;


u. jaringan Jalan Desa Masaran Jl Halim Perdanakusuma.
v. Jaringan jalan frontage pada sepanjang koridor Akses Suramadu dari
Labang Burneh.

34

Pasal 25
Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), adalah :
(1) Untuk mengefektifkan dan menghubungkan antara fungsi kegiatan utama
di tiap wilayah di Kabupaten Bangkalan, direncanakan sistem fungsi
jaringan jalan utama yang terdiri dari jaringan jalan primer yaitu Jalan
Poros Suramadu serta beberapa jalan yang menghubungkan antar
kecamatan di Kabupaten Bangkalan;
(2) Jalan Poros Suramadu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang
melintas di wilayah perencanaan. Jalan tersebut secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi struktur kegiatan dan tata
ruang di wilayah perencanaan, karena jaringan tersebut akan menarik
kegiatan kota/regional menyebar disepanjang jaringan utama. Sehingga
akan mempengaruhi pola struktur tata ruang secara keseluruhan. Jalan
Poros Suramadu ini melintas dari Kecamatan Labang Kecamatan
Tragah Kecamatan Burneh Kecamatan Geger Kecamatan Arosbaya
Kecamatan Klampis;
(3) Merupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan di tiap PKL
dengan pusat kegiatan didalamnya.
a. jalan Arteri Primer;
b. merupakan jalan dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak boleh terganggu oleh lalu lintas dan kegiatan lokal;
2. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
3. Tidak terputus walaupun memasuki kota;
4. Memiliki kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas jalan lainya.
(4) Pengembangan rute angkutan umum dari Kota Surabaya ke Kota
Bangkalan melalui Jembatan Suramadu.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Prasarana
Terminal Penumpang & Penyeberangan
Pasal 26

35

Rencana

pengembangan

prasarana

terminal

penumpang

dan

penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, meliputi :


(1) Pembangunan Terminal tipe A di sekitar akses Suramadu.
(2) Pengembangan prasarana transportasi penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22 huruf b, angka 2, dengan beroperasinya
Jembatan

Suramadu

dengan

tidak

mematikan

fungsi

Dermaga

penyeberangan yang ada. Penyeberangan Kamal Ujung akan tetap


beroperasi

dengan

kapasitas

dan

mengoptimalkan

layanan

penyeberangan.
(3) Pengembangan angkutan penyeberangan untuk prasarana wisata bahari.
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Perkeretaapiaan
Pasal 27
Rencana

pengembangan

prasarana

transportasi

perkeretaapian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a angka 2, meliputi :


a. melayani angkutan kereta regional maupun nasional;
b. melayani sistem angkutan masal GKS berbasis kereta api;
c. melayani simpul terminal utama : terminal penumpang laut;
d. melayani angkutan barang bagi wilayah industri dan simpul terminal
angkutan barang terutama pelabuhan;
e. revitalisasi rel kereta api Kamal Sampang - Pamekasan-Sumenep;
f.

Pengembangan jalur kereta api P.Madura Surabaya.


Paragraf 3
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Laut
Pasal 28

Sistem Pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 22 huruf a, angka 3, meliputi :

36

a. pembangunan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan


Klampis sebagai pelabuhan peti kemas internasional;
b. pengembangan pelabuhan Telaga Biru di Kecamatan Tanjung Bumi
menjadi pelabuhan regional;
c. pembangunan pelabuhan khusus di Kecamatan Socah sebagai area
pelayanan kawasan industri Socah;
d. pengembangan pelabuhan di Kecamatan Sepulu dengan pengembangan
sebagai pelabuhan lokal.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Prasarana
Telematika
Pasal 29
Sistem pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf c, adalah :
(1) Prasarana telematika yang dikembangkan, meliputi :
a. sistem kabel;
b. sistem seluler; dan
c. sistem satelit.
(2) Rencana pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), akan terus ditingkatkan perkembangannya hingga
mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana
telematika

mendorong

kualitas

perencanaan

dan

pelaksanaan

pembangunan;
(3) Rencana penyediaan infrastruktur telematika, berupa tower BTS (Base
Transceiver Station) secara bersama-sama;
(4) Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi
dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika;

37

(5) Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan


perundangan yang berlaku.
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Prasarana
Sumber Daya Air
Pasal 30
(1) Sistem prasarana pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf d meliputi jaringan air bersih (PDAM) dan irigasi;
(2) Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disusun berdasarkan wilayah sungai;
(3) Prasarana

pengairan

direncanakan

sesuai

dengan

kebutuhan

peningkatan sawah irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air
permukaan maupun air tanah;
(4) Rencana pengembangan pengairan berdasarkan wilayah sungai;
(5) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan
peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau,
sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah
teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis.
(6) Upaya penanganan untuk meningkatkan layanan fasilitas air bersih di
Kabupaten Bangkalan seperti :
a. perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan
air;
b. perluasan daerah tanggapan air; dan
c. peningkatan pelayanan dan pengelolaan air bersih oleh PDAM
dengan peningkatan sistem jaringan air bersih hingga ke wilayah
perdesaan;
d. pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman
pasca Suramadu dengan peningkatan sistem utilitas Suramadu.
(7) Upaya pengembangan pelayanan pengairan dilakukan dengan cara
membangun waduk dan embung yang meliputi :
a. waduk Blega di Kecamatan Galis;
b. embung Pangalangan 1 di Kecamatan Burneh;

38

c. embung Tambak Pocok di Kecamatan Tanjung Bumi;


d. embung Sangkiyah di Kecamatan Tanjung Bumi;
e. embung Dupok di Kecamatan Tanjung Bumi;
f.

embung Paselaju di Kecamatan Tanjung Bumi;

g. embung Pangolangan 2 di Kecamatan Burneh;


h. embung Maneron di Kecamatan Sepulu;
i.

embung Pakis 3 di Kecamatan Kokop;

j.

embung Manoan di Kecamatan Kokop;

k. embung Kombangan 1 di Kecamatan Arosbaya;


l.

embung Kombangan 2 di Kecamatan Arosbaya;

m. embung Kombangan 3 di Kecamatan Arosbaya;


n. embung Kampak di Kecamatan Arosbaya.
(8) Pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman dengan
memanfaatkan utilitas Jembatan Suramadu.
Paragraf 6
Rencana Pengembangan Prasarana
Sumber Energi
Pasal 31
(1) Pengembangan sumber daya energi sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 22 huruf d dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan
energi listrik dan pemenuhan energi lainnya.
(2) Sumber daya energi adalah sebagian dari sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara
langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi.
(3) Pengembangan Sarana untuk pengembangan listrik meliputi :
a. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Desa Gili Timur
Kecamatan Kamal;
b. Pengembangan Jaringan Saluran Udara Tenaga Ekstra Tinggi 500
KV dan saluran kabel tegangan tinggi 150 KV diperlukan untuk
menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh supply dari Pulau
Jawa-Bali, yaitu :
1) Kecamatan Burneh;

39

2) Kecamatan Geger;
3) Kecamatan Arosbaya;
4) Kecamatan Klampis;
5) Kecamatan Sepulu;
6) Kecamatan Tanjung Bumi;
7) Kecamatan Kokop;
8) Kecamatan Konang;
9) Kecamatan Kwanyar;
(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :
a. peningkatan

daya

energi

listrik

pada

daerah-daerah

pusat

pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan


penambahan gardu-gardu listrik;
b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerahdaerah yang belum terlayani, utamanya bagi sekitar 35 % KK yang
belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN;
serta
c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi
pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Bangkalan,
sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap KK akan memperoleh
layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum
terlayani.
(5) Rencana pengelolaan sumber daya energi adalah untuk memenuhi
kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Antara lain meliputi :
a. Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan
SUTET;
b. Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu
sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; serta

c. Menetapkan sempadan SUTT 66 kv tanah datar dan sempadan


SUTT 150 kv tanah datar.

40

Paragraf 7
Rencana Pengembangan
Sistem Prasarana Lingkungan
Pasal 32
1. Rencana pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 huruf e, Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan
prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif.
2. Prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama
untuk kepentingan antar wilayah di Kecamatan Tanah Merah;
b. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Regional di Desa Buluh,
Kecamatan Socah;
c. tempat pengelolaan limbah industri B3 dan non B3.
3. Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan
lintas wilayah administratif, adalah :
a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan
masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;
b. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan
teknis;
c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai
dengan kaidah teknis; serta;
d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan
daya dukung lingkungan;
4. Upaya penanganan permasalahan sanitasi/limbah khusus rumah tangga,
meliputi :
a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada
pemenuhan fasilitas septic tank pada masing-masing KK; dan
b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga
dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas
sanitasi umum.

41

5. Penyediaan prasarana pengelolaan limbah bagi industri dan perumahan


baru yang akan didirikan dengan ketentuan; setiap industri harus memiliki
Induk Pembuangan Akhir Limbah (IPAL) baik terpadu maupun sendiri.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
Bagian Kedua
Pelestarian Kawasan Lindung
Paragraf 1
Pola Ruang Untuk Kawasan Lindung
Pasal 34
(1) Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
meliputi :
a. kawasan perlindungan setempat;
b. kawasan pelestarian alam & cagar budaya;
c. kawasan rawan bencana alam;
d. Kawasan perlindungan bawahan.
(2) Sebaran kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana
tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf a, meliputi :

42

a. kawasan sempadan mata air;


b. kawasan sempadan sekitar waduk/danau;
c. kawasan sempadan sungai;
d. kawasan sempadan pantai;
e. kawasan sempadan hutan bakau/mangrove.

Pasal 36
Kawasan pelestarian alam & cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. kawasan pelestarian, meliputi Wanawisata Gunung Geger, Kecamatan
Geger dengan luas 30,2 Ha;
b. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan non-gedung meliputi :
1. makam Aer Mata Ratu Ebuh seluas 560 m 2 di Kecamatan
Arosbaya;
2. makam Syaichona Kholil 300 m2 di Kecamatan Bangkalan;
3. makam Agung, seluas 350 m2 di Kecamatan Arosbaya;
c. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan gedung adalah pelestarian
bangunan Klenteng Eng An Bio seluas 435 m2 di Kecamatan
Bangkalan, Menara Mercusuar 200 m2 di Kecamatan Socah dan
Benteng Kolonial + 10.000 m2.
Pasal 37
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) huruf c, meliputi :
(1) Kawasan rawan longsor dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kecamatan Blega;
b. Kecamatan Konang.

43

(2) Kawasan rawan Banjir dimaksud pada ayat (1) meliputi :


a. Kecamatan Blega;
b. Kecamatan Arosbaya.
Pasal 38
Kawasan perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf d, meliputi ; hutan lindung seluas 634,8 ha, yaitu di ;
Kecamatan Blega seluas 87,9 ha dan Kecamatan Sepulu seluas 546,9 ha.

Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 39
(1) Rencana

pengelolaan

kawasan

lindung

meliputi

semua

upaya

perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber


daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi
yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan
budidaya;
(2) Rencana pengelolaan kawasan lindung dimaksud meliputi : perlindungan
setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan
bencana alam.
Pasal 40
Rencana pengelolaan kawasan yang memberi perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :

44

a. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar mata air, adalah :


1. Penetapan perlindungan pada sekitar mata air ini adalah minimum
berjari-jari 200 meter dari sumber mata air tersebut jika di luar
kawasan permukiman dan 100 meter jika di dalam kawasan
permukiman. Terutama sungai Pocong di Kecamatan Tragah yang
merupakan sumber mata air terbesar kabupaten Bangkalan. Di
sekitar kawasan sumber air tersebut dapat ditanami dengan jenis
tanaman yang dapat mengikat air, sehingga kawasan di sekitar
sumber air juga dapat digunakan sebagai daerah resapan;
2. Untuk mata air yang terletak pada kawasan lindung, maka
perlindungan sekitarnya tidak dilakukan secara khusus, sebab pada
kawasan lindung tersebut sudah sekaligus berfungsi sebagai
perlindungan terhadap lingkungan dan air.
b. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar waduk/danau,
adalah :
1. Perlindungan sekitar waduk/danau blega untuk kegiatan yang
menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan
kualitas sumber air;
2. Pengelolaan Waduk Blega selain untuk irigasi, pengendali air,
perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu
diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di
atasnya;
3. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan
penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan
erosi terhadap air; serta
4. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung
untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi waduk.
c. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan sungai, adalah :
1. Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan
minimum 100 meter kiri-kanan sungai. Termasuk sungai besar di
Kabupaten Bangkalan ini antara lain adalah : Sungai Budduh, Sungai
Jambu, Sungai Pocong, dan Sungai Penyantren;

45

2. Perlindungan terhadap anak sungai - anak sungai diluar permukiman


ditetapkan minimum 50 meter. Termasuk pada wilayah ini adalah seluruh
anak Sungai Budduh, anak Sungai Jambu dan Anak Sungai Pocong;
3. Pada sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman
ditetapkan minimum 15 meter. Kawasan ini terdapat di Kecamatan
Bangkalan, Arosbaya, Konang, Blega, dan Tanjung Bumi.
d. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan pantai, adalah :
1. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter dari pasang
tertinggi dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan
kerusakan kualitas pantai;
2. pada sempadan pantai dan sebagian kawasan pantai yang
merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau, terumbu karang,
padang lamun, dan estuaria harus dilindungi dari kerusakan;
3. pada kawasan sepanjang pantai yang termasuk sebagai kawasan
lindung memiliki fungsi sebagai kawasan budidaya seperti :
permukiman perkotaan dan perdesaan, pariwisata, pelabuhan,
pertahanan dan keamanan, serta kawasan lainnya. Pengembangan
kawasan ini harus dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan yang
telah ditentukan dalam rencana tata ruang kawasan pesisir;
4. melakukan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya
bencana;
5. memantapkan kawasan

lindung

di daratan

untuk menunjang

kelestarian kawasan lindung pantai;


6. bangunan di pantai diarahkan di luar sempadan pantai, kecuali
bangunan yang harus ada di sempadan pantai seperti dermaga,
tower penjaga keselamatan pengunjung pantai;
e. Pengelolaan

Kawasan

Perlindungan

Setempat

Sempadan

Hutan

Bakau/mangrove, adalah:
1. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau dilakukan melalui
penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai;
2. pengembangan kegiatan budidaya di kawasan pantai berhutan
bakau;
3. Kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakteristik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;

46

4. Untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu adanya rekayasa


teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;
5. Pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus disertai
dengan pengendalian pemanfaatan ruang;
6. Koefisien dasar kegiatan budidaya terhadap luas hutan bakau
maksimum 30 %.
Pasal 41
Rencana pengelolaan kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :
a. pengelolaan kawasan taman wisata alam, adalah :
1. Mengupayakan pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah
dibuka, dengan reboisasi sesuai jenis tumbuhan dengan tegakan
yang dapat memberikan fungsi lindung;
2. Pengelolaan kawasan penyangga dengan tanaman produktif dengan
tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung;
b. Pengelolaan kawasan cagar budaya adalah :
1. Meningkatkan pelestarian pada bangunan peninggalan sejarah dan
budaya;
2. Pada kawasan sekitar bangunan cagar budaya harus dikonservasi
untuk kelestarian dan keserasian benda cagar budaya, berupa
pembatasan pembangunan, pembatasan ketinggian, dan menjadikan
tetap terlihat dari berbagai sudut pandang;
4. Menetapkan pembatasan bangunan yang terdapat disekitar kawasan
cagar budaya;
5. Sebagai obyek daya tarik wisata sejarah.
Pasal 42
Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :
a. Pengelolaan kawasan rawan bencana longsor, adalah :

47

1. Pencegahan yaitu segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk


meniadakan sebagian atau seluruh akibat bencana;
2. Mitigasi, yaitu upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
atau memperkecil ancaman bencana;
b. Pengelolaan kawasan rawan bencana banjir, adalah :
1. Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas
wilayah;
2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan
prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir;
3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air.
Pasal 43
Rencana pengelolaan kawasan lindung bawahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 Ayat (2), adalah;
a. Pengelolaan kawasan hutan lindung, adalah :
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran
yang proporsional, baik ditinjau dari fungsi dan luasan hutan maupun
sebaran lokasi;
2. Percepatan

rehabilitasi

hutan/reboisasi

hutan

lindung

dengan

tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung


b. Pengelolaan kawasan Kars 1, adalah :
1. Kawasan yang memiliki perbukitan karst 1 mutlak tidak bisa dilakukan
eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;
2. Percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya
masih tetap berfungsi;
3. Peningkatan patroli.
Bagian Ketiga
Pengembangan Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Pola Ruang Kawasan Budidaya
Pasal 44

48

(1) Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 meliputi:
a. Kawasan Hutan;
b. Kawasan Pertanian;
c. Kawasan Pertambangan;
d. Kawasan Peruntukan Industri;
e. Kawasan Pariwisata;
f.

Kawasan Permukiman;

g. Kawasan Perdagangan dan Jasa;


h. Kawasan Ruang Terbuka Hijau;
i.

Kawasan Pesisir dan pulau-pulau kecil.

(2) Sebaran

kawasan

budidaya

sebagaimana

dimaksud

ayat

(1)

sebagaimana tercantum pada lampiran II yang merupakan bagian tidak


terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 45
Kawasan

hutan

produksi

dan

hutan

rakyat

seluas

12.341,63

ha,

sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) huruf a, meliputi :


a. Hutan Produksi : Kecamatan Geger luas 2180.4 ha dan Kecamatan Blega
luas 1655,61 ha;
b. Hutan Rakyat : Kecamatan Arosbaya 147,00 ha, Kecamatan Kokop 2.242
ha, Kecamatan Tanah Merah 1.231,91 ha, Kecamatan Kwanyar 846,31
ha, Kecamatan Konang 762 ha, Kecamatan Klampis 125,37 ha,
Kecamatan Sepulu 1,573 ha, Kecamatan Burneh 200 ha, Kecamatan
Tragah 732,69 ha, Kecamatan Tanjung Bumi 535,50 ha, Kecamatan
Labang 296,96 ha, Kecamatan Modung 1.209 ha, Kecamatan Galis
1.744,65 ha, Kecamatan Socah 349,00 ha.
Pasal 46
(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
huruf b meliputi pertanian lahan basah, lahan kering, Tahunan dan
perkebunan, peternakan dan perikanan;

49

(2) Kawasan pertanian lahan basah atau sawah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) ditetapkan sebagai kawasan lahan abadi pertanian pangan,
direncanakan 12161,76 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menyebar hampir semua kecamatan di Kabupaten Bangkalan;
(3) Kawasan perkebunan seluas 3846.07 ha, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terletak disemua Kecamatan;
(4) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
peternakan ternak besar, peternakan ternak kecil, peternakan unggas
sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (1) terletak

hampir disemua

Kecamatan;
(5) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1),
meliputi : perikanan tangkap, perikanan budidaya air payau, perikanan
budidaya air tawar, dan perikanan budidaya laut, yang terletak di
Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, Socah, Bangkalan, Arosbaya,
Tanjung Bumi, Sepulu, dan Klampis.
Pasal 47
(1) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
huruf c, meliputi pertambangan bahan galian golongan galian strategis,
golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak
termasuk kedua golongan di atas;
(2) Pertambangan galian golongan galian strategis sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 terletak di Kecamatan Kamal, Labang, Tragah, Kwanyar,
Galis, Konang, Modung, dan Blega.
Pasal 48
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (1) huruf d, terdiri atas : kawasan industrial estate, sentra industri
kecil, zona industri;
(2) Pengembangan Kawasan sentra industri kecil & menengah di wilayah
Kaki Jembatan Suramadu yang terintegrasi dengan kawasan pemukiman

50

untuk industri dan kawasan perdagangan dan jasa serta pelayanan


umum yang melayaninya di Kecamatan Labang;
(3) Pengembangan industrial estate & zona industri di Kawasan Pelabuhan
Peti Kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan Klampis. Kawasan
industri memiliki luas lahan sebesar 1600 ha;
(4) Pengembangan industrial estate di Kecamatan Socah dengan luas
wilayah 800 Ha;
(5) Pengembangan Zona Industri di Kecamatan Tragah dengan luas lahan
640 Ha dan menjadi kawasan peruntukan industri dengan desain zona
industri;
(6) Home industry yang menyebar, pada beberapa sentra yaitu : industri
rumah tangga batik Madura dan industri hasil laut berupa terasi di
Kecamatan Tanjung Bumi; industri gerabah / anyaman bambu di
Kecamatan Konang; Industri pembuatan kasur di kecamatan Tanah
Merah ; industri pembuatan emping melinjo di Kecamatan Burneh ;
industri pengeringan dan minuman saribuah di Kecamatan Labang;
industri pembuatan krupuk udang dan petis di Kecamatan Socah serta
beberapa industri lainnya.

Pasal 49
(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf e;
terdiri atas: kawasan wisata alam pegunungan dan kawasan wisata alam
pantai, kawasan budaya dan kawasan wisata minat khusus;
(2) Kawasan pariwisata alam pegunungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terletak di wanawisata Gunung Geger, Kecamatan Geger;
(3) kawasan pariwisata alam pantai meliputi :

a. Pantai Rongkang, Kecamatan Kwanyar;


b. Pantai Siring Kemuning, Tanjung Bumi;
c. Pantai Marina, Kecamatan Labang & Kamal.

51

(4) Kawasan pariwisata budaya meliputi :

a. Pesarean Syaichona Kholil, Kecamatan Bangkalan;


b. Makam Aer Mata, Kecamatan Arosbaya.
(5) Kawasan pariwisata minat khusus, meliputi :
a. Taman Rekreasi Kota, Kecamatan Bangkalan;
b. Taman Wisata Permainan Alam, Kecamatan Labang;
c. Taman Satwa, Kecamatan Labang.
Pasal 50
(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf f,
meliputi permukiman perdesaan ;
(2) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. permukiman pusat perdesaan;
b. permukiman desa; dan
c. permukiman pada pusat perdusunan.
(3) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. permukiman perkotaan sedang; dan
b. permukiman perkotaan kecil.
Pasal 51
Kawasan Perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
huruf g, meliputi :
1) Kawasan perdagangan dan jasa di Kaki Jembatan Suramadu;
2) Kawasan perdagangan dan jasa dikawasan Pelabuhan Peti Kemas
Tanjung Bulu Pandan, Kecamatan Klampis;

3) Kawasan perdagangan dan jasa di setiap Ibu Kota Kecamatan;


4) Pada kawasan perdagangan terpadu wajib menyediakan prasarana
lingkungan, utilitas umum, area pedagang informal, dan fasilitas sosial
dengan proporsi 40% dari keseluruhan luas lahannya yang selanjutnya
diarahkan terintergrasi pada lokasi perdagangan dan jasa.

52

Pasal 52
Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf
h, meliputi ruang terbuka hijau di perkotaan dan secara keseluruhan seperti
yang terdiri dari

persawahan, tegalan, perkebunan, hutan rakyat, dan

sebagian emplacement militer.


Pasal 53
Kawasan Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf i, meliputi
kawasan pesisir selatan, kawasan pesisir utara, dan pulau kecil Karang
Jamuang di perairan Laut Jawa.
Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya
Pasal 54
(1) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud Pasal
44 ayat (1), meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan
lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan
sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa
mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem;
(2) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi : kawasan hutan, kawasan pertanian, kawasan
pertambangan,

kawasan

industri,

kawasan

pariwisata,

kawasan

permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan ruang terbuka


hijau, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 55
Rencana pengelolaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (1), adalah :
a. pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan
memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak;

53

b. peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan


hutan kerakyatan;
c. pengembangan dan diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga
memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah;
d. peningkatan fungsi ekologis melalui pengembangan sistem tebang pilih,
tebang gilir dan rotasi tanaman yang mendukung keseimbangan alam;
dan
e. meningkatkan perwujudan hutan kota.
Pasal 56
Rencana pengelolaan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1), adalah :
a. sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya;
b. sawah beririgasi sederhana dan setengah teknis secara bertahap
dilakukan peningkatan menjadi sawah beririgasi teknis;
c. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian diarahkan untuk
meningkatkan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan
d. kawasan cooperative farming dan hortikultura dengan mengembangkan
kawasan good agriculture practices;
e. kawasan pertanian lahan kering secara spesifik dikembangkan dengan
memberikan tanaman Tahunan yang produktif, dan kawasan ini
merupakan

kawasan

yang

boleh

dialihfungsikan

untuk

kawasan

terbangun dengan berbagai fungsi, sejauh sesuai dengan Rencana Detail


Tata Ruang;
f.

perkebunan yang juga memiliki fungsi perlindungan kawasan seperti di


Kecamatan Geger, Blega dan Konang sebagian merupakan kawasan
yang telah dialihfungsikan menjadi tanaman semusim. Lokasi ini harus
dikembalikan

menjadi

perkembunan

kembali

dengan

melibatkan

masyarakat;
g. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui
peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan
masing-masing;

54

Pasal 57
Rencana pengelolaan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1), adalah :
a. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui
peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan
masing-masing; dan
b. penetapan

komoditi tanaman

kesesuaian

lahan,

Tahunan

konservasi

tanah

selain
dan

mempertimbangkan
air,

juga

perlu

mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.


Pasal 58
Rencana pengelolaan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1), adalah :
a. meningkatkan

kegiatan

peternakan

secara

alami

dengan

mengembangkan padang penggembalaan, dan pada beberapa bagian


dapat menyatu dengan kawasan perkebunan atau kehutanan;
b. kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi
tersendiri, diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi
pakan ternak;
c. mengembangkan sistem inti - plasma dalam pengembangan peternakan;
d. mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi;
e. pengembangan ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu
komoditas ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif;
dan
f.

ternak unggas dan ternak lain yang memiliki potensi penularan penyakit
pada manusia harus dipisahkan dari kawasan permukiman.

55

Pasal 59
Rencana pengelolaan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2), adalah :
a. mempertahankan,

merehabilitasi

dan

merevitalisasi

tanaman

bakau/mangrove;
b. pengembangan kawasan perikanan tangkap dan perikanan budidaya;
c. menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah
industri maupun limbah lainnya serta mempertahankan habitat alami ikan.

Pasal 60
Rencana pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) , adalah :
a. pengembangan
mempertimbangkan

kawasan

pertambangan

potensi

bahan

galian,

dilakukan
kondisi

dengan

geologi

dan

geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;


b. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi
sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan, dengan melakukan
penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya, sehingga
menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau,
ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan hidup;
c. setiap

kegiatan

usaha

pertambangan

harus

menyimpan

dan

mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi


lahan bekas penambangan;
d. meminimalisasi penggunaan bahan bakar kayu untuk pembakaran kapur
dan batubata genting, sebab dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan;
e. pada kawasan yang teridentifikasi bahan tambang golongan B atau A
(migas) dan bernilai ekonomi tinggi, sementara pada bagian atas
kawasan penambangan adalah kawasan lindung atau kawasan budidaya
sawah yang tidak boleh alih fungsi, atau kawasan permukiman, maka

56

eksplorasi

dan/atau

eksploitasi

tambang

harus

disertai

AMDAL,

kelayakan secara lingkungan, sosial, fisik dan ekonomi terhadap


pengaruhnya dalam jangka panjang dan skala yang luas;
f.

menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif


dari kegiatan sebelum, saat dan setelah kegiatan penambangan,
sekaligus disertai pengendalian yang ketat; dan

g. pemanfaatan lahan bekas tambang yang merupakan lahan marginal


untuk pengembangan komoditas lahan dan memiliki nilai ekonomi seperti
tanaman jarak pagar.
Pasal 61
Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1), adalah :
a. kawasan peruntukan industri prioritas yang akan dikembangkan di
Kabupaten Bangkalan adalah di kawasan Kaki Jembatan Suramadu
Zona industri EJIIZ;
b. kawasan peruntukan industri yang dikembangkan di Desa Dakiring
Kecamatan Socah akan didukung oleh pelabuhan dan permukiman
dalam skala besar.
Pasal 62
Rencana pengelolaan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1), adalah :
a. pengembangan wisata di Kabupaten Bangkalan dilakukan dengan
membentuk wisata unggulan daerah;
b. revitalisasi kawasan wisata;
c. mengembangkan promosi wisata;
d. obyek

wisata

alam

dikembangkan

dengan

tetap

menjaga

dan

melestarikan alam;
e. tidak melakukan pengerusakan;
f.

melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove;

g. menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah;

57

h. meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk


menambah koleksi budaya.
Pasal 63
Rencana pengelolaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2), adalah :
a. secara umum kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus
dapat menjadikan sebagai tempat hunian yang aman, nyaman dan
produktif, serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman;
b. setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana
permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;
c. permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan
dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan
kurang produktif sebagai basis kegiatan usaha;
d. permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan
dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil.
Permukiman perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis
pengembangannya adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan
darat, serta pengolahan hasil pertanian. Selanjutnya perdesan di
kawasan pesisir dikembangkan pada basis ekonomi perikanan dan
pengolahan hasil ikan;
e. permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak
dan dilayani oleh sarana dan oprasarana permukiman yang memadai;
f.

perkotaan

besar

dan

menengah

penyediaan

permukiman

selain

disediakan oleh pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada


penyediaan kasiba/lisiba mandiri, perbaikan kualitas permukiman dan
pengembangan perrumahan secara vertikal;
g. membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan
dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster
permukiman disediakan ruang terbuka hijau;
h. pengembangan

permukiman

perkotaan

kecil

pembentukan pusat pelayanan kecamatan; serta

dilakukan

melalui

58

i.

pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat


peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru
sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi,
sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah
lingkungan hidup dan bersesuaian dengan rencana tata ruang.
Pasal 64

Rencana pengelolaan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 44 ayat (1), adalah : pengembangan kawasan agropolitan yang telah
ditetapkan pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Socah, Bangkalan dan
Burneh

tersebut

sehingga

dapat

membantu

pertumbuhan

kawasan

sekitarnya.
Pasal 65
Rencana pengelolaan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah:
a. memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat
yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa
(sisi penawaran);
b. penyerapan tenaga kerja di perkotaan dan memberikan kontribusi yang
dominan terhadap PDRB.
Pasal 66
Rencana pengelolaan kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1), adalah:
a. pengawasan dan pengendalian terhadap kawasan yang ditetapkan
sebagai RTH;

b. pemanfaatan terhadap ruang tebuka hijau yang dapat menjaga


kelestarian dan menjaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan;

59

c. Pemerintah memberi prioritas pertama terhadap penggantian lahan yang


terkena RTH kepada masyarakat yang akan mengalihkan tanahnya.
Pasal 67
Rencana pengelolaan kawasan pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (1), adalah:
a. rencana pengelolaan kawasan pesisir merupakan kawasan yang
ditetapkan dalam skala kabupaten meliputi : perlindungan ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil, pemanfaatan untuk kepentingan ekonomi
(misalnya untuk pariwisata, industri dan lain-lain), kepentingan wisata dan
ritual, kepentingan perhubungan dan kepentingan militer;
b. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk perlindungan ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil ;
c. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan ekonomi;
d. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan wisata dan
ritual;
e. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan perhubungan
dan kepentingan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
kawasan ini akan dikelola secara khusus oleh otorita kepelabuhan dan
menyatu dengan kawasan perkotaan dalam skala luas.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
Penetapan kawasan strategis Kabupaten Bangkalan meliputi :
(1) Beberapa kawasan yang merupakan kawasan strategis di Daerah adalah
sebagai berikut :
a. Kawasan strategis militer;
b. Kawasan strategis ekonomi;

60

c. Kawasan strategis sosio-kultural;


d. Kawasan pengendalian ketat

(2) Beberapa kawasan yang merupakan kawasan strategis di Kabupaten


Bangkalan adalah sebagai berikut :
a. kawasan untuk kepentingan hankam adalah Gudang amunisi di
Kecamatan Kamal, Laboratorium Angkatan Laut di Kecamatan
Labang;
b. kawasan

untuk

kepentingan

pertumbuhan

ekonomi

adalah

pengembangan kawasan strategis ekonomi meliputi;


1. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu
2. Kawasan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan
3. Koridor Akses Suramadu
4. Kawasan jalan sirip akses Suramadu
5. Kawasan Andalan; KAPUK & KAPEKSI
c. kawasan untuk kepentingan sosial budaya adalah kawasan sekitar
1. Benteng Kolonial berada di Kecamatan Bangkalan;
2. Pesarean Aer Mata di Kecamatan Arosbaya;
3. Pesarean Syaichona Kholil di Kecamatan Bangkalan
d. Kawasan Pengendalian Ketat (HCZ) adalah kawasan meliputi;
1. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS);
2. Koridor akses Suramadu Labang Burneh;
3. Wilayah aliran sungai;
4. Transportasi terkait area/lingkup

kepentingan pelabuhan &

kawasan disekitar jalan arteri/tol;


5. Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET);
6. Kawasan pertanian Irigasi Teknis.
Bagian Kedua
Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis
Pasal 69

61

(1) Rencana pengelolaan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam


pasal 68 Ayat (1) huruf a, merupakan kawasan strategis yang ditetapkan
dalam skala kabupaten meliputi : kawasan strategis dari sudut militer,
kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi,
kawasan strategis dari sudut kepentingan sosio-kultural;
(2) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut militer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a) kawasan Gudang Amunisi Batuporon di Kecamatan Kamal dilakukan
dengan membatasi perkembangan disekitarnya untuk kegiatan yang
menarik pergerakan dalam skala besar;
b) kawasan laboratorium Angkatan Laut

di Kecamatan Labang

dilakukan dengan membatasi pengembangan sesuai dengan aturan


keselamatan ;
(3) Rencana

pengelolaan

kawasan

strategis

dari sudut kepentingan

pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :


kawasan strategis dari sudut kepentingan ketahanan ekonomi akan
dikembangkan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu, Pelabuhan peti
kemas di Kecamatan Klampis, jalan akses Suramadu, dan jalan poros
Suramadu, serta kawasan andalan yang meliputi KAPUK dan KAPEKSI;
dengan sifat berupa kawasan pengendalian ketat;
(4) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melestarikan
makam, situs dan kawasan sekitarnya;
(5) Rencana pengelolaan kawasan pengendalian ketat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), adalah:
a. Penataan Kawasan Kaki Suramadu sesuai rencana detail kawasan;
b. Pemanfaatan lahan di sepanjang jalan arteri primer Akses Suramadu
diperlukan batas dan pengendalian lahan, kondisi ini diperlukan untuk
mengantisipasi

adanya

peruntukan

bangunan

yang

akan

menimbulkan bangkitan massa baru;


c. Penetapan sempadan sungai tersebut diupayakan untuk memberikan
ruang terhadap tata hijau di stren kali terutama pada wilayah
perkotaan bangkalan;

62

d. Dalam pemilihan jalur SUTET diupayakan tidak melintas pada daerah


pemukiman, hutan lindung maupun cagar alam;
e. pada

wilayah

rawan

bencana

perlu

diupayakan

dengan

mensosialisasikan pada masyarakat akibat timbulnya bencana alam


longsor/banjir yang disebabkan kerusakan;
f.

Tidak adanya alih fungsi lahan kawasan irigasi.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 70
(1) Pemanfaatan

ruang

dilakukan

melalui

pelaksanaan

program

pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya;


(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam
rencana

tata

ruang

dilaksanakan

dengan

mengembangkan

penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan


penagunaan sumber daya alam lain;
(3) Dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang Pemerintah Kabupaten
Bangkalan menyediakan pencadangan lahan dimasing-masing wilayah
untuk pemanfaatan fasilitas umum dan ruang terbuka hijau.

Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang Wilayah
Paragraf 1
Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi
Pasal 71
(1) Koordinasi penataan

ruang

dilaksanakan oleh

Penataan Ruang Daerah Kabupaten Bangkalan;

Badan Koordinasi

63

(2) Struktur organisasi tugas dan kewenangan Badan Koordinasi Penataan


Ruang Daerah ditetapkan oleh Keputusan Bupati Bangkalan.
Pasal 72
(1) Penataan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bangkalan dilaksanakan secara sinergis dengan Peraturan Daerah lain
yang ada di Kabupaten Bangkalan;
(2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara
perencanaan

tata

ruang, pemanfaatan

ruang,

dan

pengendalian

pemanfaatan ruang.
Paragraf 2
Prioritas dan Tahapan Pembangunan
Pasal 73
(1) Prioritas

pelaksanaan

kemampuan

pembangunan

pembiayaan

dan

disusun

kegiatan

yang

berdasarkan

atas

mempunyai

efek

mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah;


(2) Pelaksanaan pembangunan berdasarkan tata ruang dilaksanakan selama
20 Tahun, dibagi menjadi 4 tahap;
(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam
kurun waktu 5 Tahun setiap tahapnya.
(4) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten meliputi :
a. penetapan struktur ruang wilayah;
1. pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman;
2. pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana wilayah.
b. penetapan pola ruang wilayah; dan
1. pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung;
2. pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya; dan
c. penetapan kawasan strategis.
1. Kawasan militer;
2. Pertumbuhan ekonomi;
3. Sosial dan budaya;

64

4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi


dan/atau;
5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
d. penetapan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; pengembangan
kota-kota pesisir di Kabupaten Bangkalan.
Paragraf 3
Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan
Struktur Ruang Wilayah
Pasal 74
Pemanfaatan ruang untuk penetapan struktur ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf a, meliputi :
a. pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman;
b. pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana wilayah.
Pasal 75
Pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada pasal 73 ayat (4) huruf b, meliputi :
a. membentuk pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Bangkalan ;
dan
b. pengembangan hirarki permukiman secara berjenjang dan bertahap
sesuai pengembangan permukiman secara terpadu.

Pasal 76
Pemanfaatan

ruang

untuk

penetapan

fungsi

kawasan

permukiman

sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf c, meliputi :


1. Pengembangan produk unggulan perdesaan;

65

2. Penetapan kawasan lahan abadi pertanian pangan; dan


3. Pengembangan sistem agropolitan pada kawasan potensial;
4. Pengembangan interaksi kawasan perkotaan sebagai kota satelit
Metropolitan Surabaya;
5. Memberikan

pelayanan

sosial

ekonomi

sesuai

potensi

kawasan

perkotaan dan peran yang harus diemban dalam skala yang lebih luas;
dan
6. Pengembangan kawasan perkotaan ibukota kecamatan.
Pasal 77
Pemanfaatan ruang untuk wilayah untuk pengembangan prasarana wilayah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf d, meliputi :
a. pengembangan transportasi jalan raya :
1. Pengembangan

jalan

dalam

mendukung

pertumbuhan

dan

pemerataan wilayah; dan


2. Pengembangan infrastruktur pendukung pertumbuhan wilayah berupa
terminal.
b. pengembangan transportasi kereta api adalah dengan revitalisasi
jaringan rel KA mati;
c. pengembangan

sistem

transportasi

massal

dan

infrastruktur

pendukungnya. pengembangan transportasi laut :


1. Pengembangan akses eksternal kawasan dalam lingkup yang lebih
luas;
2. Pengembangan akses internal kawasan yang menghubungkan
simpul-simpul kegiatan;
3. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi ketersediaan sarana
pendukung;
4. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi ketersediaan prasarana
pendukung;
5. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi sosial ekonomi; dan
6. Penyiapan kelembagaan operasional pengelola kawasan pelabuhan
dan Kawasan Tanjung Bulu Pandan secara keseluruhan.

66

d. pengembangan prasarana telematika :


1. Peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya;
dan
2. Peningkatan jumlah dan mutu telematika tiap wilayah.
e. pengembangan prasarana Sumber daya air :
1. Peningkatan sistem jaringan pengairan; dan
2. Optimalisasi fungsi dan pelayanan prasarana pengairan.
f.

pengembangan prasarana energi / listrik :


1. Optimalisasi tingkat pelayanan;
2. Perluasan jangkauan listrik sampai ke pelosok desa; dan
3. Peningkatan kapasitas dan pelayanan melalui sistem koneksi;

g. pengembangan prasarana lingkungan :


1. Mereduksi sumber timbunan sampah sejak awal;
2. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan;
3. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan;
4. Penetapan kawasan Ruang Terbuka Hijau; dan
5. Menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih.
Paragraf 4
Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan
Pola Ruang Wilayah
Pasal 78
Pemanfaatan ruang untuk penetapan pola ruang wilayah sebagaimana
meliputi :
a. pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung;
b. pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya; dan
Pasal 79
Pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, meliputi :
a. penetapan fungsi lindung pada kawasan perlindungan setempat;

67

b. penetapan fungsi lindung pada kawasan pelestarian alam & cagar


budaya;
c. penetapan fungsi lindung pada kawasan rawan bencana.

Pasal 80
Pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 huruf b, meliputi :
a. Pengembangan kawasan hutan;
b. Pengembangan kawasan pertanian;
c. Pengembangan kawasan pertambangan;
d. Pengembangan kawasan Peruntukan industri;
e. Pengembangan kawasan pariwisata;
f.

Pengembangan kawasan permukiman;

g. Pengembangan kawasan perdagangan & jasa;


h. Pengembangan ruang terbuka hijau;
i.

Pengembangan kawasan pesisir & pulau pulau kecil.


Pasal 81

Pemanfaatan ruang untuk pengelolaan kawasan lindung dan budidaya


meliputi :
a. Mengoptimalkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan
lindung dan budidaya;
b. Pemantapan kawasan lindung sesuai fungsi perlindungan masingmasing;
c. Arahan penanganan kawasan budidaya; dan
d. Pengaturan kelembagaan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya.

Paragraf 5
Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan Kawasan Strategis

68

Pasal 82
Pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan strategis sebagaimana
meliputi :
a. mengendalikan

perkembangan

ruang

sekitar

kawasan

strategis

kabupaten;
b. mempertahankan fungsi dan peran kawasan Militer;
c. mengembangkan kegiatan pendukung kawasan Tanjung Bulupandan
bagi pelabuhan nasional / internasional, dan perindustrian serta
pengembangan kawasan andalan;
d. memantapkan fungsi lindung pada kawasan Sosial Budaya; dan
e. memantapkan kawasan perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup.

BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 83
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah di Daerah sebagai acuan
dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang, meliputi :
a. Arahan peraturan zonasi sistem kabupaten;
b. Arahan perizinan;
c.

Arahan insentif dan disinsentif; serta

d. Ketentuan sanksi.

Bagian Kedua
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten
Pasal 84
(1) Arahan peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana dimaksud pada
Pasal 83 huruf a, digunakan sebagai pedoman dalam menyusun
peraturan zonasi.
(2) Arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat :

69

a. arahan peraturan zonasi struktur ruang, meliputi :


1. sistem permukiman;
2. sistem prasarana wilayah;
b. arahan peraturan zonasi pola ruang, meliputi :
1. kawasan lindung; dan
2. kawasan budidaya.
Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi Struktur Ruang
Pasal 85
Arahan peraturan zonasi struktur ruang untuk sistem permukiman dan sistem
prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 84 ayat (2) huruf a, disusun dengan memperhatikan :
a. Pemanfaatan ruang di sekitar jaringan infrastruktur wilayah nasional dan
Daerah, serta untuk mendukung berfungsinya sistem permukiman;
b. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan
terhadap fungsi sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah;
c. Pembatasan intensitas pemanfaaan ruang agar tidak mengganggu fungsi
sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah.
Pasal 86
(1) Arahan zonasi untuk sistem permukiman di Kabupaten Bangkalan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf a, terdiri dari arahan
zonasi untuk PKN, PKW, PPK, dan PPL.
(2) Arahan zonasi untuk PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala nasional dan
regional/antar provinsi; dan
b. pengembangan

fungsi

kawasan

perkotaan

sebagai

pusat

permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah


hingga tinggi, melalui pengembangan ruang ke arah vertikal guna
efisiensi lahan.

70

(3) Arahan zonasi untuk PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan:
a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi antar Kabupaten; dan
b. Pengembangan

fungsi

kawasan

perkotaan

sebagai

pusat

permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah,


melalui pengendalian pengembangan ruang ke arah horisontal.
(4) Arahan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi
berskala Kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan.
Pasal 87
(1) Arahan zonasi untuk sistem prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf b, terdiri dari arahan
zonasi untuk :
a. jaringan jalan Kabupaten;
b. pelabuhan umum;
c. jaringan energi;
d. telekomunikasi.

(2) Arahan zonasi untuk jaringan jalan disusun dengan memperhatikan :


a. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan dengan tingkat intensitas
menengah hingga

tinggi yang

kecenderungan pengembangan

ruangnya dibatasi;
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang sisi jalan;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi
ketentuan ruang pengawasan jalan.
(3) Arahan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan memperhatikan :

71

a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan


kawasan pelabuhan;
b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan
air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut;
c. pembatasan pemanfaatan ruang di lingkungan kerja dan kepentingan
pelabuhan, yang telah mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
(4) Arahan zonasi untuk sistem jaringan energi di Kabupaten disusun dengan
memperhatikan :

a. pemanfaatan

ruang

di

sekitar

pembangkit

listrik

yang

memperhitungkan jarak aman dari kegiatan lain;

b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur


transmisi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Arahan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi di Kabupaten
Bangkalan disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk
penempatan stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi yang
memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan
di sekitarnya.
Paragraf 2
Arahan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 88
Arahan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 84
ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan komponen kawasan lindung
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (a).

Pasal 89
Arahan

zonasi

memperhatikan:

untuk

kawasan

resapan

air

ditetapkan

dengan

72

a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak


terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air
hujan;
b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang
sudah ada;
c. penerapan prinsip kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan
(zero delta Q policy) terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang
diajukan izinnya; dan
d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya serap tanah
terhadap air.
Pasal 90
Arahan zonasi untuk kawasan sempadan pantai ditetapkan dengan
memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang untuk RTH;
b. pengembangan struktur alami dan buatan untuk mencegah abrasi;
c. izin bangunan hanya untuk yang menunjang kegiatan rekreasi pantai;
d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai
ekologis dan estetika kawasan dan mengubah dan/atau merusak bentang
alam, kelestarian fungsi pantai dan akses terhadap kawasan sempadan
pantai.
Pasal 91
Arahan zonasi untuk kawasan sekitar mata air ditetapkan dengan
memperhatikan :
a.

pemanfaatan ruang untuk RTH;

b.

ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan hasil tegakan;

c.

ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak


bentang alam, kondisi fisik kawasan dan daerah tangkapan air, serta
kelestarian lingkungan hidup.

73

Pasal 92
Arahan zonasi untuk kawasan sempadan sungai ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. membatasi

dan

melarang

mengadakan

alih fungsi

lindung yang

menyebabkan kerusakan kualitas air sungai;


b. membatasi dan melarang menggunakan lahan secara langsung untuk
bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan
dengan pelestarian alam atau pengelolaan sungai;
c. sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan
dengan

perkotaan

dilakukan

re-orientasi

pembangunan

dengan

menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan;


d. sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata
alam-petualangan seperti arung jeram, outbound dan kepramukaan;
e. sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan
tibulkan banjir dapat digunakan untuk pariwisata;
f.

sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk


pariwisata melalui penataan kawasan tepian sungai.
Pasal 93

Arahan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota, ditetapkan dengan


memperhatikan:
a. izin pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi lingkungan,
peningkatan keindahan kota, rekreasi, dan sebagai penyeimbang guna
lahan industri dan permukiman;
b. ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak
bentang alam, keseimbangan ekosistem dan kelestarian

lingkungan

hidup;
c. ketentuan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi dan
fasilitas umum lainnya; dan

74

d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan yang bersifat

permanen,

selain yang dimaksud dalam huruf c.


Pasal 94
Arahan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. izin pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian, dan wisata alam;
b. ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan kayu bakau;
c.

ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah dan mengurangi


luas dan/atau mencemari ekosistem bakau; dan

d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi bakau


dan/atau tempat perkembangbiakan biota laut, di samping sebagai
pelindung pantai dari pengikisan air laut dan pelindung usaha dan
budidaya di sekitarnya.
Pasal 95
Arahan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
ditetapkan dengan memperhatikan :
a. izin pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian, dan pariwisata;
b. ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak
sesuai dengan fungsi kawasan;
c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat merusak kekayaan budaya;
d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah bentukan geologi
tertentu

yang

mempunyai

manfaat

untuk

pengembangan

ilmu

pengetahuan;
e. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian
lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen
nasional, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu; dan
f.

ketentuan

pelarangan

kegiatan

yang

pelestarian budaya masyarakat setempat.


Pasal 96

dapat

mengganggu

upaya

75

(1) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan tipologi dan tingkat
kerawanan atau risiko bencana;
b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk pemantauan ancaman
bencana.
(2) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat
kerawanan tinggi (kemiringan >40%) ditetapkan dengan ketentuan :
a. dilarang adanya kegiatan permukiman terutama pada kemiringan
>40%, tikungan sungai, serta alur sungai kering di daerah
pegunungan; dan
b. menghindari penggalian dan pemotongan lereng.
(3) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat
kerawanan sedang (kemiringan 20-40%) ditetapkan dengan ketentuan :
a. tidak layak dibangun industri/pabrik;
b. diizinkan pengembangan hunian terbatas, transportasi lokal dan
wisata alam dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng
dan

lingkungan,

diterapkan

sistem

drainase

yang

tepat,

meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil kemiringan


lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, mengosongkan
lereng dari kegiatan manusia;
c. memperbolehkan kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, hutan
kota dan hutan produksi dengan penanaman vegetasi yang tepat,
sistem terasering dan drainase yang tepat, transportasi untuk
kendaraan roda empat ringan hingga sedang, kegiatan peternakan
dengan sistem kandang, menghindari pemotongan dan penggalian
lereng, serta mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; dan
d. kegiatan pertambangan diperbolehkan untuk bahan galian golongan
c, dengan memperhatikan kestabilan lereng dan didukung upaya
reklamasi lereng;
e. Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat
kerawanan rendah (kemiringan <20%) ditetapkan dengan ketentuan;

76

Tidak layak untuk industri, namun dapat digunakan untuk kegiatan


budidaya lainnya dengan mengikuti persyaratan pencegahan longsor.
Pasal 97
Arahan

zonasi

untuk

kawasan

rawan

banjir

ditetapkan

dengan

memperhatikan :
a. penetapan batas dataran banjir;
b. pemanfaatan dataran banjir bagi RTH dan pembangunan fasilitas umum
dengan kepadatan rendah; dan
c. ketentuan pelarangan kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting.
Paragraf 3
Arahan Zonasi Kawasan Budidaya
Pasal 98
Arahan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal
84 ayat (1) huruf b ditetapkan berdasarkan komponen kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud pada Pasal 88 (2) huruf b.
Pasal 99
Arahan zonasi kawasan hutan produksi dan hutan rakyat ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca
sumberdaya kehutanan;
b. pendirian

bangunan

dibatasi

hanya

untuk

menunjang

kegiatan

pemanfaatan hasil hutan;


c. ketentuan jarak penebangan pohon yang diperbolehkan adalah: >500
meter dari tepi waduk, >200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai
di daerah rawa, >100 meter dari tepi kiri kanan sungai, 50 meter dari kiri
kanan tepi anak sungai, >2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang, >130
kail selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai;
d. ketentuan konversi hutan produksi dengan skor <124, di luar hutan suaka
alam dan hutan konversi, dan secara ruang dicadangkan untuk

77

pengembangan transportasi, permukiman, pertanian, perkebunan dan


industri;
e. ketentuan luas kawasan hutan dalam setiap DAS atau pulau minimal 30%
dari luas daratan; dan
f.

ketentuan luas hutan <30% perlu menambah luas hutan, dan luas hutan
>30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutan di
Kabupaten.
Pasal 100

Arahan zonasi kawasan pertanian lahan basah/sawah ditetapkan dengan


memperhatikan :
a. pola tanam monokultur, tumpangsari dan campuran tumpang gilir;
b. tindakan konservasi berkaitan dengan vegetatif dan mekanis (pembuatan
pematang, teras dan saluran drainase);
c. ketentuan pelarangan konversi lahan sawah beririgasi teknis yang telah
ditetapkan sebagai lahan sawah berkelanjutan;
d. ketentuan pengendalian secara ketat konversi lahan sawah beririgasi non
teknis, untuk keperluan infrastruktur strategis; dan
e. ketentuan pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur
transportasi yang menggunakan lahan sawah yang dikonversi.

Pasal 101
Arahan zonasi kawasan perkebunan ditetapkan dengan memperhatikan :
a. ketentuan kemiringan lahan 0-6% untuk pola monokultur, tumpang sari,
interkultur atau campuran. Tindakan konservasi vegetatif tanaman
penutup tanah, penggunaan mulsa, pengelolaan tanah minimum;
b. ketentuan kemiringan lahan 8-15% untuk pola tanam monokultur,
tumpang sari, interkultur atau campuran, tindakan konservasi vegetatif
(tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah

78

minimal), tindakan konservatif mekanis (saluran drainase, rokrak teras


bangku, diperkuat tanaman penguat atau rumput);
c. ketentuan kemiringan lahan 25-40% untuk pola tanam monokultur,
interkultur
mencakup

atau

campuran,

melalui

tindakan

konservasi

vegetatif

tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan

tanah minimal, serta tindakan konservasi mekanik mencakup saluran


drainase, rokrak teras individu;
d. ketentuan luas minimum dan maksimum penggunaan lahan untuk
perkebunan dan pemberian hak atas areal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 102
Arahan zonasi kawasan pertambangan ditetapkan dengan memperhatikan :
a. pengaturan pendirian bangunan tidak mengganggu fungsi pelayaran;
b. keseimbangan biaya dan manfaat serta keseimbangan risiko dan
manfaat;
c. pengaturan bangunan di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan
pertambangan

yang

berpotensi

menimbulkan

bahaya

dengan

memperhatikan kepentingan daerah;


d. ketentuan pelarangan kegiatan penambangan di dalam kawasan lindung;
e. ketentuan

pelarangan

kegiatan

penambangan

yang

menimbulkan

kerusakan lingkungan;
f.

penetapan lokasi pertambangan yang tidak berada pada kawasan


perkotaan;

g. penetapan lokasi pertambangan yang berada pada kawasan perdesaan


dengan mematuhi ketentuan mengenai radius minimum terhadap
permukiman dan kelengkapan lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;

h. penetapan lokasi pertambangan tidak terlalu dekat dengan permukiman


dan memenuhi ketentuan batasan radius minimum terhadap permukiman,

79

dan tidak terletak di daerah tadah untuk menjaga kelestarian sumber air;
i.

dan
penetapan lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam >40%
yang kemantapan lerengnya kurang stabil untuk menghindari bahaya
erosi dan longsor.
Pasal 103

Arahan

zonasi

kawasan

peruntukan

industri

ditetapkan

dengan

memperhatikan :
a. Sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumberdaya
alam dan SDM di sekitarnya;
b. Pengembangan jenis industri yang ramah lingkungan dan memenuhi
kriteria ambang limbah (memenuhi persyaratan AMDAL yang berlaku);
c. Mensyaratkan pengelolaan limbah terpadu sesuai standar keselamatan
internasional bagi industri yang lokasinya berdekatan;
d. Berjarak minimal 2 km dari permukiman dan 15-20 km dari pusat kota;
e. Berjarak minimal 5 km dari sungai tipe C dan D;
f.

Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kavling


industri (maksimal 70%), jalan dan saluran (8-12%), RTH (minimal 10%),
dan fasilitas penunjang 6-12%;

g. Luas lahan yang dikelola kawasan industri harus mengalokasikan lahan


untuk kavling industri, kavling perumahan, jalan dan sarana penunjang
dan RTH;
h. Mengarahkan pengembangan industri kecil menengah berbasis rumah
tangga dengan penggunaan lahan minimal;
i.

Pembatasan

pembangunan perumahan

baru

di sekitar kawasan

peruntukan industri;
j.

Mengarahkan lokasi pembangunan perumahan baru di dalam kawasan


industri;

k. Mengizinkan hanya industri yang hemat dalam penggunaan air dan


lahan, serta non-polutif;
l.

Melarang

pengembangan

kawasan resapan air;

industri

yang

menyebabkan

kerusakan

80

m. Memperbolehkan

pengembangan

industri

non-polutif

dengan

penggunaan air dan lahan cukup besar, sepanjang tidak berada di dalam
dan/atau sekitar kawasan lindung, kawasan lahan pertanian basah, dan
lahan lain yang dapat mengganggu fungsi lingkungan hidup;
n. Mengizinkan

pengembangan

industri

yang

tidak

mengakibatkan

kerusakan atau alih fungsi kawasan lindung dan lahan pertanian basah;
o. Melarang pengembangan industri dengan penggunaan air tinggi dan
mengganggu pasokan air untuk lahan sawah basah; dan
p. Mengarahkan pengembangan industri kreatif dengan penggunaan lahan
dan air minimal.
Pasal 104
Arahan

zonasi kawasan

perdagangan

dan jasa ditetapkan dengan

memperhatikan :
a. pertumbuhan dan penyebaran sarana prasarana perdagangan yang
mengganggu fungsi kawasan lindung, terutama resapan air;
b. lokasi pasar-pasar penunjang yang berfungsi menampung produk
pertanian dan didirikan berdekatan sumber pasokan, serta mengganggu
fungsi kawasan lindung;
c. ketentuan penyelenggaraan kegiatan perdagangan perkulakan yang
berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri primer, sekunder, dan
kolektor primer;
d. ketentuan penyelenggaraan perdagangan hypermarket

dan pusat

perbelanjaan yang berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor, dan tidak berada pada kawasan pelayanan lingkungan
permukiman;
e. ketentuan pelarangan penyelenggaraan perdagangan supermarket dan
departement store pada lokasi sistem jaringan jalan lingkungan dan
berlokasi di kawasan pelayanan lingkungan permukiman;
f.

ketentuan penyediaan areal parkir yang memadai dan fasilitas sarana


umum lainnya di pusat perbelanjaan serta toko modern;

g. ketentuan jarak pendirian pasar modern atau toko modern terhadap pasar
tradisional dengan radius 1 km.

81

Pasal 105
Arahan zonasi kawasan pariwisata ditetapkan dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat;
b. penentuan lokasi wisata alam dan wisata minat khusus yang tidak
mengganggu fungsi kawasan lindung;
c. pengendalian pertumbuhan sarana dan prasarana penunjang wisata yang
mengganggu fungsi kawasan lindung, terutama resapan air;
d. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau dan
peninggalan sejarah yang menjadi simbol Daerah;
e. ketentuan pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman
wisata alam untuk kegiatan wisata dilaksanakan sesuai asas konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta luas lahan untuk
pembangunan sarana dan prasarana maksimum 10% dari luas zona
pemanfaatan;
f.

ketentuan pelarangan mengubah dan/atau merusak bentuk arsitektur


setempat, bentang alam dan pandangan visual;

g. persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup sesuai


ketentuan perundang-undangan;
h. ketentuan penyelenggaraan usaha pariwisata di taman nasional, taman
hutan raya dan taman wisata alam paling lama 30 Tahun sesuai jenis
kegiatan dan usaha; dan
i.

pelestarian lingkungan hidup dan cagar budaya yang dijadikan kawasan


pariwisata sesuai prinsip-prinsip pemugaran.
Pasal 106

Arahan zonasi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan ditetapkan


dengan memperhatikan :
a. ketentuan penggunaan lahan perumahan baru seluas 40-60% dari luas
lahan yang ada dan disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung
lingkungan untuk kawasan perkotaan dan sekitarnya;

82

b. ketentuan tingkat kepadatan bangunan pada kawasan permukiman


horizontal paling banyak 50 bangunan per hektar, dengan dilengkapi
utilitas yang memadai;
c. ketentuan pemanfaatan ruang di kawasan permukiman perdesaan yang
sehat dan aman dari bencana alam, serta kelestarian lingkungan hidup;
d. penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan sesuai kriteria yang
ditentukan;
e. penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman dan lapangan
olahraga;
f.

penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga; dan

g. peremajaan kawasan permukiman kumuh di perkotaan.


Pasal 107
Arahan zonasi Ruang Terbuka Hijau pada kawasan budidaya ditetapkan
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 92.
Pasal 108
Arahan zonasi kawasan pesisir dan laut ditetapkan dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/nelayan dengan kepadatan
rendah;
b. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk
hijau;
c. pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak melebihi potensi lestari; dan
d. kawasan

budidaya

tambak

udang/ikan

dengan

atau

tanpa

unit

pengolahannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 109
Arahan zonasi kawasan perikanan ditetapkan dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang untuk pembudidaya ikan air tawar dan jaring apung;
b. pemanfaatan ruang untuk kawasan penangkapan ikan di perairan umum;
c. pemanfaatan
kelestariannya;

sumberdaya

perikanan

dengan

memperhatikan

83

d. kawasan budidaya ikan di kolam air tenang, kolam air deras, kolam jaring
apung, sawah dan tambak sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 110
Arahan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan ditetapkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Arahan Perizinan
Pasal 111
(1) Arahan perizinan dilaksanakan dalam rangka pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten;
(2) Perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan yang
terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan
ruang;

(3) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan


ketentuan sebagai berikut;
a. untuk izin pemanfataan ruang di Kabupaten ditetapkan oleh Bupati
Bangkalan;
b. perijinan yang dikeluarkan harus selaras dengan perijinan diatasnya.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
memperhatikan struktur dan pola ruang;
(5) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah mendapatkan izin
harus memenuhi peraturan zonasi yang berlaku dilokasi kegiatan
pemanfaatan ruang.
Bagian Keempat

84

Arahan Insentif dan Disinsentif


Pasal 112
(1) Arahan

insentif

dan

disinsentif

dilaksanakan

untuk

mendorong

kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;


(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten kepada dunia usaha dan masyarakat yang
melaksanakan

pembangunan

sesuai

dengan

RTRW

yang

telah

ditetapkan;
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan oleh
Pemerintah Kabupaten kepada kepada dunia usaha dan masyarakat
yang melaksanakan pembangunan tidak sesuai dengan RTRW yang
telah ditetapkan.
Pasal 113
Insentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
Pasal 112 ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk:
a. keringanan retribusi dan pajak daerah;
b. kompensasi;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun pendanaan;
f.

penyediaan infrastruktur;

g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau


h. penghargaan.

Pasal 114
Disinsentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada Pasal 112 ayat (3) dapat diberikan dalam bentuk :
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi;

85

c. penalti; dan/atau
d. sanksi administratif.
Pasal 115
Ketentuan

tentang

pemberian

insentif

dan

pengenaan

disinsentif

sebagaimana dimaksud pada pasal 113 dan pasal 114 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi
Pasal 116
Ketentuan sanksi dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan RTRW dalam bentuk :
a. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi di wilayah kabupaten;
b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
c. pemanfaatan

ruang

tidak

sesuai

dengan

izin

yang

diterbitkan

berdasarkan RTRW;
d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang
diterbitkan berdasarkan RTRW;
e. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan/atau
f.

pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang


tidak benar.
Pasal 117

(1) Pelanggaran

terhadap

Peraturan

Daerah

ini

dikenakan

sanksi

administratif dan/atau sanksi pidana;


(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada orang
perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan pelanggaran sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;

86

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f.

pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i.

denda administratif.
Pasal 118

Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pasal 117


ayat (3) diatur oleh lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, PERAN SERTA MASYARAKAT
DAN KELEMBAGAAN
Pasal 119
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat
berhak :
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka RTRW Kabupaten Bangkalan, dan Rencana
Rinci Tata Ruang Kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang.

87

Pasal 120
(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah
masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan
melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten;
(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

dilakukan

melalui

penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan


pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui
pembangunan sistem informasi tata ruang.
Pasal 121
(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
huruf c, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau kaidah yang berlaku;
(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam
yang terkandung didalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan
lingkungan;
(3) dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak
tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun
atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada
masyarakat setempat.
Pasal 122
(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap
perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat
pelaksanaan RTRW Kabupaten Bangkalan diselenggarakan dengan cara
musyawarah antara pihak yang berkepentingan;

88

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 123
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan, masyarakat
wajib berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana
tata ruang yang telah ditetapkan.

Pasal 124
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 ayat d dilaksanakan dengan mematuhi dan
menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan
ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktorfaktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan struktur
pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang
serasi, selaras, dan seimbang.
Pasal 125
Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran serta masyarakat dapat
berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan
peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang
berlaku;

89

b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan


pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu
wilayah kabupaten/kota di daerah;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan
rencana tata ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah;
d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW
kabupaten yang telah ditetapkan;
e. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang dan/atau
kegiatan menjaga, memelihara, serta meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pasal 126
(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 123
dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten.

Pasal 127
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat
berbentuk :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang
meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten/kota di daerah, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang
kawasan dimaksud;
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
Pasal 128

90

Peran

serta

masyarakat

dalam

pengendalian

pemanfaatan

ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 disampaikan secara lisan atau


tertulis kepada Bupati dan pejabat yang ditunjuk.
Pasal 129
(1) Dalam rangka koordinasi penyelenggaraan penataan ruang di Daerah
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang
ditetapkan oleh Gubernur;
(2) Tugas dan fungsi BKPRD.
a. merumuskan kebijaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah;
b. mwujudkan

keterpaduan,

keterkaitan

dan

keseimbangan

perkembangan antar wilayah dan daerah serta keserasian antar


sektor;
c. memanfaatkan segenap sumber daya yang tersedia secara optimal
untuk mencapai hasil pembangunan secara maksimal;
d. mengarahkan

dan

mengantisipasi

pemanfaatan

ruang

untuk

pelaksanaan pembangunan yang bersifat dinamis; serta


e. mengendalikan fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa.
(3) BKPRD setidaknya bersidang 3 (tiga) bulan sekali membahas tentang
hal-hal prinsip dan pembentukan alternatif kebijaksanaan serta cara
pemecahan masalah untuk diputuskan oleh Bupati;
(4) Susunan keanggotaan BKPRD meliputi ketua, ketua harian, wakil ketua,
sekretaris, wakil sekretaris dan anggota;
(5) Dalam rangka mendayagunakan cara kerja BKPRD maka dibentuk
Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang, dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. bertugas menyiapkan perumusan kebijaksanaan Bupati Bangkalan
dan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan serta strategi
pengembangannya;

91

b. menginvestasikan dan meringkas permasalahan yang timbul dalam


penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan serta merumuskan
alternatif pemecahannya;
c. menyiapkan dan melaksanakan kegiatan kemasyarakatan, peraturan
perundang-undangan penataan ruang serta kebijaksanaan dan
strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan kepada
seluruh instansi dan masyarakat secara terkoordinasi; serta
d. melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten Bangkalan dan
mengusulkan pemecahan masalah untuk dibahas dalam sidang pleno
BKPRD.
(6) Dalam rangka mengendalikan kegiatan Perencanaan Tata Ruang yang
dilakukan, maka dibentuk Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan
Ruang.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 130
(1) RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bangkalan Tahun 2009 - 2029 dan album peta dengan skala
(1 : 25.000);
(2) Buku RTRW Kabupaten Bangkalan dan album peta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari
peraturan daerah ini.
Pasal 131
(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan akan digunakan
sebagai pedoman pembangunan dan menjadi rujukan bagi penyusunan
RPJP dan RPJMD;

92

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten digunakan sebagai pedoman


bagi:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah;
b. mewujudkan

keterpaduan,

keterkaitan,

dan

keseimbangan

perkembangan wilayah Kabupaten Bangkalan serta keserasian antar


sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau
masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan yang merupakan
dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan.
Pasal 132
(1) RTRW Kabupaten Bangkalan memiliki jangka waktu 20 (dua puluh)
Tahun semenjak ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
(2) Terhadap RTRW Kabupaten Bangkalan dapat dilakukan peninjauan
kembali 5 (lima) Tahun sekali.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 133
(1) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
peraturan daerah ini;
(2) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait
pemanfaatan ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang
di Kabupaten Bangkalan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan RTRW Kabupaten Bangkalan.

93

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 134
Pada Saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bangkalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 135
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 136
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Bangkalan.
Ditetapkan di Bangkalan
pada tanggal 7 Agustus 2009
BUPATI BANGKALAN

R. FUAD AMIN
Diundangkan di Bangkalan

94

pada tanggal 20 November 2009


SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

SUDARMAWAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009
NOMOR 4/E

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN
NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN
TAHUN 2009 - 2029
I.

UMUM
Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten mengacu pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP), pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bangkalan dan Rencana jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bangkalan.
RTRW Kabupaten disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan
yang berkembang antara lain, tantang globalisasi, otonomi dan aspirasi masyarakat.
Upaya pembangunan daerah juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber
daya yang ada dapat diarahkan secara berhasil guna serta mampu mendukung
pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak terjadi pemborosan
pemanfaatan ruang serta tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

95

Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal,


bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rayat, memperkuat struktur ekonomi yang
memberikan efek pengganda yang maksimal terhadap pengembangan industri,
permukiman dan pariwisata dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan.
Penyusunan RTRW Kabupaten ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan
tujuan penataan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar
wilayah, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang
dan pola ruang kabupaten. Struktur ruang kabupaten mencakup sistem permukiman dan
sistem prasarana wilayah sedangkan pola ruang mencakup kawasan lindung dan
kawasan.
Selain rencana struktur ruang dan pola ruang RTRW Kabuapten ini juga
menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan dan kawasan
strategis nasional, arahan pemanfaatan ruang yang merupakan indikasi program utama
jangka panjang menengah 5 (lima) tahunan, serta arah pengendalian pemanfaatan ruang
yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan intensif dan
disintensif dan arahan sanksi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah
ini. Dengan adanya pengertian istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah
timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan
Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup jelas.

96

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 11
a. Kawasan lindung adalah suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya

97

buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang
berkelanjutan. Penetapan kawasan lindung di Bangkalan pada dasarnya merupakan
penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan memiliki
fungsi perlindungan dapat dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem sebagai
kawasan perlindungan sekitarnya. Berdasarkan UU No.5 Th.1990 tentang konservasi
Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya, KEPPRES No. 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung, dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 11
Tahun 1991 Tentang Penetapan Kawasan Lindung klasifikasi kawasan lindung di
Kabupaten Bangkalan
Dalam pengembangan kawasan budidaya diperlukan pendekakatan multi dimensional
sehingga hasil yang diharapkan dapat maksimal.
b. Kawasan budidaya ini dikembangkan dalam rangka kaitannya dengan pemanfaatan
lahan dengan menggali pada tata ruang yang optimal. Dii Kabupaten Bangkalan
sebagian besar terdiri dari kawasan pedesaan, maka sistem yang digunakan untuk
pengembangan kawasan budidaya lebih berorientasi pada wilayah pedesaan,
kawasan pedesaan sebagian besar merupakan kawasan budidaya tanaman pangan
yaitu kawasan pertanian, kegiatan penunjang dan permukiman.
Rencana

pengembangan

kawasan

budidaya

secara

rinci

meliputi

kawasan

permukiman, pertanian (persawahan, tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan


lahan kering), kawasan perikanan (pertambakan, perikanan sungai, kolam dan
perikanan tangkap), kawasan pertambangan, kawasan industri (industri besar dan
industri kecil), kawasan pariwisata, kawasan permukiman perdesaan, kawasan
permukiman perkotaan serta kawasan lainnya. Pengembangan kawasan budidaya
tersebut harus dihindarkan terhadap terjadinya konflik yaitu dengan cara penentuan
zona-zona kawasan peruntukan penggunaan tanah bagi pertanian, peternakan,
perikanan, pertambangan, industri dan pariwisata.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas

98

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20

99

Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas

100

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38

101

Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49

102

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59

103

Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas

104

Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82

105

Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas

106

Pasal 94
Cukup jelas

Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas

107

Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas

Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114

108

Cukup jelas
Pasal 115
Cukup jelas
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Cukup jelas

109

Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas

Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Cukup jelas
Pasal 136
Cukup jelas

110

You might also like