You are on page 1of 16

JURNAL

Study for Microbiological Pattern and In Vitro Antibiotic


Susceptibility in Patients Having Diabetic Foot Infections at Tertiary
Care Hospital in Abbottabad
Atif Sitwat Hayat, Abdul Haque Khan, Naila Masood, and Naila Shaikh
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Dokter Muda Stase Ilmu Bedah
Dokter Pembimbing :
dr. Mahmud Surjanto,Sp.B

Diajukan Oleh:
DIEN KALBU ADY
J500050040
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011

JURNAL
Study for Microbiological Pattern and In Vitro Antibiotic
Susceptibility in Patients Having Diabetic Foot Infections at Tertiary
Care Hospital in Abbottabad
Atif Sitwat Hayat, Abdul Haque Khan, Naila Masood, and Naila Shaikh

Yang Diajukan Oleh :


DIEN KALBU ADY
J500050040

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

2011

Pembimbing :
dr. Mahmud Surjanto,Sp.

(..................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Mahmud Surjanto,Sp.B

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Yuni Prasetyo, M.Kes

(.................................)

Study for Microbiological Pattern and In Vitro Antibiotic


Susceptibility in Patients Having Diabetic Foot Infections at Tertiary
Care Hospital in Abbottabad
Atif Sitwat Hayat, Abdul Haque Khan, Naila Masood, and Naila ShaikhA
1

Department of Medicine,

Northern institute of medical science (NIMS), Abbottabad, NWFP, Pakistan


2

Department of Medicine, Liaquat University of Medical and Health Science Jamshoro, Sind, Pakistan

32

Department of Pathology, Liaquat University of Medical and Health Science Jamshoro, Sind, Pakistan

World Applied Sciences Journal 12 (2): 123-131, 2011


ABSTRAK : Angka morbiditas infeksi ulkus diabetik di kaki cukup tinggi dan
menyebabkan tingginya angka kunjungan ke pelayanan kesehatan serta meningkatkan
insidensi amputasi ekstremitas bawah. Belum ada studi secara komprehensif yang
menjelaskan jika pasien dengan infeksi ulkus diabetik di kaki yang tidak diterapi
dengan antibiotik. Tujuan dari studi ini untuk mengevaluasi pola mikrobiologi dan
menilai sensitivitas antibiotik in vitro pada infeksi ulkus diabetik di kaki pada Rumah
Sakit Tersier di Abbottabad. Studi ini berlangsung di Northern Institute of Medical
Sciences (NIMS) Abbottabad dari 1 Mei 2009- 30 April 2010. Sampel untuk kultur
mikroorganisme didapatkan dari 85 pasien dengan infeksi ulkus diabetik di kaki. Uji
sensitivitas antibiotik terhadap bakteri aerob menggunakan metode Kirby BauerS
disc diffusion yang direkomendasikan oleh National Committee for Clinical
laboratory

standards

(NCCLS).

Uji

sensitivitas

metronidazole

dan

amoxicillin/clavulanic acid terhadap bakteri anaerob menggunakan metode microboth dilution. Agar vancomycin (6mg/ml) juga digunakan untuk mendeteksi isolasi
intermediet dari Staphylococcus. Derajat klinis dan studi mikrobiologi dari 85 pasien
(90 spesimen) pada infeksi ulkus diabetik di kaki didapatkan sebanyak 64 (71,11%)
merupakan pertumbuhan monomikrobial

dan sebanyak 22 (24.44%) merupakan

pertumbuhan polimikrobial, dimana sebanyak 4 (4,44%) steril. Pada isolasi bakteri,

sebanyak 58 (68,19%) merupakan bakteri gram negatif, sebanyak 23 (27,05%)


merupakan bakteri gram positif, dan sebanyak 4 (4,70%) merupakan jamur.
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif paling banyak ditemukan
yaitu sebesar 27,05%. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif paling
banyak ditemukan yaitu sebesar 17,64%. Infeksi bakteri anaerob didapatkan pada 2
(2,35%). Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus termasuk cukup tinggi
reisitensinya terhadap antibiotik dengan angka resistensi terhadap antibiotik sebesar
65% pada kedua isolasi tersebut. Semua isolasi sama sensitivitas terhadap imipenem,
fosfomycin, amikacin, vancomycin dan levofloksasin. Sepatu yang tidak pas dan
tidak menggunakan alas kaki merupakan penyebab utama lesi pada ulkus diabetik di
kaki. Outcome dengan sembuh sempurna (dengan atau tanpa amputasi) pada periode
follow up maksimal. Pada studi kami, spesies pseudomonas (khususnya
Pseudomonas aeruginosa), Staphylococcus aureus, E.coli, Proteus sp, Streptococci
dan Staphylococcus epidermidis merupakan kuman yang paling banyak ditemukan
pada infeksi ulkus diabetik di kaki. Semua kuman yang diisolasi sama sensitivitasnya
terhadap

imipenem,

fosfomycin,

amikacin,

vancomycin

dan

levofloksacin.

Selanjutnya, pengetahuan publik terhadap pengobatan infeksi ulkus diabetik di kaki,


hendaknya dijelaskan lewat media untuk kepentingan masyarakat umum.
Kata kunci : Amputasi ekstremitas bawah, kultur, infeksi ulkus diabetik di kaki, pola
mikrobiologi, kontrol kadar glukosa darah, bakteri gram negatif, sensitivitas
antibiotik in vitro.

PENDAHULUAN :
Secara global, prevalensi Diabetes Mellitus (DM) sekitar 2,8% pada tahun 2000 dan
diperkirakan naik menjadi 4,4% pada tahun 2030, dengan jumlah total penderita DM
naik dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun 2030.
Ulkus di kaki merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada penderita DM,
dimana studi sekarang ini menyatakan bahwa resiko terjadinya ulkus di kaki pada
penderita DM sebesar 25%. Infeksi ulkus diabetik di kaki merupakan salah satu
penyebab paling banyak terhadap morbiditas dan mortalitas, khususnya pada negaranegara berkembang seperti Pakistan, yang masih banyak masyarakatnya buta aksara,
status sosial ekonomi yang rendah, tidak menggunakan alas kaki dan fasilitas yang
belum memadai untuk pelayanan penderita DM.
Infeksi di kaki pada penderita DM cukup banyak terjadi, kompleks, dan
membutuhkan biaya besar. Diperkirakan resiko dilakukan amputasi kaki 15-46x lebih
tinggi pada penderita DM dibandingkan pada pasien non-DM. Sebagai tambahan,
sekarang komplikasi ulkus diabetik merupakan alasan utama penderita DM dirawat di
RS. Mikroorganisme paling umum yang ditemukan pada infeksi ulkus diabetik di
kaki

adalah

Pseudomonans

aeruginosa,

Staphylococcus

aureus,

E.coli,

Staphylococcus epidermidis dan Proteus sp. Infeksi bakteri gram negatif anaerob
sedikit dan infeksi campuran juga jarang. Dengan didapatkan kultur dari spesimen
memudahkan klinisi untuk menentukan jenis bakteri dan antibiotik yang sesuai. Hasil
dari kultur umumnya minimal 2-3 hari. Kemudian, banyak terapi antibiotik untuk
infeksi ulkus diabetik di kaki dilakukan secara empiris. Tetapi peningkatan insiden
resistensi antibiotik terhadap bakteri membuat terapi secara empiris menjadi sulit.
Infeksi ulkus diabetik di kaki membutuhkan perhatian dan rencana majemen
komprehensif, khususnya oleh tim pelayanan ulkus diabetik. Manajemen yang
optimal pada infeksi ulkus diabetik di kaki dapat menurunkan insidensi kejadian
infeksi yang berhubungan, kebutuhan dan lamanya di rumah sakit, dan insidensi
amputasi ekstremitas bawah. Namun, infeksi umumnya tidak ditangani dengan baik
karena diagnostik yang kurang akurat, sehingga terapi tidak tepat, lemahnya sumber

daya untuk mengatasi masalah atau belum efektifnya multidisiplin ilmu yang
berperan. Di negara kami, penanganan infeksi ulkus diabetik di kaki berdasarkan
pengalaman di pelayanan kesehatan, belum berdasarkan fakta ilmu pengetahuan.
Studi ini penting di Abbottabad karena belum adanya perhatian tentang pelayanan
khusus ulkus diabetik, progresifitas penyakit dan terapi. Tambahan juga penduduk di
Abbottabad berpendidikan rendah, hidup di lingkungan yang tidak higienis dan status
sosial ekonomi yang rendah khususnya penduduk desa yang tidak menggunakan alas
kaki.
Tujuan dari studi ini untuk mengevaluasi pola mikrobiologi dan menilai sensitivitas
antibiotik in vitro pada infeksi ulkus diabetik di kaki pada rumah sakit tersier di
Abbottabad.
MATERIAL DAN METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan prospektif
yang diselenggarakan oleh Northern Institute of Medical Sciences (NIMS)
Abbottabad dari tanggal 1 Mei 2009 - 30 April 2010. Kelompok pada studi ini terdiri
atas 85 pasien DM dengan ulkus diabetik di kaki yang belum sembuh dan menetap
lebih dari 3 minggu. Mereka dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu,
dilakukan penelitian dan kadar glukosa darah dikontrol secara ketat sampai sembuh.
Komite etik dari institut yang berangkutan menyetujui protokol pada studi ini dan
semua pasien diberikan informed consent.
Data yang dibutuhkan rekaman data, catatan medik dan hasil investigasi. Rekaman
data termasuk demografi, komorbiditas, dan data karakteristik ulkus diabetik di kaki.
Catatan medik termasuk umur, jenis kelamin, trauma pada kaki, ukuran sepatu yang
tidak pas atau tumbuhnya kuku jari kaki, tipe DM dan lamanya, terapi yang sudah
diterima termasuk jenis obat dan status kadar glukosa darah. Pasien juga ditanyakan
tentang gejala-gejala iskemik seperti nyeri dada, mata (kabur atau buramnya
penglihatan), saraf (hilangnya fungsi sensorik atau kesemutan di tangan atau kaki),
jantung (nyeri dada, sesak atau edema kaki), dan ginjal (oliguria atau edema wajah).

Ulkus diabetik di kaki dibagi dalam 6 tingkat (dari grade 0-V) berdasarkan kriteria
Meggitt-Wagners. Grade 0: kulit masih intact, grade I; ulkus superfisial, grade II:
ulkus lebih dalam sampai tendo, tulang, atau sendi, grade III: ulkus dalam dengan
abses atau osteomielitis, gradeIV: gangren lokal, grade V: gangren di seluruh kaki.
Kita juga bisa membagi berdasarkan lokasi dari ulkus (plantar atau non-plantar) dan
lamanya, outcome klinis masing-masing pasien. Selanjutnya, komorbiditas dinilai
dengan adanya retinopati (ketidakmampuan membaca koran setelah dikoreksi),
nefropati (creatinine serum = 150 mol/L atau adanya mikro atau makro albumin),
gagal jantung (New York Heart Association [NYHA] derajat III atau IV) dan kelainan
saraf organik seperti hilangnya fungsi motorik dan sensorik (stroke). Bagaimanapun,
semua pasien yang mendapatkan terapi antibiotik sekarang ini, jika sudah terjadi
iskemik pada tungkai sehingga diharuskan dilakukan amputasi dan pasien dengan
harapan hidup kurang dari 1 tahun dieksklusikan dari kelompok studi.
Semua pasien yang diperiksa berdasarkan standar dari sistem PEDIS. Sistem ini
dikembangkan oleh International Consensus on the Diabetic Foot sehingga
memungkinkan dibuat klasifikasi pada pasien untuk tujuan penelitian klinis dan
klasifikasi ulkus diabetik di kaki berdasarkan 5 kategaori yaitu luas, kedalaman,
infeksi, perfusi, dan sensasi. Luas dinyatakan oleh diameter panjang dan lebar dengan
satuan sentimeter kuadarat. Kedalaman dibedakan menjadi dalam jika lesi mencapai
seluruh struktur kulit atau superfisial jika lesi tidak melewati subkutis. Infeksi
didiagnosa jika terdapat 2 atau lebih gejala dan tanda berikut ; pus, suhu lokal hangat,
eritema, limfangitis, edema, krepitasi, nyeri, demam dan bau busuk. Perfusi dinilai
dengan mengevaluasi pulsasi arteri pedis (arteri posterior tibial dan arteri dorsalis
pedis) dan pengukuran ankle-brachial index (ABI) menggunakan Doppler, diagnosis
peripheral arterial disease (PAD) jika ABI kurang dari 0,9 dan atau pulsasi pada
kedua kaki tidak ada. Mengevaluasi sensasi (neuropati perifer) termasuk sensasi tekan
(tidak ada sensasi dengan 10g Semmes-weinsten monofilamen pada 2 dari 10 titik di
plantar pada kedua kaki), sensasi taktil (dengan goresan kapas pada kaki bagian
dorsal), sensasi getar (gelombang 128 Hz pada hallux bagian dorsal) dan perbedaan

benda tumpul atau tajam (kaki bagian dorsal). Neuropati perifer didiagnosis jika 2
atau lebih tes abnormal.
Evaluasi hasil laboratorium termasuk darah lengkap, kadar glukosa darah puasa dan
setelah makan, HbA1c, proteinuria, EKG, funduskopi, kadar kolesterol puasa,
kreatinin serum, foto rontgen kaki (AP dan lateral), dan atau MRI.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel (pus, eksudat atau biopsi jaringan) dilakukan di bangsal setelah
dicuci dengan normal saline. Pus dan eksudat diambil dari batas dan dasar ulkus pada
75 dan 10 pasien secara berurutan menggunakan stick steril swab dan dibawa
menggunakan tabung yang bersih dan steril. Biopsi jaringan diambil menggunakan
pisau bedah steril pada bagian dsasar dan tepi dari ulkus kemudian dibawa
menggunakan normal saline dan tabung steril. Didapatkan 90 sampel dari 85 pasien
dan segera dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk proses selanjutnya.
Uji sensitivitas antibiotik
Identifikasi, isolasi, kultur dari dari mikroorganisme dan uji sensitivitas antibiotik
dilaksanakan berdasarkan prosedur standar mikrobiologi. Uji sensitivitas antibiotik
terhadap isolasi bakteri aerob menggunakan metode Kirby Bauers disc diffusion yang
direkomendasikan oleh National Commttee for Clinical Laboratory Standards
(NCCLS). Semua isolasi bakteri anaerob diuji sensitivitas terhadap Metronidazole
dan Amoxicillin/Clavunamic acid menggunakan uji micro both dilution. Agar
vancomycin (6g/ml) juga digunakan untuk menemukan isolasi intermediate dari
staphylococcus.
Terapi pada kelompok studi
Semua pasien mendapatkan terapi berdasarkan International Consensus on Diabetic
Foot, termasuk terapi untuk infeksi, kontrol ketat kadar glukosa darah dengan insulin
dan debridement luka.

Terapi antibiotik empiris dengan amoxicillin/clavulanic acid 1,2 g iv tiap 8 jam, untuk
mengobati infeksi ulkus diabetik di kaki. Metronidazole (500 mg iv tiap 8 jam) dapat
ditambahkan jika terjadi selulitis dan atau gangren. Kemudian antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur dan sensitivitas terhadap bakteri spesifik.
Analisis Statistik
Data statistik dari semua pasien dianalisis dengan SPSS 10.0. Variabel kuantitatif
rata-rata dengan Standar Deviasi, variabel kualitatif dengan persentase. Nilai <0,05
signifikan secara statistik.
HASIL
Dari 85 pasien, 60 (70,58%) berjenis kelamin laki-laki dan 25 (29,41%) berjenis
kelamin perempuan dengan rasio laki-laki dan perempuan 2,4:1. rentang umur dari
35-70 tahun (rata-rata 54,733,7). Lama menderita DM 3-25 tahun (rata-rata
15,68,7). Mayoritas menderita obesitas, DM tipe 2 yang kontrol kadar glukosa
darahnya buruk. Sekitar 50 (58,82%) mendapatkan terapi obat dan mayoritas 55
(64,20%) mendapatkan obat diabetik oral. sekitar 78 991,76%) menderita lesi di
plantar dan paling banyak di kaki kanan 52 (61,17%). Sekitar 43 (50,58%) menderita
lesi lebih dari 30 hari. Lamanya di RS 7-61 hari (rata-rata 17 hari). Dengan
komorbiditas 57 (67,05%) menderita peripherial arterial disease, 51 (60%) hipertensi,
43 (50,58%) neuropati, 31 (36,47%) retinopati, 27 (31,76%) penyakit jantung
koroner, dan 21 (24,70%) diabetik nefropati. Osteomielitis ditemukan pada 17 (20%)
pasien.
Lesi ulkus diabetik di kaki diklasifikasikan berdasar klasifikasi Meggitt-Wagners.
Mayoritas 42 (49,41%) pada grade IV, diikuti 23 (27%) pada grade III. Tipe bakteri
yang diisolasi paling banyak tipe monomikrobial 59 (69,41%).

Observasi mikrobiologi.
Dari 85 pasien di studi ini, 115 organisme (111 bakteri dan 4 jamur) diisolasi dari 90
spesimen, dimana rata-rata 1,27 organisme per pasien. Dari 90 spesimen, 64 (71,11%)
monomikrobial, 22 (24,44%) polimikrobial, dan 4 94,44%) steril.
Diantara bakteri yang diisolasi, didapatkan bakteri gram negatif 58(68,19%), bakteri
gram positif 23 (27,05%) dan jamur 4 (4,70%). Pseudomonas aeruginosa merupakan
bakteri gram negatif yang paling banyak ditemukan sebesar 27,05%, diikuti Proteus
sp (12,93%), E.coli (11,76%) dan Klebsiella pneumonia (8,23%). Infeksi oleh bakteri
gram negatif anaerob (enterococci) didapatkan sebanyak (2,35%). Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif yang paling banyak ditemukan sebesar
17,64%, diikuti oleh streptococci (4,70%) dan Staphylococcus epidermidis (4,70%).
Jamur didapatkan sebesar 4,70%, terdiri dari candida albicans dan tropicalis.
Spesies pseudomonas (khususnya Pseudomonas aeruginosa) mempunyai angka
resisten cukup tinggi terhadap antibiotik. Resistensi maksimum terutama terhadap
ampicillin, cefuroxime, ofloxacin, co-amoxiclav, cefazolin, cefoperazone, cefotaxime
dan gentamycin. Sedangkan terhadap imipenem, fosfomycin, amikacin, dan
levofloksasin hasilnya sama yaitu sensitif terhadap bakteri gram negatif.
Staphylococcus aureus juga mempunyai angka resistensi cukup tinggi terhadap
antibiotik. Resistensi maksimum terutama terhadap ampicillin, cefazolin, ceftazidime,
co-amoxiclav dan cefotaxime. Sedangkan terhadap imipenem, amikacin, fosfomycin,
vancomycin dan levofloksasin hasilnya sama yaitu sensitif terhadap bakteri gram
positif.
Studi juga menemukan faktor-faktor kemungkinan yang menyebabkan lesi ulkus
diabetik yaitu sepatu yang tidak pas/berhubungan dengan sepatu dan kebiasaan jalan
tanpa alas kaki.
DISKUSI
Studi kami menujukkan secara klinis dan pola mikrobiologi pada infeksi ulkus
diabetik di kaki. Ulkus diabetik merupakan komplikasi utama dari DM dan sering

menyebabkan amputasi ekstremitas bawah. Kejadian penyerta yang sering yaitu


neuropati, trauma, deformitas, tekanan pada plantar, dan peripherial arterial disease.
Infeksi jarang sebagai etiologi ulkus diabetik di kaki.
Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan rasio 2,4:1.
Rata-rata umur pada studi ini 54 tahun dan kurang lebih sama pada hasil peneletian
studi lokal. Tipe DM yang paling banyak pada studi ini adalah tipe 2 yang kontrol
kadar glukosa darahnya buruk, hal ini juga sama dengan penelitian studi lokal. Pada
studi kami, peripherial arterial disease merupakan faktor utama yang menyebabkan
penyembuhan tertunda atau bahkan tidak sembuh pada lesi ulkus diabetik, hal ini
sama dengan penelitian yang dilakukan Rizvi F yang menemukan 64% pada
penelitiannya. Berdasarkan kriteria Meggitt-wagners, mayoritas (50%) pasien
menderita lesi ulkus diabetik grade IV, hal ini sama dengan studi-studi yang lain. Hal
ini mungkin berhubungan lama menderita DM, terlambat datang ke pelayanan
kesehatan profesional dan adanya faktor komorbiditas.
Pada studi ini dari total 115 mikroorganisme yang diisolasi dari 85 pasien dimana
rata-rata mikroorganisme 1,27 per pasien. Hal tersebut sama dengan studi yang
dilakukkan Vishwanathan V dimana rata-rata mikroorganisme 1,21 per pasien.
Mayoritas (71%) pada studi ini pola mikrobiologi tipe monomikrobial, hal ini juga
sama dengan studi yang dilakukan Rizvi F dan Khoharo KH. Berdasarkan studi
sebelumnya, Staphylococcus aureus merupakan bakteri utama pada infeksi ulkus
diabetik di kaki, tetapi studi terbaru oleh Goldstein EJC dan Khoharo KH
melaporkan bakteri utama adalah gram negatif aerob. Bakteri gram negatif aerob juga
ditemukan paling banyak pada studi ini sama seperti studi yang dilakukan oleh Rizfi
F, Khoharo KH, dan Shankar EM. Pada studi kami, Pseudomonas aeruginosa
(27,05%) (bakteri gram negatif) dan Staphylococcus aureus (bakteri gram positif)
merupakan kuman yang paling banyak ditemukan, baru kemudian Proteus sp (13%),
E.coli (12%) dan Streptococci (4,70%). Hasil studi yang hampir sama juga dilaporkan
oleh Rizvi F dan Bansal E yang menyatakan Pseudomonas aeruginosa merupakan
kuman yang paling banyak ditemukan dan oleh Khoharo KH dan Bansal E yang

menyatakan Staphylococcus aureus yang paling banyak ditemukan. Kemudian pola


Proteus sp, E.coli, dan Streptococcus juga sama seperti studi yang dilakukan Bansal E
dan Khoharo KH. Pola sensitivitas antibiotik terhadap bakteri gram negatif yaitu
sama pada imipenem, fosfomycin, amikacin, dan levofloksasin; hampir sama dengan
studi yang dilakukan oleh Khoharo KH dan Raja NS. Kami juga menemukan banyak
jenis obat resisten terhadap Pseudomonas aeruginosa, hal ini hampir sama dengan
studi yang dilakukan oleh Khoharo KH dan Gradepalli R. Selanjutnya, pola
sensitivitas antibiotik terhadap bakteri gram positif yaitu sama pada imipenem,
vancomycin, amikacin, fosfomycin, dan levofloksasin. Sama seperti studi yang
dilakukan oleh Khoharo KH dan Raja NS. Pada studi kami menunjukkan infeksi
dengan resisten terhadap banyak jenis obat cukup banyak. Berdasarkan uji
sensitivitas, ditunjukkan 65% bakteri resisten terhadap antibiotik sama seperti studi
yang dilakukan Alavi MS dan Khoharo KH. Ini mungkin berhubungan dengan
penggunaan antibiotik spektrum luas yang diberikan oleh dokter di ruang prakteknya.
kemudian, kontrol kadar glukosa darah yang buruk berhubungan dengan tingginya
angka mortalitas pada infeksi ulkus diabetik di kaki. Di daerah Abbottabad sepatu
yang tidak pas atau yang berhubungan dengan sepatu lebih banyak ditemukan
dibandingkan jalan tanpa alas kaki sebagai faktor yang menyebabkan lesi.
Kemungkinan terjadi karena daerahnya berbukit-bukit, kemiskinan dan akan
menyebabkan tekanan pada telapak kaki.

Keterbatasan.
Kami tidak menggunakan fasilitas modern untuk diagnostik seperti polymerase chain
reaction (PCR), dimana dapat mendeteksi banyak spesies patogen lebih cepat hanya
dalam beberapa jam sehingga nantinya dapat membantu klinisi untuk memberikan
terapi antibiotik secara tepat pada infeksi ulkus diabetik di kaki. Walaupun mahal,
namun PCR dapat mendeteksi mikroorganisme yang lebih kecil dibandingkan dengan
kultur standar. PCR juga dapat sekaligus mengidentifikasi bakteri mikroorganisme
yang resisten terhadap antibiotik dan mengurangi terjadinya hasil negatif palsu.
Rekomendasi.
Pada penelitian selajutnya diharapkan menggunakan sistem yang lebih valid untuk
klasifikasi infeksi ulkus diabetik di kaki, diagnosis osteomielitis dan penjelasan
optimal regimen antiobtik. Pengetahuan publik terhadap pengobatan infeksi ulkus
diabetik di kaki, hendaknya dijelaskan lewat media untuk kepentingan masyarakat
umum dan organisasi-organisasi kesehatan yang berkaitan. Kemudian, infeksi ulkus
diabetik membutuhkan perhatian lebih dan penatalaksanaan yang komprehensif
(multidisiplin ilmu). Sehingga diharapkan mengurangi kejadian infeksi (komplikasi
amputasi), lamanya dirawat di RS dan mengurangi biaya yang dikeluarkan.
KESIMPULAN
Hasil dari studi kami didapatkan laki-laki, obesitas, DM tipe 2 yang kontrol glukosa
darahnya buruk yang mempengaruhi terjadinya infeksi ulkus diabetik di kaki dimana
paling banyak terjadi pada kaki kanan dan letaknya dalam. Mayoritas pada studi ini
pola mikrobiologi tipe monomikrobial. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri
gram negatif yang paling banyak ditemukan, diikuti Proteus sp dan E.coli.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang paling banyak
ditemukan, diikuti oleh Streptococci dan Staphylococcus epidermidis. Imipenem,
amikacin, fosfomycin, vancomycin dan levofloksasin sensitif terhadap bakteri gram

positif. Pengetahuani publik terhadap pengobatan infeksi ulkus diabetik di kaki,


hendaknya dijelaskan lewat media untuk kepentingan masyarakat umum

You might also like