Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Cholangitis akut merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus bilier, yang
bervariasi tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh sendiri sampai
berat dan dapat mengancam nyawa.
Pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh Charcot, ia
mempostulatkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan proses patologi berupa
obstruksi bilier dan infeksi bakteri. Cholangitis merupakan salah satu komplikasi
dari batu pada ductus choledochus.
Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia
Tenggara cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien
berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat
memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.
Penting bagi dokter umum untuk mengetahui penyakit ini, agar dapat
menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama, memberikan
penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk secara tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada
obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun
dapat pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
Patofisiologi
Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi
saluran bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu.
Saluran bilier yang terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada
umumnya tidak akan menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa
obstruksi saluran bilier menurunkan pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun
mekanisme sejatinya masih belum jelas, dipercaya bahwa bakteria memperoleh
akses menuju saluran bilier secara retrograd melalui duodenum atau melalui darah
dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan naik menuju ductus hepaticus,
menimbulkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong
infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan saluran limfatik perihepatik,
yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-40%). Infeksi dapat bersifat supuratif
pada saluran bilier.
Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada
kandung
empedu
(cholecystolithiasis)
atau
pada
ductus
choledochus
ginjal akut
o Abses
hepar
o Sirosis
o Inflammatory bowel disease
o Striktur
karena malignansi
o Radiologic
cholangitis
post
percutaneus
transhepatic
cholangiography
o Jenis kelamin perempuan
o Usia lebih
o Kegagalan
mungkin dapat tidak terduga. Pikirkan cholangitis pada setiap pasien yang
nampak septik, terutama pada pasien-pasien tua, mengalami jaundice, atau yang
mengalami nyeri abdomen. Riwayat nyeri abdomen atau gejala kolik bilier dapat
merupakan petunjuk bagi penegakkan diagnosis.
Triad Charcot terdiri dari demam, nyeri abdomen kanan atas, dan Jaudice.
Dilaporkan terjadi pada 50%-70% pasien dengan cholangitis. Namun, penelitian
yang dilakukan baru-baru ini mengemukakan bahwa gejala tersebut terjadi pada
15%-20% pasien. Demam terjadi pada kira-kira 90% kasus. Nyeri abdomen dan
jaundice diduga terjadi pada 70% dan 60% pasien. Pasien datang dengan
perubahan status mental pada 10-20% kasus dan hipotensi terjadi pada 30%
kasus. Tanda-tanda tersebut , digabungkan dengan triad Charcot, membentuk
pentad Reynolds.
Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki
gejala-gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri pada
abdomen kuadran lateral atas; namun sebagian pasien (misal: pasien lansia) terlalu
sakit untuk melokalisasi sumber infeksi.
Gejala-gejala lain yang dapat terjadi meliputi: Jaundice, demam,
menggigil dan kekakuan (rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja yang acholis atau
hypocholis, dan malaise.
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu. Contohnya riwayat dari
keadaan-keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis:
o Batu
o Pasca cholecystectomy
o Manipulasi endoscopik
o Riwayat
o Riwayat
cholangitis sebelumnya
HIV atau AIDS: cholangitis yang berhubungan dengan
dengan
cytomegalovirus
atau
infeksi
Pada umumnya, pasien dengan cholangitis nampak sakit cukup berat dan
cukup sering datang dalam keadaan shock septik tanpa sumber infeksi yang jelas.
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan sebagai berikut:
o Demam (90%)
o Nyeri
o Hepatomegali ringan
o Jaundice (60%)
o Perubahan
o Sepsis
o Hipotensi
(30%)
o Takikardia
o Peritonitis
pancreas
o Cholangiocarcinoma
o Kanker
ampulla vateri
o Tumor
atau stenosis
o Manipulasi CBD
secara endoskopik
o Choledochocele
o Sclerosing
o AIDS
cholangiopathy
o Infeksi
Diagnosis Diferential
o Cholecystitis
o Penyakit Divertikuler
o Hepatitis
o Iskemia mesenterika
o Pancreatitis
o Shock
Septik
Failure
o Abses
hepar
o Appendicitis
o Ulcus
accuta
o Pyelonephritis
o Diverticulitis
colon kanan
Pemeriksaan Penunjang
Uji Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada pasien dengan cholangitis,
79% memiliki sel darah putih melebihi 10.000/mL, dangan angka rata-rata
13.600. Pasien sepsis dapat leukopenik.
Pemeriksaan elektrolit dengan fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan
kadar kalsium darah diperlukan untuk memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang
dapat
membedakan
obstruksi
intrahepatik
dari
obstruksi
13% choledocholithiasis dapat diamati pada USG, namun dilatasi CBD terdapat
pada 64% kasus. Keuntungan USG adalah dapat dilakukan secara cepat di UGD
(dengan USG portabel), kemampuan untuk melihan struktur lain (aorta, pancreas,
liver), kemampuan untuk mengidentifikasi komplikasi (misal perforasi, empyema,
abscess) dan tidak terdapatnya resiko radiasi
Kerugian dari USG adalah hasil pemeriksaan yang bergantung pada
kemampuan operator dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak mampu untuk
melihat ductus cysticus, dan penurunan sensitivitas bagi batu saluran empedu
distal. Hasil USG yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis cholangitis.
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan
pemeriksaan yang bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria
standar bagi pencitraan sistem bilier. ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang
memerlukan intervensi terapeutik. Pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi
bagi cholangitis sebaiknya segera dilakukan ERCP. ERCP memiliki tingkat
keberhasilan yang besar (98%) dan dianggap lebih aman daripada intervensi
bedah dan percutaneus.
Penggunaan ERCP sebagai alat diagnostik memiliki tingkat komplikasi
sebesar 1,38% dan tingkat mortalitas sebesar 0,21%. Komplikasi utama dari
ERCP terapeutik sebesar 5,4% dan tingkat mortalitasnya sebesar 0,49%.
Komplikasinya meliputi pancreatitis, perdarahan, dan perforasi.
Pemeriksaan CT bersifat tambahan dan dapat menggantikan USG. CT
helical
atau spiral
dapat
meningkatkan
pencitraan saluran
bilier. CT
kasusnya
aminoglikosida
berat
ditambah
atau
memburuk
clindamycin
secara
ataupun
progresif,
metronidazole
obat-obatan
sebaiknya
secara endoskopi. Pada pasien dengan obstruksi yang lebih proksimal atau terletah
pada perihiler, atau penyakitnya disebabkan striktur pada anastomosis enterikbilier, atau apabila usaha melalui jalur endoskopi mengalami kegagalan, drainase
transhepatik perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC tidak
memungkinkan, operasi darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T
tube mungkin diperlukan untuk menyelamatkan nyawa. Namun perlu diingat
bahwa mortalitas pasien yang diobati dengan terapi bedah lebih tinggi daripada
pasien yang berhasil diobati dengan endoskopi. Secara keseluruhan tingkat
kematian pada pasien dengan cholangitis karena batu empedu sebesar 2% dan
kematian pada pasien dengan toxic cholangitis adalah sebesar 5%.
Terapi operasi definitif sebaiknya ditunda sampa cholangitis selesai
ditangani dan diagnosis yang tepat ditegakkan. Pasien dengan stent yang
terpasang dan mengalami cholangitis biasanya memerlukan uji pencitraan
berulang dang penggantian stent dengan guidewire.
Intervensi segera (misal: sphincterotomy endoscopik, PTC, atau operasi
dekompresi) diperlukan pada 10% pasien dengan cholangitis akut. 90% sisanya
pada akhirnya akan diobati dengan pembedahan elektif atau sphincterotomy
endoskopik setelah terapi antibiotik dan evaluasi diagnostik yang seksama.
Cholangitis akut berhubungan dengan tingkat mortalitas total sebesar 5%.
Saat terdapat gagal ginjal, gangguan jantung, abses hepar dan keganasan, tingkat
mortalitas dan morbiditasnya jauh lebih tinggi.
Pengobatan Lain
Extracorporeal shock-wave lihotripsy (ESWL) pertama kali dipergunakan
untuk menghancurkan batu ginjal. Teknik ini telah dikembangkan untuk
pengobatan batu empedu, baik pada kandung empedu maupun pada saluran
empedu. Pengobatan ini sering dikombinasikan dengan prosedur endoskopik
untuk memudahkan lewatnya batu yang telah terfragmentasi atau pengobatan oral
yang dapat melarutkan fragmen tersebut. Kadang kala, batu dapat dilarutkan
dengan mempergunakan berbagai bahan kimia yang dimasukkan langsung pada
slauran bilier,
BAB III
KESIMPULAN
Pasien-pasien dengan gejala nyeri abdomen kuadran kanan atas, jaundice,
demam patut dicurigai menderita Cholangitis, terutama apabila mempunyai
riwayat batu empedu. Karena penyakit ini berhubungan dengan obstruksi saluran
bilier.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin,
fungsi hati (SGOT & SGPT), alkali fosfatase, dan bilirubin serum, dan kultur
bakteri dari sampel darah. Studi pencitraan yang dapat membantu adalah USG,
ERCP, PTC, CT scan Helical dengan kontras, dan MRCP.
Penanganan pertama adalah antibiotik intravena dan resusitasi cairan
untuk stabilisasi pasien, kadangkala diperlukan dekompresi darurat pada kasuskasus berat. Pada pasien yang dapat distabilisasi dengan antibiotik dan cairan IV,
terapi elektif untuk dekompresi dapat dilakukan kemudian. Terapi dapat dilakukan
secara endoskopik, dengan PTC, ataupun dengan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/774245-overview
FC Brunicardi, DK Andersen et al., 2007. Schwartz Principles of Surgery, 8th Ed.
Mc Graww Hill Companies.
CM Townsend, RD Beauchamp et al., 2004. Sabiston Textbook of Surgery,
Biological basis of modern surgical practice, 17th Ed, Elsevier-Saunders
CT Albanese, JT Anderson et al., 2006. Current surgery diagnosis and treatment.
Mc Graww Hill Companies.
Cholangitis
Cholangitis is one of the two main complications of choledochal stones, the other
being gallstone pancreatitis. Acute cholangitis is an ascending bacterial infection
in association with partial or complete obstruction of the bile ducts. Hepatic bile is
sterile, and bile in the bile ducts is kept sterile by continuous bile flow and by the
presence of antibacterial substances in bile, such as immunoglobulin. Mechanical
hindrance to bile flow facilitates bacterial contamination. Positive bile cultures are
common in the presence of bile duct stones as well as with other causes of
obstruction. Biliary bacterial contamination alone does not lead to clinical
cholangitis; the combination of both significant bacterial contamination and
biliary obstruction is required for its development. Gallstones are the most
common cause of obstruction in cholangitis; other causes are benign and
malignant strictures, parasites, instrumentation of the ducts and indwelling stents,
and partially obstructed biliary-enteric anastomosis. The most common organisms
cultured from bile in patients with cholangitis include E. coli, Klebsiella
pneumoniae, Streptococcus faecalis, Enterobacter, and Bacteroidesfragilis.47
Clinical Presentation
Cholangitis may present as anything from a mild, intermittent, and self-limited
disease to a fulminant, potentially life-threatening septicemia. The patient with
gallstone-induced cholangitis is typically older and female. The most common
presentation is fever, epigastric or right upper quadrant pain, and jaundice. These
classic symptoms, well known as Charcot's triad, are present in about two thirds
of patients. The illness may progress rapidly with septicemia and disorientation,
known as Reynolds pentad (e.g., fever, jaundice, right upper quadrant pain, septic
shock, and mental status changes). However, the presentation may be atypical,
with little if any fever, jaundice, or pain. This occurs most commonly in the
elderly, who may have unremarkable symptoms until they collapse with
septicemia. Patients with indwelling stents rarely become jaundiced. On
abdominal examination, the findings are indistinguishable from those of acute
cholecystitis.48
Diagnosis and Management
Leukocytosis, hyperbilirubinemia, and elevation of alkaline phosphatase and
transaminases are common and, when present, support the clinical diagnosis of
Cholangitis
Kolangitis adalah salah satu dari dua komplikasi utama batu choledochal,
makhluk batu empedu pankreatitis lainnya. Kolangitis akut adalah infeksi bakteri
menaik dalam hubungan dengan obstruksi sebagian atau lengkap dari saluransaluran empedu. Hati empedu steril, dan empedu di dalam saluran empedu
disimpan steril oleh aliran empedu terus menerus dan dengan adanya zat
antibakteri dalam empedu, seperti imunoglobulin. Halangan mekanik untuk aliran
empedu memfasilitasi kontaminasi bakteri. Budaya empedu positif yang umum di
hadapan batu saluran empedu serta dengan penyebab lain dari obstruksi.
Kontaminasi bakteri bilier saja tidak menyebabkan kolangitis klinis, kombinasi
keduanya kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan untuk
pengembangannya. Batu empedu adalah penyebab paling umum dari obstruksi
pada kolangitis, penyebab lainnya adalah striktur jinak dan ganas, parasit,
instrumentasi dari saluran-saluran dan berdiamnya stent, dan sebagian terhalang
anastomosis bilier-enterik. Organisme yang paling umum dibiakkan dari empedu
pada pasien dengan cholangitis termasuk E. coli, Klebsiella pneumoniae,
Streptococcus faecalis, Enterobacter, dan Bacteroidesfragilis.47
Presentasi Klinis
Kolangitis dapat hadir sebagai sesuatu dari penyakit yang ringan, intermiten, dan
self-terbatas pada suatu fulminan, yang berpotensi mengancam jiwa septikemia.
Pasien dengan batu empedu yang disebabkan kolangitis biasanya lebih tua dan
perempuan. Presentasi yang paling umum adalah demam, nyeri kuadran atas
epigastrium atau kanan, dan penyakit kuning. Gejala klasik, dikenal sebagai triad
Charcot, hadir di sekitar dua pertiga dari pasien. Penyakit ini dapat berkembang
pesat dengan septikemia dan disorientasi, yang dikenal sebagai Reynolds pentad
(misalnya, demam, sakit kuning, nyeri kanan atas kuadran, syok septik, dan
perubahan status mental). Namun, presentasi mungkin atipikal, dengan sedikit
jika ada demam, sakit kuning, atau sakit. Hal ini paling sering terjadi pada orang
tua, yang mungkin memiliki gejala biasa-biasa saja sampai mereka runtuh dengan
PTC tersedia, operasi darurat untuk dekompresi saluran empedu dengan tabung T
mungkin diperlukan dan menyelamatkan nyawa. Terapi operatif definitif harus
ditunda sampai kolangitis telah dirawat dan diagnosa yang tepat didirikan. Pasien
dengan berdiamnya stent dan kolangitis biasanya membutuhkan pencitraan ulang
dan pertukaran stent atas kawat pemandu a.
Kolangitis akut dikaitkan dengan tingkat kematian secara keseluruhan sekitar 5%.
Bila dikaitkan dengan gagal ginjal, gangguan jantung, abses hati, dan keganasan,
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi.