Professional Documents
Culture Documents
IRIGASI PERMUKAAN
Oleh
Widya Ayu
1314121188
A. Pengertian Irigasi
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia
modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu,
jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air,
maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian,
irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia
biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak
cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak mesir kuno
(Ardi, 2013).
Beberapa pengertian irigasi adalah sebagai berikut :
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk sawah,
ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa - rawa, perikanan. Usaha tersebut
terutama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan air ke sawahsawah secara teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan
pertanian. Masih sering kita jumpai istilah irigasi ini diganti dengan istilah "Pengairan".
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk
mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi :
perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari
sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan
membuangnya melalui saluran drainase (Ardi, 2013).
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan
kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Secara alamiah lainnya,
adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah
selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau.secara
buatan : Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang
cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan (Artificial Irrigation). Irigasi buatan secara
umum dapat dibagi dalam 2 (dua ) bagian : Irigasi Pompa (Lift Irrigation), dimana air diangkat
dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.
Irigasi Aliran (Flow Irrigation), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari
sumber pengambilan air (Racmad, 2009).
3.
4.
5.
5. mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, menekan pertumbuhan gulma, hama, dan penyakit,
mengatur suhu tanah dan iklim mikro, memperbaiki kesuburan tanah, dan menurunkan kadar
garam dalam tanah.
6. Untuk penggelontoran air (membersihkan buangan air kota), yaitu dengan mengunakan air
irigasi, maka kotoran/pencemaran/limbah/sampah yang terkandung di permukaan tanah dapat
digelontor ketempat yang telah disediakan (saluran drainase) untuk diproses
penjernihan secara teknis atau alamiah. (penggelontoran), misalnya dengan prinsip
pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari kota akan berpengaruh sangat jelek
bagi pertumbuhan tanaman.
7. Pada daerah dingin,dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada
tanah,sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian pada musim
tersebut
8. Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan tidak sesuai
untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan dengan cara mengalirkan air
9.
Metode irigasi permukaan ini merupakan cara aplikasi irigasi yang tua dan paling banyak
digunakan. Irigasi permukaan lebih cocok diterapkan pada lahan yang relatif seragam dan datar
(slope < 2%) serta tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah sampai sedang. Investasi awal yang
diperlukan untuk membangun irigasi permukaan biasanya rendah namun efisiensinya relatif
rendah karena banyak kehilangan air melalui evaporasi, perkolasi, run off maupun seepage.
Beberapa tipe irigasi permukaan yang sering dijumpai adalah sawah/genangan (basin), luapan
(border), alur (furrow), dan surjan (gelombang).
Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan
air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka
baik dengan lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk
mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes kecuali
bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras. Sistem irigasi permukaan
(Surface irrigation), khususnya irigasi alur (Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman
palawija, karena penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah pemberian
air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau pipa kecil dan megalirkannya
sepanjang alur dalam lahan. Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan
diairi secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan lain untuk
mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya,
air disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan
perantaraan bangunan bagi dan atau sadap tersier ke petak sawah dalam satuan petak tersier.
Petak tersier merupakan petak-petak pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari
gabungan petak sawah. Bentuk dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada topografi
dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan
menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap.
Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha (Kholid, 2009).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey mengenai kondisi
daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanaman pertaniannya,
bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air
tanamannya. Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peluapan dan
penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara terkendali. Sistem
irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan bebas dan penggenangan. Dalam hal
ini air diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk menggenangi kiri atau kanan
sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh adalah sistem irigasi kuno di Mesir.
Sistem ini mempunyai efisiensi yang rendah karena penggunaan air tidak terkontrol. Sistem
irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan secara terkendali. Cara yang
umum digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan bangunan penangkap, saluran
pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke dalam petak petak lahan beririgasi. Jenis bangunan
penangkap bermacam-macam, diantaranya adalah (1) bendung, (2) intake, dan (3) stasiun pompa
(Racmad, 2009).
Sistem irigasi genangan (basin irrigation) ini banyak digunakan untuk tanaman padi. Air
diberikan melalui siphon, saluran maupun pintu air ke kolam kemudian ditahan di kolam dengan
kedalaman dan selama waktu yang dikehendaki. Irigasi sawah paling cocok untuk untuk tanah
dengan laju infiltrasi sedang sampai rendah. Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan kecil
(slope = 0-0,5). Apabila lahan miring atau bergelombang perlu diratakan (levelling) atau dibuat
teras. Operasi dapat dilaksanakan oleh tenaga yang tidak ahli. Teknik pemberiaan air dengan
genangan dapat digunakan untuk tanaman apapun dengan memperhatikan desain, layout, dan
prosedur operasinya. Lokasi sumber air sedapat mungkin berada pada posisi yang
memungkinkan seluruh lahan diairi secara gravitasi. Bentuk lahan biasanya mengikuti topografi,
tetapi bila memungkinkan bentuk bentuk segi empat merupakan bentuk yang paling
menguntungkan ukuran lahan (panjang dan lebar) ditentukan berdasarkan kapasitas infiltrasi dan
debit. Waktu infiltrasi (opportunity time) yaitu waktu yang diperlukan untuk air untuk meresap
ke dalam tanah. Debit air irigasi harus cukup besar untuk memberikan air yang seragam ke
seluruh lahan tetapi tidak terlalu besar sehingga tidak menimbulkan erosi. Waktu pemberian air
irigasi yaitu waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah air yang diperlukan ke seluruh
lahan (Racmad, 2009).
Irigasi basin dilakukan dengan membanjiri satu petak lahan, dan memungkinkan drainase dari
petak yang lebih tinggi menjadi sumber air bagi petak yang lebih rendah. Irigasi basin tidak
harus didrainase melainkan membiarkan air menyerap ke dalam tanah atau terevaporasi ke udara,
yang disebut dengan "basin tertutup". Irigasi basin diutamakan di daerah dengan laju infiltrasi
yang rendah, karena dibutuhkan waktu yang lama bagi air untuk menyerap ke dalam tanah
sehingga lahan dibanjiri selama beberapa waktu.
Irigasi luapan dilakukan dengan membuat galengan yang sejajar untuk menggiring selapis tipis
air bergerak dari satu sisi ke sisi lahan yang lain. Lahan dibagi menjadi beberapa strip sejajar
yang dipisahkan oleh galengan kecil. Sifat irigasi luapan ini adalah memberikan air irigasi dalam
jumlah seragam di lahan. Irigasi luapan dapat cocok diterapkan di lahan dengan permukaan
relatif datar atau dapat dibuat datar dengan murah dan tanpa mengurangi produksi. Umumnya
irigasi luapan baik untuk tanah dengan kapasitas infiltrasi sedang sampai rendah. Seringkali
metode ini tidak cocok diterapkan di tanah pasiran kasar. Tahap-tahap desain irigasi genangan
dapat diterapkan untuk desain irigasi luapan. Tahap terakhir ditambahkan menenetukan jumlah
jalur yang akan diairi setiap pemberian irigasi (Acmadi, 2013).
Irigasi Alur (Furrow Irrigation) dilakukan dengan mengalirkan air melalui alur-alur atau saluran kecil
yang dibuat searah atau memotong slope. Air masuk ke dalam permukaan tanah dari dasar alur
dan dinding alur. Teknik ini cocok untuk tanah berderet dengan tekstur medium sampai halus
untuk mengalirkan air vertikal dan horisontal.
Desain irigasi alur meliputi panjang alur, jarak antar alur, dan kedalaman alur.Panjang alur
berkisar 100-200 m dengan memperhatikan perkolasi dan erosi.Jarak antar alur 1-2m tergantung
jenis tanaman dan sifat tanah. Kedalaman alur 20-30 cm untuk memudahkan pengendalian dan
penetrasi air. Kelebihan dari irigasi alur ini adalah mengurangi kehilangan akibat evaporasi,
mengurangi pelumpran tanah berat, dan mempercepat pengolahan tanah setelah pemberian air.
Irigasi alur cocok untuk memberikan air pada tanaman yang mudah rusak bila bagian
tanamannya terkena air. Tenaga kerja yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem ini relatif
lebih besar daripada irigasi kolam. Terdapat beberapa keuntungan menggunakan irigasi furrow.
Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang mengalir dalam lahan akan
meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan oleh tanaman secara efektif, efisien pemakaian air
lebih besar dibandingkan dengan sistem irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border)
(Eko, 2013).
Irigasi gelombang (surge irrigation) dilakukan dengan secara periodik mensuplai air lalu
menghentikannya supaya tanah mengalami siklus kering dan basah yang mampu mengurangi
laju infiltrasi tanah dan menjadikan kondisi tanah seragam. Berkurangnya laju infiltrasi ini
dikarenakan partikel tanah terkonsolidasi, pori-pori dan rekahan mikro di tanah terisi air, dan
menjadi tertutup rata ketika partikel tanah yang besar menjadi pecah karena munculnya
kelembaban yang tiba-tiba dari kondsi yang kering. Partikel tanah yang telah mengecil tersebut
menutup celah pada tanah seiring dengan keringnya tanah, dan seterusnya siklus tersebut
berlanjut. Metode irigasi ini hanya cocok pada tanah jenis remah, dan tidak bisa dilakukan pada
tanah liat karena tanah liat dapat menutup pori-porinya dengan cepat meski dalam kondisi basah.
Irigasi permukaan dapat memunculkan masalah ketika tidak diterapkan dengan tepat, yang dapat
mengganggu kelestarian lingkungan dan keberlanjutan usaha pertanian :
1. Penggenangan yang dapat menyebabkan akar terendam secara permanen sehingga pertumbuhan
terhenti.
2. Drainase dalam, yaitu fenomena mengalirnya air keluar dari lahan pertanian bukan melalui
permukaan melainkan melalui bawah tanah. Fenomena ini jika terjadi di daerah dengan air tanah
berkadar garam tinggi dapat menyebabkan salinisasi tanah. Salinisasi terjadi ketika air yang
digunakan mengandung kadar mineral tinggi dan menambah kadar garam tanah. Tanah yang
terlalu asin dapat menyebabkan tumbuhan tidak dapat hidup. Peningkatan kadar garam dapat
dicegah dengan drainase bawah permukaan karena air yang mengalir dari atas membasuh garam
dan mengalirkannya ke bawah tanah sehingga mencegah garam naik ke permukaan (Ardi, 2013).
http://widyaalfalah.blogspot.co.id/2015/08/irigasi-permukaan-oleh-widya-ayu.html