Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Leukemia
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai darah putih pada tahun 1874, adalah
penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. 18
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di
sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah
banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. 19 Keganasan hematologik ini adalah akibat dari
proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik
sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel
leukemia beredar secara sistemik.20
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang
lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, 21 dapat menyebabkan kegagalan sumsum
tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi. 22
2.2. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh 23, yaitu berfungsi melawan infeksi
dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm 3.18
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi
2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear). 24
2.2.1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna granula
sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan
basofil.25
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, 26 sangat fagositik dan
sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri,
virus atau agen penyebab infeksi lainnya. 25
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah,
protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit
terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh
sitoplasma yang berwarna merah muda26 (gambar 2.3. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran
1000x). 27
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah
putih.25 Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan
jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati. 24
Universitas Sumatera Utara
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. 25 Sel granulanya
berwarna merah sampai merah jingga18 (gambar 2.4. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran
1000x).27
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke
dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. 26 Dalam
darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih. 24
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel
darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan
berwarna keunguan sampai hitam25 (gambar 2.5. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran
1000x).27
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran
darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah
intravaskular.25
2.2.2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan
monosit.25
Universitas Sumatera Utara
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah
putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. 25 Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang
dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru 18 (gambar 2.6. hapusan sumsum
tulang dengan perbesaran 1000x).27
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur
panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel
kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui
pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,
berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung
jawab atas respons kekebalan hormonal.18
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki waktu
paruh 12-100 jam di dalam darah.24 Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan 18,28
(gambar 2.7. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x). 27
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmenfragmen sel, dan mikroorganisme.24, 25
Universitas Sumatera Utara
2.3. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini
secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal.
Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga
merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut
berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. 29
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat
pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi
(penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih
mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya
proliferasi sel abnormal.18
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan
dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan
penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak
terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan
tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa
Universitas Sumatera Utara
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak. 30
2.4. Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu : 31
2.4.1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah
normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ
lain.32 Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.33
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ.19
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). 21 Insiden LLA
akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup
2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang 19 (gambar
2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x). 27
Universitas Sumatera Utara
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke
semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. 31
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%)
dibandingkan anak-anak (15%).20 Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3
bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6
bulan.18(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x). 27
Gambar 2.9. Leukemia Mielositik Akut
Universitas Sumatera Utara
dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. 36(gambar 2.8.
hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x). 27
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase
krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,
disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang. 21
ab
Gambar 2.11. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
2.5. Epidemiologi 2.5.1. Distribusi Frekuensi Leukemia
a. Berdasarkan Orang
a.1. Umur
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat, leukemia
menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada
anak-anak. Biasanya jenis leukemia yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan LLK sedangkan
LLA paling sering dijumpai pada anak-anak .12
Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di RSUD Dr. Soetomo LLA
menduduki peringkat pertama kanker pada anak
Universitas Sumatera Utara
selama tahun 1991-2000. Ada 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di
RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%) adalah LLA, 50 anak (10%) menderita nonlimfoblastik
leukemia, dan 42 kasus merupakan leukemia mielositik kronik. 19
Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun2004-2007 menunjukkan bahwa
leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia
15-20 tahun 7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%. 17
a.2. Jenis Kelamin
Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Pada
tahun 2009, diperkirakan lebih dari 57% kasus baru leukemia pada laki-laki .10 Berdasarkan laporan
dari Surveillance Epidemiology And End Result (SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian leukemia
lebih besar pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 57,22%:42,77%. 38
Menurut penelitian Simamora (2009) di RSUP H. Adam Malik Medan, proporsi penderita leukemia
berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (58%:42%). 17
a.3. Ras
IR di negara barat adalah 4 per 100.000 anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka kejadian terendah
terdapat di Afrika (1,18-1,61/100.000) dan tertinggi di antara anak-anak Hispanik (Costa Rica
5,94/100.000 dan Los
Universitas Sumatera Utara
Angeles 5,02/100.000). IR ini lebih umum pada ras kulit putih (42,1 per 100.000 per tahun) daripada
ras kulit berwarna (24,3 per 100.000 per tahun). 19
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009), leukemia merupakan salah satu dari
15 penyakit kanker yang sering terjadi dalam semua ras atau etnis. Insiden leukemia paling tinggi
terjadi pada ras kulit putih (12,8 per 100.000) dan paling rendah pada suku Indian Amerika/penduduk
asli Alaska (7,0 per 100.000).10
b. Berdasarkan Tempat dan Waktu
Menurut U.S. Cancer Statistics (2005) terdapat 32.616 kasus leukemia di Amerika Serikat, 18.059
kasus diantaranya pada laki-laki (55,37%) dan 14.557 kasus lainnya pada perempuan (44,63%). Pada
tahun yang sama 21.716 orang meninggal karena leukemia (CFR 66,58%). 39
Berdasarkan laporan kasus dari F. Tumiwa dan AMC. Kaparang (2008) menyebutkan bahwa IR
tertinggi LMK terdapat di Swiss dan Amerika (2 per 100.000) sedangkan IR terendah berada di
Swedia dan Cina (0,7 per 100.000).40
LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia yaitu 25-20% dari
leukemia. IR LMK di negara barat adalah 1-1,4 per 100.000 per tahun. 31
Berdasarkan data dari International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) penderita
leukemia pada anak-anak di RSK Dharmais terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2007
terdapat 6 kasus leukemia pada anak dan pada tahun 2008 bertambah menjadi 16 kasus. 15
Universitas Sumatera Utara
Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2004 terdapat 30 penderita (18,52%), tahun 2005
terdapat 39 penderita (24,07%), tahun 2006 terdapat 35 penderita (21,61%) dan pada tahun 2007
terdapat 58 penderita (35,8%).17
2.5.2. Determinan Penyakit Leukemia
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil penelitian, orang
dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
a. Host
a.1. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia paling
sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada
umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan
kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). 36 Insiden leukemia lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)
dibandingkan dengan kelompok kulit hitam. 10
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang
di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada
anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak,
hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun. 41
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles County-University of Southern
California (LAC+USC) Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis
terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA
+ USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%),
Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%). 42
a.2. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada
normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga
meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom
Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich,
sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. 31
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga.
Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. 19 Selain itu,
leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik. 9
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa
orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ;
CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat
keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia. 10
Universitas Sumatera Utara
b. Agent
b.1. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil
penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di
dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang.31
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus
leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan
kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi
tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika
Serikat.9
b.2. Sinar Radioaktif 21
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka
kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi
terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali
lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki
yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20
kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut
Universitas Sumatera Utara
terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari
2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
b.3. Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia. 18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab
leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut. 19
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang
terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan
CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene
dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia. 10
b.4. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok mengandung
leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. 19
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et
al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA
kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita
LMA. Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan
kebiasaan merokok. Penelitian lain di
Universitas Sumatera Utara
Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor
risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan
lamanya merokok.10
c. Lingkungan (pekerjaan)10
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian
leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari
rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti
hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang
lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17%
adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian
atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang
yang tidak menderita leukemia.
2.6. Gejala Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi,
kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme. 42
2.6.1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang. Gejala
klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan
Universitas Sumatera Utara
anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme. 21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia dan femur.34
2.6.2. Leukemia Mielositik Akut21
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita
LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm 3) biasanya mengalami gangguan
kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan
metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
2.6.3. Leukemia Limfositik Kronik21
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala
biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain
yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
2.6.4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik21
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan
berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan
anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.
Universitas Sumatera Utara
pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas,
pembesaran kelenjar getah bening dan kadang-kadang priapismus. 31, 41
a.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum
tulang.
a.2.1. Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia
(25%).48 Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. 31 Pada penderita LLK
ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm 3,48 sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan
leukositosis lebih dari 50.000/mm3. 18
a.2.2. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan hiperselular.
Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel
muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel
berinti dalam sumsum tulang.20 Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit
kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh
peningkatan limfosit B.47 Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari
30.000/mm3.16
Universitas Sumatera Utara
b. Penatalaksanaan Medis
b.1. Kemoterapi
b.1.1. Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk
semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang.29 Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di
rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia.9 Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase. 19
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten
terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian. 21
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam
tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. 29 Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki
otak dan sistem saraf pusat.9
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan
waktu 2-3 tahun.29
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.18
b.2.1. Kemoterapi pada penderita LMA 21
a. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel
leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai,
masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan,
sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
b. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya
terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau
lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.
Universitas Sumatera Utara
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan
yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%. 18
b.3.1. Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah satu
sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai: 20
a. Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
b. Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
c. Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
d. Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
e. Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm 3
dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.21
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional, terutama
untuk mengendalikan gejala.20 Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak
memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa.
Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif. 9
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10
tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada
pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun. 32
Universitas Sumatera Utara
sesuai.33 Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon
terhadap pengobatan.30
b.4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi. 36
2.7.3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan kemampuan,
kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan
intensif.43 Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang
ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu
perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga
diperlukan.41
Universitas Sumatera Utara