You are on page 1of 3

Diagnosis Klinis dan Kriteria Kematian Otak

Kelompok B 2
Levina Septembera
Albertus Ian
Rudy Hermawan Cokro Handoyo
Gusna Ridha
Fredy Ferdian Pratama
Intan Permata Wijaya
Franky Abryanto
Nastalia Sindy

10.2010.044
10.2010.058
10.2010.097
10.2010.107
10.2010.117
10.2010.182
10.2010.205
10.2010.321

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Skenario 5
Seorang pria umur 76 tahun dirawat di ICU karena koma. Diketahui adanya riwayat
hipertensi dan mulai pikun. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kaku deserebrasi, pupil
melebar dan tekanan darah 50/70 mmHg. CT Scan kepala menunjukkan ventrikel yang
membesar dan perdarahan ke dalam ventrikel. Direncanakan untuk operasi tetapi ditunda
karena keadaan pasien mengalami kemunduran, nafas spontan hilang sehingga harus
dipasang ETT.
Rumusan Masalah

Pria 76 tahun koma


Riwayat hipertensi dan mulai pikun
Kaku deserebrasi, pupil melebar, TD 50/70 mmHg
CT scan kepala: ventrikel membesar, perdarahan ke dalam ventrikel
Nafas spontan menghilang

Analisis Masalah
Kriteria

Pemeriksaan Fisik
Brain Death

Diagnosis Banding

Etiologi

Hipotesis
Bapak tersebut mengalami kematian batang otak (brain death)

Pendahuluan
Sampai tiga-empat dekade yang lalu, penentuan saat kematian relatif sederhana.
Seseorang yang sudah berhenti bernafas, tidak teraba denyut jantungnya, dinyatakan mati.
Namun dengan kemajuan teknologi medis sejak beberapa puluh tahun terakhir ini, saat ini
fungsi vital dapat dipertahankan secara buatan, meskipun fungsi otak telah berhenti. Hal
tersebut pada akhirnya berimplikasi terhadap definisi kematian secara medis, yang kemudian
memunculkan suatu konsep kematian batang otak sebagai penanda kematian. Kematian
didefinisikan sebagai hilangnya fungsi otak.
Brain death, atau dalam bahasa Indonesia disebut mati otak atau mati batang otak,
meliputi hingga sekitar 50% dari semua kasus di Hongkong, dan

60% dari mati otak

diakibatkan oleh perdarahan intrakranial. Sisanya disebabkan oleh tumor dan infeksi. Di
Amerika, penyebab utama brain death adalah cedera kepala dan perdarahan subarachnoid.
Batang otak dapat mengalami cedera oleh lesi primer ataupun karena peningkatan tekanan
pada kompartemen supratentorial atau infratentorial yang mempengaruhi suplai darah atau
integritas struktur otak. Cedera hipoksia lebih mempengaruhi korteks dari pada batang otak.
Kriteria untuk Brain death atau mati otak sendiri berevolusi seiring waktu. Pada tahun
1979, Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah irreversible coma, untuk
mendeskripsikan keadaan dari 23 orang pasien yang berada dalam kondisi koma, kehilangan
kesadaran, refleks batang otak, respirasi, serta menunjukkan hasil elektroensefalogram yang
datar. Pada tahun 1988, komite ad hoc di Harvard Medical School meninjau ulang definisi
Brain death dan mendefinisikan koma ireversibel atau kematian otak, sebagai tidak adanya
respon dan reseptivitas, pergerakan dan pernapasan, reflex batang otak, serta adanya koma
yang penyebabnya telah diidentifikasi. Pada tahun 1991, Presidents Commission for the
Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research
mempublikasikan panduan berkaitan dengan Brain death. Pada tahun 1996, The Conference

You might also like