Dermatophytes are a highly specialized group of fungi that, through long

evolutionary processes, became adapted to invade, colonize and nourish

themselves on the keratinized tissues of animals. Various investigators have
shown that these disease producing moulds possess enzymatic systems that
enable them to digest keratins (139, 140), a highly specilized class of proteins
elaborated by epithelial cells. These cells form the horny layer of the epidermis
and the epidermal appendages. The growth of dermatophytes on feathers, hair,
nails, and skin elecits responses in their hosts that manifest themselves in a
variety of diseases. These infections are generally referred to as tineas or
ringworm-names that reflect the ignorance that prevailed in the past about the
true etiology of these diseases. Although dermatophytes undoubtedly existed in
prehistoric times and have plagued lower animals and mart for millions of years,
the infections were long endured before their true nature was realized. The first
recorded reference to a dermatophyte infection is attributed to Aulus Cornelius
Celsus, the Roman encyclopedist, who in his 'De Re Medicina' written around 30
A.D., described a suppurative infection of the scalp that came to be known as the
kerion of Celsus (118). In his era and down through the Middle Ages the various
dermatophytoses were described as tineas. The term tinea was first used for the
clothes moth and in fact, the generic name of the various species of keratin
destroying moths is Tinea (50). Since the holes made by moths in woolen
garments are circular and dermatophyte lesions are ringtike on smooth skin, our
Anglo Saxon ancestors coined the word 'ringworm' for these infections at least as
far back as the 16th century. This term described the form of the lesion and
relates it to the Roman tinea. Not until the 19th century was the mycotic etiology
of these skin infections discovered. In 1837 Robert Remak, a Polish physician on
the medical faculty of Berlin University, noted hyphae in the crusts of the disease
known as favus (14, 77). This was an epochal discovery since for the first time a
microorganism was incriminated as being the cause of a human disease. In 1841
Remak's discovery was independently confirmed

Dermatofit adalah kelompok yang sangat khusus dari jamur itu, melalui proses
evolusi yang panjang, teradaptasi untuk menyerang, menjajah dan memelihara
diri pada jaringan keratin hewan. Berbagai peneliti telah menunjukkan bahwa
penyakit memproduksi jamur ini memiliki sistem enzimatik yang memungkinkan
mereka untuk mencerna keratin (139, 140), kelas yang sangat specilized protein
diuraikan oleh sel-sel epitel. Sel-sel ini membentuk lapisan tanduk epidermis dan
pelengkap epidermal. Pertumbuhan dermatofit pada bulu, rambut, kuku, dan
tanggapan kulit elecits di host mereka yang menampakkan diri dalam berbagai
penyakit. Infeksi ini umumnya disebut sebagai tineas atau kurap-nama yang
mencerminkan kebodohan yang berlaku di masa lalu tentang etiologi sebenarnya
dari penyakit ini. Meskipun dermatofit diragukan lagi ada di zaman prasejarah
dan telah melanda hewan yang lebih rendah dan mart selama jutaan tahun,
infeksi sudah lama bertahan sebelum sifat sejati mereka diwujudkan. mencatat
referensi pertama untuk infeksi dermatofit dikaitkan dengan Aulus Cornelius
Celsus, yang penulis ensiklopedia Romawi, yang dalam bukunya 'De Re Medicina'
ditulis sekitar 30 AD, dijelaskan infeksi supuratif dari kulit kepala yang kemudian

dikenal sebagai kerion Celsus ( 118). Dalam era dan turun melalui Abad
Pertengahan berbagai kurap digambarkan sebagai tineas. The tinea Istilah ini
pertama kali digunakan untuk pakaian ngengat dan pada kenyataannya, nama
generik dari berbagai spesies keratin menghancurkan ngengat adalah Tinea (50).
Karena lubang yang dibuat oleh ngengat dalam pakaian wol yang melingkar dan
lesi dermatofit yang ringtike pada kulit halus, nenek moyang Anglo Saxon kami
menciptakan kata 'kurap' untuk infeksi ini setidaknya sejauh abad ke-16. Istilah
ini menggambarkan bentuk lesi dan menghubungkannya dengan tinea Romawi.
Tidak sampai abad ke-19 adalah etiologi mikotik infeksi kulit ini ditemukan. Pada
1837 Robert Remak, seorang dokter Polandia di fakultas kedokteran dari
Universitas Berlin, mencatat hifa di remah dari penyakit yang dikenal sebagai
Favus (14, 77). Ini adalah penemuan dr jaman yg penting sejak pertama kali
mikroorganisme itu dicurigai sebagai penyebab dari penyakit manusia. Pada
tahun 1841 penemuan Remak ini secara independen dikonfirmasi