You are on page 1of 27

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA

Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Studi Hadits


yang dibina Bapak Abd. Rozaq, M. Ag

oleh
Okki Anugerah Putra Mahardika (13670011)
Ratih Hefia R. (13670036)
Mutholiatul Masyrifah (13670037)
Atina Yuliandari (13670040)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Hadits Sebagai Sumber
Ajaran Agama.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan makalah
ini

tidak

terlepas

dari

bantuan

berbagai

pihak.

Penulis

mengucapkan terima kasih kepada:


1. Bapak Abd. Rozaq, M. Ag selaku dosen pembina matakuliah
Studi Hadits.
2. Orangtua kami yang senantiasa memberikan motivasi,
fasilitas

dan

segala

sesuatunya

sehingga

dapat

menyelesaikan makalah ini.


3. Terakhir kepada semua pihak yang tak sempat disebutkan
namanya, yang juga telah berjasa terhadap penulis dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, sehingga kritik serta saran yang membangun
penulis harapkan dari pembaca. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 8 September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar (i)


Daftar Isi (ii)
Bab I Pendahuluan
1.1
1.2
1.3

Latar Belakang (1)


Rumusan Masalah (1)
Tujuan (2)

Bab II Pembahasan
2.1 Kedudukan Hadits dalam Agama Islam (3)
2.2 Fungsi Hadits terhadap Al-Quran (6)
2.3 Definisi dan Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah (8)
Bab III Penutup
3.1 Simpulan (19)
3.2 Saran (19)
Daftar Pustaka (20)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Islam merupakan agama Allah yang diturunkan bersama

dengan

kitab

suci

dan

rasul-Nya

yang

terakhir,

untuk

mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dengan


izin Tuhan mereka menuju ke jalan Tuhan yang Maha Agung dan
Maha Terpuji.
Hukum Islam

merupakan

kumpulan

sejumlah

beban

kewajiban dan ajaran-ajaran yang diserukan oleh Rasulullah saw


dan disampaikan kepada umatnya sesuai dengan ajaran yang
disampaikan oleh Allah-melalui kitab suci-Nya atau lidah RasulNya. Hukum-hukum Islam tidak terbatas pada sisi praktis atau
penerapan hukum syariat berupa ibadat dan muamalat saja,
yang tertuang dalam ilmu fiqih; tidak pula terbatas pada sisi
teoritisnatau aqidah saja, yang tertuang dalam ilmu tauhid atau
kalam; atau tidak tidak juga terbatas pada bidang keruhanian
yang tercakup dalam ilmu tasawuf atau akhlak. Tetapi, Islam
mencakup semua bidang-bidang itu secara seimbang, sempurna,
dan teratur.
Seluruh ummat Islam telah menerima faham, bahwa Hadits
Rasulullah saw itu sebagai pedoman hidup yang utama, setelah
Al-Quran. Tingkahlaku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan
hukumnya, tidak

diterangkan cara

mengamalkannya, tidak

diperincikan menurut petunjukkan dalil yang masih utuh, tidak


dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih muthlaq dalam
Al-Quran, hendaklah dicarikan penyelesaiannya dalam al-Hadits.
Dengan demikian penting bagi umat muslim untuk mempelajari
Hadits. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai
Hadits sebagai sumber ajaran agama yang meliputi; kedudukan
Hadits, fungsi Hadits terhadap Al-Quran, dan ingkar as-sunnah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kedudukan Hadits dalam agama Islam?
2. Apa fungsi Hadits terhadap Al-Quran?
3. Apa yang dimaksud dengan ingkar as-sunnah ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk,
1. Mengetahui kedudukan Hadits dalam agama Islam.
2. Mengetahui fungsi Hadits terhadap Al-Quran.
3. Mengetahui definisi dan sejarah perkembangan ingkar assunnah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Hadits dalam Agama Islam


Al-Quran

dan

Hadits

merupakan

dua

sumber

untuk

mengenali hukum dan ajaran Islam yang berkaitan dengan


aqidah, konsep, ibadat, penetapan hukum, akhlak, adab sopan
santun, dan bidang-bidang kehidupan lainnya1. Oleh sebab itu,
kita dianjurkan untuk memahami Al-Quran dan Hadits dengan
pemahaman yang benar.
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah
Al-Quran. Al-Quran merupakan undang-undang yang memuat
pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam, yang
mencakup bidang aqidah, ibadah, akhlaq, muamalah, dan adab
sopan santun. Hadits merupakan penjelasan teoritis dan praktik
aplikatif bagi Al-Quran2. Semua ini berdasarkan perintah AlQuran, berdasarkan perintah sunnah, ijma umat, dan akal
serta pandangan manusia.
a. Dalil Al-Quran
Al-Quran, selain mewajibkan umat Islam taat kepada-Nya,
juga mewajibkan taat kepada rasul-Nya3. Allah berfirman:

1 Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Quran dan As-Sunnah Referensi Tertinggi


Ummat Islam. hal: 15
2 Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Quran dan As-Sunnah Referensi Tertinggi
Ummat Islam. hal: 62-63
3 Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 70

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan


taatilah rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu

berlainan

pendapat

tentang

sesuatu,

maka

kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul, jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. (Q. S
An-Nisa[4]: 59).
Selain itu, Allah juga menyamakan antara taat kepada Nabi
sebagai bentuk taat kepada Allah, yakni dalam Al-Quran surat
An-Nisa ayat 80, An-Nur ayat 54, Al-Araf ayat 158.
Artinya: Barangsiapa menaati rasul itu, sesungguhnya ia

telah mentaati Allah... (Q. S An-Nisa ayat 80)

Artinya: ...dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu


mendapat petunjuk...
Lebih dari itu, ketaatan pada rasul merupakan salah satu indikasi
kecintaan dan ampunan Allah SWT, hal ini ada dalam Al-Quran

surat Ali imran: 31, Al-Hsyr: 7, Al-Anfal: 24, An-Nur: 63 4, serta


ayat-ayat Al-Quran lain yang mendukung adanya Hadits.
b. Dalil Hadits
Ada banyak hadits yang mewajibkan kita taat kepada rasul.
Sebagai contoh adalah hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini5;
Rasulullah bersabda;



Artinya: Semua umatku akan masuk surga, kecuali orang yang
tidak mau. Dikatakan kepada beliau, siapakah mereka
itu, wahai rasulullah? Rasul menjawab, siapa yang taat
kepadaku, ia akan masuk surga, dan orang yang tidak
taat kepadaku adalah orang yang tidak mau masuk
surga. (H. R. Al-Bukhari)
Ada juga Hadits yang yang dikatakan Nabi ketika sedang haji
wada, yakni riwayat Ibn Abbas yang dinilai sahih oleh Hakim
serta disepakati Adz-Dzahabi6,



Artinya: telah aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian
berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat,
yakni kitabullah (Al-Quran) dan itrahk ahlul-baitku. (H.
R. Al-Hakim).
c. Ijma sahabat dan Umat setelah mereka
Para sahabat Rasulullah saw telah melakukan ijma untuk
merujuk kepada sunnah dan menenmpatkannya sebagai satu
sumber

hukum

syariat

yang

mendampingi

Al-Quran.

4 Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 71-75


5 Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 76
6 Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 77

Diantaranya ialah para khulafa rasyidin, dan orang-orang yang


datang setelah mereka, yang menyatakannya dengan perkataan
maupun perbuatan.7
Abdu bin Humaid, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan
Baihaqi meriwayatkan bahwa Khalid Ibnu Usaid berkata kepada
Abdullah Ibnu Umar: sesungguhnnya kami menemukan shalat
al-Hadhar bagi orang yang tidak bepergian dan shalat khawf
(shalat dalam keadaaan waspada saat peperangan) di dalam AlQuran tetapi kami tidak menemukan shlat as-safar (bagi orang
bepergian)?

Ibnu

Umar

berkata,

wahai

anak

saudaraku,

sesungguhnya Allah mengutus Muhammad saw kepada kita saat


kita

tidak

mengetahui

sesuatu.

Dan

sesungguhnya

kita

melakukanya, dan meng-qashar shalat di dalam perjalanan


sebagai satu sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah saw.8
Pada zaman kekhalifahan Abu Bakar, ada seorang nenek tua
datang kepadanya setelah kematian cucunya, meminta bagian
warisan dari cucunya. Maka Abu Bakar berkata, Aku tidak
menemukan sedikit bagian pun untukmu di dalam Kitabullah.
Dan aku juga tidak pernah mendengarkan Rasulullah saw
menyebutkan suatu bagian untukmu. Kemudian Abu Bakar
bertanya kepada orang-orang yang hadir di situ. Maka berdirilah
al-Mughirah bin Syubah dan berkata, Aku mendengar Rasulullah
saw

memberinya

bagiansebanyak

seperenam.

Abu

Bakar

bertanya kepadanya, Apakah ada seorang saksi bersama


dirimu? Kemudian Muhammad bin Maslamah bersaksi untuk
masalah itu, lalu Aabu Bakar melaksanakannya.9
7 Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Quran dan As-Sunnah Referensi Tertinggi
Ummat Islam. hal: 68
8 Disebutkan oleh as-Suyuth di dalam ad-Durr al-Mantsur
9 Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Quran dan As-Sunnah Referensi Tertinggi
Ummat Islam. hal: 68-69

Tindakan yang sama diteruskan oleh para sahabat, tabiin,


para fuqaha ditiap kota-kota besar, para imam madzhab yang
diikuti

oleh pengikut dan murid-murid mereka. Hingga pada

akhirnya sunnah/hadits menjadi sumber hukum yang sangat


kaya bagi semua kalangan, dalam berbagai bidang fiqih.10
2.2 Fungsi Hadits terhadap Al-Quran
Al-Quran adalah asas, fondasi,

dan

tiang

syariah,

sedangkan hadits adalah penjelasnya. Oleh karena itu, hadits


dianggap

sebagai

referensi

kedua

setelah

Al-Quran.

Kedudukannya setingkat di bawah Al-Quran. Fungsi hadits


sebagai penjelas (mubayyin) Al-Quran, baik dengan cara merinci
yang masih global, mengkhususkan ketentuan yang masih
umum, atau memberikan syarat bagi ketentuan yang masih
mutlak, dan sebagainya.11
Berikut ini merupakan uraian dari fungsi hadits terhadap AlQuran,
a. Bayan al-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir memberikan perincian dan
penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal,
memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat Al-Quran
yang masih mutlaq, dan memberikan taksis (penentuan khusus)
terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih umum.12
Di antara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti
hadits

yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang

perintah Allah SWT untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan


haji. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan masalah ibadah
tersebut masih bersifat global atau secara garis besar saja.
Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Al-Quran tidak
10 Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Quran dan As-Sunnah Referensi Tertinggi
Ummat Islam. hal: 70
11 Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 107
12 Nuruudin Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 79

menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan


rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya13. Semua ayat
tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi saw,
dengan sabdanya,


Artinya: Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.
(H. R. Bukhari)
b. Bayan al-Tasyri
Yang dimaksud dengan bayan at tasyri adalah mewujudkan
suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam AlQuran. Bayan ini disebut juga bayan zaid ala Al-Kitab Al-Karim.
Hadis Rasulullah SAW. dalam segala bentuknya (baik yang qauli,
fiil maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian
hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terdapat dalam
Al-Quran. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya,
dengan memberikan bimbingan dan menjelaskan persoalannya.
c. Bayan al-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga bayan at-takid dan bayan alisbat. Yang dimaksud dengan bayan ialah menetapkan dan
meperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-Quran. Fungsi
Al-hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan AlQuran14. Contoh bayan at-taqrir adalah hadits Nabi saw yang
memperkuat firman Allah Q. S. Al-Baqarah[2]: 185 yaitu,

Artinya: ...Karena itu, barang siapa yang mempersaksikan


pada waktu itu bulan, hendaklah berpuasa...
Ayat di atas di taqrir oleh hadits Nabi SAW, yaitu:


13 Nuruudin Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 79
14 Nuruudin Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 82-83

Artinya

...Apabila

kalian

melihat

(ruyat)

bulan,

berpuasalah, begitu pula apabila melihat (ruyat)


bulan itu, berbukalah... (H.R. Muslim dari Ibnu
Umar)
d. Bayan an-Nasakh
Kata an-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam
arti, yaitu al-itbat (membatalkan) atau al-ijalah (menghilangkan),
atau taqyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan annasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara
mereka terjadi perbedaan pendapat dalam mentaqrifkannya. Hal
ini pun terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama
mutaqadimin. Menurut ulama mutaqqadimin, yang disebut bayan
an-nasakh ialah adanya dalil syara (yang dapat menghapus
ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang
datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang datang
terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang datang kemudian dari
Al-Quran, dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan isi
kandungan

Al-Quran.

Demikianlah

menurut

ulama

yang

menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh. Imam Hanafi


memebatasi

fungsi

bayan

ini

terhadap

hadis-hadis

yang

mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadis ahad, ia


menolaknya.
2.3 Ingkar As-Sunnah
a. Definisi Ingkar As-Sunnah
Ingkar as- sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap
sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka
membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini
mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun
keseluruhan.
Penyebutan Ingkar as- sunnah tidak semata- mata berarti
penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian
sunnah pun termasuk dalam kategori

ingkar as- sunnah,

termasuk di dalam penolakan yang berawal dari sebuah konsep


berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan
sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang
sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama
hadis dan fiqh.
Ada 3 jenis kelompok ingkar as- sunnah. Pertama, kelompok
yang menolak hadis hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan.
Kedua, kelompok yang menolak hadis hadis yang tak disebutkan
dalam Al- Quran secara tersurat maupun tersirat. Ketiga,
kelompok

yang

hanya

menerima

hadis-hadis

mutawatir

( diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang periodenya, tak


mungkin mreka berdusta) dan menolak hadis-hadis Ahad ( tidak
mencapai derajat mutawatir) walaupun sahih. Mereka beralasan
dengan ayat ,

Artinya: dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu.


Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan
sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikitpun
terhadap kebenaran.( Q. S. Surat An Najm [53]: 28)
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut
penafsiran model mereka sendiri.
b. Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah
Selain berbagai ajaran dan pemahaman yang membuat para
inkar al-sunnah hanya mau beriman kepada Al-Quran, dan
menerima Al-Quran saja sebagai satu-satunya kitab sumber
syariat, mereka juga mempunyai alasan kenapa menolak sunnah
Rasulullah SAW, meskipun pengakuan mereka sebetulnya yang
mereka tolak adalah hadist-hadist yang dinisbatkan kepada Nabi,
sebab

hadist-hadist

tersebut

menurut

mereka

merupakan

perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan


kata lain hadist-hadist tersebut adalah buatan manusia.
10

Setidaknya ada sembilan alasan mengapa mereka menolak


hadist-hadist Nabi, yaitu:
1.
Yang dijamin Allah hanya Al-Quran, bukan Sunnah
2.
Nabi sendiri melarang penulisan hadist
3.
Hadist baru dibukukan pada abad kedua hijriyah
4.
Banyak pertentangan antara hadist satu dengan hadist
yang lain
5.
Hadist
6.
Hadist
7.
Hadist
8.
Hadist
9.
Hadist
Selain itu

adalah buatan manusia


bertentangan de ngan Al-Quran
merupakan sandaran dari umat lain
membuat umat terpecah-belah
membuat umat islam mundur dan terbelakang15
yang melatarbelakangi penolakan mereka

terhadap sunnah adalahadalah ketidak fahaman mereka sendiri


tentang ilmu hadits baik pada masa lalu maupun sekarang.
Termasuk didalamnya adalah kelompok Inkar al-Sunnah yang ada
di Indonesia dan Malasyia. Selain itu ketidaktahuan mereka atas
makna al-Quran, ilmu tafsir dan bahasa Arab juga mendorong
munculnya kelompok inkar al-sunnah tersebut.16
Sejarah inkar perkembangan inkar al-sunnah hanya terjadi
dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr.
M. Musthafa Al-Azmi, sejarah inkar al-sunnah klasik terjadi pada
masa Asy-Syafiie (w.204 H) abad ke-2 H/7M, kemudian hilang
dari peredarannya selama lebih kurang 11 abad. 17 Kemudian
pada abad modern inkar al-sunnah timbul kembali di India dan
Mesir dari abad 19 M/13 H sampai pada masa sekarang. Sedang
pada masa pertengahan, inkar al-sunnah tidak muncul kembali,
kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke Negaranegara islam dengan menaburkan fitnah dan mencoreng citra
agama islam.
15 http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/sejarah-pemikiraninkarussunnah.html
16 Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1995, hlm 87
17 Al-Azhami, Dirosat fi Al-Hadist An-Nabawi jilid 1,hlm.26

11

c. Argumentasi Ingkar As-Sunnah


Sebagai suatu paham atau aliran, inkar al-sunnah baik yang
klasik maupun yang modern memiliki argumen-argumen yang
dijadikan pegangan oleh mereka. tanpa argumen-argumen itu,
barangkali pemikiran itu tidak mempunyai pengaruh apa-apa.
Berkut

ini

akan

dijelaskan

argumen-argumen

mereka

dan

sanggahan para ulama ahli hadist terhadap mereka.


1. Agama bersifat konkret dan pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada
suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai
sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Quran yang
kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti, seperti dituturkan
dalam ayat berikut:



,




(2-1 :

Artinya: Alif Laam Miim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada


keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertakwa. (QS. Al-Baqarah (2): 1-2)











(31: )


Artinya: Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
yaitu Al-Kitab (Al-Quran) itulah yang benar, dengan
membenarkan kitab-kitab sebelumnya. (QS. AlFaathir (35):31)
Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadist,
ia tidak akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadist,
12

khususnya hadist ahad- bersifatdhanni (dugaan yang kuat), dan


tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama
Islam berlandaskan hadist disamping Al-Quran, Islam akan
bersifat ketidak pastian. Dan ini dikecam oleh Allah dalam
firmannya,
(28:

Artinya:

Sedangkan
tiadalah

sesungguhnya

berfaedah

persangkaan

sedikit

pun

itu

terhadap

kebenaran. (QS. An-Najm (53): 28)


Demikianlah, argumen pertama inkar al-sunnah, baik yang
klasik maupun yang modern, seperti diungkapkan oleh Taufiq
Sidqi (Mesir) dan Jamiyah Ahl Al-Quran (Pakistan)[46]
2. Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syariat Islam, tidak ada dalil lain, kecuali Al-Quran.
Allah SWT berfirman,
(38:




Artinya: Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun dalam

Al-Kitab (Al-Quran). (QS. Al-Anaam(6):38)


Jika

kita

berpendapat

Al-Quran

masih

memerlukan

penjelasan, berarti kita secara tegas mendustakan Al-Quran dan


kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara tuntas.
Padahal, ayat di atas membantah Al-Quran masih mengandung
keekurangan. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak mungkin
diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai
oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah[47].
3. Al-Quran Tidak Memerlukan Penjelas

13

Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya


Al-Quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah SWT
berfirman,









(89 : )







Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri. (QS. An-Nahl (16):89)


)






(114
Artinya: Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (AlQuran) kepadamu dengan teperinci. (QS. Al-Anam: 114)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingkar Sunnah,

baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah


cukup karena memberikn penjelasan terhadap segala masalah.
Mereka

adalah

orang-orang

yang

menolak

hadist

secara

keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.


Selain tiga argument yang telah disebutkan diatas, terdapat
beberapa argument lain yang dipakai oleh para pengingkar
sunnah diantaranya yaitu:
Al-Quran diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
melalui malaikat jibril dalam bahsa arab. Orang-orang yang
memiliki pengetahuan bahsa arab mampu memahami AlQuran secara langsung tanpa bantuan penjelasan dari hadis
Nabi. Dengan demikian hadis Nabi tidak diperlukan untuk
memahami petunjuk Al- Quran.

14

Dalam sejarah, umat islam telah mengalami berbagai


kemunduran disegala bidang. Umat islam mundur karena
mereka terpecah belah menjadi berbagai golongan dan
firqoh-firqoh yang beraneka macam ragamnya. Perpecahan
itu terjadi karena umat islam berpegang pada hadis nabi.
Jadi menurut pengingkar As-Sunnah hadist Nabi merupakan
sumber kemunduran umat islam. Agar umat islam maju,
maka umat islam harus meninggalkan hadist Nabi.
Asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis
adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian
karena hadis nabi lahir setelah lama wafat Nabi. Dalam
sejarah sebagian hadis baru muncul pada zaman tabiin dan
atba at tabiin yakni pada tahun sekitar 40 atau lima puluh
tahun sesudah Nabi wafat. Kitab-kitab hadis yang terkenal
misalnya, shahih al-bukhori dan shahih muslim, adalah
kitab-kitab

yang

menghimpun

berbagai

hadis

palsu.

Disamping itu banyak matan hadist yang termuat dalam


berbagai kitab hadist, isinya bertentangan dengan Al-Quran
ataupun logika.
Menurut dokter Taufik Sidqi tiada satupun hadis nabi yang
dicatat pada zaman Nabi. Pencatatn hadis terjadi setelah
Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadis itu, manusia
berpeluang untuk mempermaiankan an merusak hadis
sebagaimana yang telah terjadi.
Menurut para pengingkar as sunnah, kritik sanad yang
terkenal dalam ilmu hadis sangat lemah untuk menentukan
kesahihan

hadis

dengan

alasan

Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadis dikenal


dengan istilah ilmu jarh wa at tadil (ilmu yang membahas
ketercelaan dan keterpujian para periwayat hadis) baru
muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan
demikian para periwayat generasi sahabat Nabi, al tabiin

15

dan atba at tabiin tidak dapat ditemui dan diperiksa


lagi[48].
d. Bantahan Para Ahli Terhadap Argumentasi Inkar Al-Sunnah
Argumen-argumen

para

pengingkar

sunnah

mendapat

bantahan yang tegas dari para ulama. Diantara bantahan


tersebut:
1. Bantahan terhadap Argumen Pertama
Alasan mereka bahwa Sunnah itu dhanni (dugaan kuat)
sedang kita diharuskan mengikuti yang pasti (yakin), masalahnya
tidak demikian. Sebab, Al-Quran sendiri meskipun kebenaranya
sudah diyakini sebagai Kalamullah,tidak semua ayat memberikan
petunjuk

hukum

yang

pasti

sebab

banyak

ayat

yang

pengertiannya masih dhanni (dhanni ad-dalalah). Bahkan orang


yang memakai pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat
meyakinkan bahwa pengertian itu bersifat pasti (yakin). Dengan
demikian, berarti ia juga tetap mengikuti pengertian ayat yang
masih bersifat dugaan kuat (dhanni ad-dalalah) adapun firman
Allah SWT,









(36: )

Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali
persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu
sedikitpun tidak berguna untuk mencapai
kebenaran. (Q.S. Yunus:36)
Yang dimaksud dengan kebenaran (al-haq) disini adalah

masalah yang sudah tetap dan pasti. Jadi, maksud ayat ini
selengkapnya

adalah,

bahwa dhanni tidak

dapat

melawan

kebenaran yang sudah tetap dengan pasti, sedangkan dalam hal


menerima hadis, masalahnya tidak demikian.

16

Untuk

membantah

orang-orang

yang

menolak

hadis ahad, Abu Al-Husain Al-Bashri Al-Mutazili mengatakan,


Dalam menerima hadis-hadis ahad, sebenarnya kita memakai
dalil-dalil yang pasti yang mengharuskan untuk menerima hadishadis itu. Jadi, sebenarnya kita tidak memakai dhann yang
bertentangan

dengan haq, tetapi

kita

mengikuti

atau

memakai dhann yang memang diperintahkan Allah.


Para ingkar Sunnah juga mengkritik Imam Syafii yang
menetapkan

hukum

bersifat dhann. Mereka

dengan

bertanya,

hadis ahad yang

Apakah

ada

dalil

yang

bersifat dhann yang dapat menghalalkan suatu masalah yang


sudah diharamkan dengan dalil qathi (pasti dan yakin)? Imam
Syafii menjawab, Ya, ada. Mereka bertanya lagi, apakah itu?
Imam

Syafii

menjawab

dengan

melontarkan

pertanyaan,

Bagaimana pendapatmu tentang orang membawa harta yang


ada disebelah saya ini, apakah orang itu haram dibunuh dan
hartanya haram dirampas? mereka menjawab, Ya demikian,
haram dibunuh dan hartanya haram dirampas. Imam SyafiI
bertanya lagi, Apabila ternyata ada dua saksi yang mengatakan
bahwa orang tersebut baru membunuh orang lain dan merampok
hartanya, bagaiman pendapatmu? mereka menjawab, Ia mesti
di qisas dan hartanya harus dikembalikan kepada ahli waris yang
terbunuh. Imam Syafii bertanya lagi, Apakah tidak mungkin
dua

orang

saksi

tersebut

bohong

atau

keliru?

mereka

menjawab, Ya, mungkin Kalau begitu, kata Imam SyafiI


selanjutnya,Kamu telah membolehkan membunuh (mengqisas)
dan merampas harta dengan dalil yang dhanni,padahal dua
masalah itu sudah diharamkan dengan dalil yang pasti. Ya,

17

komentar

mereka

lagi,

Karena

kita

diperintahkan

untuk

menerima kesaksian.18
2. Bantahan terhadap Argumen kedua dan ketiga
Kelompok pengingkar Sunnah, baik pada masa lalu maupum
belakangan, umumnya kekurangan waktu dalam
mempelajari Al-Quran. Hal itu karena mereka kebanyakan
hanya memakai dalil ayat 89 surat An-Nahl, yaitu,









(89: )







"rtinya: Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu danpetunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri" (Q.S. An-Nahl: 89)
Padahal, dalam ayat 44 surat An-Nahl itu juga, Allah
berfirman,

(44: )



"rtinya: Dan kami turunkan kepada Al-Quran, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan

kepada

mereka

supaya

mereka

memikirkan" (Q.S. An-Nahl:44)


Apabila Allah sendiri yang menurunkan Al-Quran itu sudah
membebankan kepada Nabi-Nya agar ia menerangkan isi Al18 Al-Hakim. Al-Mustadrak ala Ash-Shahihain. Beriut: Dar Al-Marifat. t.t Juz I. hlm
109-110; Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-Kifayah film Ar-Riwayah. t.tp.: Al-Maktabah
AlIlmiyah. 1358 H. hlm. 11; lihat Azami. Studies In Early Hadith Literature. Terj. Ali
Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.2000. hlm. 57-58

18

Quran,

dapatkah

dibenarkan

seorang

muslim

menolak

keterangan atau penjelasan tentang isi Al-Quran tersebut, dan


memakai Al-Quran sesuai pemahamanya sendiri seraya tidak
mau memakai penjelasan-penjelasan yang beraasal dari Nabi
SAW? Apakah ini tidak berati percaya kepada sejumlah ayat AlQuran dan tidak percaya kepada ayar-ayat yang lain? Allah SWT
berfirman,








,




,







,



(85: )
Artinya: Apakah kamu beriman pada sebagian Al-Kitab dan
ingkar kepada sebagian yang lain? Tiada balasan
bagi orang yang berbuat demikian diantara kamu,
melainkan kenistaandalam kehidupan dunia, dan
pada hari kiamat mereka, dikembalikan pada siksa
yang sangat berat. Allah tidak lengah dari yang
kamu perbuat". (Q.S. Al-Baqarah: 85)
Sedangkan argument mereka dengan ayat 38 surat AlAnaam,

(85:

Artinya: Dan tidaklah kami alpakan sesuatupun dalam Alkitab. (Q.S. Al-Anaam: 38)
Hal itu tidak pada tempatnya sebab Allah juga menyuruh
kita untuk memakai apa yang disampaikan oleh Nabi SAW,
seperti dalam firman-Nya,

19








(7:

Artinya: Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu maka


terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Allah SWT juga berfirman,


,






(36 :

Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan


tidak pula bagi prempuan mukminah, apabila Allah
dan Rosul-Nya, telah menetapkan suatu ketetapan
mereka mempunyai pilihan lain tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan
Rosul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat yang
nyata. (Q.S. Al-Ahzab)
Berdasarkan teks Al-Quran Rasulullah SAW sajalah yang
memberi

tugas

untuk

menjelaskan

kandungan

Al-Quran,

sedangkan kita diwajibkan untuk menerima dan mematuhi


penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah maupun
larangan. Semua ini bersumber dari Al-Quran. Kita tidak
memasukan unsur lain ke dalam Al-Quran sehingga masih
dianggap memiliki kekurangan. Hal ini tak ubahnya seperti
seorang yang diberi istana yang megah yang lengkap dengan
segala fasilitasnya. Akan tetapi, ia tidak mau memakai lampu
sehingga pada malam hari, istana itu gelap. Sebab, menurut dia
sudah paling lengkap dan tidak perlu ha-hal lain. Apabila istana
itu dipasang lampu-lampu dan yang lain-lain, berarti dia masih
20

memerlukan

masalah lain

sebab kabel-kabel

lampu

mesti

disambung dengan pembangkit tenaga listrik di luar. Akhirnya, ia


menganggap bahwa gelap yang terdapat dalam istana itu sudah
merupakan cahaya.19

19 Al-Hakim. Al-Mustadrak ala Ash-Shahihain. Beriut: Dar Al-Marifat. t.t Juz I. hlm
109-110; Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-Kifayah film Ar-Riwayah. t.tp.: Al-Maktabah
AlIlmiyah. 1358 H. hlm. 11; lihat Azami. Studies In Early Hadith Literature. Terj. Ali
Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.2000. hlm.59-62

21

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah
Al-Quran. Adapun simpulan dari materi dalam makalah ini
adalah sebagai berikut,
a. Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah
Al-Quran, kedudukannya dibuktikan dengan adanya dalil alQuran, dalil sunnah, dan ijma para sahabat dan umat
setelahnya.
b. Sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran, hadits
berfungsi sebagai bayyan (penjelas), diantara jenis bayyan
tersebut adalah bayyan at-tafsir, bayyan aat-taqrir, bayyan
an-nasakh
c. Dalam beberapa
masyarakat
sumber

yang

kedua

literature,
mengingkari

ajaran

agama

ada

sebagian

Sunnah
islam

kelompok

(hadist)

setelah

sebagai

Al-Quran.

Kelompok ini disebut sebagai kelompok Inkar Al-Sunnah.


d. Dalam mengingkari Sunnah kelompok ini tentunya
mempunyai beberapa argument untuk menguatkan pendapat
mereka. Pada intinya argumen mereka

menolak ajaran

sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya menerima AQuran saja secara terpotong-potong.
3.2 Saran
Sumber literatur dalam pembuatan makalah ini masih
terbatas, sehingga akan lebih baik apabila makalah ini diperbaiki
dengan literatur yang lebihbanyak dari pada yang dipakai oleh
penulis saat ini.

22

Daftar Pustaka

Ahmad, Muhammad dan Mudzakir, Muhammad. 2000. Ulumul


Hadits. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Al-Azhami. Dirosat fi Al-Hadist An-Nabawi jilid 1
Azami. 2000. Studies In Early Hadith Literature. Terj. Ali Mustafa
Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.
Ismail, Syuhudi. 1995. Kaidah Kesahihan Hadits, Jakarta: Bulan
Bintang
Qardhawi, Yusuf. 1997. Al-Quran dan As-sunnah Referensi
Tertinggi Umat Islam. jakarta: Robbani Press.
Qardhawi, Yusuf. 1990. Pengantar Studi Hadits. Bandung: Pustaka
Setia.
http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/sejarahpemikiran-inkarussunnah.html

23

You might also like