Professional Documents
Culture Documents
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis
dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama
limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah masker atau penanda yang berada di permukaan
sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi
infeksi yang masuk ke tubuh manusia (KPA, 2007c) (Wibisono, 1990).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar
seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh
ini, sehingga akibatnya berdatangan berbagai jenis penyakit lain. (Wibisono, 1990).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam satu sel atau
media hidup. Seorang yang mengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS,
apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik dari virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini dikenal dengan
infeksi oportunistik (Wibisono, 1990).
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian
memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut (3-6 minggu setelah terinfeksi).
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam/kemerahan, diare atau batuk (Wibisono, 1990).
dari
AIDS.
asam
laktat.
normal.
7. Infeksi sinus
Ini benar-benar menyakitkan bagi yang mengalaminya, tekanan yang terjadi dibalik
mata sungguh menyakitkan penderitanya, belum lagi sakit kepala yang terjadi. Ini
adalah gejala umum penderita AIDS.
Manifestasi HIV Rongga Mulut
A. Thrush
Candida oral biasa ditemukan pada penderita HIV/AIDS, jarang pada penderita nonHIV/AIDS.
B. Leukoplakia
Hiperkeratinisasi dan infeksi virus Epstein Barr sering menimbulkan hairy leukoplakia yang
jarang ditemukan pada penderita non-imunokompromis.
C. Gingivostomatitis
Kondisi rongga mulut penderita HIV-AIDS dapat sangat buruk sehingga mudah terkena
stomatitis. Ulkus sangat sering terjadi pada penderita HIV-AIDS, baik disebabkan infeksi
atau trauma. Ulkus yang disebabkan HIV mempunyai gambaran klinis:
1. Non-keratin
2. Terdapat pseudomembran
3. Ukuran lesi :
- Minor > 5 mm
- Mayor 1-3 cm
- Herpetiform 1-2 mm
4. Dapat lesi tunggal atau multipel
5. Nyeri
6. Kemerahan di sekitar ulkus
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan titer CD4+ < 100 sel/L. Ulkus dapat ditemukan
di daerah mukosa bukal dan labial, palatum molle, dan lidah.
Klasifikasi Stadium AIDS menurut WHO
Stadium 1
Tampa gejala, pembengkakan klenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap, tinggkat
aktivitas 1 : tampa gejala, aktivitas normal.
Stadium 2
Kehilangan berat badan, kurang dari 10% : gejala pada mukosa dan kulit yang ringan
( dermatitis semboroik ,infeksi jamur pada kuku; perlukaan pada mukosa mulut yang sering
kambuh, radang pada sudut bibir);Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir; ISPA ( infeksi
saluran nafas bagian atas) yang berulang misalnya sinusitis karna infeksi bakteri. Tinggkat
aktifitas 2 dengan gejala, aktivitas normal
Stadium 3
Penurunan berat badan lebih dari 10% ; diare kronik yang tidak diketahui penyebanya lebih
dari 1 bulan; demam yang berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1
bulan; candidiasis pada mulut ; bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun
terakhir; infeksi bakteri yang berat, misalnya : pneumonia,bisul pada otot. Tinggkat aktifitas 3
: terbaring ditempat tidur , kurang dari 15 hari dalam 1 bulan terakhir
Stadium 4
-
Kehilanagan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari: diare kronik yang
tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan kelemahan kronik dan demam
ANUG adalah umum pada pasien HIV. Ditandai oleh gusi yang mendadak sakit,
merah padam, bengkak, berdarah dan bau mulut. Papilla-papila interdental tampak
hilang,berulserasi, tertutup oleh kulit nekrotik keabu-abuan. Perawatan termasuk
debridement saja atau dikombinasi dengan terapi metronidazole jika ada tanda-tanda umum
seperti demam, malaise dan anoreksia (Langlais,1998)
Gingivitis HIV ditandai oleh eritema gusi kronis yang terjadi setara pada maksila dan
mandibular, biarpun tidak ada factor local yang jelas. Pada awalnya timbul petechiae
multifocal yang kecil, merah, berbentuk titik-titik pada gusi cekat, yang selanjutnya
membentuk kelim-kelim linear merah jelas dan tidak menyatu pada gusi tepid an cekat.
Perdarahan gusi yang spontan dan kurangnya respons terhadap perawatan yang konvensional
adalah umum. Penyebabnya tidak pasti, tetapi telah diperkirakan bahwa kelainan kekebalan
tubuh, terutama ketidaknormalan PMN berperran di sini (Langlais,1998)
Periodontitis HIV adalah proses kerusakan yang sangat cepat, yang mengakibatkan
hilangnya kecekatan periodontal dalam beberapa hari saja. Pada awalnya terjadi pada
jaringan-jaringan periodontal anterior, kemudian menyebar ke daerah-daerah posterior dan
jelas mempunyai kecenderungan terjadi pada gigi-gigi insisivus dan molar. Infeksi bakteri ini
ditandai oleh sakit dan perdarahan gusi spontan, nekrosis dan pembentukan kawah pada
papilla interdental, edema gusi dan eritema hebat, resesi gusi yang cepat, kerusakan tulang
yang sangat cepat dan tak teratur ( sampai 10 mm dalam 6 bulan), penyebuhan luka yang
terlabat dan penyebaran ke mukosa sekitarnya. Perawatan periodontal yang agresif
diperlukan untuk membatasi penyakit ini (Langlais,1998).
papila merah dan telanjang pada bagian dosum lidah. Kandidosis hiperplastik kronis pada
HIV merupakan subtipe yang paling langka, tetapi dapat menimbulkan bercak putih yang
melekat pada kedua mukosa bukal. Kandidosis hiperplastik kronis harus dibedakan dari hairy
leukoplakia, yang seringkali mengandung kandida di permukaannya. Semua jenis kandidosis
dapat diikuti oleh terjadinya keilitis angularis yang terdiri atas fisur merah yang sakit pada
sudut-sudut mulut, terutama pada penderita HIV-positif (Wibisono, 1990).
Pada pasien terinfeksi HIV, dapat dijumpai flora bakteri yang tidak umum dalam
rongga mulut. Bakteri yang paling umum diisolasi dalam rongga mulut. Bakteri yang paling
umum diisolasi adalah flora pernapasan dan coliform, species klebsiella dan Escherichia coli.
Infeksi oleh organisme-organisme ini seringkali menyebabkan perubahan lidah yang difus,
eritematosus dan berulserasi yang mengakibatkan gejala-gejala glositis. Antibiotic efektif,
tetapi pertumbuhan berlebihan dari organisme-organisme candida dapat terjadi sebagai akibat
samping dari pengobatan ini (Langlais,1998).
Kandidiasis klinis tampil berupa :
1. Kandidiasis Akut
a. Psedomembranosa (trush)
Gejala :
Dapat tanpa gejala
Dapat menimbulkan rasa sakit dalam rongga mulut
Kurang nyaman saat menelan (Birnbaum, 2004)
Tanda
b. Atrofik (eritematosa)
Ditemukan pada pasien yang sedang mendapatkan pengobatan steroid dan
antibiotic spectrum luas (Birnbaum, 2004).
Gejala
Tanda
Mukosa mulut terlihat merah menyala. Daerah manapun dapat terlibat, termasuk
bersifat kronis.
Kandidiasis atrofik tampil sebagai daerah merah, biasanya ditemukan di palatum
dan dorsum lidah. Pada penderita HIV positif, gambaran klasik kandidiasis
eritematosa berupa daerah kemerahan di bagian tengah palatum, sementara
jaringan gusi dan sekitarnya terlihat berwarna normal. Gambaran itu menyerupai
cap ibu jari (Birnbaum, 2004) .
2. Kandidiasis atrofik kronis (kandidiasis eritematosa kronis, stomatitis karena gigi tiruan,
denture sore mouth)
Faktor predisposisi yang berperan adalah tertutupnya palatum dalam jangka
waktu yang lama oleh pelat gigi tiruan atau pelat ortodontik (Birnbaum, 2004).
Gejala
Biasanya tidak ditemukan gejala (Birnbaum, 2004).
Tanda
pelat ortodontik
Mukosa yang tidak tertutup oleh pelat terlihat sehat dengan warna normal
Istilah denture sore mouth sebenarnya kurang tepat, karena pasien seringkali
Perawatan termasuk :
Gejala
Tanda
Perawatan
lebih tepat.
Infeksi candida intraoral yang ada diobati.
Pengobatan antimicrobial diberikan secara topical.
Gejala
Tanda
Di komisura bibir ditemukan daerah yang berwarna putih yang menempel cekat
pada jaringan dibawahnya.
kultur
Hitung candida kuantitatif dapat dilakukan untuk memantau terapi yang diberikan.
Pasien diminta untuk memberikan sampel salivanya atau berkumur- kumur
dengan larutan phosphate-buffered saline selama 1 menit, sebelum dibuang ke
Virus varicella zoster (VZV) kambuh lebih sering pada pasien yang terinveksi HIV
daripada penduduk biasa. Gambaran klinisnya sama pada kedua kelompok, tetapi
prognosisnya lebih jelek untuk pasien imunosupresi. VZV menimbulkan vesikel multiple
yang umumnya terletak pada batang tubuh atau wajah yang biasanya sembuh sendiri dan
unilateral. Vesikel-vesikel kepala dijumpai di sepanjang cabang saraf trigeminus, baik
ekstraoral maupun intraoral. Terbentuknya vesikel, penggabungan, pembentukan ulkus dan
pembentukan sisik adalah khas dari keadaan tersebut. Sakit menyayat adalah gejala
utamanya, yang dapat menetap sebagai post herpetic neuralgia. Terapi dengan acyclovir
kadang-kadang dipakai dalam usaha untuk mempercepat penyembuhan dan meringankan
gejala ( Langlais, 1998).
Tanda klinis lainnya, zoster merupakan penyakit orang lanjut usia, di tandai dengan
rasa sakit neuragik yang berupa rasa terbakar atau tertusuk, baik konstan atau intermiten,
meluas ke sepanjang saraf yang terserang. Pada hari ke 4-5 lesi kulit timbul pada daerah
distribusi kutaneous serat sensoris yang berasal dari ganglion yang terserang (Haskell, 1990).
Serangan pada ganglion trigeminal ( ganglion sensoris wajah ) menyebabkan
timbulnya gangguan pada satu atau kedua cabangnya,tetapi jarang mengenai ketiga
cabangnya sekaligus. Lesi dapat sangat besar jumlahnya, atau parah dan menutupi daerah
percabangan kutaenous dan mukosa dari saraf. Lesi pada maxilaris menyebabkan timbulnya
lesi pada palatum keras dan lunak serta vestibulm rahang atas. Lesi yang mengenai cabang
mandibular menyebabkan terbentuknya lesi dagu sampai vertek. Pada mulut, lesi mengenai
pipi, vestibulum rahang bawah dan lidah. Pada mulut, vesikel pecah dengan cepat
membentuk ulser. Perubahan sitologi pada vesikel atau ulser mirip dengan pada infeksi
herpes simpleks (Haskell, 1990).
Prevalensi sitomegalovirus (CMV) mendekati 100% pada pria homoseksual HIVpositiv dan mendekati 10% pada anak-anakdengan AIDS. Virus tersebut mempunyai
predileksi untuk jaringan kelenjar saliva dan dapat dijumpai dalam saliva orang yang
terinfeksi HIV. Perubahan-perubahan peradangan yang berkaitan dengan inveksi CMV dan
HIV meliputi pembengkakan kelenjar parotis unilateral dan bilateral serta serostomia
( Langlais, 1998).
Manivestasi oral dari virus papiloma manusia (HPV) seringkali dijumpai ada orang
yang terinfeksi HIV. Perubahan-perubahan peradangan yang berkaitan denga infeksi CMV
dan HIV meliputi pembengkakan kelenjar parotis unilateral dan bilateral serta serostomia
( anglais, 1998).
Kondiloma akuminatum atau kutil kelamin biasanya timbul sebagai tumbuhan
menonjol, kecil, lunak, merah muda sampai abu-abu kotor yang mempunyai permukaan mirip
kembang kol. Lesi-lesi ini serangkali multiple, kambuh dan bergabung untuk membentuk
tumbuhan-tumbuhan lebar, berbintil-bintil, tak bertangkai. Kondiloma akuminatum dapat
dijumpai pada setiap mukosa mulut, terutama ventral lidah, gusi, mukosa bibir, dan palatum.
Penularan cenderung secara kontak langsung, mengakibatkan penjalaran secara kontak dari
anus ke daerah-daerah genitalia atau dengan inokulasi sendiri. Perawatan terdiri atas eksisi
okal dan menghilangkan semua lesi dari pasangan seksuak yang terinfeksi (Langlais, 1998).
Condyloma
accuminatum
1. Kutil kelamin
2. Kutil kemaluan
3. Kutil genital (kutil genitalia)
4. genital warts
5. veruka akuminata
6. venereal wart
7. jengger ayam (FKUI, 2005).
[Kondiloma
akuminata
juga
dikenal
sebagai:
C.
Selama kehamilan
Patogenesis
Setelah HIV masuk ke tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam
sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam
flu (serupa infeksi mono nukleosis), disertai viremia hebat dengan keterlibatan
berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun seluler.
Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus dalam darah dapat
diturunkan oleh sistem imun tubuh. Titik keseimbangan disebut set point dan amat
penting kerena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan
penyakit menuju Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) akan berlangsung
lebih cepat.
Serokonversi atau perubahan antibodi negatif menjadi positif akan terjadi 1-3
bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien
akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa itu akan terjadi penurunan jumlah
CD4 yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif
konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV.
Mula-mula penurunan jumlah CD4 berkisar 30-60/tahun, tapi pada dua tahun terakhir
penurunan jumlah menjadi cepat, 50-100/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata
masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun, di mana jumlah CD4
akan mencapai dibawah 200.
D.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV nya sendiri (sindrom retroviral
akut, demensia HIV), infeksi oportunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan
penyakit HIV di bagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.
1.
2.
Masa Asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi
limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi secara bertahap, disebut
juga masa jendela (window period).
3.
4.
E. Diagnosis
Seperti penyakit yang lain, diagnosis AIDS atau HIV ditegakkan melalui gejala klinis
dan pemeriksaan penunjang. Pada masa jendela, mungkin bisa ditemukan manifestasi
sindrom retroviral akut. Pemeriksaan antibodi HIV pada masa ini masih negatif
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan polimerase chain reaction(PCR) atau biakan
virus.
Indikasi tes antibodi HIV adalah kecurigaan kemungkinan resiko penularan seperti
melakukan hubungan seks yang tak aman, pecandu narkotika suntikan, pasien
penyakit menular seksual (PMS), pasien hemofilia (yang sering mendapatkan infus
faktor pembekuan sebelum tahun 1985), tusukan jarum yang telah digunakan pada
orang yang terinfeksi HIV, serta bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. Tes ini
bisa dilakukan pada masa tanpa gejala (asimtomatik). Meski tes ini dapat dilakukan
pada laboratorium yang memiliki fasilitas sederhana sebaiknya kita mengirim bahan
ke laboratorium yang telah berpengalaman .
Pada fase AIDS manifestasi klinis dapat berupa demam, sariawan, penurunan berat
badan, batuk kronok, diare kronik, pembesaran jaringan limfe, serta kelainan kulit.
Anamnesis tentang perilaku beresiko amat diperlukan. Berdasarkan kecurigaan klinis,
maka dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Pemeriksaan
penunjang yang sederhana, murah dan mudah adalah adalah pemeriksaan anti HIV.
Diagnosis HIV berdasarkan kemungkinan penularan dan pemeriksaan antibodi HIV
positif ( telah dikonfirmasii dengan western bolt). Diagnosis HIV didasarkan pada
adanya penyakit infeksi oportunistik atau kanker terkait yang telah ditetapkan dan
antibodi HIV positif. Pada revisi kriteria keadaan yang berhubungan dengan AIDS
tahun 1993, ditambahkan jumlah CD4 di bawah 200 sebagai salah satu kriteria
sehingga, meski belum ada infeksi oportunistik atau kanker terkait, bila jumlah CD4
telah dibawah 200 digolongkan dalam AIDS.
Revisi kriteria menurut Centers For Disease Controls (CDC) Amerika serikat tahun
1993, untuk keadaan yang berhubungan dengan HIV:
Keadaan Yang Ditetapkan Sebagai HIV
1.
2.
Keganasan
Sarkoma Kaposi
Limfoma Burkit
Limfoma imunoblastik
Infeksi Oportunistik
Kriptokokosis ekstrapulmoner
Pneumonia rekurens
Pemeriksaan Penunjang:
Diagnosis Laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara:
1.
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi
sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
2. Cara Tidak Langsung, yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik,
misalnya:
Immunofluorescent assay
Radioimunopraecipitation assay
Diagnosis:
1. Diagnosis infeksi HIV
DEmensia/ensevalopati HIV
Gejala Minor:
Kandidosis Orofaring
Limfadenopati generalisata
Langkah-langkah diagnosis:
1. Lakukan anamnesis gejala oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS
2. Telusuri perilaku beresiko yang memungkinkan penularan
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksioportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa periksa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut,
kulit dan funduskopi
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan rontgen.
Bila pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4, protein purified derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi
cytomegalo virus, Serologi PMS, Hepatitis, dan Pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila lebih
dari 500, pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya
200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila kurang dari 200 maka
diberikan
profilaksis
pneumonia
pneumocystis
carinii.
Pemberian
Medika mentosa
Peningkatan survival pada pasien dengan manifestasi klinis dapat dicaoai
dengan diagnosis dini, pemberian zidovudin, pengobatan komplikasi, serta
a.
Infeksi dini
CDC
menyarankan
penggunaan
antiretroviral
pada
keadaan
asimtomatik bila CD4 kurang dari 300/mm3 dan CD4 kurang dari
500/mm3 pada keadaan simtomatik.
Obat-obatan:
b.
Pengobatan Profilaksis
Indikasi pemberian profilaksis untuk pneumocystis carinii pneumonia
(PCP) ialah bila CD4 kurang dari 200/mm3, terdapat kandidosis oral
yang berlangsung lebih dari dua minggu, atau pernah mengalami PCP
di masa lalu. Sedangkan profilaksis pada tuberkulosis diberikan bila tes
PPD 5mm dengan indurasi.
c.
Stadium Lanjut
Fase terminal
Penyakit sudah tidak teratasi, pengobatan yang diberikan hanya
simtomatik dengan tujuan pasien merasa cukup enak, bebas dari rasa
mual dan sesak, mengatasi infeksi yang ada dan mengurangi rasa
cemas.
2. Non Medikamentosa
Mengingat hingga saat ini belum ada obat dan vaksin untuk mengatasi
masalah ini, maka upaya pencegahan merupakan cara yang paling tepat untuk
menurunkan insiden penyakit ini. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan
dengan upaya-upaya sebagai berikut:
Anjuran bagi yang telah terinveksi virus ini agar tidak menyumbangkan
darah, organ atau cairan semen, dan mengubah kebiasaan seksualnya guna
mencegah terjadinya penularan
Penatalaksanaan
Pemeriksaan HIV yang pertama adalah pemeriksaan antibody HIV, bertujuan
untuk mendeteksi dan mengukur kadar immunoglobulin ( IgG tipe 1-4, IgA, IgM, IgD ).
Sebagai respon terhadap adanya HIV dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
1. Enzim linked immunosorbent assay ( Elisa ), hasil positif berarti terjadi ikatan antigen
dan antibody HIV pada serum dan berarti anti-HIV positif.
2. Anti HIV immunoblot / wastern blot
Merupakan pemeriksaan konfirmatif setelah elisa dinyatakan positif
3. Anti EnV dan anti core setelah elisa
Perubahan / reaksi warna dan intensitasnya pada proses pemeriksaan berkaitan dengan
keberadaan anti HIV dalam serum
4. Polymerase chain reaction ( PCR ) mendeteksi fragmen DNA dan RNA vital yang
spesifik pada orang yang terinfeksi hiv
5. Rapid antibody test Immunoassays kualitatif yang bertujuan untuk sebagai titik uji
perawatan untuk membantu dalam diagnosis infeksi HIV
6. Ora quick advance rapid HIVe antibody test merupakan immunoassay sekali pakai
untuk mendeteksi anti body HIV virus type 1 dan 2 pada cairan rongga mulut.
Selain pemeriksaan terdapat juga pengobatan HIV/AIDS yaitu dengan Terapi
Antiretroviral (ARV). Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan ODHA menjadi jauh
lebih baik. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleosidereverse
transcriptase inhibitor ,nucleotide reverse transcriptase inhibitor, nonnucleside
reverse transcriptase inhibitor , dan inhibitor protease. Waktu memulai terapi ARV
harus dipertimbangkan dengan seksamakarena obat ARV akandiberikan dalam jangka
panjang. Obat ARVdirekomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan
gejala yangtermasuk dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat,
tanpa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini direkomendasikan pada pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 200sel/mm3. Pasienasimptomatik dengan
limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapat ditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350sel/mm3danviral load lebih dari
100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak
dianjurkan dimulai pada pasiendengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral
load kurang dari 100.000kopi/ml. Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan
WHO adalahkombinasi dari 3 obat ARV.
Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yangumumnya digunakan di
Indonesia adalah kombinasi Zidovudin/Lamivudin,dengan Nevirapin. Obat ARV juga
diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis pada orang
yang terpapar dengan cairan tubuh yangmengandung virus HIV (postex posure
prophilaxys) dan pencegahan penularandari ibu ke bayi. (Sudoyo, 2006)
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W,dkk. Buku Ilmu Ajar Penyakit Dalam. Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia.
Jakarta. 2006