You are on page 1of 14

Konsep Dasar Malaria

1. Definisi
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001,
hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa
spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000,
hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus
plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
2. Anatomi Fisiologi Sel Darah
Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang
diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi,
mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem
imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
3. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi
yaitu,
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria
tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan
yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/
falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae
(demam tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di
Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan
tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies
plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari,
Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
4. Patofisiologi
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan
hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit
yang mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada
mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi
mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik
mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit

tidak menimbulkan perubahan patofisiologik.(9,13)


Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang
tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan
hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang
rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria.
Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran
pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF
adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi
parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia
dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease
Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga
menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang
dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak
dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.
falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan
tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan
dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah
dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di
sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan
membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut.
5. Manifestasi klinik
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain :
Malaria tertiana
Disebabkan oleh plasmodium vivax. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal
berupa: sakit kepala, sakit punggung, mual, malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4
hari pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata pada pagi
dan sore hari, dimana suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.
Malaria quartana atau Malaria malariae
Disebabkan oleh plasmodium malariae. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore
hari. Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat
Malaria tropika atau Malaria serebral

Disebabkan oleh plasmodium falciparum. Penyakit ini merupakan spesies yang paling
berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Demam tidak teratur,
disertai gejala terkenanya otak, koma, dan kematian mendadak.
Malaria ovale
Disebabkan oleh plasmodium ovale. Gejalanya mirip dengan malaria vivax, serangannya
sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang.
Perjalanan penyakit malaria terdapat serangan demam yang disertai oleh gejala lain diselingi
oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya masa tunas
intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai
timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-38 hari, tergantung pada spesies
parasit. (terpendek untuk P. Falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya atau derajat resistensi hospes. Disamping itu juga
tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara
induksi, misalnya melalui transfusi darah yang mengandung stadium aseksual.
Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah
untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (Microscopic
threshold).
Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan
pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala lain seperti splenomegali.
Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi
stadium ekso-eritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.
Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).
Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon setiap Brood (kelompok) menjadi matang
setiap 48 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Pada malaria kuartana yang
disebabkan oleh P. malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik
parasit malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12 hari untuk malaria
falciparum, 13-17 hari untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari untuk malaria malariae
(terlama). Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama (first
attack).
Serangan demam yang khas terdiri 3 stadium :
a. Stadium frigonia (menggigil)
Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita menutupi badannya
dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari
tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah.
Pada anak sering disertai kajang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1
jam.
b. Stadium akme (puncak demam)
Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali. Muka menjadi
merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat. Biasanya ada
mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik
sampai 41C (106F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.
c. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)

Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah, suhu turun
dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat
tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemas tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2-4
jam.
Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik,
bersamaan dengan sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga bergantung kepada jumlah
parasit (pyrogenic level, fever threshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan
hitung parasit (parasit count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris
intermitens), dapat juga remiten (febris remittens) atau terus menerus (febris kontinous).
(7,8,11)
Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu: sakit kepala,
tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah diikuti dengan masa
bebas gejala dimana penderita merasa sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari
gejala-gejala seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang.
Serangan ini makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan diri dengan
adanya parasit dalam badan dan karena adanya respon imun hospes.
Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit malaria ini.
Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam
setelah itu terjadi stadium apireksia. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan
pertama disebut Relaps.
Relaps dapat bersifat :
a. Rekrudensi (short term relapse)
Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul 8 minggu setelah
penyakit sembuh.
b. Rekurensi (long term relapse)
Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya
timbul kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah sembuh.
Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama pada malaria menahun.
Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah
berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit
dalam kapiler dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit
dan butir-butir hemozin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen
tampak bebas atau dalam sel fagosit raksasa hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang
trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun
jaringan ikat makin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.
Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dengan
penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada
malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin
turun secara mendadak.
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit
terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peranan.
2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup

lama.
3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam
sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.
4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur.
Sumbatan-sumbatan pada pembuluih kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan organ yang
sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya. Pada malaria
berat, gejala dapat memperlihatkan adanya gangguan kesadaran, kejang-kejang, diare sampai
kehilangan kesadaran.
Malaria pada anak-anak. Anak-anak penderita malaria dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
mereka yang sebelumnya tanpa kontak (dimana tidak ada atau sedikit imunitas terhadap
penyakit dan akan mengalami sakit berat kecuali diobati), dan anak-anak dengan infeksiinfeksi malaria berulang sejak lahir yang dapat bertahan pada awal masa kanak-kanak dan
mencapai derajat toleransi tinggi pada sekitar usia 10 tahun, meskipun pertumbuhan dan
perkembangannya dapat mengalami gangguan.
Pada anak-anak yang tidak imun, tanda-tanda klinis biasanya tampak 8-15 hari setelah
infeksi. Dapat diobservasi adanya perubahan-perubahan tingkah laku seperti perasaan sedih,
anoreksia, menangis tidak sebagaimana biasanya, perasaan mengantuk secara lambat,
kemungkinan demam tidak ditemukan atau meningkat secara lambat selama 1-2 hari atau
awitan dapat mendadak dengan peningkatan suhu tubuh hingga 40 C (105 F) atau lebih
tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil prodromal. Paroksismal demam dapat demikian
pendek atau dapat berlangsung selama 2-12 jam. Pola karakteristik biasanya tidak jelas pada
anak kurang dari 5 tahun. Keluhan-keluhannya terdapat nyeri kepala, mual, muntah, nyeri
umum terutama punggung serta kadang-kadang nyeri pada abdomen jika limpa membesar
dengan cepat serta nyeri tekan.
Pada infeksi-infeksi vivax dan kuartana yang didominasi oleh satu brood, demam merupakan
manifestasi karakteristik yang terjadi dalam interval 48 jam pada keadaan pertama dan 72
jam pada keadaan terakhir. Bila terjadi kejang, maka biasanya akan mereda jika demam
turun. Tidak jarang, terjadi lesi-lesi herpes pada mulut. Hitung jenis eritrosit dan kadar
hemoglobin dapat menurun dengan cepat; leukopenia bervariasi tetapi monositosis sering
terjadi.
Pada infeksi-infeksi falciparum, demam kurang karakteristik bahkan dapat terus menerus,
dapat ditutupi oleh manifestasi berat yang berkaitan dengan sistem otak, paru, usus atau
saluran kemih. Penyulit-penyulit otak dibuktikan dengan adanya kejang atau koma dan cairan
serebrospinal normal (kecuali dibarengi pula oleh infeksi bakteri atau virus pada SSP). Mual
dan muntah yang menetap, hati yang membesar dan keras, dan ikterus progresif dapat
berlanjut menjadi kegagalan hati. Terjadi diare berat atau kadang-kadang dapat menyerupai
tanda-tanda appendisitis akut.
Limpa umumnya lebih membesar pada infeksi P. vivax daripada infeksi P. falciparum,
kemungkinan terjadi perisplenitis, infark dan bahkan ruptura limpa dan setelah seranganserangan berulang, limpa dapat menjadi sangat besar dan keras. Splenomegali Idiopatis
(yang disebut sebagai penyakit limpa besar di Afrika) merupakan respon imun yang abnormal
terhadap P. malariae. Pada anak-anak yang mengalami malnutrisi di negara-negara
berkembang, pembesaran limpa disertai infiltrasi sinusoid-sinusoid hati dan peningkatan titer
antibodi fluoresen malaria dengan atau tanpa parasitemia.

6. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam
penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan.
Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam
darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak
menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan
interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode
berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal
dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan
volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4)Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan
selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat
acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan
teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang
dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan
kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap
paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi
plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay
dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium

dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan
sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya
gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari
serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila
obat digunakan terhadap gametosit dalam darah
Program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu :
1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi
gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran
2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang
3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara
teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah.
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) :
1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil,
pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan
amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh
bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin,
dan amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid
dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Terapi Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk
membantu mencegah merebaknya malaria:
Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat
Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang
bisa menjadi sarang nyamuk
8. Komplikasi

Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila
dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau
setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl.
Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal
diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan
sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi
pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian.
Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS).
d. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada Malaria :
1. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase
demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso
kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot.
Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori

Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.


Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat
splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang
tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
4. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif.
3. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang
tidak adekuat ; anorexia; mual/muntah
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium
normal, tidak mengalami tanda malnutrisi. menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup
untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan
makanan klien mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan
2. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat Dilatasi gaster dapat terjadi
bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
3. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur. Mengawasi penurunan berat
badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
4. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni. Dapat meningkatkan
masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
5. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan Gejala GI
dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
6. Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi Perlu bantuan dalam perencanaan diet
yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tujuan: suhu antara 36 37 0C

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil. Hipertermi menunjukan
proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
2. Pantau suhu lingkungan. Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Dapat membantu mengurangi
demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
4. Berikan antipiretik. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
Tujuan : pemenuhan oksigen ke jaringan cukup
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan. Menurunkan beban kerja
miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
2. Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan
perubahan pada tekanan nadi. Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang
menyerang darah
3. Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer. Pada awal nadi cepat kuat karena
peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus
menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
4. Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Peningkatan
pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada pusat
pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan
resiko kegagalan pernafasan akut.
5. Berikan cairan parenteral. Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
4. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif.
Tujuan: memahami prognosis dan cara pengobatan malaria
No INTERVENSI RASIONAL
1. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Memberikan pengetahuan dasar dimana
pasien dapat membuat pilihan.
2. Berikan informasi mengenai terapi obat obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan
terhadap program. Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam
penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
3. Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang. Perlu untuk
penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.

4. Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal. Mencegah pemenatan, penghematan
energi dan meningkatkan penyembuhan.
5. Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan. Membantu mengontrol
pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
6. Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis. Pengenalan dini dari
perkembangan / kambuhnya infeksi.
7. Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan. Pengguaan terhadap pencegahan
terhadap infeksi.
4. Discharge Planning
a. Menjaga lingkungan rumah dengan baik
b. Menggunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
c. Menggunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
d. Menggunakan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat
e. Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang
bisa menjadi sarang nyamuk
Dapus

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta.
Doengoes, Marylin E., ( 2000),Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, Alih Bahasa : I Made
Kariasa, Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.2000.Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta.
P. N. Harijanto. 2000. Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan
Penanganan.Jakarta : EGC. p. 1-12, 39-43

D. Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada penderita nonimun terdiri atas
serangan demam secara berulang dengan interval tertentu (paroksisme) yang diselingi oleh
suatu periode di mana penderita bebas sama sekali dari demam. Sebelum demam, penderita
biasanya merasa lemah (malise), myalgia, sakit kepala, anorexia, nausea, dan muntah. Gejala
awal ini terjadi selama 2-3 hari sebelum paroksisme akut dimilai. Serangan demam dapat
teris menerus (tanpa interval) pada penderita dengan infeksi campuran (lebih dari satu jenis
Plasmodium) atau oleh satu jenis Plasmodium tapi infeksi berulang dalam waktu yang
berbeda.

Sedangkan

pada

penjamu

yang

iun

gejala

malaria

minimal.

Pengobatan
Pengobatan malaria mempunyai daya kerja selektif atas fase-fase yang berbeda dari siklus
hidup parasit :
1.

Skizontisidal darah : membunuh parasit aseksual (fase eritrositik) dalam eritrosit.

a. Klorokuin ; 25 mg/kg selama 3 hari (hari I 10 mg/dl, hari II 10 mg/dl, hari III 5 mg/kg+
primakuin 1 hari), amodiakuin (=klorokuin).
b. Kuinin ; meflokuin 15 mg/kg dibagi dalam 2 dosis dengan interval pemberian 12 jam.
c. Pirimetamn ; pada umumnya digunakan kombinasi pirimitamin-sulfadoksin (pirimitamin 11,5 mg/kg/hari sufadoksin 20-30 mg/kg/hari).
d. Tetrasiklin HCl 50 mg/kg/kali ; 1 hari 4 x selama 7 hari.
e. Sulfonamid
2.

Skizontisidal jaringan : daya kerja terhadap parasit fase eksoeritrositik, tujuannya mencegah
relaps pada P. Vivax dan P. Oval.

a.

Primakuin, 0,3 mg/kg/hari selama 14 hari (maksimal 26,3 mg/hari)

b. Pirimetamin
3.

Gametosidal : membunuh parasit bentuk seksual

a.

Pirimakuin, klorokuin

4.

Sporonitisidal : menghambat pertumbuhan oocyst di dinding lambungnyamuk.

a.

Pirimakuin

5.

Profilaksis kausal : bekerja terhadap parasit stadium di jaringan, tujuannya mencegah


timbulnya infeksi yang ada (relaps) dan manifestasi klinis.

6. Supresif atau profilaksis klinis : mencegah gejala klinis dengan cara membunuh parasit yang
masuk ke dalam sirkulasi darah, semua obat golongan skizontisidal darah bersifat profilaksis
klinis.
Pencegahan
1.

Perorangan

a. Menghindar dari gigitan nyamuk (biasanya menjelng matahari terbenam hingga menjelang
fajar ), dengan :
Menggunakan kelambu atau kasa anti nyamuk
Penggunaan repellent
Memakai pakaian yang menutupi lengan dan kaki

b. Obat profilaksis bila memasuki daerah endemis malaria bagi para pengunjung atau turis
domestik atau mancanegara (2 minggu sebelumnya-4 minggu setelah keluar dari daerah
endemis malaria)
Klorokuin 5 mg/kg, 1x setiap minggu
Pirimetamin 0,5-0,75 mg/kg atau sulfadoksin 10-15 mg/kg, 1X setiap minggu (untuk umur
>6bulan)
c.

Mencegah atau membasmi tempat perindukan nyamuk.

2.

Komunitas

a.

Meningkatkan pelayanan kesehatan .

b.

Penanggulangan penularan malaria secara berkesinambungan.

c.

Penyuluhan

kepada

masyarakat

tentang

pengetahuan

malaria.

Daftar Pustaka

Barnwell JW, Cytoaderence and sequestration in falciparum malaria. Exp Parasit 69:407, 1989
Ockenhouse CF, klotz FW, Tandon NN, Jamieson GA: Sequestrin, a CD36 recognition protein on
Plasmodium Falciparum malaria-infected eryth-rocytes identified by anti-idiotype antibodies.
Proc

Natl

Acad

Sci

USA

88:3175-3179,

1991

Rudolph, Abrahamm.dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph.edisi20.volume 1. Jakarta: EGC


Soegijanto Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Jilid 1. Surabaya.
Airlangga University Press
Soegijanto Soegeng. 2006. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Jilid V. Surabaya.
Airlangga University Press
Taverne J, Bate CA, Sarkar DA, Meager A, Rook GA, Playfair JH: Human and murine macropages
profuce TNF in response to soluble antigens of Plasmodium Falciparum. Parasit Immunol
12:33-34, 1990

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest
Beranda
0 komentar:
Poskan Komentar
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Social Profiles

Popular

Tags

Blog Archives

Popular Posts

MALARIA
A. Pengertian
Malaria merupakan penyakit akut dan kronik yang disebabkan
oleh protozoa (genus Plasmodium ), yang ditandai ole...

Blog Archive

2012 (1)
o September (1)

MALARIA

You might also like