You are on page 1of 18

BAGIAN IKM & IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASPEK K3 PADA PEKERJA PROYEK KONSTRUKSI


BANGUNAN FK UNHAS

Disusun oleh:
Izzatul Mudzakirah C11111801
Mutiah Muftihaturrahmah C11111143
Krisnawati Ponggalunggu C11111264
Ririn Earesfin Sari C11111279
Rani Citra Pertiwi C11111179
Qomariah C11111354
Supervisor :
dr. Sultan Buraena, MS, Sp.Ok
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

I.

PENDAHULUAN
Seperti yang kita ketahui , berdasarkan data statistik, kasus kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja dalam pekerjaan konstruksi sangat tinggi. Hal ini
disebabkan karena masih banyak pengurus maupun tenaga kerja belum mengenal
dan memahami peraturan K3 yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.Dengan
demikian perlu adanya upaya pengendalian, pembinaan, penyuluhan dan pelatihan
tentang K3 dalam bidang konstruksi sehingga dapat dicapai kondisi dan
lingkungan kerja yang aman. Melalui topic-topik yang dibahas dalam modul ini
diharapkan dapat membantu para calon ahli K3 dalam pemahaman peraturan K3
di bidang konstruksi.1
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan
konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari
jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di
Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko
terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian,
perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor
konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% di antaranya hanya
mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar
1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun.
Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan
yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini
tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan
metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3
yang diterapkan pada perusahaan konstruksi.1,2

II.

TUJUAN
1. TujuanUmum
Untuk mengetahui tentang aspek K3 pada proyek konstruksi bangunan di
Makassar.
2. TujuanKhusus

a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard pada proyek konstruksi bangunan


di Makassar
b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja proyek konstruksi bangunan
c. Untuk mengetahui tentang alat pelindung diri yang digunakan pekerja
proyek konstruksi bangunan
d. Untuk mengetahui tentang ketersediaan obat p3k di proyek konstruksi
bangunan
e. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai
peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus)
f. Untuk mengetahui tentang peraturan pimpinan perusahaan tentang K3 di
tempat kerja
g. Untuk mengetahui keluhan/penyakit yang dialami yang berhubungan dengan
pekerjaan di proyek konstruksi bangunan
h. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya ada
penyuluhan/pelatihan. Pengukuran / pemantauan lingkungan tentang hazard
yang pernah dilakukan.

III.LANDASAN TEORI
A. Cakupan Masalah Konstruksi Bangunan
Pekerjaan kontruksi bangunan merupakan pekerjaan yang mengandung
potensi bahaya, sehingga dalam memberi perlindungan keselamatan kerja kepad
pekerja diperlukan syarat-syarat keslamatan dan kesehatan kerja yang sangat
tinggi. Tahapan dalam konstruksi bangunan berhubungan dengan seluruh tahapan
yang dilakukan di tempat kerja. Diantara tahapan yang ada yakitu pekerjaan
penggalian,

pekerjaan

pondasi,

pekerjaan

beton,

pekerjaan

baja,

dan

pembongkaran.1

1. Pembongkaran.
Bahaya yang di timbulkan dari pembongkaran bangunan adalah pekerja
dapat tertimpa atau runtuhnya bangunan, terperosok dari ketinggian
tertentu dari permukaan tanah.

2. Penggalian.
Penyebab kecelakaan yang timbul dari pekerjaan penggalian antara lain,
pekerjan yang disa tertimbun dan terkubur di dalamnya akibat runtuhnya
dinding galian, pekerja tertimpa dan luka akibat terjatuhnya material di
dalam galian, kondisi tidak aman baik di dalam maupun diluar galian
akibat licinnya galian.
3. Pondasi.
Pekerjaan pondasi merupakan suatu kegiatan pemasangan struktur bawah
bangunan yang dapat digunakan untuk menahan beban bangunan.
4. Pekerjaan Beton.
Pada saat proses pengecoran berlangsung pada umumnya pekerja selalu
pada posisi tetinggian tertentu yang dapat berakibat pekerja terjatuh,
material pencampur yang tidak boleh bersinggungan dengan kulit bahkan
terhirup oleh pernapasan pekerja.
5. Pekerjaan Baja.
Bahaya yang timbul dari pekerjan pemasangan baja pekerja dapat jatuh
dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah, terperosok, tertimpa
material bangunan.
B. Pedoman Dasar Hukum K3 Konstruksi
a. Undang-undangDasar 1945
b. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga
kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai
dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal
dalam perlindungan pekerjayaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga
kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.1
c. Peraturan Menteri TenagaKerja No 1/Men/1980 tentang K3 Konstruksi
Bangunan
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi

Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan


dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi
bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan
untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di
samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat
minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.3
d. Surat keputusan besama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No Kep174/Men/1986 dan No 104/Kpts/1986 tentang K3 Tempat Kegiatan
Kontruksi Bangunan
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum
dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman
yang selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3 Konstruksi ini merupakan
pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di
Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang
sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum
digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai.
Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan
pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan
perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.4
C. Pengertian atau Istilah K3 Konstruksi
Istilah-istilah tentang K3 kontruksi dan sarana bangunan:
1. Kontruksi bangunan
2. Tempat kerja kegiatan kontruksi bangunan
3. Sarana bangunan
4. Perancah bangunan
5. Kontraktor
6. Sub Kontraktor
7. Pekerja Kontruksi beton

8. Tahapan pekerjaan kontruksi bangunan, yang mengunakan bahan bangunan


9. Pekerjaan konstruksi baja
10. Pekerja penggali
11. Pekerja Pondasi
12. Wajib lapor pekerja konstruksi bangunan
13. Kepala proyek
14. Scaffolder adalah pekerja pemasang, penguna dan pembongkar perancah
15. Safety officer adalah pekerja yang melaksanakan K3 di bidang konstrusi
bangunan
16. Ahli K3 kontruksi
17. Instalasi: lift orang, lift barang, listrik, penyalur petir, plambing, tata udara
18. Penanganan bahan
D. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan Sarana Bangunan
Dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja pada tempat proyek atau
konstruksi, para pelaksana konstruksi wajib melaksanakan syarat-syarat teknis
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.5
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi6
a. Pekerjaan penggalian
Ketentuan Umum:

Stabilitas tanah harus diuji dahulu sebelum dilakukan penggalian

Melakukan pemeriksaan atas segala instalansi bawah tanah

Prasarana umum harus dimatikan atau diputuskan alirannya, apabila


tidak bisa maka prasarana tersebut harus dipagari, ditarik keatas
atau dilindungi

Tanah harus dibersihkan dari pohon, batu besar dan rintangan lain

Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti setelah pekerjaan


terputus melebihi 1 hari, setelah setiap peledakan, ada longsoran,
ada kerusakan pada konstruksi penyangga dan hujan lebat.

Jalan keluar masuk yang aman

Dilarang bekerja di tanah lepas yang kemiringannya terlalu terjal

Harus ada konstruksi penyangga yang cukup

Ada penerangan yang cukup

Galian bebas dari air

Ada jalan keluar untuk menyelamatkan diri

Tidak ada yang diizinkan masuk ruang bawah tanah yang belum
diuji bebas gas

Pengujian gas harus dilengkapi dengan sabuk pengaman, tali


penyelamat dan alat-alat pernapasan

Ventilasi mekanis harus disediakan

Tindakan penceghan harus diambil untuk melindungi runtuhnya


bangunan

Persyaratan K3 pada pekerjaan penggalian :5

Tepi penggalian atau saluran harus dibuat dengan kemiringan


tertentu, biasanya 45derajat

Penggalian diatas 1,2 m harus dipasang perancah bai yang terbuat


dari kayu

Penggalian tidak boleh dilakuakn pada batas bangunan atau suatu


struktur.

Material dan peralatan harus diletakkan berjauhan dari pinggir galian

Tanah hasil galian atau sampah galian tidak diletakkan di tepi galian
Meletakkan Stopblock di lokasi tempat kendaraan menurunkan
material kedalam galian

Tersedia penerangan yang cukup

Pekerja harus diinformasikan secara jelas tentang prosedur


penggalian

Menggunakan

pelindung

kepala

dan

kaki

saat

penggalian

berlangsung

Melakukan koordinasi dengan instansi lain mengenai instalansi


llistrik, gas, air dsb

Tidak menggunakan alat penggalian mesin (excavator) pada jarak 50


cm dari pipa gas

b. Pekerjaan Pondasi
Persyaratan Umum:

Mesin pemancang harus ditumpu oleh dasar yang kuat, diberi tali
atau rantai penguat secukupnya dan tidak boleh digunakan di dekat
jaringan listrik

Lantai kerja dan tempat kerja operator harus terlindungi dari cuaca

Saluran uap atau udara harus dibuat dari pipa baja atau semacamnya

c. Pengerjaan Beton
Persyaratan Umum

Konstruksi beton bertulang yang berat untuk kerangka atap dan


kerangka atas lainnya harus di dasarkan pada gambar rencana

Selama pembangunan harus di catat data sehari-hari mengenai


kemajuan pembangunan, termasuk data yang mempengaruhi
kekuatan beton menurut waktunya

d. Pekerjaan Konstruksi Baja


Persyaratan umum

Penjaminan keselamatan pekerja dengan penyediaan dan pemakaian


tangga, gang, peralatan kerja tetap, pelataran kerja, tali pengaman
dan sabuk pengaman serta jarring pengaman

Kerangka baja yang sedang dipasang harus disangga dan dikopel


secukupnya

2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana Bangunan6,7


a. Perancah
Peraturan umum

Perancah harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bias


dikerjakan secara aman dalam ketinggian

Perancahhanya dapat dibuat dan dirubah oleh pengawas yang ahli.

b. Pelataran Tempat Kerja

Peraturan umum

Semua perancah harus dilengkapi dengan platform untuk bekerja

Pelataran paling sedikit dari tepi luarnya berjarak 60 cm dari sisi


dinding bangunan

Penyediaan tempat yang bebas dari rintangan dan timbunan

Pelataran bekerja harus menggunakan papan pengaman kakai


berukuran tebal min 2,5 cm dan lebar min 15 cm

Harus benar-benar berkonstruksi kuat

c. Plambing/Pemipaan
a. Fungsi instalansi plambing:
penyediaan air bersih
membuang air kotor
b. Jenis-jenisplambing
instalansi plambing air bersih
Instalansi plambing air kotor
Instalansi plambing air hujan
c. Pemeriksaan dan pengujian
Objek pemeriksaan dan pengujian adalah instalansi pipa penyalur,
tangki, hydrostos, alat-alat perlengkapan dan pengaman

d. Pengesahan
Sebelum

instalansi

plambing

dipakai,

pemilik

mengajukan

permohonan pengesahan penggunaan kepada Dinas Tenaga Kerja


Kabupaten/Kota. Sebelum dikeluarkan pengesahan, harus dilakukan
pemeriksaandan pengujian pertama.
E. ALUR KERJA

Pembongkaran

Penggalian

Pondasi

Plesteran

Pemasangan
instalasi listrik
dan air

IV.

Pekerjaan
Beton

Pekerjaan
Baja

Pengecatan

BAHAN DAN CARA


a. Peralatan yang Diperlukan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey antara


lain:
-

Alat tulis menulis: Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama


survei jalan sepintas.

Kamera digital: Berfungsi sebagai alat untuk memotret kegiatan dan


lingkungan proyek konstruksi bangunan.

Check List: Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer


mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.

b. Cara
Dengan metode walk through survey dengan menggunakan check list.
Walk through survey mengandalkan kemampuan indra penglihatan dan intra
pendengaran sekali-sekali dilakukan wawancara dengan pekerja. 5
Sebelum melakukan walk through survey perlu diperhatikan masalah
kerahasiaan perusahaan (trade secrecy) dan konfidensialitas pekerja. Sebelum

melakukan pemotretan perlu dimintakan ijin terlebih dahulu kepada pimpinan


perusahaan. Laporan walk through survey tidak cukup hanya dengan mengisi
check list, melainkan juga harus menyusun essay. Check list hanyalah
merupakan panduan saja agar tidak ada kelupaan.

V. JADWAL SURVEY
Survei akan dilaksanakan selama 1 minggu ( 27-1 Juni 2016 )
27 Juni 2016

: Membuat proposal penelitian.

28 Juni 2016

: Melakukan survey di lokasi penelitian.

29 Juni 2016

: Membuat laporan hasil penelitian.

30 Juni 2016 : Membuat referat mengenai Penyakit Akibat Kerja


pada pekerja konstruksi bangunan
1 Juli 2016

VI.

: Membaca hasil penelitian.

HASIL PEMBAHASAN
1. Hazard LingkunganKerja
a) FaktorFisik:
Hazard fisik kebisingan disebabkan oleh mesin gurinda, las,
excavator, dan mesin bor. Dari hasil survey yang didapatkan masih
terdapat kebisingan di tempat konstruksi bangunan yang berasal dari
mesin gurinda, las, dan mesin bor.
b) Faktorkimia
Hazard Kimia dipengaruhi oleh beberapa jenis seperti bahan kimia

cair, padat, dan gas. Yang termasuk bahan cair adalah cat dan pelarut
cat.Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja kostruksi bangunan
menggunakan tidak menggunakan sarung tangan untuk mencampur
bahan bangunan dan mengecat bangunan sehingga dampak untuk
terkena hazard menjadi bertambah. Begitu pun pada bahan kimia
padat seperti semen, besi, triplek, dan kapur, pekerja juga tidak
menggunakan sarung tangan dan masker sehinggadebu yang berasal
dari bahan-bahan tersebut bisa menyebabkan terkena hazard. Pajanan
hazard kimia semakin meningkat karena walaupun pekerja diwajibkan
memakai alat pelindung diri saat bekerja, sebagian dari mereka tidak
menggunakannya secara maksimal.
c) Faktorbiologis
Hazard biologi penyebabnya adalah bakteri dan virus yang berasal
dari sampah, genangan air yang berasal dari sampah makanan pekerja.
Dan jamur berasal dari lantai dan dinding yang selalu basah dan
lembab. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja konstruksi masih
rentan untuk terkena infeksi bakteri dan virus karena masih terdapat
genangan air dan sampah di beberapa lokasi sekitar daerah konstruksi.
d) Faktorergonomis
Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi tubuh saat bekerja, cara
bekerja. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja konstruksi rawan
terhadap hazard ergonomi akibat posisi yang selalu berdiri dan duduk
dalam waktu lama dan berulang-ulang saat bekerja. Pekerja konstruksi
seringkali berdiri dalam waktu lama saat pecampuran bahan,
pemasangan pondasi, plesteran, pengecatan, pemasangan instalasi
listrik

dan

lain-lain.

Dari

cara

bekerja

pula,

hasil

survey

menunjukkaan bahwa pekerja konstruksi juga seringkali mengangkat


campuran bahan bangunan seperti pasir, semen, besi ketempat yang
telah disediakan. Sedangkan lokasi konstruksi tergolong luas sehingga
memungkinkan jarak pekerja untuk berjalan dari satu tempat ke
tempat lain cukup jauh.

e) Faktorpsikososial
Hazard psikososial dipengaruhi oleh jadwal bekerja pada pekerja
konstruksi, hubungan antara sesama petugas, atasan dan bawahan,
beban kerja dan gaji yang dibayar. Semua hal yang terdapat dalam
hazard psikososial ini berkaitan dengan emosional pekerja konstruksi,
sehingga harus diperhatikan agar tercipta keadaan aman dalam
bekerja. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja konstruksi
terhindar dari hazard psikososial karena masing-masing pekerja
konstruksimemiliki jam kerja mulai pukul 08.00-16.00 WITA dengan
waktu istirahat 1,5 jam (pukul 11.30-13.00 WITA). Dari segi
hubungan antara pekerja, pihak atasan dan pihak bawahan dikatakan
baik dan tidak mengganggu pekerjaan pekerja, beban kerja yang
dilakukan dikatakan agak berat karena proyekpembangunantersebut
merupakan proyek konstruksi tergolong besar. Pekerjaan yang harus
dilakukan yaitu dari proses penggalian, pondasi, pekerjaan baja,
pekerjaan beton, plesteran, pengecatan dan pemasangan listrik dan air.
Berdasarkan gaji yang diterima dikatakan sudah sesuai untuk
mencukupi kebutuhan masing-masing pekerja.
4.1.

Alat yang digunakan


Jenis alat yang digunakan pekerja konstruksiantara lainexcavator,
crane, truk pencampur, sekop, palu, mesin las, mesin bor, mesin gurinda,
adapun alat yang digunakan untuk melindungi bagian tubuh dari kontak
langsung dengan benda adalah sarung tangan, helm, masker dan google,
sepatu boat dan lain-lain. Dari hasil survei, alat yang digunakan masih
bagus dan masih berfungsi dengan baik.

4.2.

Menggunakan alat pelindung diri selama bekerja


Dari

hasil

survey

didapatkan

pekerja

konstruksi

belum

menggunakan alat pelindung diri yang disediakan secara maksimal. Dari

semua jenis alat pelidung diri yang disediakan, sebagian besar pekerja
hanya menggunakan sepatu boat dan google. Hal ini menunjukkan bahwa
pihak perusahaan masih perlu menyediakan alat pelindung dan
memberikan pengarahan tentang penggunaan alat pelindung diri yang
sesuai demi keselamatan pekerja dan mewajibkan pekerja konstruksi
memakai alat pelindung diri.
4.3.

Ketersediaan obat P3K di tempat kerja


Berdasarkan hasil survey, didapatkan tersedianya obat P3K di
tempat kerja namun jumlahnya yang masih kurang. Hanya terdapat 2 buah
kotak P3K di lokasi proyek. Jika dibandingkan dengan luas dan jumlah
pekerja, hal tersebut tidak memungkinkan untuk menangani jika terjadi
kecelakaan kerja.

4.4.

Pemeriksaan kesehatan dan upaya pengobatan bila sakit


Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja konstruksi
masih kurang kesadaran untuk memeriksakan kesehatan secara berkala
dan khusus. Para pekerja akan memeriksakan kesehatan jika ada keluahn
atau sakit. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan pekerja masih perlu
diperhatikan lagi karena ia bisa mempengaruhi kinerja dan penghasilan
mereka.

4.5.

Peraturan Pimpinan/Pemerintah tentang K3


Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan peraturan dari
pimpinan pihak perusahaan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) dengan penggunaan alat pelindung diri kepada pekerja konstruksi.
Dengan adanya peraturan ini, maka para pekerja ini bisa terjamin
keselamatan mereka saat bekerja.

4.6.

Keluhan pekerja konstruksi selama melakukan pekerjaannya


Dari hasil survey didapatkan setiap pekerja konstruksi yang

mempunyai keluhan kesehatan atau sakit pasti akan mengajukan izin baik
secara tertulis seperti surat sakit atau surat cuti maupaun secara lisan.
Keluhan yang paling sering adalah muskuloskeletal disorder seperti nyeri
pada punggung dan otot-otot disebabkan oleh lamanya berdiri dan
beratnya pekerjaan yang dilakukan seperti mengangkut bahan-bahan
konstruksi. Keluhan atau penyakit mata akibat paparan debu, sinar
matahari, ataupun terkena serbuk gurinda yang disebabkan karena
kelalaian pekerja yang seringkali lupa memakai alat pelindung diri seperti
google. Selain itu gejala lainnya yang sering dikeluhkan oleh pekerja
konstruksi ini yaitu masalah gangguan sistem pernapasan seperti sesak
napas akibat paparan gas dan debu konstruksi.
4.7.

Upaya K3 terhadap K3
Dari hasil survey didapatkan bahwa upaya K3 yang dilakukan di
lokasi konstruksi berupa penyediaan alat pelindung diri untuk para
pekerja, namun pengadaan pelatihan ataupun penyuluhan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja belum pernah diberikan kepada pada
pekerja ini sehingga kesadaran untuk menggunakan alat pelindung diri
juga sangat minim. Upaya lainnya adalah pengukuran atau pemantauan
hazard yang dilakukan secara berkala.

BAB V
PENUTUP
5.1.

Kesimpulan
A. Hazard lingkungan kerja
1)

Hazard Fisik. Ditemukannya gangguan kesehatan pada pekerja


konstruksi yang berhubungan dengan hazard fisik kebisingan
yang dipengaruhi dari mesin gurinda, mesin bor, dan mesin las.

2)

Hazard kimia. Pekerja konstruksi masih rentan terkena apalagi


jika tidak sering menggunakan alat pelindung diri.

3)

Hazard Biologi. Pekerja konstruksimasih rentan terhadap infeksi


bakteri, virus, dan jamur.

4)

Hazard ergonomik. Pekerja konstruksi masih rawan terkena


gangguan muskuloskeletal karena posisi yang berdiri dan
mengankat bebandalam waktu lama dan dilakukan secara
berulang-ulang..

5)

Hazard psikososial.

Pekerja konstruksi dapat terhindar dari

hazard psikososial karena lingkungan kerja seperti hubungan


baik dengan pekerja lain, waktu kerja yang tidak berlebih dan
gaji yang sesuai.
B.

Alat yang digunakan adalah excavator, crane, truk pencampur, sekop,


palu, mesin las, mesin bor, mesin gurindayang semuanya masih
berfungsi dengan baik.

C.

Alat pelindung diri yang digunakan saat bekerja walaupun sudah


tersedia tapi belum lengkap dan pekerja juga belum menggunakan alat
pelindung diri yang tersedia dengan optimal.

D. Berdasarkan survey, tersedia alat P3K namun jumlahnya belum


mencukupi dilihat dari banyaknya pekerja.
E.

Berdasarkan survey, petugas laundry jarang melakukan pemeriksaan


kesehatan secara berkala dan khusus, hanya melakukan pemeriksaan
jika terdapat keluhan atau sakit.

F. Berdasarkan survey, adanya peraturan dari pihak perusahaan untuk


menggunakan alat pelindung diri namun kesadaran pekerja untuk
menggunakannya masih kurang.
G.

Dari hasil survey, didapatkan pekerja konstruksi sering mengeluh


gangguan muskuloskeletal berupa nyeri punggung dan otot serta
penyakit mata dan pernapasan akibat paparan di tempat konstruksi.

H.

Dari hasil survey, pekerja konstruksi belum pernah mendapatkan


penyuluhan, pelatihan, simulasi tentang K3. Upaya K3 yang dilakukan
perusahaan hanya berupa pengukuran atau pemantauan hazard yang
dilakukan secara berkala.

5.2.

Saran
Berdasarkan

survey

yang

telah

dilakukan

masih

banyak

kekurangan dalam pengelolaan di proyek instruksi baik dari segi faktor


hazard fisik, kimia, biologi dan ergonomik. Maka dari itu perlunya upaya
dalam penyuluhan secara berkala dan kesadaran dari masing-masing
pekerja untuk mencegah agar faktor hazard lingkungan kerja tidak menjadi
gangguan kesehatan. Selain itu setiap pekerja harusnya memeriksakan
kesehatan secara berkala dan khusus agar tidak menjadi penghalang saat
bekerja. Dan dari K3 harus selalu mengecek kesiapaan alat pelindung diri,
pelatihan jika terjadi kecelakaan dan penyuluhan tentang cara-cara yang
benar dalam melakukan pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No. Kep. 174/MEN/1986 - 104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
2. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004
Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi Bendungan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
4. Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No. Kep. 174/MEN/1986 - 104/KPTS/1986 : Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
5. Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
6. International Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sarana untuk Produktivitas. Jakarta: International Labour Office.
7. Keppres RI No.22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja.

You might also like