Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai
ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal,
12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus
intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem
otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan
memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai
pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka
akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran
satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi
(Sjamsuhidayat, 1997).
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3. Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola,
penyelam, dll)
4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.
(Harsono, 2000).
C. PATOFISIOLOGI
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh
dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio,
Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada
medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan
tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma
indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari
tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun
torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan
cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak
tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap
tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara
(komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari.
Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan
infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap,
secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio,
laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang
secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan
/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa
medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa,
hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam
medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia
grisea.trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat
badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur
dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis
dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip
diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam
kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat
tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7
dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler
spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau
neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma
tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah
radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang
akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang
bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya
fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock
spinal.shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang
karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya
berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah
kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi
rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock
spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda
gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan
hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik
dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua
sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price &Wilson (1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya
terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi
Kelumpuhan flasid
2.
anesthesia
3.
arefleksi
4.
Hilangnya prespirasi
5.
6.
Priapismus
7.
Setelah syok spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi. Terlihat pula tanda
gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan
hipotensi ortostatik serta gangguan kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan
kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri
dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan
ini pada umumnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh
hiperekstensi mendadak sehingga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh
ligamentum flavum yang terlipat. Manifestasinya berupa tetraparese parsial.
Gangguan pada ekstermitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas,
sedangkan daerah perianal tidak terganggu.
Sindrom Brown-Sequard disebabkan oleh kerusakan separu
lateral sumsum tulang belakang. Gejala klinik berupa gangguan motorik dan
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pencegahan penyulit
Pneumoni
Dekubitus
2.
3.
4.
5.
Resiko infeksi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
(Tucker,Susan Martin . 1998)
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum:
1. Fraktur Stabil
a. Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
b. Burst fraktur
c. Extension
2. Fraktur tak stabil
a. Dislokasi
b. Fraktur dislokasi
c. Shearing fraktur
Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang
belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per
mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering
kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.
Perawatan:
1. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita
akan sembuh..
2. Fraktur dengan kelainan neorologis.
Fase Akut (0-6 minggu)
a. Live saving dan kontrol vital sign
b. Perawatan trauma penyerta
Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebra
1) Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,
terutama simple kompressi.
2) Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika
dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
- Laminektomi
II. 1. ANATOMI
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi sumsum tulang belakang. Pilar itu terdiri atas
33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas
tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5
ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu
(vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea). Setiap ruas tulang
belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di
posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari
samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah
servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing
tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu
struktur yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan
diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup
gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal
berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks,
sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar
dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil. 4, 5
Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu : 6
1.Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di
antaranya
2.Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina , pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis,
ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum,
serta kapsul sendi
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di
belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang
lamina, dua pedikel, satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus.
Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang
servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut
odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus
neuralis di bagian belakang. Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk
segitiga dan lebar, sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil.
Bagian lain yang menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah
komponen jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal anterior, ligamentum
longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan
ligamentum supraspinosus. 5
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang
dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar.
Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta
diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri
yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan
tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan
tiga tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang,
dengan lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus
transversus dan prosesus spinosus. Tulang belakang dikatakan tidak stabil bila
neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejalagejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang
digunakan selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan.
Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis.
Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang
kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah
dekompresi.
Cedera Tidak Stabil 7
Cedera Rotasi Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan
vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien
harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks.
Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai
L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik.
Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi
dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan
berbagai alat metalik diindikasikan.
Fraktura Potong
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma
parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada
daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat
tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang
bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti
pada cedera fleksi-rotasi.
Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk
pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil.
Stabilisasi bedah direkomendasikan.
II. 6. JENIS TRAUMA
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang belakang. Di daerah
torakal tidak banyak terjadi karena terlindung oleh struktur toraks. 5
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi.
Sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar,
kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran
darah, atau perdarahan. 5
Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan oleh
hipoksemia dan iskemia. Iskemia disebabkan oleh hipotensi, udem atau
kompresi. 5
Perlu disadari bahwa kerusakan pada sumsum tulang belakang merupakan
kerusakan yang permanen, karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan
saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan
Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu
dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas
yang keras. 5
Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau
sarana apapun yang beralas keras. Hal ini dilakukan pada semua penderita yang
patut dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita yang merasa nyeri di
daerah tulang belakang, lebih-lebih lagi bila terdapat kelemahan pada
ekstremitas yang disertai mati rasa. Selain itu harus selalu diperhatikan jalan
napas dan sirkulasi. 5
Bila dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak
menunduk dan tetap di tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan
kain untuk menyangga leher pada saat pengangkutan. 5
Setelah semua langkah tersebut di atas dipenuhi, barulah dilakukan pemeriksaan
fisik dan neurologik yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang seperti radiologik
dapat dilakukan. 5
Pada umumnya terjadi paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat
hematom retroperitoneal sehingga memerlukan pemasangan pipa lambung. 5
Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadi
pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok
spinal. Selain itu pemasangan kateter juga berguna untuk memantau produksi
urin, serta mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin kulit tetap kering. 5
Perhatian perlu diberikan untuk mencegah terjadinya pneumoni dan memberikan
nutrisi yang optimal. 5
Penanggulangan Cedera Tulang Belakang dan Sumsum Tulang Belakang : 5
Prinsip umum :
pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera mielum
mencegah terjadinya cedera kedua
waspada akan tanda yang menunjukkan jejas lintang
lakukan evaluasi dan rehabilitasi
Tindakan :
adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)
optimalisasi faal ABC : jalan nafas, pernafasan, dan peredaran darah
penanganan kelainan yang lebih urgen
pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesi
pemeriksaan radiologik (kadang diperlukan)
tindak bedah (dekompresi, reposisi, atau stabilisasi)
pencegahan penyulit
* ileus paralitik sonde lambung
* penyulit kelumpuhan kandung kemih kateter
* pneumoni
* dekubitus
Tindak Bedah 5
Jika terdapat tanda kompresi pada sumsum belakang karena deformitas fleksi,
fragmen tulang, atau hematom, maka diperlukan tindakan dekompresi.
Dislokasi yang umumnya disertai instabilitas tulang belakang memerlukan
minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan
mobilitas fisik. 6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan
alat pengaman. 7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual. 8.
Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial. 2.2 ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan:
waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. 2. Pemeriksaan
fisik a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau
pengaruh PTIK c. Sistem saraf : GCS. Kesadaran 10
trauma yang mengenai/meluas ke batang otak Fungsi saraf kranial akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. adakah kelumpuhan, rasa baal,
nyeri, Fungsi sensori-motor gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia,
hiperalgesia, riwayat kejang. d. Sistem pencernaan Bagaimana sensori adanya
makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks
batuk, mudah tersedak. Jika tanyakan pola makan?pasien sadar Waspadai
fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. Retensi urine, konstipasi,
inkontinensia. hemiparesis/plegia,e. Kemampuan bergerak : kerusakan area
motorik gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. disfagiaf. Kemampuan
komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan atau afasia akibat kerusakan
saraf hipoglosus dan saraf fasialis. data ini penting untuk mengetahui dukungan
yang didapatg. Psikososial pasien dari keluarga. B. Diagnosa Diagnosa
keperawatan yang mungkin timbul adalah: 1. Resiko tidak efektifnya bersihan
jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas,
adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 11
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. 7. Resiko
infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8.
Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. C.
Intervensi Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya
pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan: Pola nafas dan
bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi: Kaji Airway, Breathing, Circulasi. Kaji anak, apakah ada fraktur
cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hatihati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra. Pastikan jalan nafas tetap
terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan
lendir. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas. Bila tidak
ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30
derajat. Pemberian oksigen sesuai program. 12
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang
ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak
terdapat tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi: Tinggikan
posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan tekanan
vena jugularis. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi
kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau
suction, perkusi). tekanan pada vena leher. pembalikan posisi dari samping
ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher). Bila akan
memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,
fleksi (harus bersamaan). Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya
valsava maneuver. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang
tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial
sesuai program. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan
cairan karena dapat meningkatkan edema serebral. Monitor intake dan out put.
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi. 13
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan
pemenuhan nutrisi. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan halhal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. Tujuan:
Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil
atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh
anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi: Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum,
mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan
kebersihan perseorangan. Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
Perawatan kateter bila terpasang. Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian
pelembek tinja untuk memudahkan BAB. Libatkan orang tua dalam perawatan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara
memandikan anak. 4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan
mual dan muntah. Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume
cairan atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas
kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. 14
Intervensi: Kaji intake dan out put. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit,
membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine. Berikan
cairan intra vena sesuai program. 5. Resiko injuri berhubungan dengan
menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan: Anak
terbebas dari injuri. Intervensi: Kaji status neurologis anak: perubahan
kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan
pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang. Kaji tingkat kesadaran dengan
GCS Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
c. Kolum posterior Tiap tiap traktus terdapat satu pasang yang dapat
mengalami kerusakan pada satu sisi atau kedua sisi medulla spinalis, traktus
kortikospinalis terdapat pada daerah segmen posterolateral medulla spinalis dan
fungsinya adalah mengontrol kekuatan motoris pada sisi yang sama pada tubuh
yang dapat diuji dengan kontraksi otot yang volunter atau respon involuter
terhadap stimulus nyeri. Traktus spinotslsmikus pada daerah antero lateral pada
medulla spinalis mentransmisikan sensasi nyeri dan termperatur dari sisi yang
berlawanan dari tubuh. Secara umum dapat dilakukan test dengan pin prick dan
raba halus kolum posterior membawa propriseptif, vibrasi dan sensasi raba halus
dari sisi yang sama dari tubuh, dan kolum ini diuji dengan rasa posisi pada jari
atau vibrasi dengan garfu tala. Bila tidak terdapat fungsi, baik motoris maupun
sensoris dibawah level, ini dikenal sebagai complet spinal cord injury ( cedera
medulla spinalis komplit). Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini
disebut sebagai incomplete injury dan perianal (sacral sparing)mungkin hanya
satu satunya tanda yang tertinggal. 2.. 3. PATOFISIOLOGI Kerusakan meduala
spinalis berkisar dari komosio sementara (di mana pasien sembuh sempurna)
sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substabsia medulla (baik salah satu atau
dalam kombinasi)sampai transeksi lengkap medulla ( yang membuat pasiaen
paralysis dibawah tingkat cedera) Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla
spinalis, darah dapat merembes kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada
kanal spinal.segera setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut
serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi drah dan subtansia
grisea medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh 19
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menimbulkan
kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder
kejadian kejadian yang menimbulkan iskemia,hipoksia, edema, dan lesi-lesi
hemoragi, yang pada gilirannya menyepabkan kerusakan meilin dan akson.
Reaksi ini diyakini menjadi penyebab prinsip degenarasi medulla spinalis pada
tingkat cedera, sekarang dianggap reversible sampai 6 jam setelah cedera.
Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat obat
antiimflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan menetap. 4.
MANIPESTASI KLINIK Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri
akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien
sering mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf
spinal dapat menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari
cedera kepala bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.
Tingakat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan
motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah
mengalami paralysis sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung
kemih dan usus besar (biasanya terjadi retansi urin dan distensi kandung kemih ,
penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah diawali
dengan retensi vaskuler perifer. Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan
koral sevikal. Rotary subluxation dari C-1 Cedera ini banyak ditemukan pada
anak anak. Dapat terjadi spontan setelah terjadi cedera berat/ ringan, infeksi
saluran napas atas atau penderita dengan rematoid arthritis. Penderita terlihat
dengan rotasi kepala yang menetap. .pada cedera ini jarak odontoid kedua
lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan rotasi dengan paksa untuk
menaggulangi rotasi ini, sebaiknya dilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.
Fraktur aksis(C-2) Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai
bentuk yang istimewah karena itu mudah mengalami cedera. 1. fraktur odontoid
24
kurarng 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu tonjolan tulang berbentuk
pasak. Fraktur ini daoat diidentifikasi dengan foto ronsen servikal lateral atau
buka mulut. 2. fraktur dari elemen posterior dari C-2 fraktur hangman mengenai
elemen posterior C-2, pars interartikularis 20 % dari seluruh fraktur aksis fraktur
disebabkan oleh fraktur ini. Disebabkan oleh trauma tipe ekstensi, dan harus
dipertahankan dalam imobilisasi eksternal. Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)
Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan letaknya berada
diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang tulang
servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi
tulang servikal terbesar. Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10) Fraktur
vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1) cedera baji
karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3) fraktur Chance, (4)
fraktur dislokasi. Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera
kompresi pada bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst
disebabkan oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative jarang pada
daerah T-1 sampai T-10. Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1)fraktur
lumbal Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal,
tetapi dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak dikenali atau
terlambat mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan
pengemudi mobil memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi
mempunyai resiko 25
mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada level ini ,
radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada daerah torakolumbal.
Trauma penetrans Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah
yang disebabkan karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, foto
polos dan CT scan. Luka penetrans pada tulang belakang umumnya merupakan
cedera yang stabil kecuali jika disebabkan karena peluru yang menghancurkan
bagian yang luas dari columna vertebralis. 5. PENATALAKSANAAN Tujuan
peatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis lanjut dan
mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen diresusitasi bila perlu, dan
stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan. 1. Penilaian Dan
Pengelolaan Cedera Medulla Spinalis ( Fase Akut ) Primari survey resusitasi
penilaian cedera tulang belakang a. Airway Menilai airway sewaktu
mempertahankan posisi tulang leher membuat airway defenitif apabila
diperlukan. b. Breathing Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan
bantuan ventilasi bila diperlukan. 2. Circulation Bila terdapat hipotensi, harus
Tinggikan bagian atas dari kerangka traksi atau tempat tidur jika diperlukan.
Rasional; Membuat keseimbangan untuk mempertahankan posisi pasien dan
tarikan traksi.. Ganti posisi, gunakan alat Bantu untuk miring dan
menahanseperti alat pemutar, selimut terrgulung, bantal dsb. Rasional;
Mempertahankan posisis kolumna spinalis yang tepat sehingga dapat
mengurangi resiko trauma. Siapkan pasien untuk tindakan operasi, seperti
laminektomi spinal atau fusi spinal jika diperlukan. Rasional; Operasi mungkin
dibutuhkan pada kompresi spinal atau adanya pemindahan fragmen framen
tulang yang fraktur 3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler 36
Kriteria evaluasi : mempertahankan posisi posisi fungsi dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur footdrop. Meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit
atau kompensasi Kaji secara teratur fungsi motorik Rasional; mengevaluasi
keadaan secara khusus karena pada beberapa lokasi trauma mempengaruhi tipe
dan pemilihan intervensi, Bantu atau lakukan latihan room pada semua
ekstremitas dan sendi dengan perlahan dan lembut. Rasional; Meningkatkan
sirkulasi ,mempertahankan tonus otot,dan mobilisasi sendi, dan mencegah
kontraktur dan atrofi otot. Gantilah posisi secaca periodik walaupun dalam
keadaan duduk Rasional; Mengurangi tekanan pada salah satu area dan
meningkatkan sirkulasi perifer. Kaji rasa nyeri, kemerahan,bengkak, ketegangan
otot jari Rasional; Banyak sekali pasien denga trauma saraf servikal mengalami
pembentukan trombus karena gangguan sirkulasi perifer,imobilisasi dan
kelumpuhan flaksid. Konsultasi dengan ahli terapi fisik Rasional; membantu
dalam merencanakan dan melaksanakan latihan secara individual dan
mengidentifikasi alat-alat Bantu untuk mempertahankan fungsi mobilisasi dan
kemandirian pasien. 4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi Kriteria evaluasi :
mengidentifikasi cara cara untuk mengatasi nyeri Kaji terhadap adanya, Bantu
pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri. 37
Rasional; Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera. Mis dada,
punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi factor pencetus Rasional; Nyeri terbakar dan spasme otot
dicetuskan/ diperberat oleh banyak factor mis,ansietas,tegangan, suhu
eksternal. Berikan tindakan kenyamanan, mis perubahan posisi,masase,kompres
hangat/dingin. Rasional; Tindakan alternative mengontrol nyeri digunakan untuk
keuntungan emosianal, selain menurunkan kebutuhan obat/efek tak diinginkan
pada fungsi pernapasan. Berikan obat sesuai indikasi : relaxan otot mis, dantern
(dantrium) Rasional; Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot atau
untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat. 38
DAFTAR PUSTAKA Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Sylvia & Lorraine, 1994,
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta. Brunner & suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Penerbit buku
Kedokteran Volume 3 ,EGC. Jakarta 2001 Manjoer , Arif M, dkk. Kapita Selekta
Kedoteran . penerbit media aeculapius FKUI Edisi III. Jakarta 2000 Suriadi & Rita
Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC;
1996. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2000. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume
3. Jakarta: EGC; 1999. 39
CEDERA TULANG
a. Stabil
Cedera yang stabil adalah bila fragmen tulang tidak mempunyai kemampuan
untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi pada saat cedera. Komponen arkus
neural intak, serta ligamen yang menghubungkan ruas tulang belakang,
terutama ligamen longitudinal posterior, tidak robek. Cedera stabil diakibatkan
oleh tenaga fleksi, ekstensi dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna
tulang belakang dan tersering tampak pada daerah toraks bawah serta lumbar.
Fraktura baji badan ruas tulang belakang yang diakibatkan oleh fleksi akut pada
tulang belakang adalah contoh yang umum dari fraktura stabil.
b. Tak stabil
Fraktura mempunyai kemampuan untuk bergerak lebih jauh. Kelainan ini
disebabkan oleh adanya elemen rotari terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang
cukup untuk merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak keutuhan
arkus neural, baik akibat fraktura pada pedikel dan lamina, maupun oleh
dislokasi sendi apofiseal.
B. CEDERA NEUROLOGIS
a. Tanpa defisit neurologis Pemeriksaan klinis tak menunjukkan adanya kelainan
neurologis.
b. Dengan defisit neurologis Kerusakan neurologis yang terjadi saat kecelakaan
dapat lengkap dengan hilangnya fungsi dibawah tingkat cedera atau tidak
lengkap. Defisit neurologis paling mungkin terjadi setelah cedera pada daerah
punggung karena kanal spinal tersempit didaerah ini. Adanya spondilosis servikal
memperberat kerusakan neurologis bahkan karena cedera minor sekalipun pada
orang tua. Ancaman terhadap leher juga bertambah karena artritis rematoid.
Harus selalu diingat bahwa tulang belakang toraks adalah daerah utama
terjadinya fraktura patologis karena proses metastatik.