You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
Salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang banyak dijumpai di
berbagai belahan dunia saat ini adalah demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif Salmonella typhi. Di Indonesia demam tifoid lebih dikenal oleh
masyarakat dengan istilah penyakit tifus. Dalam 4 dekade terakhir demam tifoid
menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan insidensi
penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka mortalitas
mencapai 600 ribu jiwa per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di
berbagai benua mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga
Oceania. Sebagian besar kasus (80%) ditemukan di negara berkembang seperti
Bangladesh, Laos, Nepal, Pakistan, India, Vietnam, dan Indonesia. Indonesia
merupakan wilayah endemik demam tifoid dengan mayoritas angka insidensi
terjadi pada kelompok umur 3-19 tahun (91% kasus). 1,2,3
Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan urbanisasi,
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi,
dan tingkat resistensi antibiotik yang sensitif untuk bakteri Salmonella typhi
seperti kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim, dan siprofloksasin.1
Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan /
minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur
oro-fekal).

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama anak

: An. F

Jenis Kelamin

: perempuan

Umur

: 13 tahun

Tanggal lahir

: 8 September 2001

Alamat

: ngepringan Rt/Rw 13/06 serenan juwiring klaten

Tanggal masuk

: 04 Desember 2014

Tanggal keluar: 06 Desember 2014


No RM

: 147786

Nama ibu

: Ny. R

Umur

: 22 tahun

Pekerjaan

: ibu Rumah Tangga

Nama Ayah

: Tn. S

Umur

: 27 tahun

Pekerjaan

: PNS

II. Anamnesis
Dilakukan pada tanggal 5 Desember 2014 di bangsal hamka secara autoanamnesis
a. Keluhan Utama

: demam

b. Riwayat penyakit Sekarang:


Tanggal

Desember

2014

pasien

datang

ke

IGD

PKU

MUHAMMADIYAH DELAGGU dengan keluhan demam sejak 5 hari yang


lalu. Demam dirasakan naik turun, meninggi pada malam hari dan menurun
pada pagi hari serta jika diberi obat penurun panas namun kembali meninggi
lagi setelah beberapa jam kemudian, saat demam tinggi pasien tidak menggigil.
Keluarga pasien mengatakan

terakhir demam tanggal 3 Desember 2014

(malam). Selain demam, pasien juga mengeluh mual muntah, muntah sebanyak
4 kali hari ini. Muntah dirasakan tiap kali diberi makan ataupun minum. Pasien
juga mengeluh nyeri perut (+) bagian atas, nyeri kepala (+), batuk (+), pilek (-),
sakit tenggorokan (-), nafsu makan turun. BAK

tidak ada keluhan, BAB

konstipasi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat demam tifoid : disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat gastritis

: disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

e. Data Khusus
1. Riwayat kehamilan/Pre Natal :
Pasien merupakan anak pertama. Ibu pasien selalu memeriksakan kehamilan
dengan teratur ke bidan, ANC 4 kali, imunisasi TT 2 kali, keluhan saat
hamil (-).
2. Riwayat persalinan /Natal :
Pasien lahir dengan bantuan bidan, spontan, langsung menangis. Berat
badan saat lahir sekitar 2800 gram, panjang badan 48 cm.
3. Riwayat pasca persalinan / post natal : ibu melakukan pemeriksaan post
natal pada usia 1 minggu.
4. Riwayat imunisasi :
3

Pasien melakukan imunisasi dasar lengkap dan tepat waktu dipuskesmas.


5. Riwayat makan dan minum :
Minum ASI mulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Susu formula dan
makanan pendamping mulai usia : 4 bulan.
6. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan anak
Motorik kasar

Motorik halus

Bicara
Sosial

Umur
3 bulan

Perkembangan
Tengkurap

3 bulan
7 bulan
9 bulan
10 bulan
12 bulan

Mengangkat kepala
Duduk
Merangkak
Berdiri

9 bulan

Berjalan
Mengambil benda benda kecil

13 bulan

Menyusun mainan

84 bulan
18 bulan
3 bulan

Menulis huruf
Sudah bisa bicara
Tersenyum

8 bulan

Ciluk ba

48 bulan
Bermain sama teman
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai umur
7. Pemeriksaan Antropometri Anak perempuan umur 13 tahun, BB : 36 kg, TB
: 148 cm
IMT :
36 / (1,48)2 = 16,4
Z score :
BB/U
TB/U
BB/TB
Kesan gizi

: - 1,3 SD berat badan normal (gizi normal)


: - 1,07 SD (normal)
:
: kesan gizi baik

f. Riwayat lingkungan dan sosial ekonomi :


Pasien tinggal dengan ayah, ibu dan dua orang adik. Ayah pasien bekerja
PNS dan ibu pasien ibu rumah tangga. Biaya pengobatan menggunakan
Jamkesmas. Pasien sering jajan dipinggir jalan dan jajan sembarangan di
sekolah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 5 Desember 2014 jam 12.40 di Bangsal
hamka kelas III PKU MUHAMMADIYAH DELAGGU
-

Keadaan umum : tampak sakit ringan


Kesadaran
: compos mentis (E4V5M6)
Vital sign
Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 84x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas : 20x/menit, reguler


Suhu

: 36,3C (axiler)

Status Internus

Kepala
Mata

: kesan mesocephal, rambut hitam, mudah rontok (-)


: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung

(-/-), pupil isokor (2,5mm/2,5mm)


Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid

(-/-)
Mulut

berdarah (-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)

: bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi

Thorax :
Pulmo

Depan
1.Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
2.Palpasi
Stem fremitus
Nyeritekan
Pelebaran ICS
3.Perkusi

Dextra

Sinistra

L > AP
Simetris

L > AP
Simetris

Dextra = sinistra
(-)
(-)

Dextra = sinistra
(-)
( -)

Sonor diseluruh lapang paru


Sonor di seluruh lapang paru

4.Auskultasi
Suaradasar
Suaratambahan
Belakang
1.Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak

Vesikuler
(-)

Vesikuler
(-)

Dalam batas normal


Simetris

Dalambatas normal
Simetris

2.Palpasi
Stem fremitus
Nyeritekan
Pelebaran ICS

Dextra = sinistra
(-)
(-)

Dextra sinistra
=
(-)
(-)

3.Perkusi

Sonor
di seluruhlapangparu Sonor
di seluruh lapang paru

4.Auskultasi
Suaradasar
Suaratambahan

Vesikuler
-

Tampak anterior paru

Vesikuler
-

Tampak posterior paru

Kesan : Paru dalam batas normal


Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V LMCS, tak kuat angkat

Perkusi :
Batas atas jantung

: ICS II Linea parasternal sinistra

Batas Pinggang jantung

: ICSIII Linea parasterna sinistra

Batas kiri bawah jantung

: ICS V 2 cm medial Linea mid


clavicula sinistra

Batas kanan bawah jantung: ICS IV Linea sternalis dextra


Auskultasi: Bunyi jantung I & II normal &murni, bising (-),
gallop(-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Permukaan datar, warna sama seperti kulit di


sekitar, ikterik (-)
: Bising usus (+) normal
: Timpani seluruh regio abdomen
: Nyeri tekan epigastrum (+) dan hipocondrium
sinistra (+), hepar, lien dan ginjal tidak teraba

Ektremitas
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Capillary refill

<2

<2

Sianosis

-/-

-/-

Ptekie

-/-

-/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan pada tanggal 4 Desember 2014
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit

HASIL

RUJUKAN

SATUAN

13,5
5,3
264,0

10,0 15,5
4,0 12,0
150,0 400,0

g/dL
103/uL
103/uL

4,81
37,2

4,00 - 5,00
37,0 - 43,0

106/uL
Vol%

SEROLOGI-IMUNOLOGI
WIDAL

S. Typhi O
S. Paratyphi AO
S. Paratyphi BO
S. Paratyphi CO
S. Typhi H
S. Paratyphi AH

1/160
1/320
1/160
Negative
1/320
Negative

< 1/160
< 1/160
< 1/160
< 1/160
< 1/160
< 1/160

V. RESUME
Pasien perempuan, umur 13 tahun dengan keluhan demam sejak 5
hari dirasakan naik turun, meninggi pada malam hari dan menurun pada pagi
hari dan setelah pemberian obat penurun panas. Selain itu pasien juga merasa
mual (+), muntah (+) sebanyak 4 kali hari ini, nyeri perut (+), nyeri kepala (+),
batuk (+), BAB konstipasi dan nafsu makan turun.
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg,
nadi 84x/ menit isi dan tegangan cukup, RR 20 x/ menit, suhu 36,3 C
(axiler), lidah kotor (-) , nyeri epigastrium dan hipocondria sinista (+). Status
gizi baik. Hasil pemeriksaan laboratorium, widal didapatkan S. Typhi O :
1/160, S. Paratyphi AO : 1/320, S. Paratyphi BO : 1/160, S. Typhi H : 1/320

VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


-

Demam tifoid
Demam berdarah dengue

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis

Diagnosis tumbuh kembang : sesuai umur

Diagnosis gizi

: kesan gizi baik

Diagnosisi imunisasi

:imunisasi dasar lengkap sesuai umur

Diagnosis sosial

: ekonomi kurang

: demam tifoid

VIII. INISIAL PLAN


Demam tifoid

Diagostik kerja

Terapi :

: demam tifoid

1. Infus RL 16 tpm
2. Cefotaxime 750 gram / 12 jam
3. Ranitidin 1 Ampul/12 jam
4. Ondansetron 1 Ampul/8 jam
Peroral
5. Salbutamol 3x2 mg (kalau perlu)
6. Paracetamol 3x1 tab (jika demam)
Extra
7. Dexametason 1 Ampul

Monitoring : monitoring tanda vital, gejala, monitoring kepatuhan minum


obat., tanda dehidrasi

Edukasi :

Menjelaskan tentang penyakit demam tifoid kepada keluarga pasien.


-

Menjelaskan kepada keluarga mengenai penanganan yang akan


dilakukan

Menjelasan tentang higenitasi makanan dan minuman

Minum obat sesuai anjuran dokter

IX. Prognosis

Qua ad vitam

: Dubia ad bonam

Qua ad sanam

: Dubia ad bonam

Qua ad fungsionam

: Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal
Catatan perkembangan Diagnosa
Pengelolaan
4 Des S : Demam (-), mual (+), Demam Medikamentosa
9

14

muntah (+), batuk (+),


nyeri perut (+), nafsu
makan turun

typhoid

2. Cefotaxime 750 gram / 12 jam


3. Ranitidin 1 Ampul/12 jam

O : KU tampak sakit
ringan, kes CM,
TD : 100/70 mmHg,
HR :80 x/mnt, RR:
18x/mnt, T: 36,6C, nyeri
tekan abdomen (+)

5 Des
14

S : mual (+), muntah (-),


batuk (+), nyeri perut
(+), nyeri kepala (+),
nafsu
makan
mulai
membaik

1. infus RL 16 tpm

Peroral
4. Salbutamol 3x2 mg (kalau perlu)
5.Paracetamol 3x1 tab (jika
demam)
Extra
6. Dexametason 1 Ampul
Demam
typhoid

1. infus RL 16 tpm habis


ganti
D5 15 tpm
2. Cefotaxime 750 gram / 12 jam
3. Ranitidin 1 Ampul/12 jam
4.Ondansetron 1 Ampul (jika perlu)

Demam
typhoid
ISPA

Cefotaxime 2x100 mg
Salbutamol diteruskan
Dexametason 3x1 tab
Pasien diperbolehkan pulang

O : KU tampak sakit
ringan, kes CM,
TD : 100/60 mmHg,
HR :84 x/mnt, RR:
20x/mnt, T: 36,6C, nyeri
tekan abdomen (+)

6 Des
14

S : mual (-), muntah (-),


batuk (+), nyeri perut (-),
nyeri kepala (kadangkadang), nafsu makan
membaik
O : KU baik, kes CM,
TD : 100/60 mmHg,
HR :82 x/mnt, RR:
20x/mnt, T: 36,6C, nyeri
tekan abdomen (+)

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran.3,4,5
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi dari genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram
negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela
(rambut getar). Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif
anaerob pada suhu 15-41o C (suhu pertumbuhan optimal 37o C) serta pH
pertumbuhan 6-8. Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu di alam
bebas seperti di air, es, sampah, dan debu serta hidup subur pada medium
yang mengandung garam empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan
(suhu 60o C) selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan, dan
khlorinisasi. 8
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian
ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita

akan

menimbulkan

pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 4,7


11

.
C. Patogenesis
Bakteri salmonella typhi bersama makanan / minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejenum.1-4
Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke
jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid
mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat
kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju
organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat
ini, kuman di fagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak
difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5 9
hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh
terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa baktremia ini, kuman
mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen
somatik (lipopolisakarida), yang semula di duga bertanggung jawab
terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.1,2,8
Pada penelitian lebih lanjut terutama endotoksin hanya mempunyai
peranan membantu proses peradangan lokal. Pada keadaan tersebut,
kuman ini berkembang. 1,2,8
Demam tifoid disebabkan

oleh

salmonella

thyposa

dan

endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh


leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang

12

beredar di darah memengaruhi pusat termuregulator di hipotalamus yang


mengakibatkan timbulnya gejala demam. 1,2,8
Akhir-akhir ini beberapa peneliti

mengajukan

patogenesis

terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita


akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selanjutnya
monokin ini dapat menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem
imun, instabilasi vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas.1-4
Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi
jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang
sudah terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini
beragregasi, terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus
halus, jaringan limfe mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organorgan yang terinfeksi.2-5
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi (minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi
(minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan
parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang
usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.
Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang
menyerang bayi maupun tifoid kongenital.

13

Bagan 1. Patofisiologi Demam Tifoid

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya
berpegang pada gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, teru tama pada penderita
yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada bayi.3-6

14

Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 20 hari, dengan masa


inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa
inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan
umum/status gizi serta status imunologis penderita.5,7
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara
garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :

Demam satu minggu atau lebih.

Gangguan saluran pencernaan

Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit

infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual,
muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu
badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi
makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan
limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang
ringan sampai berat.4-7
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti
pada orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa
stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 41 o C)
serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital.
4-7

Lidah tifoid biasanya terjadi

beberapa hari setelah panas

meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, dilapisi


selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan
tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi
deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominen. 4-7
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan
diameter 2 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan.

15

Roseola

ini

merupakan

emboli

kuman

yang

didalamnya

mengandung kuman salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut,


dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir
minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria.
Pembesaran limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi
lebih lunak.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1 5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks,
ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan
ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 10 dan
bertahan selama 2 -3 hari. 4-7
E. Diagnosis
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis
yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi
namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam :
-

Demam
Gangguan saluran pencernaan
Gangguan kesadaran
Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi

demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia,


letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta
gangguan

status

mental.

Sembelit

dapat

merupakan

gangguan

gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare
hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit
lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat.
Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare,
menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu
tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm,
dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80%
16

penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi
dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan
letargi menetap sampai 1-2 bulan. 3-7
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan
gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi
kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala
klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu
ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan
laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
meliputi pemeriksaan darah tepi, bakteriologis, dan serologis. Dalam
kepustakaan lain disebutkan bahwa pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam tiga kelompok, yaitu4-7
1. Isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari
spesimen penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja,
cairan duodenum dan rose spot.
Berkaitan dengan patogenesis, maka kuman lebih mudah
ditemukan di dalam darah dan sumsum tulang di awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil
biakan yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung
beberapa faktor, antara lain : jumlah darah yang diambil,
perbandingan volume darah dan media empedu, serta waktu
pengambilan darah.
Waktu pengambilan darah paling baik adalah pada saat
demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik, karena 1-2 hari
setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan di dalam
darah. Biakan darah positif ditemukan pada 75-80% penderita pada
minggu pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ke-tiga,
biakan darah positif hanya pada 10% penderita. Setelah minggu keempat penyakit, sangat jarang ditemukan kuman di dalam darah.
Bila terjadi relaps, maka biakan darah akan positif kembali. Biakan

17

sumsum tulang sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan


menghilang pada fase penyembuhan.
Pengobatan antibiotik akan mematikan kuman di dalam
darah beberapa jam setelah pemberian, sedangkan kuman di dalam
sumsum tulang lebih sukar dimatikan. Oleh karena itu pemeriksaan
biakan darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik.
2. Uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi
dan menentukan adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi.
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi
antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Pada uji Widal
terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum
penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan
antigen dalam jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat
antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang
masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam
serum.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;
-

Aglutinin O (dari tubuh kuman)

Aglutinin H (flagel kuman)

Aglutinin Vi (simpai kuman).


Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya


semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer
antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap
menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih
cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O masih
tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap
lebih lama antara 9 bulan 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat

18

dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada


pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi
biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi
hanya dipakai untuk menentukan pengidap S.typhi.
Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40
dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan
membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif
96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam
tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak
senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa
1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis
demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan
dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi
aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).
Banyak peneliti mengemukanan bahwa uji serologi widal kurang
dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada kasus demam
tifoid yang terbukti biakan darah positif.
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:

Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian
paling sering di negara kita, demam > diberi antibiotika > tidak
sembuh dalam 5 hari > tes Widal) menghalangi respon antibodi.
Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah.

Positif Palsu
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S.
paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga
menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa
menimbulkan hasil positif palsu (false positive). Padahal
sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).

19

3. Pemeriksaan melacak DNA kuman S.typhi.


Akhir-akhir

ini

banyak

dimunculkan

beberapa

jenis

pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi S. typhi dalam serum, antigen


terhadap S. typhi dalam darah, serum dan urin bahkan DNA S. typhi
dalam darah dan feses. Polimerase chain reaction telah digunakan
untuk memperbanyak gen Salmonella ser. Typhi secara spesifik pada
darah pasien dan hasil dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam.
Metode ini spesifik dan lebih sensitif dibandingkan dengan biakan
darah. Walaupun laporan-laporan pendahuluan menunjukkan hasil
yang baik namun sampai sekarang tidak salah satupun dipakai secara
luas.
4. Dignosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang
secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza,
gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi
jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu
dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan
penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding. 4-7
5.

Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
1. Komplikasi pada usus halus
a) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat
disertai nyeri perut dengan tanda tanda renjatan.
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis

20

hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum


yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan
diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar usus halus
a) Bronkitis dan bronkopneumonia
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan
disebabkan oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi
sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut.
Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru, efusi, dan
empiema.
b) Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu
kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi
kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang
karier.
c) Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis
berupa kesadaran menurun, kejang kejang, muntah, demam
tinggi, pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila disertai kejang
kejang maka biasanya prognosisnya jelek dan bila sembuh sering
diikuti oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.
d) Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering
didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan
gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat.
Ternyata peyebabnya adalah Salmonella havana dan Salmonella
oranemburg.
e) Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran
klinis tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun
21

keatas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga.


Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi,
depresi segmen ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I,
aritmia, supraventrikular takikardi.
f) Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella
typhi melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis
maupun pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid.
Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis
yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidrom
nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.
g) Karier kronik
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala
penyakit demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella
typhosa di sekretnya. Karier temporer- ekskresi S.typhi pada feces
selama tiga bulan. Hal ini tampak pada 10% pasien konvalesen.
Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3 minggu setelah
demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki
bentuk sensivitas yang sama seperti semula. Faktor predisposisi
menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan, pada
kelompok usia dewasa, dan cholelithiasis. Pasien dengan traktus
urinarius yang abnormal, seperti schistosomiasis, mungkin
memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama.

6. Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan
tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat
dirumah sakit agar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi
disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan
seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada

22

dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan


keadaan bakteriemia.
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain : 3-7

Chloramphenicol
Merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid
fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak
50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena
biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau
sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian Intra Muskuler tidak
dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan
tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau didapatkan
infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan
dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh,
dan carier.

Cotrimoxazole
Merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan
sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5.
mg/kg/hari

Dosis Trimetoprim 10

dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2

dosis. Untuk pemberian secara syrup dosis yang diberikan untuk anak
4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali selama 2 minggu. Efek
samping dari pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya
gangguan

sistem

hematologi

seperti

Anemia

megaloblastik,

Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara


antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.

Ampicillin dan Amoxicillin


Memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan
dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak- anak
golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang
diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis
selama

minggu.

Penurunan

demam

dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.


23

biasanya

lebih

lama

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime)


Merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau
bahkan lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih
sensitive

terhadap

Salmonella

typhi.

Ceftriaxone

merupakan

prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis


(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan
cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu
untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari
selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor,
koma sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone)
3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6
jam sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadangkadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi
perforasi

harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan

antibiotika metronidazol.
7. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Dinegara maju,
dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara
berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti
perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis
dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 4-7
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser.
Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko
menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier
kronik terjadi pada 1 5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens

24

penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibanding dengan
populasi umum. 4-7
8. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi,
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan
minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati
apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses
iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan
secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan
endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan
sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran
individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu
menekan angka kejadian demam tifoid.5-7
9. Vaksin Demam Tifoid
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam
tifoid, yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan
komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella
typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB Vaccine) telah
puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan subcutan;
namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas,
disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari,
memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak
berumur diatas 2 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas
2 tahun. Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang
berbanding terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi
komponen

Vi dari

Salmonella

typhi

diberikan

secara

intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

25

suntikan

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien perempuan, umur 13 tahun
dengan keluhan demam sejak 5 hari dirasakan naik turun, meninggi pada
malam hari dan menurun pada pagi hari dan setelah pemberian obat
penurun panas. Selain itu pasien juga merasa mual (+), muntah (+)
sebanyak 4 kali hari ini, nyeri perut (+), nyeri kepala (+), batuk (+), BAB
konstipasi dan nafsu makan turun. Dari Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
26

suhu 36,3 C (axiler), nyeri epigastrium dan hipocondria sinista (+). Hal
ini sesuai dengan teori bahwa masa inkubasi demam tifoid pada anak ratarata bervariasi antara 7 20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari
dan terpanjang 60 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan
manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise,
anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, letargi, nyeri dan
kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status
mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan
kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Pada anamnesis juga
didapatkan bahwa pasien suka jajan sembarangan di sekolah, hal ini
mendukung bahwa penularan S.typhi melalui fekal oral, yaitu melalui
makanan dan minuman yang kurang bersih yang terkontaminasi S. typhi.
Hasil pemeriksaan laboratorium, widal didapatkan S. Typhi O :
1/160, S. Typhi H : 1/320. Maksud uji widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Semakin
tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi salmonella typhi.
Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan ptekie maupun tanda
perdarahan lainnya serta pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
penurunan trombosit maupun peningkatan hematokrit, sehingga diagnosis
DHF dapat disingkirkan.
Pada pasien diberikan RL 16 tpm, inj cefotaxime 750 gram / 12
jam, inj ranitidin 1 ampul/12 jam, inj ondansetron 1 ampul/8 jam, inj
dexametason 1 ampul (extra), salbutamol 3x2 mg (kalau perlu) dan
paracetamol 3x1 tab (jika demam).

27

BAB V
KESIMPULAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri salmonella typhi bersama makanan /
minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejalagejala yang timbul adalah :

Demam satu minggu atau lebih.

28

Gangguan saluran pencernaan.

Gangguan kesadaran.

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi


dalam tiga kelompok, yaitu:

Isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari


spesimen penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan
duodenum dan rose spot.

Uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan


menentukan adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi.

Pemeriksaan melacak DNA kuman S.typhi.

Kloramfenikol digunakan sebagai obat pilihan pada kasus demam tifoid.


Pencegahannya adalah higiene pribadi yang baik dan Imunisasi serta vaksinasi
aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Cammie, F.L. & Samuel, I.M. 2005. Salmonellosis: Principles of Internal


Medicine: Harrison 16th Ed. 897-900.
2. Brusch, J.L. 2010. Typhoid Fever. www.emedicine.medscape.com.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis 2nd Ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis; Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.
5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta:
EGC, 1999.
6. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta : 2003
7. Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta :
EGC 2007.
8. Jawetz, Melnick, & Adelberghs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Salemba Medika.

30

You might also like