Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang banyak dijumpai di
berbagai belahan dunia saat ini adalah demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif Salmonella typhi. Di Indonesia demam tifoid lebih dikenal oleh
masyarakat dengan istilah penyakit tifus. Dalam 4 dekade terakhir demam tifoid
menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan insidensi
penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka mortalitas
mencapai 600 ribu jiwa per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di
berbagai benua mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga
Oceania. Sebagian besar kasus (80%) ditemukan di negara berkembang seperti
Bangladesh, Laos, Nepal, Pakistan, India, Vietnam, dan Indonesia. Indonesia
merupakan wilayah endemik demam tifoid dengan mayoritas angka insidensi
terjadi pada kelompok umur 3-19 tahun (91% kasus). 1,2,3
Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan urbanisasi,
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi,
dan tingkat resistensi antibiotik yang sensitif untuk bakteri Salmonella typhi
seperti kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim, dan siprofloksasin.1
Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan /
minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur
oro-fekal).
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama anak
: An. F
Jenis Kelamin
: perempuan
Umur
: 13 tahun
Tanggal lahir
: 8 September 2001
Alamat
Tanggal masuk
: 04 Desember 2014
: 147786
Nama ibu
: Ny. R
Umur
: 22 tahun
Pekerjaan
Nama Ayah
: Tn. S
Umur
: 27 tahun
Pekerjaan
: PNS
II. Anamnesis
Dilakukan pada tanggal 5 Desember 2014 di bangsal hamka secara autoanamnesis
a. Keluhan Utama
: demam
Desember
2014
pasien
datang
ke
IGD
PKU
(malam). Selain demam, pasien juga mengeluh mual muntah, muntah sebanyak
4 kali hari ini. Muntah dirasakan tiap kali diberi makan ataupun minum. Pasien
juga mengeluh nyeri perut (+) bagian atas, nyeri kepala (+), batuk (+), pilek (-),
sakit tenggorokan (-), nafsu makan turun. BAK
konstipasi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat gastritis
: disangkal
Keluhan serupa
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
e. Data Khusus
1. Riwayat kehamilan/Pre Natal :
Pasien merupakan anak pertama. Ibu pasien selalu memeriksakan kehamilan
dengan teratur ke bidan, ANC 4 kali, imunisasi TT 2 kali, keluhan saat
hamil (-).
2. Riwayat persalinan /Natal :
Pasien lahir dengan bantuan bidan, spontan, langsung menangis. Berat
badan saat lahir sekitar 2800 gram, panjang badan 48 cm.
3. Riwayat pasca persalinan / post natal : ibu melakukan pemeriksaan post
natal pada usia 1 minggu.
4. Riwayat imunisasi :
3
Motorik halus
Bicara
Sosial
Umur
3 bulan
Perkembangan
Tengkurap
3 bulan
7 bulan
9 bulan
10 bulan
12 bulan
Mengangkat kepala
Duduk
Merangkak
Berdiri
9 bulan
Berjalan
Mengambil benda benda kecil
13 bulan
Menyusun mainan
84 bulan
18 bulan
3 bulan
Menulis huruf
Sudah bisa bicara
Tersenyum
8 bulan
Ciluk ba
48 bulan
Bermain sama teman
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai umur
7. Pemeriksaan Antropometri Anak perempuan umur 13 tahun, BB : 36 kg, TB
: 148 cm
IMT :
36 / (1,48)2 = 16,4
Z score :
BB/U
TB/U
BB/TB
Kesan gizi
: 90/60 mmHg
Nadi
: 36,3C (axiler)
Status Internus
Kepala
Mata
(-/-)
Mulut
berdarah (-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)
: bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi
Thorax :
Pulmo
Depan
1.Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
2.Palpasi
Stem fremitus
Nyeritekan
Pelebaran ICS
3.Perkusi
Dextra
Sinistra
L > AP
Simetris
L > AP
Simetris
Dextra = sinistra
(-)
(-)
Dextra = sinistra
(-)
( -)
4.Auskultasi
Suaradasar
Suaratambahan
Belakang
1.Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Vesikuler
(-)
Vesikuler
(-)
Dalambatas normal
Simetris
2.Palpasi
Stem fremitus
Nyeritekan
Pelebaran ICS
Dextra = sinistra
(-)
(-)
Dextra sinistra
=
(-)
(-)
3.Perkusi
Sonor
di seluruhlapangparu Sonor
di seluruh lapang paru
4.Auskultasi
Suaradasar
Suaratambahan
Vesikuler
-
Vesikuler
-
Perkusi :
Batas atas jantung
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ektremitas
Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Capillary refill
<2
<2
Sianosis
-/-
-/-
Ptekie
-/-
-/-
HASIL
RUJUKAN
SATUAN
13,5
5,3
264,0
10,0 15,5
4,0 12,0
150,0 400,0
g/dL
103/uL
103/uL
4,81
37,2
4,00 - 5,00
37,0 - 43,0
106/uL
Vol%
SEROLOGI-IMUNOLOGI
WIDAL
S. Typhi O
S. Paratyphi AO
S. Paratyphi BO
S. Paratyphi CO
S. Typhi H
S. Paratyphi AH
1/160
1/320
1/160
Negative
1/320
Negative
< 1/160
< 1/160
< 1/160
< 1/160
< 1/160
< 1/160
V. RESUME
Pasien perempuan, umur 13 tahun dengan keluhan demam sejak 5
hari dirasakan naik turun, meninggi pada malam hari dan menurun pada pagi
hari dan setelah pemberian obat penurun panas. Selain itu pasien juga merasa
mual (+), muntah (+) sebanyak 4 kali hari ini, nyeri perut (+), nyeri kepala (+),
batuk (+), BAB konstipasi dan nafsu makan turun.
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg,
nadi 84x/ menit isi dan tegangan cukup, RR 20 x/ menit, suhu 36,3 C
(axiler), lidah kotor (-) , nyeri epigastrium dan hipocondria sinista (+). Status
gizi baik. Hasil pemeriksaan laboratorium, widal didapatkan S. Typhi O :
1/160, S. Paratyphi AO : 1/320, S. Paratyphi BO : 1/160, S. Typhi H : 1/320
Demam tifoid
Demam berdarah dengue
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
Diagnosis gizi
Diagnosisi imunisasi
Diagnosis sosial
: ekonomi kurang
: demam tifoid
Diagostik kerja
Terapi :
: demam tifoid
1. Infus RL 16 tpm
2. Cefotaxime 750 gram / 12 jam
3. Ranitidin 1 Ampul/12 jam
4. Ondansetron 1 Ampul/8 jam
Peroral
5. Salbutamol 3x2 mg (kalau perlu)
6. Paracetamol 3x1 tab (jika demam)
Extra
7. Dexametason 1 Ampul
Edukasi :
IX. Prognosis
Qua ad vitam
: Dubia ad bonam
Qua ad sanam
: Dubia ad bonam
Qua ad fungsionam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
Catatan perkembangan Diagnosa
Pengelolaan
4 Des S : Demam (-), mual (+), Demam Medikamentosa
9
14
typhoid
O : KU tampak sakit
ringan, kes CM,
TD : 100/70 mmHg,
HR :80 x/mnt, RR:
18x/mnt, T: 36,6C, nyeri
tekan abdomen (+)
5 Des
14
1. infus RL 16 tpm
Peroral
4. Salbutamol 3x2 mg (kalau perlu)
5.Paracetamol 3x1 tab (jika
demam)
Extra
6. Dexametason 1 Ampul
Demam
typhoid
Demam
typhoid
ISPA
Cefotaxime 2x100 mg
Salbutamol diteruskan
Dexametason 3x1 tab
Pasien diperbolehkan pulang
O : KU tampak sakit
ringan, kes CM,
TD : 100/60 mmHg,
HR :84 x/mnt, RR:
20x/mnt, T: 36,6C, nyeri
tekan abdomen (+)
6 Des
14
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran.3,4,5
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi dari genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram
negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela
(rambut getar). Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif
anaerob pada suhu 15-41o C (suhu pertumbuhan optimal 37o C) serta pH
pertumbuhan 6-8. Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu di alam
bebas seperti di air, es, sampah, dan debu serta hidup subur pada medium
yang mengandung garam empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan
(suhu 60o C) selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan, dan
khlorinisasi. 8
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian
ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita
akan
menimbulkan
.
C. Patogenesis
Bakteri salmonella typhi bersama makanan / minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejenum.1-4
Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke
jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid
mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat
kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju
organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat
ini, kuman di fagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak
difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5 9
hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh
terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa baktremia ini, kuman
mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen
somatik (lipopolisakarida), yang semula di duga bertanggung jawab
terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.1,2,8
Pada penelitian lebih lanjut terutama endotoksin hanya mempunyai
peranan membantu proses peradangan lokal. Pada keadaan tersebut,
kuman ini berkembang. 1,2,8
Demam tifoid disebabkan
oleh
salmonella
thyposa
dan
12
mengajukan
patogenesis
13
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya
berpegang pada gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, teru tama pada penderita
yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada bayi.3-6
14
Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit
infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual,
muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu
badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi
makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan
limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang
ringan sampai berat.4-7
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti
pada orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa
stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 41 o C)
serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital.
4-7
15
Roseola
ini
merupakan
emboli
kuman
yang
didalamnya
Demam
Gangguan saluran pencernaan
Gangguan kesadaran
Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi
status
mental.
Sembelit
dapat
merupakan
gangguan
gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare
hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit
lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat.
Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare,
menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu
tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm,
dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80%
16
penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi
dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan
letargi menetap sampai 1-2 bulan. 3-7
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan
gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi
kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala
klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu
ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan
laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
meliputi pemeriksaan darah tepi, bakteriologis, dan serologis. Dalam
kepustakaan lain disebutkan bahwa pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam tiga kelompok, yaitu4-7
1. Isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari
spesimen penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja,
cairan duodenum dan rose spot.
Berkaitan dengan patogenesis, maka kuman lebih mudah
ditemukan di dalam darah dan sumsum tulang di awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil
biakan yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung
beberapa faktor, antara lain : jumlah darah yang diambil,
perbandingan volume darah dan media empedu, serta waktu
pengambilan darah.
Waktu pengambilan darah paling baik adalah pada saat
demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik, karena 1-2 hari
setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan di dalam
darah. Biakan darah positif ditemukan pada 75-80% penderita pada
minggu pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ke-tiga,
biakan darah positif hanya pada 10% penderita. Setelah minggu keempat penyakit, sangat jarang ditemukan kuman di dalam darah.
Bila terjadi relaps, maka biakan darah akan positif kembali. Biakan
17
18
Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian
paling sering di negara kita, demam > diberi antibiotika > tidak
sembuh dalam 5 hari > tes Widal) menghalangi respon antibodi.
Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah.
Positif Palsu
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S.
paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga
menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa
menimbulkan hasil positif palsu (false positive). Padahal
sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).
19
ini
banyak
dimunculkan
beberapa
jenis
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
1. Komplikasi pada usus halus
a) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat
disertai nyeri perut dengan tanda tanda renjatan.
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis
20
6. Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan
tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat
dirumah sakit agar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi
disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan
seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada
22
Chloramphenicol
Merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid
fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak
50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena
biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau
sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian Intra Muskuler tidak
dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan
tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau didapatkan
infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan
dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh,
dan carier.
Cotrimoxazole
Merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan
sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5.
mg/kg/hari
Dosis Trimetoprim 10
dosis. Untuk pemberian secara syrup dosis yang diberikan untuk anak
4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali selama 2 minggu. Efek
samping dari pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya
gangguan
sistem
hematologi
seperti
Anemia
megaloblastik,
minggu.
Penurunan
demam
biasanya
lebih
lama
terhadap
Salmonella
typhi.
Ceftriaxone
merupakan
antibiotika metronidazol.
7. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Dinegara maju,
dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara
berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti
perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis
dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 4-7
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser.
Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko
menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier
kronik terjadi pada 1 5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens
24
penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibanding dengan
populasi umum. 4-7
8. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi,
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan
minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati
apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses
iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan
secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan
endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan
sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran
individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu
menekan angka kejadian demam tifoid.5-7
9. Vaksin Demam Tifoid
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam
tifoid, yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan
komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella
typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB Vaccine) telah
puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan subcutan;
namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas,
disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari,
memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak
berumur diatas 2 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas
2 tahun. Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang
berbanding terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi
komponen
Vi dari
Salmonella
typhi
diberikan
secara
25
suntikan
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien perempuan, umur 13 tahun
dengan keluhan demam sejak 5 hari dirasakan naik turun, meninggi pada
malam hari dan menurun pada pagi hari dan setelah pemberian obat
penurun panas. Selain itu pasien juga merasa mual (+), muntah (+)
sebanyak 4 kali hari ini, nyeri perut (+), nyeri kepala (+), batuk (+), BAB
konstipasi dan nafsu makan turun. Dari Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
26
suhu 36,3 C (axiler), nyeri epigastrium dan hipocondria sinista (+). Hal
ini sesuai dengan teori bahwa masa inkubasi demam tifoid pada anak ratarata bervariasi antara 7 20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari
dan terpanjang 60 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan
manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise,
anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, letargi, nyeri dan
kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status
mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan
kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Pada anamnesis juga
didapatkan bahwa pasien suka jajan sembarangan di sekolah, hal ini
mendukung bahwa penularan S.typhi melalui fekal oral, yaitu melalui
makanan dan minuman yang kurang bersih yang terkontaminasi S. typhi.
Hasil pemeriksaan laboratorium, widal didapatkan S. Typhi O :
1/160, S. Typhi H : 1/320. Maksud uji widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Semakin
tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi salmonella typhi.
Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan ptekie maupun tanda
perdarahan lainnya serta pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
penurunan trombosit maupun peningkatan hematokrit, sehingga diagnosis
DHF dapat disingkirkan.
Pada pasien diberikan RL 16 tpm, inj cefotaxime 750 gram / 12
jam, inj ranitidin 1 ampul/12 jam, inj ondansetron 1 ampul/8 jam, inj
dexametason 1 ampul (extra), salbutamol 3x2 mg (kalau perlu) dan
paracetamol 3x1 tab (jika demam).
27
BAB V
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri salmonella typhi bersama makanan /
minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejalagejala yang timbul adalah :
28
Gangguan kesadaran.
29
DAFTAR PUSTAKA
30