You are on page 1of 10

Infeksi postpartum

Definisi
Infeksi post partum atau infeksi perineum, merupakan infeksi klinis pada saluran
genital yang terjadi dalam 28 hari setelah keguguran, aborsi yang diinduksi, atau
kelahiran anak. Definisi yang digunakan Amerika Serikat ditambahkan dengan
adanya demam 38o C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum
(24 jam pertama setelah melahirkan tidak dihitung) (Cunningham dkk, 2005).
Infeksi perineum mungkin merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu di seluruh dunia, endometritis merupakan penyebab tersering. Di Amerika
Serikat, infeksi ini terjadi pada sekitar 2% pada kelahiran pervaginam dan 10-15%
pada kelahiran cesar (Katz, 2007). Infeksi post partum lainnya yang umum terjadi
meliputi infeksi luka, mastitis, infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi saluran
napas.
Organisme yang paling sering menginfeksi adalah sejumlah sterptokokus dan
organisme anaerob. Stafilokokus aureus, gonokokus, bakteria coliform, dan
klostridium jarang menginfeksi, namun merupakan organisme patogenik serius
yang juga merupakan penyebab dari infeksi perineum. Infeksi postpartum
umumnya terjadi pada ibu yang memiliki kondisi medis atau imunosupresi yang
menyertaai atau mereka yang melahirkan secara cesar atau operatif melalui
vagina. Faktor intrapartum seperti pecahnya saluran ketuban memanjang, serta
pemeriksaan dalam juga meningkatkan resiko infeksi (Duff, 2007).
Endometritis
Endometritis merupakan penyebab tersering infeksi postpartum endometritis
biasanya dimulai sebagai infeksi terlokalisasi pada tempat penempelan plasenta
namun dapat menyebar hingga meliputi seluruh endometrium. Insiden lebih tinggi
setelah kelahiran cesar dibandingkan setelah kelahiran pervaginam. Pengkajian
tanda-tanda endometritis dapat ditunjukan dengan demam, denyut nadi
meningkat, mengigil, anoreksia, mual, kelelahan, letargi, nyeri panggul, nyeri

uterus atau lochea yang banyak dan berbau menyengat (Duff, 2007). Leukositosis
dan peningkatan laju endap darah (LED) merupakan penemuan labolaturium yang
sering terjadi pada infeksi postpartum. Anemia juga dapat terjadi, kultur darah
atau kultur bakteri intraserviks atau intrauterus (aerobik dan anaerobik) harus
menunjukan organisme patogennya dalam 36 hingga 48 jam.
Luka terinfeksi
Luka terinfeksi juga merupakan infeksi postpartum yang umum terjadi namun
sering terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Tempat infeksi meliputi luka insisi
cesar dan episiotomi atau lokasi jahitan. Faktor predisposisi serupa dengan yang
terjadi pada endometritis. Tanda-tanda luka terinfeksi meliputi eritema, edema,
nyeri, sekret seropurulen, dan pemisahan luka. Dapat pula terjadi demam dan
nyeri.
Infeksi saluran kemih
ISK terjadi pada 2-4% ibu postpartum. Faktor resiko terjadinya ISK meliputi
kateterisasi unine, seringnya dilakukan pemeriksaan panggul, anesti epidural,
perlukaan saluran genital, riwayat ISK, dan kelahiran cesar. Tanda dan gejala ISK
meliputi disuria, frekuensi, dan urgensi, demam ringan, retensi unine, hematuria,
dan pyuria. Nyeri ketok kostvertebra atau nyeri pinggang dapat menunjukan ISK
bagian atas. Hasil urinalisis dapat menunjukan escherichia coli, walaupun basil
aerobik gram negatif lainnya juga dapat menyebabkan ISK.
Mastitis
Mastitis terjadi pada sekitar 1-10% ibu segera setelah melahirkan, sebagian besar
dari mereka merupakan ibu yang baru pertama kali menyusui (Newton, 2007).
Mastitis hampir selalu unilateral dan terjadi setelah ASI keluar. Organisme yang
menginfeksi umumnya S. Aureus hemolitik. Fisura puting susu yang terinfeksi
biasanya merupakan lesi awal, namun sistem duktus ikut terinfeksi setelahnya.
Edema oleh inflamasi dan pembengkakan payudara segera mengobstruksi aliran

ASI dalam lobus regional, kemudian menyeluruh, dan terjadilah mastitis. Jika
pengobatan tidak dilakukan, mastitis dapat berlanjut menjadi abses payudara.
Gejala jarang tampak sebelum akhir minggu pertama postpartum dan lebih sering
terjadi pada minggu kedua hingga keempat. Mengigil, demam, malaise, dan nyeri
oayudara setempat ditemukan pertama kali. Nyeri payudara terlokalisasi, nyeri
membengkak, memerah, dan adenopati aksila juga dapat terjadi.
Klasifikasi infeksi post partum
Faktor-faktor prekonsepsi atau antepartum
1. Riwayat trombosis vena sebelumnya, infeksi saluran kemih, mastitis,
2.
3.
4.
5.
6.
7.

pneumonia
Diabetes melitus
Alkoholisme
Penyalahgunaan obat
Imunosupresi
Anemia
Malnutrisi

Faktor-faktor intrapartum
1. Kelahiran cesar
2. Kelahiran vagina secara operatif
3. Pecahnya selaput ketuban memanjang
4. Korioamnionitis
5. Persalinan memanjang
6. Kateterisasi kandung kemih
7. Pengawasan tekanan uterus atau janin secara internal
8. Pemeriksaan vagina berulang setelah pecahnya selaput ketuban
9. Anastesi epidural
10. Tertahannya fragmen plasenta
11. Perdarahan postpartum
12. Episiotomi atau laserasi
13. Hematoma

Etiologi

Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum
maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman
dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan
sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina
(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina
(eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan
penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah
diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan sevik) setiap saat
(Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi,
dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurangkurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela
pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen
(kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari
50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai
penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1.

Streptococcus haemoliticus anaerobic

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya
eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2.

Staphylococcus aureus

Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai


penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun
kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3.

Escherichia Coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting
dari infeksi traktus urinarius.
4.

Clostridium Welchii

Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong
oleh dukun dari luar rumah sakit.
Infeksi pada post partum dapat terjadi sebagai berikut :
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau
alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas
dari kuman-kuman.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar
bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran
pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang

suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan
atau pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban
Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan
infeksi pascapersalinan antara lain :
1. Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini
juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang
untuk menghambat masuknya bakteri.
2. Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan
masuknya kuman keorgan genital.
3. Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen,
seperti operasi.
4. Kontaminasi bakteri
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim.
Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan
tindakan persalinan dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika
peralatan tersebut tidak terjamin sterilisasinya.
5. Kehilangan darah

Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan


dengan pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka,
merupakan factor yang dapat menjadi jalannya masuk kuman.
Tiejen, L, Bossemeyer, D dan Mcintosh, N. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi
untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakrta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Tanda dan gejala
Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometrium.

Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadangkadang perih saat kencing.

Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu
sekitar 38 derajat selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang
terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam
bisa naik sampai 39-40 derajat selsius, kadang-kadang disertai menggigil.

2. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan


permukaan endometrium.
Endometritis :

Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan
suhu.

Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

Septikemia :

Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.

Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya


disertai menggigil.

Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk, nadi
cepat (140-160 kali per menit atau lebih).

Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.

Piemia :

Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan
suhu agak meningkat.

Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah
kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum.

Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai


menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.

Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.

Peritonitis :

Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.

Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit


muka dingin; terdapat fasies hippocratica.

Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat


peritonitis umum.

Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan
umum tidak baik.

Bisa terdapat pembentukan abses.

Selulitis pelvik :

Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri
atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya
selulitis pelvika.

Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya.

Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.

Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang
mula-mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.

Pasien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada
infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu
terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit
dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut
inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses kerusakan
jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa
jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi selfagosit

kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga
membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman
(peradangan yang luas dijaringan ikat) (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
Sjamsuhidajat, R dan Win de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Pathway

Trauma persalinan, infeksi nasokomial

Daerah bekas insersio plasenta

Kuman tumbuh pada serviks, vulva, perineum

Lokhea berbau busuk

Infeksi post partum

Peningkatan suhu
tubuh
Demam

Takikardi

Merangsang
pengeluaran
mediator kimia
Merangsang sel
disekitar luka

anoreksia
Nyeri

Mual, muntah

Nutrisi kurang dari


kebutuhan

You might also like