You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak awal berkembangnya pengetahuan tentang penyakit reumatik anak


tersebut, para peneliti telah membuat klasifikasi dan kriteria diagnosis sendiri yang
terkadang tidak selaras sehingga dapat mengganggu pemahaman serta telaah
penelitian secara menyeluruh. Dari berbagai klasifikasi tersebut yang paling
berpengaruh dan sering dipertentangkan adalah skema yang dibuat oleh American
College of Rheumatology (ACR, dulunya ARA) tentang juvenile rheumatoid arthritis
dengan yang dibuat oleh European League Against Rheumatism (EULAR) tentang
juvenile chronic arthritis. Oleh karena itu, munculah kesepakatan Durban oleh ILAR
(International League Against Rheumatism) pada tahun 1997 yang mempertemukan
kelompok peneliti penyakit reumatik anak Eropa dan Amerika Utara dan munculah
kriteria klasifikasi dan diagnosis juvenile idiopathic arthritis1.
Juvenil Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit kronis yang merusak
dan menghancurkan sendi-sendi tubuh. Kerusakan disebabkan oleh peradangan yang
merupakan respon normal dari sistem kekebalan tubuh. Peradangan pada sendi
menyebabkan nyeri, kekakuan, dan bengkak serta gejala lainnya. Selain itu,
peradangan sering mempengaruhi organ lain dari sistem tubuh. Jika peradangan tidak
dihambat atau dihentikan, akhirnya akan menghancurkan sendi yang terkena dan
jaringan lainnya.1
Insiden JRA diperkirakan 2 - 20 kasus per 100.000 anak dengan prevalensi 16
- 150 kasus per 100.000 anak diseluruh dunia. Juvenil Rheumatoid Arthritis (JRA)
biasanya muncul sebelum usia 16 tahun. Namun onset penyakit juga dapat terjadi
lebih awal, dengan frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun. Perempuan lebih sering
terkena dari pada laki-laki.2,3

Tipe JRA yang paling umum pada anak usia kurang dari 8 tahun adalah
pausiartikular. Tipe ini hanya mempengaruhi beberapa sendi, yakni kurang dari lima
sendi seperti sendi bahu, siku, pinggul, dan lutut. Gejala lain yang dapat timbul
adalah demam tinggi, ruam pada kulit, dan masalah lain yang disebabkan oleh
peradangan pada organ dalam seperti jantung, limpa, hati, dan saluran pencernaan.
Tipe ini merupakan 30% dari seluruh kasus JRA.1
Anak dengan JRA mungkin menderita komplikasi spesifik dari setiap jenis
JRA. Komplikasi yang paling sering berhubungan dengan efek samping dari obat,
terutama obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), seperti ibuprofen. Bila sering
digunakan, obat ini dapat menyebabkan iritasi, rasa nyeri, dan pendarahan di lambung
dan usus bagian atas. Obat-obat tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan pada hati
dan ginjal yang sering tidak bergejala sampai tahap yang sangat parah. Selain itu,
pertumbuhan anak bisa terganggu yang menyebabkan anak gagal tumbuh. 1,2,3
Angka kematian pada penderita JRA sedikit lebih tinggi dari pada anak
normal. Angka kematian tertinggi terjadi pada JRA sistemik. Juvenile Rheumatoid
Arthritis (JRA) juga dapat berkembang menjadi penyakit lain, seperti Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) atau skleroderma, yang memiliki angka kematian yang lebih
tinggi dari pada JRA pausiartikular atau poliartikular.1
Dasar pengobatan JRA adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan adalah
mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range of
motion),

mengatasi

komplikasi

sistemik,

memfasilitasi

perkembangan

dan

pertumbuhan yang normal. Penatalaksanaan JIA terdiri dari medikamentosa dan nonmedikamentosa. Medikamentosa terdiri dkortikosteroid oral ataupun intraartikular,
NSAID, agen biologis, dan disease modifying anti-rheumatoid drugs (DMARDs).
Sedangkan terapi non-medikamentosa terdiri dari bedah, fisioterapi, nutrisi, dan
psikologis bila diperlukan.

Edukasi pasien juga tidak kalah penting yang terpenting adalah edukasi untuk
mempertahankan fungsi dan mencegah deformitas tulang dan sendi, serta sarankan
pasien untuk rutin fisioterapi.
Prognosis ARJ dapat diperkirakan dari tipe onset penyakit serta perjalanan
gambaran klinisnya. Beberapa gambaran klinis yang dapat dijadikan sebagai petunjuk
prognosis yang buruk adalah tipe onset sistemik atau poliartritis, uveitis kronik, erosi
sendi, fase aktif yang berlangsung lama, nodul reumatoid dan adanya faktor
reumatoid pada pemeriksaan laboratorium13. Kebanyakan pasien (70-90%) sembuh
tanpa kecacatan yang berarti. Namun penderita dapat mengalami JIA bahkan 10 tahun
setelah diagnosis kecuali mendapat terapi yang tepat14.

You might also like