Professional Documents
Culture Documents
A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama
: Tn. S
2. Umur
: 37 Tahun
3. Jenis kelamin
: Laki-laki
4. Alamat
5. Pekerjaan
6. Status Perkawinan
: Belum menikah
7. Suku
: Aceh
8. Agama
: Islam
9. TMRS
: 19 Juli 2014
10. No. MR
: 05.65.89
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan
Meutia Post KLL 1 jam SMRS. Pasien dalam keadaan sadar, sedang
kesakitan, tampak memegang tangan sebelah kiri memegang tangan sebelah
kanan, nyeri di daerah bahu kanan saat pasien disuruh mengangkat tangan
dan menggerakkan lengan ke arah luar maupun ke arah dalam. Dari hasil
pemeriksaan, terdapatnya hematom di daerah sendi bahu kanan. Pasien juga
mengeluhkan sakit di daerah pinggang sebelah kanan. Dari hasil
: disangkal
: disangkal
C. STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum
: Baik
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Tinggi Badan
: 175 cm
4. Berat Badan
: 60kg
5. Tekanan Darah
: 120/80
6. Nadi
: 76 x/menit
7. Pernafasan
: 18 x/menit
8. Suhu
: 36,5 0C
1. STATUS GENERALISATA
1. PRIMARY SURVEY
a. Airway
Look
: Tidak terlihat adanya obstruksi pada jalan nafas
Listen
: Suara pernafasan (+) stridor (-)
Feel
: Hembusan Nafas (+)
Airway Baik, clear.
b. Breathing
Inspeksi :
Breathing Clear
c. Circulation
Nadi : 120x/menit, akral hangat
d. Dissability
GCS : 15 E4 M6 V5
Pupil isokor 3 mm/ 3mm, refleks cahaya (+/+)
2. SECONDARY SURVEY
a/r Shoulder Joint Dextra
Look
: Deformitas (-), Luka Robek (-), Edema (-),
hematoma (+)
Feel
: Nyeri (+)
Move
: pergerakan tangan kanan ke arah medial dan
lateral terbatas.
2. STATUS LOKALISATA
1. KEPALA
a. Bentuk kepala : kontur maxillofasial simetris
b. Mata
: pupil isokor (+/+), konjungtiva anemis( -/-), sklera
ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+).
c. Hidung
: deformitas (-)
d. Telinga: deformitas (-)
e. Mulut
: sianosis bibir (-), mukosa mulut dan lidah merah
muda, petekie (-), stomatitis (-), lidah kotor (-)
f. Leher
: Massa (-), pembesaran KGB (-), Pembesaran (-)
2. THORAKS
Paru
a. Inspeksi
: simetris
b. Palpasi
: pergerakan simetris, vocal fremitus simetris
c. Perkusi
: sonor seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi
: Vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
3. ABDOMEN
a) Inspeksi
Hasil
Hemoglobin
13,6 g%
Eritrosit
4,9 x 103/mm3
Leukosit
Bleeding Time
Cloting Time
2,9 x 103/mm3
2 menit
8 menit
Nilai Normal
L : 13-18
P:12 16
L : 4,5-6,5
P : 3,8-5,8
4-11
<5
5-11
Dislokasi akromioklavikula
Fraktur Klavikula
G. DIAGNOSIS KERJA
Dislokasio Gleno Humeral Joint Dextra
I. TERAPI
Non-medikamentosa
Rawat inap
Bed rest
Diet
Medikamentosa
IVFD Ringer Lactat 20 gtt/i
Inj. Fosmicin 1 gr/12 jam
Inj. ranitidine 1 A/12 jam
Inj. Torasic 1g /12 jam
Inj. Durogesic
MST 1x1
Pre- Op
: Bed rest
Puasa
Operatif
J. LAPORAN OPERASI
1. Informed Consent
2. Tanggal 21 Juli 2014, pukul 12.30 WIB Operasi dimulai
3. Pasien dengan posisi berbaring terlentang
4. Pasien dalam General Anestesi (GA)
5. Lakukan tindakan aseptik dengan betadine dan alkohol 70%.
6. Posisi supine dilakukan reposisi cara Hipocrates prosedur
7. Reposisi dengan cara Hipokrates prosedur dan dipertahankan dengan
posisi supinasi. Imobilisasi dilakukan dengan pemasangan elastic
verban.
8. Dilakukan tes neurovaskular distal normal
K. INSTRUKSI POST OPERASI
1. Puasa
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. Fosmisin 1gr/12 jam
4. Ketorolac 3% 1amp/12 jam
L. PROGNOSIS
Quod ad vitam
: dubia et bonam
Quod ad sanam
: dubia et bonam
O
KU : baik
Compos mentis
HR :76x/i
RR : 18 x/i
T : 36,50C
KU : baik
compos mentis
HR : 80 x/i
RR : 17 x/i
T : 37,00C
A
Dislokasi
Shoulder
Joint
Dextra
P
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 j
Inj. Ranitidin 1 amp / 12 j
Inj. Ketorolac 3%/12 jam
Dislokasi
shoulder
joint
dextra
IVFD RL 25 gtt/i
Inj. Fosmisin 1gr/12 jam
Inj. Ranitidin 1a/12 jam
Inj. Torasic 1gr/12 jam
Inj Tramadol drip
Durogesic
MST 1x1
KU : baik
HR : 98 x/i
RR : 18 x/i
T : 36,50C
KU : baik
HR : 80 x/i
RR : 17x/i
T : 36,50C
KU : baik
Compos mentis
HR :76x/i
RR : 18 x/i
T : 36,50C
Dislokasi
shoulder
joint
dextra
Post op
Inj. RL 20 gtt/i
Inj. Fosmisin 1gr/12 jam
reposisi
Inj. Ketorolac 1a/12 jam
shoulder
joint dan
imobilisasi
elastic
verban
Post op
Ciprofloxacin
Paracetamol (k/p)
reposisi
shoulder
joint dan
PBJ
imobilisasi
elastic
verban
DISKUSI
Pada tanggal 19 Juli 2014, pasien Tn. S yang berusia 37 tahun dibawa oleh
temannya ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan nyeri disertai terbatasnya
pergerakan pada bahu sebelah kanan akibat jatuh dari kereta yang terjadi 1 jam
SMRS. Pasien dalam keadaan sadar dan merasa kesakitan.
Dari pemeriksaan fisik, status lokalisata daerah bahu sebelah kanan
terdapat hematoma dan terbatasnya pergerakan pasien. Pada pemeriksaan palpasi
didapatkan nyeri tekan (+). Pada daerah abdomen juga terdapat luka robek
berukuran 5x3x2 cm. Segera dilakukan foto rontgen pada bahu sebelah kanan.
Pada tanggal 20 Juli 2014, pasien mengeluh nyeri pada sendi bahu kanan
bertambah hebat. Untuk mengurangi rasa nyerinya diberikan tramadol drip.
Konsul internis (+) direncanakan operasi reposisi keesokan harinya.
Pada tanggal 21 Juli 2014 dilakukan tindakan operasi reposisi sendi bahu
menggunakan general anestesi dan segera setelahnya dilihat pergerakan sendi
bahu.
Tanggal 23 Juli, dilakukan follow up nyeri post operasi di daerah dislokasi
sudah berkurang, pergerakan tangan sudah tidak terbatas lagi dan hematoma juga
sudah tidak tampak lagi. Pasien diperbolehkan pulang berobat jalan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sendi
Joint/sendi adalah penyatuan atau penghubung antara 2 tulang/lebih atau
antara bagian yang keras pada skeleton yang memiliki banyak bentuk dan fungsi.
Klasifikasi sendi dapat dibagi berdasarkan manner dan tipe material
pembentuknya, yaitu :1
1. Synovial joint
Secara umum synovial joint adalah sendi yang terdapat pada skeleton dab
biasanya terdapat pada tulang panjang. Articular surface tulangnya di cover oleh
10
hyaline cartilage tipis dan lubrikasi oleh viscous synovial fluid. Pada synovial
joint terdapat joint cavity yang dibatasi oleh synovial membrane dan juga
dikelilingi oleh capsule, dimana capsule tersebut diperkuat oleh external atau
internal fibrous ligament. Synovial joint merupakan sendi yang memberikan
kebebasan dalam bergerak antara tulang yang 1 dengan lainnya. Synovial joint
dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Berdasarkan pergerakkannya
a.
b.
c.
a.
Plane joint
- dibentuk oleh 2 plate surface
- sliding movement (menggeser/meluncur) monoaxial
- terdapat pada sternoclavicular joint, acromioclaviscular joint
b.
11
d.
Condyloid joint
- dibentuk oleh 2 concave/convex shape surface pada right
anglenya
- flexi, extensi, abduksi, adduksi dan sedikit rotasi movement
biaxial
- terdapat pada metacarpophalanx, metatarsophalanx
12
e.
f.
Pivot joint
- terdiri dari sylindrical projection inside a ring
- rotasi movement monoaxial
- terdapat pada atlantoaxial dan superior radioulnar joint
g.
Elypsoid joint
- memilki elypsoid concave dan convex surface
- flexi, extensi, abduksi, adduksi movement biaxial
- gerakannya berputar mengelilingi central axis
13
b.
c.
3.
Cartilaginous joint
Terdapat pada epiphyseal growth plate dan costosternal joint dan muncul
saat pertumbuhan tulang panjang. Memiliki 2 tipe :
14
a.
Primary
cartilaginous
joint
atau
synchondroses
Secondary
cartilaginous
joint
atau
symphisis
15
16
17
18
19
Ligament :
1. Acromioclavicular ligament : fibrous band memanjang dari acromion ke
clavicle untuk memperkuat acromioclavicular joint secara superior
2. Coracoclavicular ligament : sepasang band yang kuat disatukan oleh
coracoids process pada scapula. Terdiri dari 2 ligament yaitu : Conoid
ligament (berbentuk cone, apex di bagian inferior) dan trapezoid ligament
(melekat ke permukaan superior coracoids process).
Movement
protraksi-retraksi,
elevasi-depresi
dibantu
juga
oleh
axioappendicular muscle
Blood supply : suprascapular dan thoracoacromial artery
3. Glenoidhumeral joint
Merupakan ball and socket tipe synovial joint yang mempunyai ruang
gerak yang luas.
Artikulasi : humeral head yang besar dan bulat berartikulasi dengan
glenoid cavity yang dangkal. Dimana hanya melingkupi satupertiga humeral head,
maka dati itu di bantu menopang oleh rotator cuff muscle (Supraspinatus,
Infraspinatus, Teres minor, Subscapular). Terdapat fibrocartilagenous glenoid
labrum.
20
21
sternoclavicula joint
scapulothoracic joint
Articular surfaces
22
23
24
tubuh. Clavicula juga berperan menyalurkan gaya dari lengan atas ke skeleton
axiale, dan merupakan tempat melekatnya otot.
2. Scapula
Scapula adalah tulang pipih berbentuk segitiga yang terletak pada dinding
posterior thorax di antara iga II sampai VII. Pada permukaan posterior, spina
scapulae menonjol ke belakang. Ujung lateral spina scapula bebas dan membentuk
acromion, yang bersendi dengan clavicula. Angulus superolateralis scapulae
membentuk cavitas atau fossa glenoidalis yang berbentuk seperti buah pir dan
bersendi dengan caput humeri pada articulatio humeri. Processus coracoideus
menonjol ke atas dan depan di atas cavitas glenoidalis dan merupakan tempat
melekatnya otot dan ligamentum. Medial terhadap basis processus coracoideus
terdapat incisura suprascapularis.
Permukaan anterior scapula cekung dan membentuk fossa supraspinata di atas
dan fossa infraspinata di bawah. Angulus inferior scapula dapat di palpasi dengan
mudah pada orang hidup dan merupakan petunjuk posisi iga ketujuh dan
processus spinosus vertebra thoracicae 7. 3
25
berupa lepas komplet (cerai sendiri) atau parsial (dislokasi inkomplet), atau
subluksasio.4
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi atau keluarnya
(bercerainya) kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya sebagian yang bergeser
disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.5
Dislokasi sendi bahu adalah lepasnya hubungan sendi pada bahu yang sering
disebabkan oleh suatu cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, berotasi luar
dan ekstensi di luar kemampuan kaput humerus yang dipertahankan pada sendi
glenoid yang dangkal oleh labrum glenoid, ligamentum glenohumerus,
ligamentum korakohumerus, kanopi arkus korakoakromial dan otot di sekeliling.6
2. Etiologi dan Epidemiologi
Cedera pada bahu sering disebabkan karena lelah, tetapi sering juga terjadi
pada pemain tennis, badminton, olahraga lempar dan berenang (internal
violence/sebab-sebab yang berasal dari dalam).
Cedera ini biasa juga disebabkan oleh external violence (sebab-sebab yang
berasal dari luar), akibat body contact sports, misalnya : sepak bola, rugby dan
lain-lain.7
Penyebab utama dari dislokasi bahu primer adalah cedera traumatik. Hampir
95% dari dislokasi bahu yang terjadi pertama kali adalah akibat dari bebera[a
kejadian seperti benturan kuat, jatuh pada lengan terulur, atau gerakan tiba-tiba
yang dapat mengakibatkan bahu terkilir.8 Cedera akibat kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab utama disabilitas dan mortalitas di negara berkembang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Woro dan Ita di IGD RSUP
Fatmawati, Jakarta pada korban kecelakaan sepeda motor selama 1 bulan
26
sebanyak 138 orang. Dari korban kecelakaan tersebut, ada sebanyak 7 orang
(5,1%) yang mengalami dislokasi sendi bahu.9
3. Klasifikasi
Dislokasi sendi bahu diklasifikan menjadi 4, yaitu :10
a. Dislokasi anterior atau disebut juga sebagai dislokasi preglenoid,
subkorakoid dan subklavikular merupakan dislokasi yang paling sering
ditemukan. Dislokasi sendi bahu anterior ditemukan sebanyak 85% dari
semua dislokasi bahu dan 8-9 kali lebih umum daripada dislokasi
posterior.
b. Dislokasi posterior merupakan dislokasi yang lebih jarang terjadi,
jumlahnya kurang dari 2% dari semua dislokasi sekitar bahu dan biasanya
disebabkan karena trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi
interna.
c. Dislokasi inferior atau luksasi erekta : kaput humerus mengalami jepitan
atau terperangkap di bawah kavitas glenoid dimana lengan mengarah ke
atas sehingga lengan terkunci dalam posisi abduksi yang dikenal dengan
nama luksasio erekta.
d. Dislokasi disertai fraktur tuberositas mayor humerus : jenis ini biasanya
adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila dilakukan reposisi
pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada
humerus.
4.
Patofisiologi
Di antara sendi-sendi besar, bahu adalah salah satu yang paling sering
berdislokasi. Hal ini akibat beberapa faktor, yaitu dangkalnya mangkuk sendi
glenoid; besarnya rentang gerakan; keadaan yang mendasari, misalnya
27
ligamentosa yang longgar atau displasia glenoid; dan mudahnya sendi itu
terserang selama aktivitas yang penuh tekanan pada tungkai atas.
Mekanisme cedera dari dislokasi anterior biasanya disebabkan oleh jatuh
pada tangan dan dipaksa berabduksi, berotasi luar dan ekstensi. Humerus
terdorong ke depan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Dislokasi posterior jarang
terjadi; gaya tidak langsung yang menyebabkan rotasi internal dan aduksi yang
nyata harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi. Keadaan ini biasanya
terjadi diakibatkan oleh sentakan kuat dalam posisi yang luar biasa, setelah
serangan epilepsi atau kejutan listrik yang hebat.
Kondisi klinik dari dislokasi sendi bahu memberikan manifestasi keluhan
pasien berupa nyeri pada saat abduksi, kadang pada beberapa kasus pasien
mengeluhkan kelemahan (mati rasa pada lengan atas [dead arm syndrome]) yang
memberikan manifestasi hambatan mobilitas fisik dan gangguan dalam aktivitas
sehari-hari.6
5.
Manifestasi klinik
Keluhan utama adalah nyeri pada bahu dan tidak bisa menggerakkan bahu.
Penting untuk dikaji mekanisme cedera untuk menentukan tipe cedera dislokasi
bahu. Mekanisme cedera biasanya berhubungan dengan kondisi dan aktivitas
pasien, seperti kondisi kejang, aktivitas pemain voli, serta berkendaraan motor
yang dapat menyebabkan trauma pada bahu. Sekitar 95-98% pasien dislokasi
bahu yang meminta pertolongan adalah dislokasi anterior, sekitar 0,5% dislokasi
inferior dan sisanya adalah dislokasi posterior.
28
normal.
Feel : Kepal humerus teraba, periksa adanya gangguan fungsi sensori dan
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan rontgen bagian anteroposterior akan memperlihatkan
bayangan yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang
diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan humerus keluar dari mangkuk
sendi.
Gambar 11. Kiri : dislokasi bahu anterior. Kanan : dislokasi bahu posterior
29
7. Penatalaksanaan
Reduksi dislokasi harus segera dilakukan sesegera mungkin. Beberapa
intervensi dalam melakukan reduksi bahu, meliputi hal-hal sebagai berikut :4
Stimson Manuver : cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesi.
Penderita diminta tidur menelungkup dan ekstremitas yang sakit dibiarkan
menggantung di tepi meja lalu diikatkan beban 2 kg pada pergelangan
tangannya. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan
selama 10-15 menit terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung
tersebut.
Perasat Hippocrates : Hal ini dilakukan bila tidak terjadi reposisi spontan
dengan Stimson Manuver dan memerlukan anestesi umum. Lengan
penderita ditarik ke arah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki operator berada di ketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu
dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada paling
sedikit tiga minggu.
Manipulasi Skapula : posisi bisa dilakukan secara telungkup atau duduk.
Pada posisi telungkup, operator menekan skapula dan asisten menarik
lengan seperti traksi dengan beban pada manuver Stimson. Pada posisi
duduk, asisten mendorong skapula dan operator melakukan penarikan
pada lengan.
Operatif : indikasi untuk terapi operasi adalah : 1) Dislokasi yang berkalikali, terutama kalau terdapat nyeri dan 2) Subluksasi berulang atau rasa
takut terhadap dislokasi cukup untuk mencegah keikutsertaan dalam
aktivitas sehari-hari, termasuk olahraga. Operasi terdiri atas tiga jenis : 1)
operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek
30
membatasi abduksi.
Dislokasi berulang. Jika dislokasi anterior merobek kapsul bahu,
perbaikan terjadi secara spontan dan dislokasi tidak berulang; tetapi
kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan
leher glenoid, kemungkinan besar perbaikan tak terjadi dan dislokasi
sering berulang.
31