You are on page 1of 31

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama

: Tn. S

2. Umur

: 37 Tahun

3. Jenis kelamin

: Laki-laki

4. Alamat

: Desa Keude Cunda/ Muara Dua

5. Pekerjaan

: Pegawai RSUD Cut Meutia Lhokseumawe

6. Status Perkawinan

: Belum menikah

7. Suku

: Aceh

8. Agama

: Islam

9. TMRS

: 19 Juli 2014

10. No. MR

: 05.65.89

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Nyeri di daerah sendi bahu kanan

2. Keluhan Tambahan

: Terbatasnya gerakan pada tangan kanan

dan sakit di daerah pinggang sebelah kanan


3.

Riwayat Penyakit Sekarang

: Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Cut

Meutia Post KLL 1 jam SMRS. Pasien dalam keadaan sadar, sedang
kesakitan, tampak memegang tangan sebelah kiri memegang tangan sebelah
kanan, nyeri di daerah bahu kanan saat pasien disuruh mengangkat tangan
dan menggerakkan lengan ke arah luar maupun ke arah dalam. Dari hasil
pemeriksaan, terdapatnya hematom di daerah sendi bahu kanan. Pasien juga
mengeluhkan sakit di daerah pinggang sebelah kanan. Dari hasil

pemeriksaan ditemukan adanya luka lecet berukuran 5x3x2 cm dan terdapat


hematom di bawah luka lecet serta pasien mengeluh nyeri ketika ditekan.
Pasien tidak merasa nyeri dan tidak terdapatnya pembatasan gerak di tangan
kiri, kaki kiri dan kaki kanan. Pasien tidak mengalami riwayat pingsan pada
saat terjatuh. Pasien juga tidak mengalami sakit kepala, mual dan muntah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

: Os tidak pernah mengalami trauma yang

berat sebelumnya, tidak ada riwayat operasi.


5. Riwayat Pemakaian Obat

: disangkal

6. Riwayat penyakit keluarga

: disangkal

C. STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum

: Baik

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Tinggi Badan

: 175 cm

4. Berat Badan

: 60kg

5. Tekanan Darah

: 120/80

6. Nadi

: 76 x/menit

7. Pernafasan

: 18 x/menit

8. Suhu

: 36,5 0C

1. STATUS GENERALISATA
1. PRIMARY SURVEY
a. Airway
Look
: Tidak terlihat adanya obstruksi pada jalan nafas
Listen
: Suara pernafasan (+) stridor (-)
Feel
: Hembusan Nafas (+)
Airway Baik, clear.

b. Breathing
Inspeksi :

- Keadaan umum bernafas dengan baik


Pergerakan dada simetris
Frekuensi nafas 18x/ menit
Palpasi : Nyeri tekan (-) Deviasi trakea(-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+) Wheezing (-/-) ronkhi (-/-)

Breathing Clear
c. Circulation
Nadi : 120x/menit, akral hangat
d. Dissability
GCS : 15 E4 M6 V5
Pupil isokor 3 mm/ 3mm, refleks cahaya (+/+)
2. SECONDARY SURVEY
a/r Shoulder Joint Dextra
Look
: Deformitas (-), Luka Robek (-), Edema (-),
hematoma (+)
Feel
: Nyeri (+)
Move
: pergerakan tangan kanan ke arah medial dan
lateral terbatas.
2. STATUS LOKALISATA
1. KEPALA
a. Bentuk kepala : kontur maxillofasial simetris
b. Mata
: pupil isokor (+/+), konjungtiva anemis( -/-), sklera
ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+).
c. Hidung
: deformitas (-)
d. Telinga: deformitas (-)
e. Mulut
: sianosis bibir (-), mukosa mulut dan lidah merah
muda, petekie (-), stomatitis (-), lidah kotor (-)
f. Leher
: Massa (-), pembesaran KGB (-), Pembesaran (-)
2. THORAKS
Paru
a. Inspeksi
: simetris
b. Palpasi
: pergerakan simetris, vocal fremitus simetris
c. Perkusi
: sonor seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi
: Vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung

a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi

d. Auskultasi
3. ABDOMEN
a) Inspeksi

: Iktus tidak terlihat


: thrill tidak teraba
: Batas atas : ICS 2
Batas bawah : ICS 4
Batas kanan : Linea strenalis dextra
Batas kiri : Linea midclavicularis sinistra
: BJ I-II normal, reguler, murmur (-), galop (-)
: Bentuk simetris, luka lecet di daerah iliaka kanan

berukuran 5x3x2 cm, hematom di bawah luka lecet.


b) Palpasi
: soepel (+), nyeri tekan di daerah iliaka kanan
c) Perkusi
: timpani (+)
d) Auskultasi
: peristaltik (+) normal
4. GENETALIA
Laki-laki (tidak ada kelainan)
5. EKSTREMITAS
SUPERIOR
Deformitas (-) edema tungkai (-)
INFERIOR
a. Look : Deformitas (-), edema (-), hematoma (+)
b. Feel : Nyeri Tekan (+)
c. Move : pergerakan sendi bahu terbatas.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi (tanggal 21 Juli 2014)
Pemeriksaan

Hasil

Hemoglobin

13,6 g%

Eritrosit

4,9 x 103/mm3

Leukosit
Bleeding Time
Cloting Time

2,9 x 103/mm3
2 menit
8 menit

2. Pemeriksaan Radiologi (tanggal 19 Juli 2014)

Nilai Normal
L : 13-18
P:12 16
L : 4,5-6,5
P : 3,8-5,8
4-11
<5
5-11

Gambar 1. Foto Rontgen Shoulder Joint Dextra


F. DIAGNOSIS BANDING

Dislokasi akromioklavikula

Fraktur Klavikula

Fraktur kolumna humeri

Fraktur humerus proksimal

G. DIAGNOSIS KERJA
Dislokasio Gleno Humeral Joint Dextra
I. TERAPI
Non-medikamentosa
Rawat inap

Bed rest
Diet
Medikamentosa
IVFD Ringer Lactat 20 gtt/i
Inj. Fosmicin 1 gr/12 jam
Inj. ranitidine 1 A/12 jam
Inj. Torasic 1g /12 jam
Inj. Durogesic
MST 1x1
Pre- Op
: Bed rest
Puasa
Operatif

: Reposisi Shoulder Joint. Immobilisasi dengan


Elastic Verban

J. LAPORAN OPERASI
1. Informed Consent
2. Tanggal 21 Juli 2014, pukul 12.30 WIB Operasi dimulai
3. Pasien dengan posisi berbaring terlentang
4. Pasien dalam General Anestesi (GA)
5. Lakukan tindakan aseptik dengan betadine dan alkohol 70%.
6. Posisi supine dilakukan reposisi cara Hipocrates prosedur
7. Reposisi dengan cara Hipokrates prosedur dan dipertahankan dengan
posisi supinasi. Imobilisasi dilakukan dengan pemasangan elastic
verban.
8. Dilakukan tes neurovaskular distal normal
K. INSTRUKSI POST OPERASI
1. Puasa
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. Fosmisin 1gr/12 jam
4. Ketorolac 3% 1amp/12 jam
L. PROGNOSIS

Quod ad vitam

: dubia et bonam

Quod ad sanam

: dubia et bonam

Quod ad fungsionam : dubia et bonam

Gambar 2. Tindakan Reposisi Pasien

Gambar 3. Tindakan Pemasangan Imobilisasi dengan Elastic


Verban
STATUS FOLLOW UP PASIEN
Tgl
S
19/07/ Nyeri pergelangan tangan
2014
kanan (+), hematoma (+)
pergerakan tangan terbatas
(+), konjungtiva anemis (-),
BAK (+), BAB (+)

O
KU : baik
Compos mentis
HR :76x/i
RR : 18 x/i
T : 36,50C

20/07/ Nyeri pergelangan tangan


2014
kanan bertambah,
hematoma (+),
pergerakan tangan terbatas
(+) konjungtiva anemis (-), BAK (+), BAB (+)
mual (-), Muntah (-) pusing
(-)

KU : baik
compos mentis
HR : 80 x/i
RR : 17 x/i
T : 37,00C

A
Dislokasi
Shoulder
Joint
Dextra

P
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 j
Inj. Ranitidin 1 amp / 12 j
Inj. Ketorolac 3%/12 jam

Dislokasi
shoulder
joint
dextra

IVFD RL 25 gtt/i
Inj. Fosmisin 1gr/12 jam
Inj. Ranitidin 1a/12 jam
Inj. Torasic 1gr/12 jam
Inj Tramadol drip
Durogesic
MST 1x1

Status lokalisata a/r


shoulder joint (d)
I = hematom (+)
P = Nyeri tekan (+)

Status lokalisata a/r


shoulder joint (d)
I = hematom (+)
P = Nyeri tekan (+)

21/07/ Nyeri pergelangan tangan


2014
kanan (+), hematoma (+),
pergerakan tangan terbatas
(+) konjungtiva anemis (-)
BAK (+), BAB (+) mual (-)
Muntah (-) pusing (-)

KU : baik
HR : 98 x/i
RR : 18 x/i
T : 36,50C

22/10/ Nyeri post op (+),


2014
pergerakan tangan terbatas
(-), hematoma (-)
BAK (+), BAB (+) mual (-)
Muntah (-) pusing (-)

KU : baik
HR : 80 x/i
RR : 17x/i
T : 36,50C

23/07/ Nyeri post op berkurang,


2014
pergerakan tangan terbatas
(-), hematoma (-), BAK (+),
BAB (+) mual (-)
Muntah (-) pusing (-)

KU : baik
Compos mentis
HR :76x/i
RR : 18 x/i
T : 36,50C

Dislokasi
shoulder
joint
dextra

Rencana hari ini operasi


reposisi shoulder joint
Pasien dipuasakan
Terapi dilanjutkan

Status lokalisata a/r


shoulder joint (d)
I = hematom (+)
P = Nyeri tekan (+)

Status lokalisata a/r


shoulder joint (d)
I = hematom (+)
P = Nyeri tekan (+)

Post op
Inj. RL 20 gtt/i
Inj. Fosmisin 1gr/12 jam
reposisi
Inj. Ketorolac 1a/12 jam
shoulder
joint dan
imobilisasi
elastic
verban
Post op
Ciprofloxacin
Paracetamol (k/p)
reposisi
shoulder
joint dan
PBJ
imobilisasi
elastic
verban

DISKUSI
Pada tanggal 19 Juli 2014, pasien Tn. S yang berusia 37 tahun dibawa oleh
temannya ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan nyeri disertai terbatasnya
pergerakan pada bahu sebelah kanan akibat jatuh dari kereta yang terjadi 1 jam
SMRS. Pasien dalam keadaan sadar dan merasa kesakitan.
Dari pemeriksaan fisik, status lokalisata daerah bahu sebelah kanan
terdapat hematoma dan terbatasnya pergerakan pasien. Pada pemeriksaan palpasi
didapatkan nyeri tekan (+). Pada daerah abdomen juga terdapat luka robek
berukuran 5x3x2 cm. Segera dilakukan foto rontgen pada bahu sebelah kanan.

Pada tanggal 20 Juli 2014, pasien mengeluh nyeri pada sendi bahu kanan
bertambah hebat. Untuk mengurangi rasa nyerinya diberikan tramadol drip.
Konsul internis (+) direncanakan operasi reposisi keesokan harinya.
Pada tanggal 21 Juli 2014 dilakukan tindakan operasi reposisi sendi bahu
menggunakan general anestesi dan segera setelahnya dilihat pergerakan sendi
bahu.
Tanggal 23 Juli, dilakukan follow up nyeri post operasi di daerah dislokasi
sudah berkurang, pergerakan tangan sudah tidak terbatas lagi dan hematoma juga
sudah tidak tampak lagi. Pasien diperbolehkan pulang berobat jalan.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sendi
Joint/sendi adalah penyatuan atau penghubung antara 2 tulang/lebih atau
antara bagian yang keras pada skeleton yang memiliki banyak bentuk dan fungsi.
Klasifikasi sendi dapat dibagi berdasarkan manner dan tipe material
pembentuknya, yaitu :1
1. Synovial joint
Secara umum synovial joint adalah sendi yang terdapat pada skeleton dab
biasanya terdapat pada tulang panjang. Articular surface tulangnya di cover oleh

10

hyaline cartilage tipis dan lubrikasi oleh viscous synovial fluid. Pada synovial
joint terdapat joint cavity yang dibatasi oleh synovial membrane dan juga
dikelilingi oleh capsule, dimana capsule tersebut diperkuat oleh external atau
internal fibrous ligament. Synovial joint merupakan sendi yang memberikan
kebebasan dalam bergerak antara tulang yang 1 dengan lainnya. Synovial joint
dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Berdasarkan pergerakkannya

a.

Monoaxial : terjadi pada 1 direction/plane

b.

Biaxial : terjadi pada 2 direction/plane

c.

Multiaxial : terjadi pada banyak direction.plane


Berdasarkan bentuk articular surface tulangnya

a.

Plane joint
- dibentuk oleh 2 plate surface
- sliding movement (menggeser/meluncur) monoaxial
- terdapat pada sternoclavicular joint, acromioclaviscular joint

b.

Hinge joint (sendi engsel)


- berbentuk concave/convex shape surface

11

- kapsul jointnya tipis


- flexi dan extensi movement monoaxial
- terdapat pada tlang yang bersatu kuat
- terdapat lutut, elbow, dan ankle
c.

Saddle joint (sendi pelana)


- berbentuk concave/convex shape surface seperti saddle shape
- articula surface yang berlawanan tajam seperti pelana
- flexi, extensi, abduksi, dan rotasi movement biaxial
- bergerak pada 2 sisi, sagital dan frontal
- terdapat pada carpometacarpal joint pada jempol

d.

Condyloid joint
- dibentuk oleh 2 concave/convex shape surface pada right
anglenya
- flexi, extensi, abduksi, adduksi dan sedikit rotasi movement
biaxial
- terdapat pada metacarpophalanx, metatarsophalanx

12

e.

Ball & socket joint


- bentuknya seperti bola yang berada di dalam cekungan
- pada joint yang sering digunakan, spheroidal surface tulang
bergerak dengan socket tulang lain
- flexi, extensi, abduksi, adduksi dan medial & lateral rotasi
movement multiaxial
- terdapat pada shoulder, head of femur yang berotasi dengan
soketnya yang dibentuk oleh acetabulum pada hip bone dan hip
joint

f.

Pivot joint
- terdiri dari sylindrical projection inside a ring
- rotasi movement monoaxial
- terdapat pada atlantoaxial dan superior radioulnar joint

g.

Elypsoid joint
- memilki elypsoid concave dan convex surface
- flexi, extensi, abduksi, adduksi movement biaxial
- gerakannya berputar mengelilingi central axis

13

- terdapat pada wrist


2. Fibrous joint
Fibrous joint merupakan sendi yang tidak bercavity dan pergerakannya
bergantung kepada panjang fiber yang ada di dalamnya. Letaknya terdapat pada
tulang pendek atau pipih dan terdapat pada 3 tempat :
a.

Suture cranium : berdekatan sangat rapat, membentuk garis


yang berombak serta tidak rata dan menyatukan tulang dengan dense
fibrous connective tissue.

b.

Syndesmosis type : 2 tulang yang dipisahkan oleh ruang


yang besar (lebih besar dari suture) dan dihubungkan oleh lembaranlembaran fibrous tissue yang terdapat di radioulnar intraosseus
membrane serta sedikit pergerakan yang terjadi dimana pergerakannya
bergantung pada jarak antara tulang dengan fibrous ligamentnya

c.

Gomphoses : joint yang berada diantara gigi dengan


socketnya dan alveolar process maxilla dan mandibula yang
dihubungkan dengan fibrous tissue pada periodontal ligament.

3.

Cartilaginous joint
Terdapat pada epiphyseal growth plate dan costosternal joint dan muncul
saat pertumbuhan tulang panjang. Memiliki 2 tipe :

14

a.

Primary

cartilaginous

joint

atau

synchondroses

menghubungkan 2 tulang dengan plate hyaline cartilage, tidak terdapat


pergerakan, bersifat temporary, ex : pada proses pertumbuhan tulang
panjang, dimana bony epiphisis dan shaftnya disatukan oleh epiphisial
plate. Setelah pertumbuhan mencapai sempurna, epiphisial plate
berubah menjadi tulang dan epiphisis berfusi dengan diaphisis.
b.

Secondary

cartilaginous

joint

atau

symphisis

menghubungkan 2 tulang dengan plate fibro cartilage, dicover oleh


hyaline cartilage tipis pada articular surface, kuat, sedikit pergerakan
yang terjadi, dan terdapat pada manubriosternal joint, symphisis pubic,
intravertebral (fibro cartilaginous yang berada diantara vertebrae terdiri
dari jaringan ikat yang mengikat, menyatukannya dengan vertebrae.
Maka dari itu, joint ini memberikan kekuatan dan shock absorption
berimbang dengan spinenya), mandibular symphisis pada newborn

15

Gambar 4. Jenis Sendi

16

Gambar 5. Synovial Joint dan Knee Joint

Gambar 6. Tipe Synovial Joint

17

Sendi Pada Ekstremitas Superior

Gambar 7. Sendi pada Ekstremitas Superior


1. Sternoclavicular joint
Merupakan tipe saddle pada synovial joint tetapi memiliki fungsi ball and
socket. Dibagi menjadi dua kompartemen oleh articular disc, yang melekat pada
anterior dan posterior sternoclavicular ligament yang menebal pada lapisan
fibrous joint capsule dan interclavicular ligament. Perlekatan inilah yang
mempengaruhi kekuatan dari sternoclavicular joint. Sternoclavicular joint hanya
berartikulasi antara upper limb dan axial skeleton sehingga dengan mudah di
palpasi.
Artikulasi : sterna end pada clavicle berartikulasi dengan manubrium dan
1st costal cartilage.

18

Joint : Joint capsule mengelilingi sternoclavicular joint, melekat ke


permukaan articular, meliputi perifer articular. Synovial membrane membatasi
permukaan internal pada fibrous layer capsul.
Ligament :
1. Anterior & posterior sternoclavicular ligament : memperkuat joint capsule
secara anterior dan posterior
2. Interclavicular ligament : menguatkan capsul secara superior, memanjang
dari sterna end pada salah satu clavicle ke sterna end pada clavicle lain
3. Corticoclavicular ligament : menghubungkan permukaan inferior sterna
end clavicle ke 1st rib dan costal cartilage
Movement : protraksi-retraksi, elevasi-depresi
Blood supply : disuplai oleh internal thoracic dan suprascapular artery
2. Acromioclaviular joint
Merupakan type plane pada synovial joint. Terletak 2-3cm dari point of
shoulder.
Artikulasi : acromial end clavicle berartikulasi dengan acromion pada
scapula
Joint capsule biasanya lemah.

19

Ligament :
1. Acromioclavicular ligament : fibrous band memanjang dari acromion ke
clavicle untuk memperkuat acromioclavicular joint secara superior
2. Coracoclavicular ligament : sepasang band yang kuat disatukan oleh
coracoids process pada scapula. Terdiri dari 2 ligament yaitu : Conoid
ligament (berbentuk cone, apex di bagian inferior) dan trapezoid ligament
(melekat ke permukaan superior coracoids process).
Movement

protraksi-retraksi,

elevasi-depresi

dibantu

juga

oleh

axioappendicular muscle
Blood supply : suprascapular dan thoracoacromial artery
3. Glenoidhumeral joint
Merupakan ball and socket tipe synovial joint yang mempunyai ruang
gerak yang luas.
Artikulasi : humeral head yang besar dan bulat berartikulasi dengan
glenoid cavity yang dangkal. Dimana hanya melingkupi satupertiga humeral head,
maka dati itu di bantu menopang oleh rotator cuff muscle (Supraspinatus,
Infraspinatus, Teres minor, Subscapular). Terdapat fibrocartilagenous glenoid
labrum.

20

Joint : loose fibrous layer pada joint capsule mengelilingi glenohumeral


joint. Joint ini memiliki 2 aperture yaitu : tubercle humerus (tempat lewatnya
tendon pada long head bicep brachii) dan inferior coracoids process (hubungan
antara supscapular bursa dan synovial cavity joint). Bagian inferior joint capsule
merupakan satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh rotator cuff muscle (area
paling lemah)
Ligament :
1. Glenohumeral ligament : merupakan 3 fibrous band, menguatkan aspek
anterior joint capsule
2. Coracohumeral ligament : suatu band yang kuat dan lebar, memanjang dari
anterior pada greater tubercle humerus
3. Transverse humeral ligament : fibrous band yang lebar secara obliq dari
greater ke lesser tubercle
4. Coracoacromial arch : adalah stuktur eksternal yang dibentuk oleh bagian
inferior acromion dan coracoids process, dimana di dalamnya terbentang
coracoacromial ligament
Movement : pergerakan paling bebas dibanding joint lain yaitu : fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi dari humerus, circumduction
Muscle : axioappendicular muscle (bekerja secara tidak langsung pada
joint ) dan scapulohumeral joint (bekerja langsung pada joint)

21

Blood supply : anterior dan posterior circumflex humeral artery


Terdapat juga bursa yang mengelilingi glenohumeral joint. Bursa berisi
capillary film dari synovial fluid. Bursa terletak dimana tendon bergesekan
dengan tulang, ligament, atau tendon lain. Bursa terbagi menjadi 2:
1. Subscapular bursa : berada diantara tendon dari subscapular dan neck dari
scapula
2. Subacromial bursa : berada diantara acromion, coracoacromial ligament
dan deltoid secara superior serta supraspinatous tendon
Sendi Bahu

acromioclavicular joint : berada pada lateral scapula

glenohumeral joint : inferior acromioclavicular joint

sternoclavicula joint

scapulothoracic joint

Articular surfaces

Fibrous capsule (capsular ligament) & thickening deficiencies

Synovial Membrane (+communication with subscapular bursa)

Ligaments: coracoacromial, coracohumeral, transverse humeral

22

Special structures: labrum, tendon of long head of biceps, subacromial


bursa

Movement at the shoulder joint: flexion/extension; adduction/abduction,


medial rotation/lateral rotation

Stability (roles of: bones, ligaments & rotator cuff muscles)

Gambar 8. Sendi Bahu


B. Anatomi Tulang Bahu
Gelang bahu terdiri atas clavicula dan scapula, yang bersendi satu sama
lain pada articulatio acromioclavicularis. Gelang bahu dibentuk oleh caput humeri
yang bersendi dengan cavitas glenoidalis yang dangkal dan termasuk sendi ball
and socket joint, tetapi merupakan sendi yang paling bebas pada tubuh manusia.
Fossa glenoidalis diperkuat oleh labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi

23

fossa, disebut Labrum Glenoidalis. Labrum ini dapat membantu menambah


stabilitas glenohumeral joint. Bagian atas kapsul diperkuat oleh ligament
coracohumeral dan bagian anterior kapsul yang diperkuat oleh 3 serabut ligament
glenohumeral yang lemah (ligamen glenohumeral superior, medial dan inferior).
Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsula sendi yaitu subcapsularis,
supaspinatus, infraspinatus dan teres minor, yang dikenal dengan rotator cuff.
Glenohumeral joint merupakan sendi yang paling mobile karena menghasilkan
gerakan dengan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi dan endorotasi-eksorotasi.2

Gambar 9. Anatomi Tulang Bahu


1. Clavicula
Clavicula adalah tulang panjang yang terletak horizontal di daerah pangkal
leher. Tulang ini bersendi dengan sternum dan cartilago costalis I di sebelah
medial, dan dengan acromion di sebelah lateral. Clavicula terletak subkutan
menurut arah panjangnya; dua pertiga medialnya cembung ke depan. Clavicula
bekerja sebagai sebuah penyangga pada waktu lengan atas bergerak menjauhi

24

tubuh. Clavicula juga berperan menyalurkan gaya dari lengan atas ke skeleton
axiale, dan merupakan tempat melekatnya otot.
2. Scapula
Scapula adalah tulang pipih berbentuk segitiga yang terletak pada dinding
posterior thorax di antara iga II sampai VII. Pada permukaan posterior, spina
scapulae menonjol ke belakang. Ujung lateral spina scapula bebas dan membentuk
acromion, yang bersendi dengan clavicula. Angulus superolateralis scapulae
membentuk cavitas atau fossa glenoidalis yang berbentuk seperti buah pir dan
bersendi dengan caput humeri pada articulatio humeri. Processus coracoideus
menonjol ke atas dan depan di atas cavitas glenoidalis dan merupakan tempat
melekatnya otot dan ligamentum. Medial terhadap basis processus coracoideus
terdapat incisura suprascapularis.
Permukaan anterior scapula cekung dan membentuk fossa supraspinata di atas
dan fossa infraspinata di bawah. Angulus inferior scapula dapat di palpasi dengan
mudah pada orang hidup dan merupakan petunjuk posisi iga ketujuh dan
processus spinosus vertebra thoracicae 7. 3

Gambar 10. Anatomi Scapula


C. Dislokasi Sendi Bahu
1. Definisi
Dislokasi sendi atau disebut juga luksasio adalah tergesernya permukaan
tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat

25

berupa lepas komplet (cerai sendiri) atau parsial (dislokasi inkomplet), atau
subluksasio.4
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi atau keluarnya
(bercerainya) kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya sebagian yang bergeser
disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.5
Dislokasi sendi bahu adalah lepasnya hubungan sendi pada bahu yang sering
disebabkan oleh suatu cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, berotasi luar
dan ekstensi di luar kemampuan kaput humerus yang dipertahankan pada sendi
glenoid yang dangkal oleh labrum glenoid, ligamentum glenohumerus,
ligamentum korakohumerus, kanopi arkus korakoakromial dan otot di sekeliling.6
2. Etiologi dan Epidemiologi
Cedera pada bahu sering disebabkan karena lelah, tetapi sering juga terjadi
pada pemain tennis, badminton, olahraga lempar dan berenang (internal
violence/sebab-sebab yang berasal dari dalam).
Cedera ini biasa juga disebabkan oleh external violence (sebab-sebab yang
berasal dari luar), akibat body contact sports, misalnya : sepak bola, rugby dan
lain-lain.7
Penyebab utama dari dislokasi bahu primer adalah cedera traumatik. Hampir
95% dari dislokasi bahu yang terjadi pertama kali adalah akibat dari bebera[a
kejadian seperti benturan kuat, jatuh pada lengan terulur, atau gerakan tiba-tiba
yang dapat mengakibatkan bahu terkilir.8 Cedera akibat kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab utama disabilitas dan mortalitas di negara berkembang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Woro dan Ita di IGD RSUP
Fatmawati, Jakarta pada korban kecelakaan sepeda motor selama 1 bulan

26

sebanyak 138 orang. Dari korban kecelakaan tersebut, ada sebanyak 7 orang
(5,1%) yang mengalami dislokasi sendi bahu.9
3. Klasifikasi
Dislokasi sendi bahu diklasifikan menjadi 4, yaitu :10
a. Dislokasi anterior atau disebut juga sebagai dislokasi preglenoid,
subkorakoid dan subklavikular merupakan dislokasi yang paling sering
ditemukan. Dislokasi sendi bahu anterior ditemukan sebanyak 85% dari
semua dislokasi bahu dan 8-9 kali lebih umum daripada dislokasi
posterior.
b. Dislokasi posterior merupakan dislokasi yang lebih jarang terjadi,
jumlahnya kurang dari 2% dari semua dislokasi sekitar bahu dan biasanya
disebabkan karena trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi
interna.
c. Dislokasi inferior atau luksasi erekta : kaput humerus mengalami jepitan
atau terperangkap di bawah kavitas glenoid dimana lengan mengarah ke
atas sehingga lengan terkunci dalam posisi abduksi yang dikenal dengan
nama luksasio erekta.
d. Dislokasi disertai fraktur tuberositas mayor humerus : jenis ini biasanya
adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila dilakukan reposisi
pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada
humerus.
4.

Patofisiologi
Di antara sendi-sendi besar, bahu adalah salah satu yang paling sering

berdislokasi. Hal ini akibat beberapa faktor, yaitu dangkalnya mangkuk sendi
glenoid; besarnya rentang gerakan; keadaan yang mendasari, misalnya

27

ligamentosa yang longgar atau displasia glenoid; dan mudahnya sendi itu
terserang selama aktivitas yang penuh tekanan pada tungkai atas.
Mekanisme cedera dari dislokasi anterior biasanya disebabkan oleh jatuh
pada tangan dan dipaksa berabduksi, berotasi luar dan ekstensi. Humerus
terdorong ke depan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Dislokasi posterior jarang
terjadi; gaya tidak langsung yang menyebabkan rotasi internal dan aduksi yang
nyata harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi. Keadaan ini biasanya
terjadi diakibatkan oleh sentakan kuat dalam posisi yang luar biasa, setelah
serangan epilepsi atau kejutan listrik yang hebat.
Kondisi klinik dari dislokasi sendi bahu memberikan manifestasi keluhan
pasien berupa nyeri pada saat abduksi, kadang pada beberapa kasus pasien
mengeluhkan kelemahan (mati rasa pada lengan atas [dead arm syndrome]) yang
memberikan manifestasi hambatan mobilitas fisik dan gangguan dalam aktivitas
sehari-hari.6
5.

Manifestasi klinik
Keluhan utama adalah nyeri pada bahu dan tidak bisa menggerakkan bahu.

Penting untuk dikaji mekanisme cedera untuk menentukan tipe cedera dislokasi
bahu. Mekanisme cedera biasanya berhubungan dengan kondisi dan aktivitas
pasien, seperti kondisi kejang, aktivitas pemain voli, serta berkendaraan motor
yang dapat menyebabkan trauma pada bahu. Sekitar 95-98% pasien dislokasi
bahu yang meminta pertolongan adalah dislokasi anterior, sekitar 0,5% dislokasi
inferior dan sisanya adalah dislokasi posterior.

28

Pada pemeriksaan fisik regional dislokasi anterior, didapatkan hal-hal berikut


ini :
-

Look : Terlihat adanya penonjolan akromion, bahu menjadi rata, penonjolan


kepala humerus, lengan abduksi, dan rotasi eksterna; pasien mencegah
pergerakan rotasi internal, fleksi siku, dan lengan bawah dibantu lengan

normal.
Feel : Kepal humerus teraba, periksa adanya gangguan fungsi sensori dan

motorik dari muskulotaneus dan saraf radial.


Move : Ketidakmampuan menggerakkan bahu secara adduksi dan rotasi
internal.6

6.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan rontgen bagian anteroposterior akan memperlihatkan

bayangan yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang
diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan humerus keluar dari mangkuk
sendi.

Gambar 11. Kiri : dislokasi bahu anterior. Kanan : dislokasi bahu posterior

29

7. Penatalaksanaan
Reduksi dislokasi harus segera dilakukan sesegera mungkin. Beberapa
intervensi dalam melakukan reduksi bahu, meliputi hal-hal sebagai berikut :4
Stimson Manuver : cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesi.
Penderita diminta tidur menelungkup dan ekstremitas yang sakit dibiarkan
menggantung di tepi meja lalu diikatkan beban 2 kg pada pergelangan
tangannya. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan
selama 10-15 menit terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung
tersebut.
Perasat Hippocrates : Hal ini dilakukan bila tidak terjadi reposisi spontan
dengan Stimson Manuver dan memerlukan anestesi umum. Lengan
penderita ditarik ke arah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki operator berada di ketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu
dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada paling
sedikit tiga minggu.
Manipulasi Skapula : posisi bisa dilakukan secara telungkup atau duduk.
Pada posisi telungkup, operator menekan skapula dan asisten menarik
lengan seperti traksi dengan beban pada manuver Stimson. Pada posisi
duduk, asisten mendorong skapula dan operator melakukan penarikan
pada lengan.
Operatif : indikasi untuk terapi operasi adalah : 1) Dislokasi yang berkalikali, terutama kalau terdapat nyeri dan 2) Subluksasi berulang atau rasa
takut terhadap dislokasi cukup untuk mencegah keikutsertaan dalam
aktivitas sehari-hari, termasuk olahraga. Operasi terdiri atas tiga jenis : 1)
operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek
30

(prosedur Bankart); 2) operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan


subskapularis dengan perbaikan tumpang tindih (operasi Putti-Platt) dan
3) operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan
ulang otot lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow
Helfet).11
8. Komplikasi
a. Komplikasi dini.
- Cedera saraf. Saraf aksila dapat cedera; pasien tidak dapat
mengerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut. Hal ini biasanya suatu neurapraksia yang
sembuh spontan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
-

Kadang-kadang korda posterior pleksus brakialis cedera.


Cedera pembuluh darah. Arteri aksila dapat rusak. Tungkai harus

selalu diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda iskemia.


Fraktur-dislokasi. Jika juga terdapat fraktur pada bagian proksimal

humerus, mungkin perlu reduksi terbuka dan fiksasi internal.


b. Komplikasi lanjut
- Kekakuan bahu. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan bahu, terutama pada pasien yang berumur lebih dari 40
tahun. Terjadi kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
-

membatasi abduksi.
Dislokasi berulang. Jika dislokasi anterior merobek kapsul bahu,
perbaikan terjadi secara spontan dan dislokasi tidak berulang; tetapi
kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan
leher glenoid, kemungkinan besar perbaikan tak terjadi dan dislokasi
sering berulang.

31

You might also like